You are on page 1of 88

praktikum farmasi fisika

LAPORAN FARMASI FISIKA PERCOBAAN III KELARUTAN OLEH NAMA NIM KELAS KELOMPOK ASISTEN : VEBY RIZKY LAPAUGI : 821309054 : B : II (Dua) : NURZIAH SUWELEH, S.Si

LABORATORIUM FARMASETIKA JURUSAN FARMASI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2010 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya dengan kodrat dan iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya. Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai

konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta mudah dipahami isi daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini, saya mohon maaf. Dan segala kritik-saran yang yang sifatnya membangun guna perbaikan laporan ini kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada khususnya dan pada pembaca pada umumnya. Terima kasih. Gorontalo, Desember 2010

Penyusun DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii BAB.I. PENDAHULUAN....................................................................................1 I.1. Latar Belakang................................................................................................1 I.2. Maksud Percobaan..........................................................................................2 I.3. Tujuan Percobaan............................................................................................2 BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3

II.1. Teori...............................................................................................................3 II.2. Uraian Bahan.................................................................................................15 BAB.III. METODE KERJA..................................................................................19 III.1. Alat yang digunakan.....................................................................................19 III.2. Bahan yang digunakan.................................................................................19 III.3. Cara Kerja.....................................................................................................20 BAB.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................22 IV.1. Hasil pengamatan.........................................................................................22 IV.2. Pembahasan..................................................................................................32 BAB.V. PENUTUP...............................................................................................36 V.1. Kesimpulan....................................................................................................36 V.2. Saran..............................................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya

antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.

I.2

Maksud Percobaan Menentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur dan penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

I.3

Tujuan Percobaan 1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas 2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat. 3. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat. 4. Menentukan misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelaruta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1). Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (1). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi,

titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah : pH temperatur jenis pelarut bentuk dan ukuran partilel zat konstanta dielektrik pelarut Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (1). Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagianbagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam

alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan). Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air). Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh. Kristal gula + air larutan gula Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per

100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya.

a.

Pengaruh Temperatur pada Kelarutan Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi. Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop yang banyak penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan orang-orang tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat

dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut pada suhu tinggi. Perhatikan Gambar 6, terlihat kelarutan KNO3 sangat berpengaruh oleh kenaikan suhu, sedangkan KBr kecil sekali. Jika campuran ini dimasukkan air panas, maka kelarutan KNO3 lebih besar daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi, dan KBr dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas.

Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan akan mati dalam air panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara terbuka.

b.

Pengadukan Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.

Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air. c. Pengaruh tekanan pada kelarutan Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.

Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal (m) atau normal (N). a. Molaritas (M) Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan. b. Molalitas (m) Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.

c.

Normalitas (N) Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan. Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan CH3COO. Molekul senyawa CH3COOH tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehinggga akan menjadi penghambat bagi ion-ion H+ dan CH3COO untuk menghantarkan arus listrik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya hantar listriknya kurang kuat. Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak terion, sehingga partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa yang terlarut. Dalam larutan tidak terdapat ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik. Kecuali asam atau basa, senyawa kovalen adalah senyawa nonelektrolit, misalnya: C6H12O6, CO(NH2)2, CH4, C3H8, C13H10O.

d.

Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.

Tekanan Uap Larutan Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal, menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut maupun tekanan uap larutan. Titik Didih Larutan Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap. Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun. Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 C tetapi lebih tinggi dari 78,3 C (titik didih etil alkohol 78,3 C dan titik didih air 100 C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan.

Titik Beku Larutan

Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan (3).

Sifat Larutan. Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari cairan murni). Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut. Sifat Aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.

Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif. Tipe Larutan Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut.
Zat Terlarut Gas Zat Cair Zat Padat Gas Zat Cair Zat Padat Gas Zat Cair Zat Padat Pelarut Gas Gas Gas Zat Cair Zat Cair Zat Cair Zat Padat Zat Padat Zat Padat Contoh Udara Air dalam oksigen Uap iodium dalam udara Air berkarbonat Alakohol dalam air Larutan NaCl dalam air Hidrogen dalam paladium Minyak mineral dalam parafin Campuran emas-perak, campuran alum

Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).

II.2 Uraian Bahan 1. Aquades (FI III : 96) Nama Latin Sinonim : mempunyai rasa. : Dalam wadah tertutup baik : AQUA DESTILLATA : Air Suling, H2O Cairan jenih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak

an

2. : : :

Alkohol (FI III : 65) AETHANOLUM Etanol, Alkohol Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah

bergerak ; bau khas ; rasa panas ; mudah terbakar ; dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap : P : tempat sejuk ; jauh dari nyala api Zat tambahan Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya ; di Sangat mudah larut dalam air ; dalam kloroform P dan eter

an

n Penggunaan :

3.

Gliserin (FI III : 271)

: : : : manis diikut rasa hangat. :

GLYCEROLUM Gliserol, Gliserin CH2OH CHOH CH2OH

s molekul

Caira seperti sirop ; jernih, tidak berwarna ; tidak berbau ;

Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ;

praktis tidak larut dalam kloroform P; dan dalam eter P dan dalam minyak lemak. : Dalam wadah tertutup baik Zat tambahan

an

n Penggunaan :

4. :

Asam Benzoat (FI III : 49) ACIDUM BENZOICUM : Asam benzoat

Struktur

: :

Hablur halus dan ringan ; tidak berwarna ; tidak berbau Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih

kurang 3 bagian etanol (95%) P ; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P : Dalam wadah tertutup baik Antiseptikum ekstern ; anti jamur

an

n penggunaan :

5.

Tween 80 (FI III : 509)

: : Pemerian lemak, khas :

POLYSORBATUM-80 Polisorbat-80 : Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau asam

Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ; dalam etil

astetat P dan dalam metanol P ; sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P. : Dalam wadah tertutup rapat Zat tambahan

an

n Penggunaan :

BAB III METODE KERJA

III.1 Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu : 1. Mixer 2. Batang pengaduk 3. Kaca Arloji

4. Lap Halus 5. Timbangan Analitik 6. Gelas ukur 7. Gelas kimia 8. Corong plastik 9. Tabung reaksi

III.2 Bahan Yang Digunakan Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : 1. Air 6. Asam benzoat

2. Kertas saring 7. Penoftalin 3. Alkohol 4. Gliserin 8. Tween 80

III.3 Cara kerja A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Diukur masing-masing bahan yaitu Air = 12ml, 12ml, 12ml, 12ml, 12ml Alkohol = 0ml, 2ml, 4ml, 6ml, 8ml Gliserin = 8ml, 6ml, 4ml, 2ml, 0ml

3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Alkohol 0ml, dan gliserin 8ml. Masing-masing gelas kimia diberi label. 4. Di aduk sampai homogen untuk ketiga zat tersebut. 5. Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat larutan yang jenuh. 6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan, 7. Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali 8. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring. 9. Dititrasi dengan NaOH jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul warna merah muda. 10. Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan % pelarut yang ditambahkan. B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Diukur dan ditimbang masing-masing bahan yaitu Air = 20ml, 20ml, 20ml, 20ml, 20ml Tween 80 = 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram; 1 gram 3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Tween 80 = 0,2 gram. Masing-masing gelas kimia diberi label. 4. Di aduk sampai homogen untuk kedua zat tersebut. 5. Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat larutan yang jenuh.

6.

Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan,

7.

Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali

8. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring. 9. Dititrasi dengan NaOH 0,1M jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul kekeruhan yang stabil. 10. Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang digunakan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Volume NO Campuran titrat 1

Vol. Titran (ml) V1 V2 X Indikator Perubahan warna

Bening ke merah 1 (air : alkohol : gliserin) (60 : 0 : 40) 2 Bening ke merah 2 (air : alkohol : gliserin) (60 : 0 : 30) 3 Bening ke merah 3 (air : alkohol : gliserin) (60 : 10 : 30) 4 Bening ke merah 4 (air : alkohol : gliserin) (60 : 20 : 20) 5 Bening ke merah 5 (air : alkohol : gliserin) (60: 40 : 0) 5 ml 9,6 9,3 9,45 Penoftalein muda 5 ml 7.5 7.5 7.5 Penoftalein muda 5 ml 6.6 6.9 6.75 Penoftalein muda 5 ml 5,1 5 5.05 Penoftalein muda 5 ml 4 4,2 4,1 Penoftalein muda

a.

Data Caker A

b. Data Caker B Volume Titrat 5 ml Vol. Titran (ml) V1 5 V2 5.5 X 5.25 Perubahan warna Bening ke merah muda

NO 1

Campuran 1 ( 0,2 gr/20ml)

Indikator Penoftalein

2 (0,4 gr/20 ml)

5 ml

6.9

6.8

6.85

Penoftalein

Bening ke merah muda

3 (0,6 gr/20 ml) 4 (0,8 gr/20 ml) 5 (1 gr/20 ml)

5 ml

8.2

8.1

Penoftalein

Bening ke merah muda Bening ke merah muda Bening ke merah muda

4 5

5 ml 5 ml

9.4 10,5

9,4 10,5

9.4 10,5

Penoftalein Penoftalein

PERHITUNGAN BAHAN UNTUK CAKER 1 Kadar Asam Benzoat 1) Campuran I Dik : Volume NaOH = 4.1 ml

Volume Asam Benzoat = 5 ml M NaOH = Dit Jawab : : V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat 4,1 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat 5 x M Asam Benzoat M asam benzoat = 0.41 M = 0.41 5 M asam benzoat = 0.082 M 0,1 M

Molaritas Asam Benzoat ?

2) Campuran II

Dik

: Volume NaOH

= 5.05 ml

Molaritas NaOH = 0,1 M Volume Asam Benzoat = 5 ml Dit Jawab : : Molaritas Asam Benzoat ? V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat 5,05 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat 5 x M Asam Benzoat = 0,505 M M asam benzoat= 0.505 5 M asam benzoat = 0.101 M

3)

Campuran III Dik : V NaOH = 6.75 mL

M NaOH = 0,1 M V asam benzoat = 5 mL Dit Peny : V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat = 5 mL x M asam benzoat : Kadar asam benzoat.?

6.75 mL x 0,1 M

5 mL x M asam benzoat = 0,675 M M asam Benzoat = 0.675 5 M asam benzoat = 0.135 M

4)

Campuran IV Dik M NaOH : V NaOH = 0,1 M = 7.5 mL

V asam benzoat = 5 mL Dit Peny : Kadar asam benzoat.? :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 7.5 mL x 0,1 M 5 mL x M asam benzoate M asam benzoat = 0.75 5 M asam benzoat = 0.15 M = 5 mL x M asam benzoat = 0,75 M

5) Campuran V Dik M NaOH : V NaOH = 0,1 M = 9.45 mL

V asam benzoat = 5 mL Dit Peny : : Kadar asam benzoat.?

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 9.45 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 x M asam benzoat = 0.945 M M asam benzoat = 0.945 5 M asam benzoat = 0.189 M

Perhitungan bahan untuk caker 2 1. Kelarutan asam asam benzoat Campuran 1 (Tween 80 0,2 gram : air 20 ml) Dik : V NaOH = 0,1 M = 5 mL = 5.25 mL

M NaOH V asam benzoat Dit Peny : :

Kadar asam benzoat.?

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 5.25 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 x M asam benzoat = 0.525 5 M asam benzoat = 0.105 gr / mL

Campuran 2 (Tween 80 0,4 gram : air 20 ml)

Dik

V NaOH = 0,1 M = 5 mL

= 6.85 mL

M NaOH V asam benzoat Dit Peny : :

Kadar asam benzoat.?

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 6.85 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0.685 5 M asam benzoat = 0.137 gr / mL

Campuran 3 (Tween 80 0,6 gram : air 20 ml) Dik : V NaOH = 0,1 M = 5 mL = 8.1 ml

M NaOH V asam benzoat Dit Peny : :

Kadar asam benzoat.?

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

8.1 mL x 0,1 M

= 5 mL x M asam benzoat = 0.81 5

5 mL x M asam benzoat

M asam benzoat

= 0.162 gr/mL

Campuran 4 (Tween 80 0,8 gram : air 20 ml) Dik : V NaOH = 0,1 M = 5 mL = 9.4 mL

M NaOH V asam benzoat Dit Peny : :

Kadar asam benzoat.?

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 9,4 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0.94 5 M asam benzoat = 0.188 gr/ mL

Campuran 5 (Tween 80 1 gram : air 20 ml) Dik : V NaOH = 0,1 M = 5 Ml Kadar asam benzoat.? = 10.5 mL

M NaOH V asam benzoat Dit Peny : :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat 10,5 ml x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat = 1.05 = 1.05 5 M asam benzoat = 0.21 gr / mL

5 mL x M asam benzoate M asam benzoat

TABEL PERCOBAAN I Pelarut Campuran Konsentrasi Asam benzoat NO Air % v/v 1. 2. 3. 4. 5. 60 60 60 60 60 Alkohol % v/v 0 10 20 30 40 Gliserin (gr/mL) % v/v 40 30 20 10 0 0.082 0.101 0.135 0.15 0.189

TABEL PERCOBAAN II Pelarut Campuran No 1. 2. 3. 4. 5. Air (mL) 20 20 20 20 20 Surfaktan tween 80 (gr) 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Konsentrasi Asam benzoat (gr / mL) 0.105 0.137 0.162 0.188 0.21

IV.2 Pembahasan A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat Pada percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut campur yakni Air, alkohol dan gliserin. Masing-masing pelarut campur telah ditentukan konsentrasinya, sebagaimana telah tertera pada hasil pengamatan di atas. Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang. Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat

diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan. Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218) (4). Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2 Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan % pelarut yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang. Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

B.

Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan surfaktan yakni Tween 80. Masingmasing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan konsentrasinya, yakni 0,2gram : 0,4 gram : 0,6 gram : 0,8 gram: 1 gram dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang. Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan. Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator

yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218) (4). Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2 Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan. Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa : Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang. Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan. Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

V.2 Saran Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium khusus Farmasi Fisika dan dengan alat-alat yang memadai agar praktikum lebih lancar. Saran untuk percobaan, sebaiknya percobaan ini digunakan bahan lainnya yang bersifat asam dan kemudian dititrasi dengan bahan basa lain serta pelarut campuran dan surfaktan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA

1.

Tungadi, Robert. (2009).Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

2. 3.

Martin, A., (1990), Farmasi Fisika, Buku I, UI Press, Jakarta Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

4.

http:////tinz08.wordpress.com/2009/05/02/asidimetri-alkalimetri

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V KELARUTAN I. JUDUL Kelarutan II. TUJUAN PERCOBAAN Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 1. 2. 3. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.

III.

DASAR TEORI Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :

PH

Temperatur Jenis pelarut Bentuk dan ukuran partikel zat Konstanta dielektrik pelarut adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll. 1. Pengaruh pH Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air. 2. Pengaruh temperatur (suhu) Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekulmolekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zatzat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non

polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar. 4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut : Log S/So = 2 v/2,303 RTr Keterangan : S = kelarutan dari partikel halus So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar r = Tegangan permukaan partikel zat padat v = volume partikel dalam cm2 per mol R = jari-jari akhir partikel dalam cm2 T = temperatur absolut Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris. 5. Pengaruh konstanta dielektrik Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran

dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir. 6. Pengaruh penambahan zat-zat lain Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Theofilin Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit. Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter. Stabilitas : stabil di udara Sterilisasi : otoklaf http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html IV. ALAT DAN BAHAN

a. b. V.

Alat Erlen meyer Agitator mekanik Buret Statif Gelas Kimia Bahan Air Alkohol Propilenglikol Theofilin Luminal NaOH 0,1 N Phenopthalien PROSEDUR

VI.

DATA HASIL PRAKTIKUM

DATA HASIL PENGAMATAN Pembakuan NaOH : Volume NaOH 13 ml 12,5 ml Kadar Theofilin : Air (% v/v) 60 60 60 60 60 60 60 60 Alkohol (% v/v) 0 5 10 15 20 30 35 40 Propilenglikol (% v/v) 40 35 30 25 20 10 5 0 Volume NaOH (ml) 3 3 3,4 4 5 5,5 7 6,4 Kadar Theofilin (N) 0,025 0,025 0,029 0,034 0,042 0,046 0,059 0,054 Volume Titrasi 9 ml 9 ml

No 1 2 3 4 5 6 7 8

Perhitungan : 1) Pembakuan NaOH Pembakuan NaOH dengan asam oksalat BE Asam oksalat N NaOH = Mg Asam oksalat BE Asam oksalat x V NaOH N NaOH = 62 mg 63,04 x 13 ml N NaOH = 62 mg 63,04 x 12,5 ml = = 62 819,52 62 788 = 0,079 N = 0,076 N 62,00 mg 63,05 mg

N NaOH =

0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N 2

2)

Perhitungan kadar Theofilin 1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3,4 9 ml 4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 4 9 ml 5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 5 9 ml 6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,042 ml = 0,034 ml = 0,029 ml = 0,025 ml = 0,025 ml

0,076 x 5,5 9 ml

= 0,046 ml

7. N Theofilin =

N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 7 9 ml = 0,059 ml

8. N Theofilin =

N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 6,4 9 ml = 0,054 ml

VII.

PEMBAHASAN Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut. Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :

1. 2.

Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.

3. 4. 5. 6. 7.

Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol. Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali. Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.

KESIMPULAN Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.

DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK PERCOBAAN 5 KELARUTAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi Fisik

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011 DISUSUN : Kelompok V : Dea Garcita Ima Nur Rosmayanti Meti Dusiyani Rika Herlisna (31109043) (31109050) (31109052) (31109057)

Teni Istianah Yoga Kevan Rahmat

(31109066) (31109071)

PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V KELARUTAN I. JUDUL Kelarutan II. TUJUAN PERCOBAAN Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 1. 2. 3. III. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan. DASAR TEORI Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada

kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain : PH Temperatur Jenis pelarut Bentuk dan ukuran partikel zat Konstanta dielektrik pelarut adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air. 2. Pengaruh temperatur (suhu) Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekulmolekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat. 3. Pengaruh jenis pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar

dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zatzat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar. 4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut : Log S/So = 2 v/2,303 RTr Keterangan : S = kelarutan dari partikel halus So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar r = Tegangan permukaan partikel zat padat v = volume partikel dalam cm2 per mol R = jari-jari akhir partikel dalam cm2 T = temperatur absolut Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris. 5. Pengaruh konstanta dielektrik Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Theofilin Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit. Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter. Stabilitas : stabil di udara Sterilisasi : otoklaf http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html IV. ALAT DAN BAHAN

a.

Alat Erlen meyer Agitator mekanik Buret

b. V.

Statif Gelas Kimia Bahan Air Alkohol Propilenglikol Theofilin Luminal NaOH 0,1 N Phenopthalien PROSEDUR

VI.

DATA HASIL PRAKTIKUM DATA HASIL PENGAMATAN

Pembakuan NaOH : Volume NaOH 13 ml 12,5 ml Kadar Theofilin : Air (% v/v) 60 60 60 60 60 60 60 60 Alkohol (% v/v) 0 5 10 15 20 30 35 40 Propilenglikol (% v/v) 40 35 30 25 20 10 5 0 Volume NaOH (ml) 3 3 3,4 4 5 5,5 7 6,4 Kadar Theofilin (N) 0,025 0,025 0,029 0,034 0,042 0,046 0,059 0,054 Volume Titrasi 9 ml 9 ml

No 1 2 3 4 5 6 7 8

Perhitungan : 1) Pembakuan NaOH Pembakuan NaOH dengan asam oksalat BE Asam oksalat N NaOH = Mg Asam oksalat BE Asam oksalat x V NaOH N NaOH = 62 mg 63,04 x 13 ml N NaOH = 62 mg 63,04 x 12,5 ml N NaOH = = = 62 819,52 62 788 = 0,079 N = 0,076 N 62,00 mg 63,05 mg

0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N

2 2) Perhitungan kadar Theofilin 1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3,4 9 ml 4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 4 9 ml 5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 5 9 ml 6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 5,5 = 0,046 ml = 0,042 ml = 0,034 ml = 0,029 ml = 0,025 ml = 0,025 ml

9 ml 7. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 7 9 ml 8. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 6,4 9 ml VII. PEMBAHASAN Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut. Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran : 1. 2. 3. Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol. = 0,054 ml = 0,059 ml

4. 5. 6. 7.

Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol. Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali. Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.

KESIMPULAN Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK PERCOBAAN 5 KELARUTAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi Fisik

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011 DISUSUN : Kelompok V : Dea Garcita Ima Nur Rosmayanti Meti Dusiyani Rika Herlisna Teni Istianah (31109043) (31109050) (31109052) (31109057) (31109066)

Yoga Kevan Rahmat

(31109071)

PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V KELARUTAN I. JUDUL Kelarutan II. TUJUAN PERCOBAAN Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 1. 2. 3. III. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan. DASAR TEORI Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut

dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain : PH Temperatur Jenis pelarut Bentuk dan ukuran partikel zat Konstanta dielektrik pelarut adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air. 2. Pengaruh temperatur (suhu) Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekulmolekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat. 3. Pengaruh jenis pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat

tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zatzat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar. 4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :

Log S/So = 2 v/2,303 RTr Keterangan : S = kelarutan dari partikel halus So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar r = Tegangan permukaan partikel zat padat v = volume partikel dalam cm2 per mol R = jari-jari akhir partikel dalam cm2 T = temperatur absolut Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris. 5. Pengaruh konstanta dielektrik Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir. 6. Pengaruh penambahan zat-zat lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Theofilin Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit. Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter. Stabilitas : stabil di udara Sterilisasi : otoklaf http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html IV. ALAT DAN BAHAN

a.

Alat Erlen meyer Agitator mekanik Buret Statif Gelas Kimia

b. V.

Bahan Air Alkohol Propilenglikol Theofilin Luminal NaOH 0,1 N Phenopthalien PROSEDUR

VI.

DATA HASIL PRAKTIKUM DATA HASIL PENGAMATAN

Pembakuan NaOH : Volume NaOH 13 ml 12,5 ml Kadar Theofilin : Air (% v/v) 60 60 60 60 60 60 60 60 Alkohol (% v/v) 0 5 10 15 20 30 35 40 Propilenglikol (% v/v) 40 35 30 25 20 10 5 0 Volume NaOH (ml) 3 3 3,4 4 5 5,5 7 6,4 Kadar Theofilin (N) 0,025 0,025 0,029 0,034 0,042 0,046 0,059 0,054 Volume Titrasi 9 ml 9 ml

No 1 2 3 4 5 6 7 8

Perhitungan : 1) Pembakuan NaOH Pembakuan NaOH dengan asam oksalat BE Asam oksalat N NaOH = Mg Asam oksalat BE Asam oksalat x V NaOH N NaOH = 62 mg 63,04 x 13 ml N NaOH = 62 mg 63,04 x 12,5 ml N NaOH = = = 62 819,52 62 788 = 0,079 N = 0,076 N 62,00 mg 63,05 mg

0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N

2 2) Perhitungan kadar Theofilin 1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3 9 ml 3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 3,4 9 ml 4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 4 9 ml 5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 5 9 ml 6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 5,5 = 0,046 ml = 0,042 ml = 0,034 ml = 0,029 ml = 0,025 ml = 0,025 ml

9 ml 7. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 7 9 ml 8. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin V Titrasi = 0,076 x 6,4 9 ml VII. PEMBAHASAN Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut. Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran : 1. 2. 3. Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol. = 0,054 ml = 0,059 ml

4. 5. 6. 7.

Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol. Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali. Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.

KESIMPULAN Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK "KELARUTAN INTRISTIK OBAT"

I.

JUDUL Kelarutan Intristik Obat

II.

TUJUAN Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat

III.

DASAR TEORI Mempelajari mengenai kelarutan intristik obat merupakan suatu hal penting bagi ahli farmasi, sebab dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitankesulitan tertentu yang timbul pada saat pembuatan larutan farmasetis, dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan kelarutan juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antar molekul obat. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkanuntuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut

dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs yaitu F = C P + 2 F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fase

Berdasarkan U.S Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas, molaritas dan presentase.

Kelarutan gas dalam cairan Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam kesetmbangan dengan gas murni diatas larutan. Kelarutan terutama bergantung pada tekanan, temperatur, adanya garam, dan reaksi kimia yang kadang-kadang terjadi antara gas dan pelarut. Pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang menyatakan bahwa dalam larutan yang sangat encer, pada temperatur konstan, konsentrasi gas terlarut sebanding dengan tekanan parsial gas diatas larutan pada kesetimbangan. Tekanan parsial gas diperolah dengan mengurangi tekanan uap pelarut dari tekanan uap total diatas larutan pada kesetimbangan.

Temperatur juga mempunyai pengaruh yang nyata pada kelarutan gas dalam cairan. Apabila temperatur naik, kelarutan gas umumnya turun, disebabkan karena kecenderungan gas yang besar untuk berekspansi. Pengusiran garam (salting out) merupakan gejala dimana gas dibebaskan dari larutan dimana gas tersebut terlarut, karena adanya pemasukan suatu elektrolit kedalamnya. Reaksi kimia antara gas dan pelarut, umumnya dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini menyebabnkan Hukum Henry hanya berlaku untuk gas-gas yang hanya larut sedikit dalam larutan dan tidak bereaksi didalam pelarut.

Kelarutan cairan dalam cairan Kelarutan cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada atau tidaknya penyimpangan terhadap Hukum Raoult. Disebut larutan ideal apabila kedua komponen larutan biner mengikuti Hukum Raoult untuk semua komposisi, dan disebut larutan non ideal apabila kedua komponen larutan biner mempunyai penyimpangan terhadap Hukum Raoult. Penyimpangan negatif mengakibatkan kenaikan kelarutan, dan penyimpangan positif menyebabkan penurunan kelarutan.

Kelarutan zat padat dalam cairan Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek tetapi paling banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam (sebagai) larutan ideal adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut), titik lebur solut, dan beda entalpi peleburan molar (Hf) solut (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solut). Hubungan tersebut yang diturunkan dari hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:

-log = ( ) = kelarutan ideal zat dalam fraksi mol Hf To T R = beda entalpi peleburan = suhu lebur = suhu percobaan = tetapan gas Tetapi type larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam praktek. Untuk larutan non ideal harus diperhitungkan pula faktor-faktor aktifitas solute yang koefisienya sebanding dengan volume molar solut dan fraksi volume solven, parameter kelarutan yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam solute dan interaksi antara solven-solut. Dengan demikian persamaan yang paling sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut : -log = ( ) + = volume molar solut = parameter kelarutan solven = parameter kelarutan solut = fraksi mol solven keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solut dan solven, demikian pula untuk larutan elektrolit. Persamaan tersebut hanya berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan Van Der Waals.

IV. 1. 2.

ALAT Neraca elektrik Labu takar

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pipet ukur siring Pipet tetes Spektrofotometer UV-VIS Disolusi tester Gelas ukur Beker gelas

V. 1. 2. 3. 4. 5.

BAHAN Acidum acetyl slicylicum (asetosal) Aquadest Natrium asetat Asam asetat Alkohol 96%

VI. 1.

CARA KERJA Membuat larutan dapar asetat ph 4,5 konsentrasi 0,05 M dengan cara = Menimbang natrium asetat sebanyak 5,98 gram Mengambil asam asetat glasial sebanyak 3,32 ml dengan gelas ukur Memasukan natrium asetat kedalam labu takar 2 liter, ditambah asam asetat glasial, kocok larut, kemudian cukupkan dengan aquadest sampai 2 liter 2. Membuat kurva baku dengan cara = Menimbang asetosal sebanyak 140 mg

Memasukan asetosal kedalam labu takar kemudian menambahkan alkohol 96% secukupnya, kocok sampai asetosal larut

Cukupkan dengan aquadest sampai 50 ml Mengambil larutan stok masing-masing sebanyak 1 ml ; 1,5 ml ; 2 ml ; 2,5 ml ; 3 ml ; 3,5 ml

Mengencerkan masing-masing stok dengan larutan dapar asetat ph 4,5 sampai 50 ml

Menghitung konsentrasi dari masing-masing stok dengan rumus . = . Mencari absorbansi masing-masing stok dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS

Memasukan data konsentrasi dan absorbansi dari masing-masing larutan stok kedalam tabel kurva baku

3. 4. 5.

Menimbang asetosal untuk sample sebanyak 500 mg Memanaskan media dapar sampai suhu 27C Memasukan acetosal kedalam media dapar setelah suhu yang dimaksudkan untuk percobaan tercapai

6. 7. 8.

Mengaktifkan pengaduk pada kecepatan 50 rpm selama 15 menit Mengambil sample pada bagian atas dengan pipet tetes sebanyak 2 ml Melakukan pengenceran yang pertama dengan cara memasukan 2 ml sample ke dalam labu takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml, kocok homogen, ambil sebanyak 2 ml (hasil pengenceran 1)

9.

Melakukan pengenceran yang kedua dengan cara memasukan 2 ml hasil pengenceran 1 kedalam labu takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml (hasil pengenceran 2)

10. Mencari absorbansi pada = 265 dari larutan sample (hasil pengenceran 2) menggunakkan spektrofotometer UV-VIS

11. Menghitung konsentrasi dari sample 12. Mengulangi tahap 3-11 pada suhu percobaan 32C dan 37C

VII.

HASIL PRAKTIKUM A. DATA DAN PERHITUNGAN = = = = 0,28 % Konsentrasi larutan stok 1 ml .= . 1.0,28 = 50. = 0,0056 Konsentrasi larutan stok 1,5 ml .= . 1,5.0,28 = 50. = 0,0084 Konsentrasi larutan stok 2 ml .= . 2.0,28 = 50. = 0,0112 Konsentrasi larutan stok 2,5 ml

.= . 2,5.0,28 = 50. = 0,014 Konsentrasi larutan stok 3 ml .= . 3.0,28 = 50. = 0,0168 Konsentrasi larutan stok 3,5 ml .= . 3,5.0,28 = 50. = 0,0196

Tabel kurva baku konsentrasi 0,0056 0,0084 0,0112 0,014 0,0168 0,0196 absorbansi 0,321 0,394 0,557 0,699 0,842 1,048

A = - 0,0149 B = 52,255

R = 0,994 Persamaan => y = -0,0149 + 52,255 x Diketahui absorbansi sample pada suhu 27C = 0,190 Konsentrasi sample pada suhu 27C y = -0,0149 + 52,255 x 0,190 = -0,0149 + 52,255 x 0,190 + 0,0149 = 52,255 x X = = 0,00392 Tabel hasil percobaan suhu 27C 32C 37C Konsentrasi / kadar 0,00392 0,00157 0,000821 absorbansi 0,190 0,068 0,028

B.

GRAFIK

VIII.

PEMBAHASAN Acidum acetyl salicylicum atau sering di sebut asetosal merupakan bahan obat yang mempunyai khasiat analgetikum antipiretikum, dan juga kardiovaskuler dalam dosis rendah. Asetosal mengandung tidak kurang dari 99.5% (BM : 180,2), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutanya agak sukar larut dalam air (10 mg/mL (20 C)), mudah larut dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P dan eter P. Asetosal memiliki titik didih 140 C, titik lebur 138 0C 140 0C, dan berat jenis 1.40 g/cm. Pemerian asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum

atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berdasarkan hasil percobaan, menunjukan bahwa asetosal merupakan zat padat yang bersifat eksoterm yaitu zat padat yang berkurang kelarutannya jika suhunya dinaikan. Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut di ganggu, efek gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah le chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan. Kita tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser kearah yang akan mengabsorbsi panas.karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikan (endoterm). Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (eksoterm).

IX.

KESIMPULAN Temperatur / suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan instristik obat. Untuk zat yang bersifat endoterm, kelarutan akan naik jika suhu dinaikan, dan untuk zat yang bersifat eksoterm, kelarutan akan turun jika suhu dinaikan.

X.

DAFTAR PUSTAKA Farmakope Indonesia Edisi II Departemen kesehatan RI tahun 1979

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Ilmu Resep untuk sekolah menengah farmasi,Jakarta

Ekowati Dewi, dan Dzakwan Muhammad, 2011, Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik I, Universitas Setia Budi: Surakarta

Martin Alfred, Swarbrick James, dan Cammarata Arthur,1990, Farmasi Fisik, Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta

Moechtar, 1989, farmasi fisik, jogjakarta : UGM press

You might also like