Professional Documents
Culture Documents
PERSPEKTIF ISLAM
Faizatul Rosyidah
. Berdasarkan hasil survei Komnas Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak
(LPA) di 12 provinsi pada 2007 terungkap sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU yang disurvei
mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Dan, sebanyak 62,7% anak SMP
yang diteliti mengaku sudah tidak perawan. Serta 21,2% remaja SMA yang disurvei mengaku
pernah melakukan aborsi. Dan lagi, 97% pelajar SMP dan SMA yang disurvei mengaku suka
menonton film porno (Media Indonesia,19/7/08)
Data tersebut tak pelak, menambah miris dan keprihatinan kita akan perilaku seksual
remaja kita yang semakin hari semakin liberal saja. Berbagai analisa pun dilakukan. Salah satu
pendapat yang kemudian cukup mengemuka adalah bahwa hal tersebut terjadi karena
kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja tentang kesehatan reproduksi ataupun perilaku
seksual yang benar. Maka pemberian informasi melalui bungkus pendidikan kesehatan
reproduksi remaja (KRR) pun marak dilakukan. Diantara doktrin kampanye mereka adalah
bahwa hubungan seksual haruslah dilakukan dengan sehat dan aman, melalui kampanye
ABCD (Abstinensia, Be faithfull, use Condom, no Drug). Alih-alih menjadi pendidikan,
kampanye tersebut justru menjadi penyesatan. Bukannya mencegah remaja dari melakukan
free sex, yang terjadi justru menginspirasi remaja kita untuk tetap bisa melakukan free sex
(yang salah), tanpa perlu merasa khawatir tertular penyakit menular seksual ataupun
mengalami kehamilan tak diinginkan, karena mereka tahu bagaimana melakukannya dengan
’sehat’ dan ’aman’. Lepas dari apakah perilaku seksual tadi benar ataukah salah dalam
pandangan agama.
Lalu bagaimana seharusnya kita sebagai orang tua muslim melakukan pendidikan
kesehatan reproduksi kepada para remaja kita, agar mereka bisa menjalani kehidupan
reproduksinya –tidak sekedar- dengan sehat, namun juga benar sesuai dengan tuntunan Islam?
Berikut beberapa hal yang harus kita lakukan dan sampaikan pada remaja kita:
1
yang sangat tepat. Tentu hal ini membutuhkan peran orang tua untuk bisa mengambil posisi
tersebut.
2
dari hal-hal/ fakta yang membangkitkannya seperti kencan dan pacaran (dimana di dalamnya
biasa diumbar berbagai aktivitas saling merangsang pasangan kencannya; mulai dari gaya
berpakaian, cara berbicara, materi pembicaraan, bersepi-sepinya hingga ungkapan ‘sayang’
lain yang sering menjadi ‘pendahuluan’ terjadinya perzinahan), nonton atau membaca
tontonan-tontonan/bacaan porno, melakukan telesex dengan pacar, bersama-sama dengan
teman se-gank membuat pesta seks, ataupun sekedar melamun dan berfantasi tentang hal-hal
cabul dan merangsang birahi. Semua hal yang bisa membangkitkan dan membuat naluri
seksualnya bergejolak (baik berupa realita ataukah pemikiran yang dihadirkan tadi) harus
betul-betul dia jauhi.
Berikutnya untuk membantu seorang remaja melakukannya, maka remaja tersebut
harus mencurahkan energinya, menyibukkan hari-harinya dan mengaktivkan pemikirannya
pada hal-hal yang positif dan bisa mengalihkannya dari pikiran kosong. Ikut dalam organisasi
siswa intra sekolah, kegiatan kerohanian, kegiatan ekstra kurikuler, memacu diri untuk selalu
berprestasi, aktif dalam kegiatan karang taruna di masyarakat, olah raga dan berbagai aktivitas
semisal bisa menjadi pilihan remaja menghabiskan waktunya ketimbang hanya kongkow-
kongkow di pinggir jalan, ngeceng di mall, nonton BF, ndugem atau clubbing di diskotik-
diskotik yang memang sarat dengan nuansa ‘rangsangan seksual’.
Selain itu, Islam menganjurkan bagi seseorang yang belum sanggup menikah dan
berkeinginan mengendalikan gejolak naluri seksualnya, untuk berpuasa. Puasa ini dilakukan
dalam kerangka meningkatkan self controll atau kemampuan mengendalikan diri (baca:
nafsunya) yang dimiliki seseorang karena dorongan ketaqwaan yang dimilikinya.
b. Pahamkan cara pemenuhan naluri seksual yang benar
Satu-satunya pemenuhan terhadap naluri seksual (hubungan seksual dan juga aktivitas
lain terkait) yang diperbolehkan (dihalalkan) dalam Islam adalah yang terbingkai/dilakukan
dalam sebuah lembaga pernikahan. Yakni aktivitas seksual yang dilakukan oleh pasangan
suami istri. Dan tidak diperbolehkannya model interaksi yang bersifat pribadi dan seksual ini
secara mutlak kalau di luar lembaga pernikahan.
Dalam hal ini remaja juga harus dipahamkan tentang cara (sistem) pergaulan antara
laki-laki dan perempuan dalam Islam.
3
tidak pada tempatnya/sodomi) sebagai sebuah kemaksiatan, yang hanya akan menimbulkan
ketidaktenangan dan kehinaan bagi kemuliaan hidup manusia.
11. Jelaskan terjadinya proses menstruasi, ovulasi (pembuahan), ereksi dan ejakulasi
4
Proses menstruasi adalah proses alami yang tidak semua remaja putri mengerti apa
artinya dan apa kaitannya dengan proses ovulasi (pembuahan), dan bagaimana bersikap yang
benar terhadapnya. Termasuk apa yang harus dilakukannya ketika sedang mengalami haid.
Demikian pula, tidak semua remaja laki-laki mengerti apa itu ereksi, apa makna dan fungsinya
serta apa pula ejakulasi itu. Sehingga seringkali pula, ketidaktahuan tersebut kalau dibiarkan
hingga saatnya remaja tersebut menjalani kehidupan pernikahan dan mulai menjalankan fungsi
reproduksinya, mereka juga tidak mengerti bagaimana seharusnya berperilaku dan
menjalankan fungsi/kewajibannya dengan tepat.
12. Jelaskan terjadinya proses konsepsi (terbentuknya janin), kehamilan dan kelahiran.
Ada banyak mitos dan persepsi keliru tentang terjadinya konsepsi, kehamilan dan
kelahiran yang dipahami oleh remaja yang mengakibatkan remaja tersebut melakukan
tindakan-tindakan ’salah’ dan membahayakan kehidupan reproduksinya bahkan mungkin
merusak alat reproduksinya sementara dia mengira semua tindakan tersebut adalah ’aman’,
boleh atau harus dia lakukan.
Khatimah
Demikianlah, ketika kita ingin merumuskan apa dan bagaimana pendidikan kesehatan
reproduksi kepada remaja, maka hal mendasar yang harus kita pastikan terlebih dahulu
difahami oleh seorang remaja adalah pemahaman tentang siapa jati dirinya (bahwa
hakekatnya dia adalah seorang makhluk/hamba bagi Penciptanya), apa tujuan hidupnya
(bahwa dia diciptakan adalah semata-mata untuk mengabdi kepada-Nya), dan bagaimana
caranya meraih tujuannya (adalah dengan cara menjalani hidup dalam seluruh aspeknya
dengan syariat-Nya). Pemahaman ini betul-betul ditancapkan kepada diri seorang remaja
hingga menjadi jati diri yang senantiasa lekat pada setiap langkahnya menjalani kehidupan.
Berikutnya, pendidikan yang kita lakukan haruslah bisa membuat seorang remaja mengenal
dan mengetahui bagaimanakah gambaran sistem aturan hidup (syariat-Nya) yang harus
senantiasa dia gunakan untuk mengatur segala aktivitasnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan jasmani maupun nalurinya. Dalam hal ini terutama bagaimana gambaran sistem
pergaulan dalam Islam. Pendidikan tersebut sekaligus harus bisa menjadi pendorong bagi
seorang remaja untuk berusaha mengaplikasikan aturan/hukum-hukum yang sudah dia ketahui
tersebut. Dalam hal ini, pendidikan yang dilakukan oleh orang tua sebagai sekolah pertama
yang bertugas mengantarkan seorang anak siap menuju taklif haruslah betul-betul
disempurnakan, kalau kita ingin pendidikan ini benar-benar berhasil. Berikutnya, ketika
seorang remaja sudah tahu apa hakekat naluri seksual, bagaimana cara pengendalian
dan pemenuhannya dengan benar, bagaimana perilaku seksual yang benar dan
menyimpang, barulah kita memberikan informasi-informasi lebih detil tentang organ-
organ reproduksi, fungsinya dan beberapa proses/hal-hal lain dalam sebuah proses
reproduksi yang sekiranya mereka butuhkan kelak ketika harus menjaga organ-organ
reproduksinya dan melakukan proses reproduksinya dengan cara yang benar. Sementara
pendidikan dan pembiasaan tentang hygiene pribadi –termasuk bagaimana memelihara
kesehatan dan kebersihan organ-organ intim- sudah mulai dibiasakan seiring dengan
perkembangan kemandirian anak.
Dengan model pendidikan kesehatan reproduksi seperti demikian, maka akan
terwujudlah suatu perilaku seksual remaja yang bertanggung jawab, dalam arti sebuah perilaku
seksual yang bisa dipertanggungjawabkan seorang remaja kepada Sang Penciptanya dan Sang
Pencipta naluri seksual yang ada padanya. Lebih lanjut, akan tercipta suatu sistem yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seksual generasi muda kita.
Sehingga problematika perilaku seksual remaja seperti yang saat ini terjadi bisa kita cegah
sejak dini.
Wallahu A’lam bish Shawab. []
5
Penulis: dr. Faizatul Rosyidah
(dokter klinik kampus IAIN Sunan Ampel Sby, pemerhati dan konsultan
masalah anak, remaja dan keluarga)
Email: faizah.rosyidah@gmail.com
http://www.faizatulrosyidahblog.blogspot.com