You are on page 1of 64

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008). Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008). Meskipun berbagai pendekatan terapi gagal jantung meliputi terapi farmakologis, prosedur intervensi dan pembedahan telah banyak ditawarkan, kematian penderita gagal jantung masih sangat tinggi apabila penyebabnya tidak teratasi. Ketika diagnosa gagal jantung ditegakkan, maka dapat diramalkan berapa lamakah seseorang akan bertahan hidup. Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup seorang penderita gagal jantung bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas. Pada tahun ketiga, hanya 24 persen penderita gagal jantung yang masih bertahan hidup.(Budiono, 2008) Heart failure atau gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah serius di Amerika, American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal jantung.(ACC / AHA 2005) dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruhdunia. (Cokat, 2008) Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5 th, sejak diagnosanya ditegakkan. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal jantung, belum bergerak dari 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun. (Merdikoputro, 2004).

1.2

TUJUAN PENULISAN 1.2.1 TUJUAN UMUM Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien dengan kegawatdaruratan system kardiovaskuler 1.2.2 TUJUAN KHUSUS 1.2.2.1 1.2.2.2 1.2.2.3 1.2.2.4 1.2.2.5 Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit cardiac arrest Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit aritmia mengancam jiwa Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit acung along oedema Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit shock kardiogenik Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit fibrasi ventrikel.

1.3

METODE PENULISAN 1.3.1 METODE PENULISAN. Didalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode deskripsi. 1.3.2 TEKHNIK PENULISAN. 1.3.2.1 METODE OBSERVASI Yaitu bentuknya langsung yang diajukan pada narasumber terhadap permasalahan yang akan di bahas 1.3.2.2 METODE PERPUSTAKAAN Yaitu diambil dari buku : Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.1997, Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994. Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996, Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan 2

Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999 Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001 Price, Sylvia Anderson . Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit . Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994 Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996 Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,. Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC; 2001. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini terdiri dari 3 bab, yang mana dari perbab dan isi dalam bab tersebut diuraikan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab yang memberikan gambaran awal dari Makalah Asuhan Keperawatan yang berisikan: latar belakang, tujuan, metode penulisan, sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN TEORITIS Teori-teori tentang tugas keluarga dalam tahap perkembangan yang meliputi : Konsep Medis : Definisi, Anatomi dan fisiologi, Etiologi, fatofisiologi, Intervensi. BAB III : PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran klasifikasi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, Konsep Keperawatan : Pengkajian, Diagnosa ,

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 ANATOMI JANTUNG Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.

Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

1. Right Coronary 2. Left Anterior Descending 3. Left Circumflex 4. Superior Vena Cava 5. Inferior Vena Cava 6. Aorta 7. Pulmonary Artery 8. Pulmonary Vein 9. Right Atrium 10. Right Ventricle 11. Left Atrium 12. Left Ventricle 13. Papillary Muscles 14. Chordae Tendineae 15. Tricuspid Valve 16. Mitral Valve 17. Pulmonary Valve Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kirakira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler. Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler

2.2 KARDIAC ARREST 2.2.1 Definisi

Cardiac

arrest

disebut

juga

cardiorespiratory

arrest,

cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda yang tampak, antara lain hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung. Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 2.2.2 Etiologi Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi. Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit

10

katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. 2.2.3 Patofisiologi Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death). Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing - masing etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest : 1. Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest. 2. Stess fisik. Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya : 11

Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam Sengatan listrik Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan

vagal refleksakibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed. 3. Kelainan Bawaan Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA. 4. Perubahan struktur jantung Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahanperubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung. 5. Obat-obatan Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis. 12

6.

Tamponade jantung Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.2

7.

Tension pneumothorax Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

2.2.4

Penemuan Autopsi Terdapat beberapa faktor yang dapat menuntun kita menegakkan diagnosis cardiac arrest maupun sudden cardiac death(SCD), di antaranya adalah hasil temuan di TKP, menunjukkan posisi kematian yang tidak wajar, khas untuk suatu kematian mendadak. Korban mungkin ditemukan meninggal dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam keadaan tertelungkup, maupun tergeletak di samping kabel listrik. Hasil pemeriksaan autopsi juga dapat menunjukkan adanya temuan penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya cardiac arrest, seperti penyakit jantung koroner, pembesaran jantung, trombosis, maupun tandatanda kekerasan seperti penjeratan yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest.

2.2.5

Aspek Medikolegal Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar, sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya. Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensik pada kematian yang mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat penting dalam otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian korban. KUHAP pasal 133 (1) menyatakan Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik 13

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Pemeriksaan kasus kematian mendadak perlu beberapa alasan, antara lain: 1. 2. 3. Menentukan adakah peran tindak kejahatan pada kasus tersebut Klaim pada asuransi Menentukan apakah kematian tersebut karena penyakit akibat industri atau merupakan kecelakaan belaka, terutama pada pekerja industry 4. 5. Adakah faktor keracunan yang berperan Mendeteksi epidemiologi penyakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat Pada kasus kematian yang terjadi seketika atau tak terduga, khususnya bila ada tanda-tanda penyakit sebelumnya dan kemungkinan sakit sangat kecil, untuk menentukan penyebabnya hanya ada satu cara yaitu dilakukannya pemeriksaan otopsi pada jenazah, bila perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan toksikologi. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah termasuk kematian mendadak yang wajar. Adapun kepentingan otopsi antara lain: 1. 2. Untuk keluarga korban, dapat menjelaskan sebab kematian Untuk kepentingan umum, melindungi yang lain agar dapat terhindar dari penyebab kematian yang sama Penentuan kasus kematian adalah berdasarkan proses interpretasi yang meliputi: 1. 2. Perubahan patologi anatomi, bakteriologi dan kimia Pemilihan lesi yang fatal pada korban Pada kasus kematian mendadak yang sering kita hadapi, tindakan yang mampu dilakukan pada kematian mendadak adalah: 1. Semua keterangan tentang almarhum dikumpulkan dari keluarga, teman, polisi, atau saksi-saksi, yang meliputi: usia, penyakit yang pernah diderita, pernah berobat dimana, hasil pemeriksaan laboratorium, tingkah laku yang aneh, dan lain-lain. 14

2.

Keadaan korban dan sekitar korban saat ditemukan, pakaian yang ditemukan, tanda-tanda kekerasan atau luka, posisi tubuh, temperatur, lebam mayat, kaku mayat, situasi TKP rapi atau berantakan, adanya barang-barang yang mencurigakan.

3. 4.

Keadaan sebelum korban meninggal Bila sebab kematian tidak pasti, sarankan kepada keluarga untuk melapor kepada polisi, jika polisi tidak meminta visum et repertum dapat diberi surat kematian.

5.

Dalam mengisi formulir B, pada sebab kematian bila tidak dketahui sebab kematiannya ditulis tidak diketahui atau mati mendadak.

6.

Bila dilakukan pemeriksaan dalam, buat preparat histopatologi bagian organ-organ tertentu, diperiksa dan dilakukan pemeriksaan toksikologi

7.

Sebaiknya

jangan menandatangani

surat

kematian

tanpa

memeriksa korban, dan jangan menyentuh apapun terutama yang dipakai sebagai barang bukti. Dari hasil pemeriksaan kemungkinan: 1. 2. Korban meninggal secara wajar dan sebab kematian jelas misalnya coronary heart disease, maka diberi surat kematian dan dikuburkan Sebab kematian tidak jelas, keluarga/dokter lapor ke polisi, kemudian polisi minta visum et repertum, setelah SPVR datang maka korban diotopsi untuk menentukan sebab kematian korban. 3. 4. Korban meninggal secara tidak wajar, misalnya ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi. Korban diduga meninggal secara wajar, misalnya CVA tetapi juga ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi.

15

2.3

ARITMIA YANG MENGANCAM JIWA 2.3.1 Definisi Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996). 2.3.2 berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung : 1. 2. 3. 4. 5. Irama abnormal dari pacu jantung. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah : 1. 2. 3. 4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia). 16 Etiologi Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 2.3.3

Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis). Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme). Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung)

Klasifikasi Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : 1. Gangguan pembentukan impuls. a. Gangguan pembentukan impuls di sinus b. c. Takikardia sinus Bradikardia sinus Aritmia sinus Henti sinus

Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial). Ekstrasistol atrial Takiakardia atrial Gelepar atrial Fibrilasi atrial Pemacu kelana atrial impuls di penghubung AV (aritmia

Pembentukan penghubung).

Ekstrasistole penghubung AV Takikardia penghubung AV Irama lolos penghubung AV

d.

Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular). Ekstrasistole ventricular. Takikardia ventricular. Gelepar ventricular. 17

2. a. b. c. 2.3.4 a.

Fibrilasi ventricular. Henti ventricular. Irama lolos ventricular.

Gangguan penghantaran impuls. Blok sino atrial Blok atrio-ventrikular Blok intraventrikular.

Manifestasi Klinis Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat. b. c. d. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema e. paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan Pemeriksaan Penunjang a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. c. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup 18

2.3.5

d.

Skan

pencitraan

miokardia

dapat

menunjukkan

aea

iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. e. f. g. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. h. i. j. 2.3.6 a. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. 1GDA/nadi Penatalaksanaan Medis Terapi medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker * Kelas 1 A I. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. II. III. I. II. I. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi 19 * Kelas 1 C * Kelas 1 B oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

b.

Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol Metoprolol Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi

c.

Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone Indikasi VT SVT berulang

d.

Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil Indikasi supraventrikular aritmia

e.

Terapi mekanis Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

2.3.7 A.

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Aritmia Pengkajian 1. Riwayat penyakit Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi

20

Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi Kondisi psikososial

2. Pengkajian fisik Aktivitas : kelelahan umum Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

21

B. a.

Diagnosa Keperawatan Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia. b. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang

informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

22

23

C. No 1. Diagnosa Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Intervensi Keperawatan Kriteria hasil Kriteria hasil : 1. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa 2. Menunjukkan penurunan 3. frekuensi/tak adanya disritmia 3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia. 2. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, nadi. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. irama. Catat adanya 3. denyut jantung ekstra, penurunan 2. 1. Intervensi Raba nadi (radial, dorsalis pedis) catat femoral, frekuensi, 1. Rasional Perbedaan frekuensi, kesamaan dan keteraturan efek nadi gangguan menunjukkan

keteraturan, amplitudo dan simetris

curah jantung pada sirkulasi sistemik/perifer. Disritmia khusus lebih jelas terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendengaran nadi pasien tak terpantau. 4. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung 4. Meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan tepat untuk mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan terhadap bunyi jantung ekstra atau penurunan membantu pada mengidentifikasidisritmia

24

perfusi jaringan

5.

Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.

5.

Berguna

dalam

menentukan

kebutuhan /tipe intervensi

6.

Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi

6.

Penurunan penghilangan

rangsang stress

dan akibat

katekolamin yang menyebabkan / meningkatkan disritmia dan vasokontriksi dan meningkatkn kerja miokardia.

7.

Selidiki

laporan

nyeri,

catat

7.

Meningkatkan partisipasi klien dalam mengeluarkan beberapa rasa control dalam situasi penuh stress.

lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD

25

8.

Siapkan/lakukan jantung paru sesuai indikasi

resusitasi

8.

Sebab nyeri dada bermacammacam penyebab iskemia dan disritmia. karena tergantung Namun, penurunan

nyeri dada dapat menunjukkan perfusi miokardia 9. Pantau pemeriksaan 9. Terjadinyadisritmia upaya intervensi yang untuk

laboratorium, contoh elektrolit

mengancam hidup memerlukan mencegah kerusakan iskemia

10.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

10. Ketidakseimbangan kalsium, secra

elektrolit merugikan

seperti kalium, magnesium dan mempengaruhi irama dan

kontraktilitas jantung

26

11.

Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmia

11. Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard, yan menurunkan iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia

12.

Siapkan untuk bantu kardioversi elektif

12. Disritmia ventrikel

umumnya premature,

diobati diman

secra simtomatik, kecuali untuk dapat diobati secara proliferatik pada IM aku

13.

Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung

13. Dapat digunakan pada fibriasi atrial atau disritmia tidak stabil untuk menyimpan frekuensi jantung normal/menghilangkan gagal jantung normal. 14. Pacu sementara mungkin perlu

14.

Siapkan untuk bantu kardioversi elektif

untuk pembentukan

meningkatkan impuls dan

maenghambat takidisritmia

27

15. Jalan masuk paten diperlukan 15. IV 16. Diagnosa banding berdasarkan penyebab mungkin diperlukan 16. Siapkan untuk prosedur untuk membuat rencana diagnostik invasive pengobatan yang tepat 17. Alat ini melalui pembedahan ditanam pada pasien dengan 17. Siapkan otomatik defibrillator untuk pemasangan atau disritmia mengancam hati. berulang hidup yang meskipun kardioverter Masukkan/pertahankan masukan untuk pemberian oba darurat

diberi obat terapi secara hati-

2.

Kurang pengetahuan tentang penyebab atau

Kriteria hasil : 1. Menyatakan tentang pengobatan kondisi, pemahaman program

1. Kaji

ulang

fungsi

jantung

1. Memberikan dasar pengetahuan untuk individual memahami dan variasi memahami

normal/konduksi elektrikal

alasan intervensi teraupetik

28

kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuha n terapi.

2. Menyatakan

tindakan

yang 2. Jelakan/tekankan pasien/keluarga. masalah aritmia 2. Iinformasi terus-menerus dapat menurunkan cemas sehubungan dengan terdekat 3. Identifikasi efek 3. disritmia oleh dapat menurunkan merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo. 4. Anjurkan/catat obat. pendidikan mengapa tentang obat 4. informasi perlu untuk pasien dalam membuat informasi pilihan dan berdasarkan Termasuk curah jantung dimanifestasikan gejala gagal jantung ketidaktahuan dan menyiapkan pasien/orang

diperlukan dan kemungkinan efek samping obat 3. Melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan 4. Menghubungkan jantung tanda pacu khusus dan tindakan terapeutik pada

diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupa. 5. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan 6. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein

menangani program pengobatan 5. bila disritmia ditangani dengan tepat, aktifitas normal harus dilakukan. 6. tergantung masalah khusus, pasien perlu meningkatkan diet

29

kalium, menurun diuretic 7. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang 8. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat 7. instruksi pasien

seperti karena tulisan dalam

saat

kalium

penggunaan membantu kontak tak

langsung dengan tim kesehatan 8. observasi secara terus menerus memberikan intervensi berkala untuk menghindari komplikasi berkala 9. meningkatkan perawatan secara

9. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis 10. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu

mandiri, memberikan intervensi berkala 10. untuk mencegah komplikasi serius kadang kadang prosedur ini pada beberapa jantung pasien irama pada memperbaiki /curah perlu untuk teratur

situasi darurat.

30

31

2.4 ACUNG LUNG OEDEMA ( UDEMA PARU ) 2.4.1 Definisi Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. 2.4.2 I. Etiologi Ketidak-seimbangan Starling Forces : A. Peningkatan tekanan kapiler paru : 1. 2. 3. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). B. Penurunan tekanan onkotik plasma. 1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing penyakit nutrisi. C. Peningkatan tekanan negatif intersisial : 1. 2. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma). D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial. 1. II. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit). B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb). 32 enteropaday, penyakit dermatologi atau

C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea). D. Aspirasi asam lambung. E. Pneumonitis radiasi akut. F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). G. Disseminated Intravascular Coagulation. H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. J. Pankreatitis Perdarahan Akut. III. Insufisiensi Limfatik : A. Post Lung Transplant. B. Lymphangitic Carcinomatosis. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis). IV. Tak diketahui/tak jelas A. High Altitude Pulmonary Edema. B. Neurogenic Pulmonary Edema. C. Narcotic overdose. D. Pulmonary embolism. E. Eclampsia F. Post Cardioversion. G. Post Anesthesia. H. Post Cardiopulmonary Bypass. 2.4.3 Patofisiologi Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil 33

yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dindingdindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. 2.4.4 Manifestasi Klinik Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

34

2.4.5

Komplikasi Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organorgan tubuh yang berbeda, seperti otak.

2.4.6

Penatalaksanaan 1. 2. Posisi duduk. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. 3. 4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. 5. 6. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

35

7.

Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8. 9. 10. 11. 2.4.7

Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. Atasi aritmia atau gangguan konduksi. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

Pencegahan Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan seranganserangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

2.4.8 A.

Asuhan Keperawatan Pengkajian Identitas : Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda Riwayat Masuk Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

36

Riwayat Penyakit Dahulu Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pengkajian 1. Sistem Integumen Subyektif : Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan 2. Sistem Pulmonal Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), otot bantu sputum banyak, pernafasan penggunaan pernafasan,

diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru. 3. Sistem Cardiovaskuler Subyektif : sakit kepala Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan 4. Sistem Neurosensori Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi 5. Sistem Musculoskeletal Subyektif : lemah, cepat lelah Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan 6. Sistem genitourinaria Subyektif : 37

Obyektif : produksi urine menurun/normal, 7. Sistem digestif Subyektif : mual, kadang muntah Obyektif : konsistensi feses normal/diare 8. Studi Laboratorik : Hb : menurun/normal Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal B. Diagnosa Keperawatan. 1. 2. 3. 4. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal

38

39

40

41

42

43

2.5 SHOCK KARDIOGENIK 2.5.1 Definisi Shock kardiogenik Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik syok adalah syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997). Definisi Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004). 2.5.2 a. Etiologi Gangguan fungsi miokard : Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan. Penyakit jantung arteriosklerotik. Miokardiopati b. : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik. Mekanis : Regurgitasi mitral/aorta Ruptur septum interventrikel Aneurisma ventrikel masif Obstruksi : Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, c. 2.5.3 miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium. Aritmia : Bradiaritmia/takiaritmia (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Patofisiologi Cycle of Events of Cardiogenic Shock. End result is loss of effective entricular contractile mass. LV = left ventricel SVR = systemic vascular resistance Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas 44 Patofisiologi

miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila Cardiac Index kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994). Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang supplay-dependent, oxygen debt dan asidosis. Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan Pulmonary capilary wedge pressure (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR (Sistimik Vaskuler Resistan) dan meninggikan LVEDV. 2.5.4 Gambaran Klinik Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok. Arythmia akan muncul dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem dari kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan miokard, enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan laboratorium akan meningkat (Raharjo, S., (1997). Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai naiknya PCWP, LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure). 45 After load (Raharjo, S., 1997) Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan

Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya kerja nafas, sianosis, serta krepitasi. Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis, kesadaran yang menurun sampai koma, yang semakin mempersulit penanganannya. Diagnosis Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior, dapat terjadi bradikardia (Daclhlan, R., & Nizar, R., (1989), Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. 2.5.5 Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal redah sampai meninggi. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. Resistensi sistemis. Asidosis (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi mengkoreksi patofisiologi abnormal, tanpa menyebabkan peninggian kebutuhan oksigen miokard. Oleh karena jantung yang gagal, sangat sensitif terhadap peningkatan after load, tahanan vaskuler sistimik harus dipertahankan pada nilai normal rendah. Hal yang sama penting adalah mempertahankan pre load optimal (Raharjo, S., (1997). Penanganan meliputi suportip umum, stabilisasi hemodinamik, optimalisasi O2 miokard supplay, ratio demand supplay, serta pengobatan spesifik. A. Suportip Umum Penanggulangan nyeri, koreksi status asam basa, gangguan elektrolit, serta pengobatan terhadap arrythia. Pemberian O2 untuk mengoreksi hipoksemia, bila hipoksemia menetap atau potensial untuk timbulnya syok berulang, lakukan intubasi dan 46

Penanganan

mekanikal ventilasi dengan PEEP. (Positive end expiratory pressure), dengan penggunaan PEEP serta sedasi dalam mekanikal ventilasi harus waspada timbulnya hipotensi yang berat. B. Monitoring 1. Pengukuran tekanan arteri Pengukuran tekanan vena dengan CVP Penilaian terhadap curah jantung, perfusi kulit, produksi urin/jam, serta status mental penderita sebagai petunjuk perfusi jaringan 2. Penilaian lain : EKG dan ensim kardial AGD (analisa gas darah) dan laktat plasma Hb, elektrolit, ureum, creatinin C. Penanganan terhadap gangguan hemodinamik 1. Pada PCWP kurang dari 18 mmHg. Tindakan awal, dilakukan dengan ekspansi volume plasma, untuk menentukan status volume plasma. 2. Pada PCWP dengan nilai lebih dari 18 mmHg. Sebagian besar penderita dengan gambaran ini, sehingga pengobatan bertujuan untuk menurunkan, serta tetap normotensip setelah loading cairan. Untuk memperbaiki fungsi hemodinamik dapat dipergunakan obat dan mechanical circulatory assistance. D. Perawatan Pada dekompensasi jantung kiri tidak dengan bantal, tetapi tidak terlalu tinggi, supaya tidak memberatkan anoksia serebral. Bebaskan jalan napas dan berikan O2, kalau perlu dengan pipa endotrakea dan bantuan pernapasan. Sesuaikan dengan hasil analisis gas darah (Raharjo, S., (1997). Pasan galat pantau jantung dan tensi serta masukkan jalur arteri (arterial line) dengan pencatatan tekanan (pressure recording) TVS, atau lebih baik memakai kateter Swan Ganz untuk mengukur tekanan atrium kanan (TAK), tekana arteri pulmonalis (TAP), tekanan kapiler baji paru (TBKP) dan curah jantung. Pantau produksi urin dengan memasang kateter tetap (dauer katheter). Obat penenang : Valium atau lainnya. 2.5.6 Pengobatan 1. Bila karena aritmia Diberikan pengobatan aritmia yang sesuai. Untuk fibrilasi atrium cepat, takikardia atrium paroksismal, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, diberikan terapi defibrilasi (DC shock). Pada bradiaritmia diberikan salfas atropin,

47

isopreterenol 1-2 mcg/menit atau dengan pace maker (Raharjo, S., (1997). 2. Gangguan mekanis. Pada efusi perikardial, dilakukan fungsi perikard. Pada ruptur septum interventrikular dan aneurisma, dilakukan operasi. 3. Obstruksi aliran masuk (inflow) Pada stenosis mitral untuk mengontrol takiaritmia, diberikan digitalis, isoptin dan kalau perlu dioperasi. Sedangkan pada trombus atau miksoma, dicarikan posisi yang terbaik untuk curah jantungnya. Dengan mengubah posisi dapat mengurangi obstruksi aliran masuk oleh miksoma atau trombus, yang masih mobil di atrium kiri. Kalau perlu dilakukan operasi (Raharjo, S., (1997). 4. Obstruksi aliran ke luar dan kardiomiopati restriktif atau kardiomiopati hipertrofik. Memerlukan vasodilator (arterio-venul, seperti nitroprusside, capoten dan lain-lain). Pada stenosis atrium dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan operasi. 5. Gangguan kontraktilitas. a. Penambahan volume (cairan). Tanpa pemantauan, lakukan tes dengan memberikan cairan (misalnya dekstrose 5%) dalam waktu cepat 100 cc/5-10 menit, lalu tekanan darah diukur. Bila tekanan darah meninggi, berarti memang perlu penambahan volume, maka pemberian cairan lebih perlahanlahan, sambil memantau tekanan darah. Perhatikan juga apakah pasien tambah sesak dan ronki basah di paru bertambah, yang berarti pemberian cairan harus dihentikan. Dengan pemantauan TVS, bila TVS < 15 cm H2O, maka dapat dilakukan tes dengan memberikan cairan lebih cepat yaitu 100 cc/5-10 menit, sampai TVS naik 2-3 cm H2O, dan ukur tekanan darah. Bila tekanan darah meninggi, berarti cairan perlu ditambah. Bila tekanan darah tidak naik, dan pasien tambah sesak serta ronki juga bertambah, maka cairan dihentikan (Raharjo, S., (1997). Dengan pemantauan memakai kateter Swan-Ganz, perhatikan tekanan atrium kanan (TAK), tekanan vena sentral (TVS) dan tekanan 48

kapiler baji paru (TKBP). TAK TKBP Koreksi Cairan /N + N N Boleh coba (tes) N/ Tak perlu /N + (infark ventrikel kanan) Bila TAK 5-12 cm H2O, boleh ditambah s/d 18 cm H2O dan bila TKBP 5-12 mmHg, boleh ditambah s/d 18 mmHg. Bila TAK <12 cm H2O dan TKBP <15 mmHg maka cairan diberikan dengan cepat, sedangkan bila TAK 12-15 cm H2O dan TKBP 15-18 mmHg, cairan diberikan lebih perlahan. Pemberian cairan harus meninggikan tekanan darh dan menambah curah jantung serta indeks jantung (Raharjo, S., (1997). b. Obat-obatan 1) Vasopresor Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi. Bila ada bradikardi, terutama diberikan isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard, sehingga tidak dapat memperluas infark jantung. Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam 500 cc dekstrose 5% atau Metaraminol. Pemberian Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling dianjurkan, karena aliran darah ginjal dapat bertambah (Zunilda, SB., dkk.,1995). 2) Vasodilator Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload) sebagai vasodilator koroner. Na Nitroprusside mengurangi prabeban dan pasca beban (pre & afterload). Dosis Na Nitropruside 0,5-3 mcg/kg/menit. Captopril juga mengurangi prabeban dan pasca beban. 3) Inotropik Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan menaikkan konsumsi oksigen. Glukogen tidak nyata manfaatnya pada takikardia. 4) 5) Diuretik Dengan memberikan diuretik, berarti mengurangi prabeban. Kortikosteroid Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu bermanfaat, untuk mencegah kerusakankerusakan yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu

49

bila mungkin dan tidak ada kontraindikasi, selalu harus diberikan (Benowitz,Neal., dkk., 1998). 6) Pemilihan obat-obat. Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume darah. Bila ekstremitas tidak dingin, diberikan vasopressor, yaitu noradrenalin atau metaraminol. Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90-100 mmHg. Bila mungkin diperiksa asam laktat. Kalau kemudian meninggi, maka harus diganti dengan obat vasodilator. Bila ekstremitas agak dingin, sebagai vasopresor dipakai Dopamin (Zunilda, SB., dkk., (1995). Bila ekstremitas dingin sekali, kulit lembab dan pucat, (asam laktat pasti meninggi), maka diberikan obat vasodilator. Bila dengan cara ini tekanan darah turun maka volum ditambah selama pasien tidak bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah. Setelah itu dapat diberikan Dopamin (Raharjo, S., (1997). 7) Obat Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load yang optimal sering dibutuhkan inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas menurunkan after load. Katekolamin Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin, noradrenalin, isoproterenol, dopamin dan dobutamin, secara umum akan menaikkan tekanan arteri, perfusi koroner, kontraktilitas dan kenaikan denyut jantung, serta vasokontriksi perifer (Zunilda, SB., dkk.,1995). Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan potensial menimbulkan arrythmia. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Mempunyai aktivitas stimulasi alfa kuat. Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat tersebut. 50 dan obat lain untuk

Stimulai alfa kuat menyebabkan vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan tension dinding miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropik. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat dan cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi koroner. sangat Disamping itu isoproterenol akan meningkatkan

kontraktilitas miokard dan laju jantung, sebagai akibatnya terjadi peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat berbahaya pada kardiogenik syok (Mustafa I, 1994). Dopamin Merupakan prekusor endogen noradrenalin, menstimuli reseptor beta, alfa dan dopaminergik. Dopamin juga mempunyai efek tyramine pelepasan like yang akan menyebabkan Pengaruh noradrenalin endogen.

dopamin terhadap jantung adalah stimulasi reseptor beta 1, pada dosis 5-10 mg/kgBB/ menit, sedang pada dosis melebihi 10 mcg/kgBB/menit, dopamin mulai mestimulasi reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri sistimik dan tekanan venosa, oleh karena meningkatkan tahanan vaskuler sistimik dapat memperburuk fungsi miokard (Raharjo, S., 1997). `Dopamin meningkatkan aliran darah kortek ginjal melalui stimulasi reseptor dopaminergik, pada dosis 0,5 2 mcg/kgBB/menit. Takikardi berlebihan, yang akan menurunkan waktu untuk pengisian ventrikel dan peningkatan konsumsi oksigen miokard merupakan efek-efek yang tidak diingkan pada dopamin. Diantara katekolamin di atas, dobutamin merupakan inotropik standard yang digunakan sebagai pembanding. Dobutamin mempunyai efek terbatas pada tekanan darah serta meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah, sebagai akibatnya tahanan vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut 51

jantung menurun. Pada penggunaan dobutamin, bila terjadi penurunan bekerja rekanan darah umumnya dengan tersebut efek menandakan rentan akan terdapat 240 tanpa hipovolemia (Benowitz,Neal., dkk., 1998). Dobutamin terutama pada reseptor Pada dengan beta, dosis sedikit dosis mcg/kgBB/menit. kontraktilitas vasokonstriksi. Digoxin Digunakan untuk memperbaiki kontraksi miokard, namun mempunyai mula kerja, ekskresi yang lama, serta rasio terapi yang rendah, sehingga kurang effektif pada penggunaan sebagai inotropik pada kardiogenik syok. Vasodilator Kerja yang bermakna pada penggunaan vasodilator untuk mengurangi kerja miokard dan kebutuhan oksigen miokard. Shoemaker, 1989, penggunaan vasodilator kurang efektif pada kardiogenik syok, dibanding penggunaan pada gagal ventrikel kiri akut/kronik, bila kerusakan miokard dan kolaps kardiovaskuler begitu berat (Shoemaker, 1989). Sodium nitropruside, akan menaikan curah jantung pada penderita gagal ventrikel kiri dan syok setelah infark miokard. Dosis awal 10 mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500 mcg/kgBB/menit. Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator pada penggunaan intravena, dengan mula kerja yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit. Salbutamol; beta 2 agonis, berfungsi sebagai arteriol dilator. Pada beberapa keadaan kombinasi katekolamin 8) dan vasodilator sering dipergunakan untuk mendapatkan status hemodinamika yang baik. Mechanical Circulatory Assitance Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif dengan pengobatan diatas. a. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan floroscop, disinkronasi dengan EKG pada aorta. Balon dikembangkan saat diastolik, dengan 52 menaikkan

chronotropik

harapan akan meningkatkan tekanan diastolik, sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi koroner menjadi baik. Dikempiskan saat sebelum sistolik ventrikel yang akan menurunkan tekanan aorta dan ventrikel after load (Raharjo, S., 1997). Hasil koroner, b. akhir akan menaikkan kerja perfusi dan menurunkan miokard

kebutuhan oksigen miokard. VAD (Ventrikuler Assist Devices) Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan IASP, obat tidak menunjukkan manfaat. Apabila PCWP, curah jantung, tahanan vaskuler sistimik dan tekanan darah dapat diukur, algoritme tersebut dapat dipergunakan pada kardiogenik syok (Mustafa, I. 1994).

53

2.6 FIBRILASI VENTRIKEL 2.6.1 Definisi Defek Septum Ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, lubang tersebut hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fungsi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Sehingga darah bisa mengalir dari ventrikel kiri ke kanan ataupun sebaliknya. 2.6.2 Etiologi Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan penyebabnya adalah multifaktor. Faktor yang berpengaruh adalah : 1. Faktor eksogen: ibu mengkonsumsi beberapa jenis obat penenang dan jamu. Penyakit ibu (penderita rubella, ibu menderita IDDM) dan Ibu hamil dengan alkoholik. 2. Faktor endogen: penyakit genetik (Sindrom Down), anak yang lahir sebelumnya menderita PJB, ayah dan ibu menderita PJB dan lahir dengan kelainan bawaan yang lain. 2.6.3 Klasifikasi 1. Klasifikasi Defek Septum Ventrikel berdasarkan kelainan Hemodinamik 2. Defek kecil dengan tahanan paru normal Defek sedang dengan tahahan vaskuler paru normal Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik Defek besar dengan penyakit obstruksivaskuler paru Defek didaerah pars membranasea septum, yang disebut defek membran atau lebih baik perimembran (karena hampir selalu mengenai jaringan di sekitarnya). Berdasarkan perluasan (ekstensi) defeknya, defek peri membran ini dibagi lagi menjadi yang dengan perluasan ke outlet, dengan 54

Klasifikasi Defek Septum Ventrikel berdasarkan letak anatomis

perluasan ke inlet, dan defek peri membran dengan perluasan ke daerah trabekuler. Defek muskuler, yang dapat dibagi lagi menjadi : defek muskuler inlet, defek muskuler outlet dan defek muskuler trabekuler. Defek subarterial, terletak tepat dibawah kedua katup aorta dan arteri pulmonalis, karena itu disebut pula doubly committed subarterial VSD. Defek ini dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas supraventrikularis. Yang terpenting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan katup arteri pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut. (dalam keadaan normal katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta, sehingga pada defek perimembran lubang terletak tepat di bawah katup aorta namun jauh dari katup pulmonal) 2.6.4 a. b. c. d. Gambaran Klinis VDS Kecil Biasanya asimtomatik Defek kecil 5 10 mm Tidak ada gangguan tumbang Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising pansistolik yang menjalar keseluruh tubuh prekardium dan berakhir pada waktu diastolik karena terjadi penurunan VSD VSD Sedang a. b. c. d. e. f. g. 2.6.5 Sesak nafas pada saat aktivitas Defek 5 10 mm BB sukar naik sehingga tumbang terganggu Takipnoe Retraksi Bentuk dada normal Bising pansistolik Komplikasi 55

2.6.6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 2.6.7

Gagal jantung Endokarditis Insufisiensi aorta Stenosis pulmonal Pemeriksaan Diagnostik Auskultasi jantung mur-mur pansistolik keras dan kasar, umumnya paling jelas terdengar pada tepi kiri bawah sternum Pantau tekanan darah Foto rontgen toraks hipertrofi ventrikel kiri Elektrocardiografi Echocardiogram hipertrofi ventrikel kiri MRI Penatalaksanaan Medis Pembedahan : menutup defek dengan dijahit melalui cardiopulmonary bypass pembedahan Pulmonal Arteri Bunding (PAB) atau penutupan defek untuk mengurangi aliran ke paru. Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung Pemberian vasopresor atau vasodilator : a. Dopamin ( intropin ) Memiliki efek inotropik positif pada miocard, menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi , sedikit sekali atau tidak ada efeknya pada tekanan diastolik ;digunakan untuk gangguan hemodinamika yang disebabkan bedah jantung terbuka (dosis diatur untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi ginjal) b. Isopreterenol ( isuprel ) Memiliki efek inotropik positif pada miocard, menyebabkan peningkatan curah jantung : menurunan 56

Hipertensi pulmonal (penyakit pembuluh darah paru yang progresif)

tekanan diastolik dan tekanan rata-rata sambil meningkatkan tekanan sisitolik.

2.6.8 A.

Asuhan Keperawatan Pengkajian. Dalam diagnosa keperawatan, perlu dilakukan pengkajian data dari hasil : Anamnesa Inspeksi Palpasi Perkusi Dari hasil pengkajian tersebut, data yang diperoleh adalah masalah yang dialami klien Penyebab timbulnya keluhan Informasi tentang kelainan struktur dan fungsi jantung atau pembuluh darah Informasi tentang kekuatan jantung dan aktivitas klien yang tidak memperberat kerja jantung Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam melakukan anamnesa adalah : 1. Riwayat perkawinan Pengkajian apakah anak ini diinginkan atau tidak, karena apabila anak tersebut tidak diinginkan kemungkinan selama hamil ibu telah menggunakan obat-obat yang bertujuan untuk menggugurkan kandungannya 2. Riwayat kehamilan Apakah selama hamil ibu pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin, seperti hipertensi, diabetus melitus atau penyakit virus seperti rubella khususnya bila terserang pada kehamilan trisemester pertama. 57

3. 4.

Riwayat keperawatan Respon fisiologis terhadap defek ( sianosisi, aktivitas terbatas ) Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung: nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan ( mur-mur ), edema tungkai dan hepatomegali )

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. B.

Kaji adanya tanda-tanda hipoxia kronis : clubbing finger Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan Apakah diantara keluarga ada yang menderita penyakit yang sama Apakah ibu atau ayah perokok (terutama selama hamil) Apakah ibu atau ayah pernah menderita penyakit kelamin (seperti sipilis) Sebelum hamil apakah ibu mengikuti KB dan bentuk KB yang pernah digunakan Obat-obat apa saja yang pernah dimakan ibu selama hamil Untuk anak sendiri apakah pernah menderita penyakit demam reumatik Apakah ada kesulitan dalam pemberian makan atau minum khususnya pada bayi Obat-obat apa saja yang pernah dimakan anak

Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplay oksigen ke sel. Perubahan pertumbuhan dan perkembanganberhubungan dengan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori 6. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya status kesehatan. Perubahan peran orangtua berhubungan dengan hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap peyakit anak. 58

A. Intervensi keperawatan No 1 Diagnosa Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung. Tujuan & Kriteria hasil Tujuan : meningkatkan curah jantung Kriteria Hasil : anak akan menunjukkan tandatanda membaiknya curah jantung Intervensi 1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit. 2. Tegakkan derajad sinosis ( sirkumoral, membran mukosa, clubbing) 3. Monitor tanda-tanda CHF ( gelisah, takikardi, tacipnea, sesak, lelah saat minum susu, periorbotal edema, oliguri dan hepatomegali ) 4. Berkolaborasi dalam pemberian digoxin sesuai order dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toxisitas. 5. Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload 6. Berikan diuretik sesuai indikasi

59

Gangguan pertukaran gas berhubungan kongesti pulmonal. dengan

Tujuan

meningkatkan pembuluh paru

resisitensi

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Monitor kualitas dan irama pernafasan Atur posisi anak dengan posisi fowler Hindari anak dari orang yang terinfeksi Berikan istirahat yang cukup Berikan nutrisi yang optimal Berikan oksigen jika ada indikasi

Kriteria Hasil : anak akan menunjukkan tandatanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru

Perubahan nutrisi kurang Tujuan dari kebutuhan tubuh dengan berhubungan dan

mempertahankan

intake

1. 2. 3. 4. 5. gizi 6. 7.

Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama Catat intake dan output secara benar Berikan makanan dengan porsi kesil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan Hindari kegiatan perawatan yang tidak perlu Pertahankan nutrisi dengan mencegah kekurangan kalium, natrium dan memberikan zat Sediakan diet yang seimbang, tinggi zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak

makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan anak akan mempertahankan

kelelahan pada saat makan kebutuhan kalori

meningkatnya Kriteria Hasil : intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan

60

dibatasi.

61

BAB III PENUTUP 3.1 3.2 KESIMPULAN SARAN 3.2.1 Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami konsep dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kegawatdaruratan Sistem Kardiovaskuler, sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien. 3.2.2 Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta didik lainnya.

62

DAFTAR PUSTAKA Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.1997, Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999 Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994 Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996 Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,. Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC; 2001. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001 Heni Rokhaeni, Elly Purnamasari, (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, jakarta : Pusat Kesehatan jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita . Corwin, Elizabeth J, (200). Buku Saku Patofisiologi, alih bahasa Brahm U Pendit jakarta : EGC Markum A.H, (1991), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jakarta : Bagian Ilmu Janet M. Torpy, MD. The journal of the american medical assosiation. JAMA [serial online] 2006, Januari [cited 2010 Desember 28 ]; 295(1):[2 screen]. Availabel from: URL:http://jama.ama-assn.org/cgi/citmgr?gca=jama;295/1/124 Cardiac arrest. [Online]. 2008 July 14 [cited 2010 Desember 27 ];[ 13screens]. Availabel from: URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Sudden_cardiac_death Cardiac arrest, first aid. [Online]. 2007 August [cited 2010 Desember 27 ];[3 screens]. Available from: URL: http://www.merck.com/mmhe/sec24/ch299/ch299a.html Sudden cardiac death. [Online]. 2006 July 16 [cited 2010 Desember 28];[21 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic276.htm#section~Differentials Definition of cardiac arrest. [Online]. 2001 November [cited 2010 Desember 27 ];[2 screens]. Available from: URL: [http://www.medicinenet.com/script/main/hp.asp/ Sudden cardiac arrest(SCA). [Online]. 2008 March [cited 2010 Desember 27 ;[4 screens]. Available from: URL: http://www.medic8.com/blood-disorders/index.htm

63

64

You might also like