You are on page 1of 24

A.

Pengertian Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah : Hipoksik-hipoksia Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah. Anemik-hipoksia Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme dalam jaringan. Stagnan-hipoksia Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi. Histotoksik-hipoksia Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan. Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. (Tim FK Unair 1995). B. Etiologi

Faktor ibu Cacat bawaan Hipoventilasi selama anastesi Penyakit jantung sianosis Gagal bernafas Keracunan CO Tekanan darah rendah Gangguan kontraksi uterus Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Sosial ekonomi rendah Hipertensi pada penyakit eklampsia Faktor janin / neonatorum Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli Kelainan congential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio plasenta Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan C. Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. D. Manifestasi Klinis Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah TANDASTADIUM I STADIUM II STADIUM III TANDA Tingkat Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor), kesadaran koma Tonus otot Normal Hipotonik Flasid Postur Normal Fleksi Disorientasi

Refleks tendo / Hyperaktif klenus Mioklonus Ada Refleks morrow Kuat Pupil Midriasis

Hyperaktif Ada Lemah Miosis

Tidak ada

Kejang-kejang EEG

Lamanya

Hasil akhir

Tidak ada Tidak ada Tidak sama, refleks cahaya jelek Tidak ada Lazim Deserebrasi Normal ledakan 1aktifitasVoltase Supresi rendah kejang- sampai isoelektrik kejang 24 jam jika ada 24 jam sampai 14 Beberapa hari kemajuan hari sampai beberapa minggu Baik Bervariasi Kematian, defisit berat

E.

APGAR Score Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan. Observasi dan periksa : A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi. P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari. G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap. A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut. R = Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya. TANDA 0 1 2 JUMLAH NILAI Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari jantung 100 x/menit 100 x/menit Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis teratur kuat

Ekstremitas Gerakan aktif fleksi sedikit Refleks Gerakan sedikit Menangis batuk Warna Tubuh: Tubuh dan kemerahan, ekstremitas ekstremitas: kemerahan biru Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

Tonus otot

Lumpuh / lemas Tidak ada respon Biru / pucat

F.

Pemeriksaan Penunjang Foto polos dada USG kepala Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit Pemeriksaan Diagnostik 1. Analisa gas darah 2. Elektrolit darah 3. Gula darah 4. Baby gram 5. USG ( Kepala ) 6. Penilaian APGAR score 7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan 8. Pengkajian spesifik

G.

H.

Penatalaksanaan Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi. Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas, segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus segera

dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K. I. Penatalaksanaan Awal Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering. Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari halhal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan: Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi. Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee. Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan. Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan. Komplikasi Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis, nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh. Hematologi: dic Diagnosis

J.

1. 2. 3. 4. 5. K.

Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada, artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

L. Prognosis fiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan. fikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya retardasi mental. M. Prinsip Dasar Resusitasi Ada beberapa tahap: ABC resusitasi, A= memastikan saluran nafas terbuka. B= memulai pernafasan . C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah). Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik N. Tindakan 1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. 2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion. Tindakan dilakukan dengan hati hati tidak perlu tergesa gesa. Penghisapan yang dilakukan

dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio pulmonal 3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET. 4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A. 1.

Pengkajian

Biodata Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum. 2. Keluhan Utama Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas 3. Riwayat kehamilan dan persalinan Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang 4. Kebutuhan dasar a. Pola Nutrisi Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia b. Pola Eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna c. Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya d. Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas 5. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama. b. Tanda-tanda Vital Pada umunya terjadi peningkatan respirasi c. Kulit Pada kulit biasanya terdapat sianosis d. Kepala Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak e. Mata Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya

f. Hidung Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung. g. Dada Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat h. Neurology / reflek Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam) 6. Gejala dan tanda a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi

B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus. Penurunan kardiak out put b.d Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat. Intoleransi aktifitas b.d Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan. Resiko tinggi terjadi infeksi

C. Perencanaan Keperawatan DP. I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis. Intervensi: No. Intervensi Rasional 1. Beri penjelasan pada keluarga Agar keluarga tahu tentang tentang penyebab sesak yang penyebab sesak yang dialami dialami oleh pasien. oleh bayinya. 2. Atur kepala bayi dengan posisi Melonggarkan jalan nafas. ekstensi. Batasi intake per oral, bila perlu dipuasakan. Longgarkan jalan nafas. Observasi tanda-tanda kekurangan O2. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah aspirasi. Memudahkan untuk bernafas. Mengetahui tingkat kekurangan O2. Mencegah sianosis. dan

3. 4. 5.

6. 7.

Kolaborasi dengan tim medis untuk Mendukung perawatan pemberian O2. penatalaksanaan medis.

DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus. Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5C 37.4C, kelembaban cukup Intervensi: No. Intervensi Rasional 1. Beri penjelasan kepada keluarga Keluarga menjadi tahu tentang tentang penyebab panas yang penyebab panas yang dialami dialami oleh bayinya. bayinya. 2. Berikan pakaian tipis yang mudah Mencegah menyerap keringat. berlebihan. Berikan kompres hangat. penguapan yang

3. 4.

Menurunkan suhu tubuh.

Observasi tanda-tanda vital terutama Menentukan tindakan suhu tubuh. keperawatan selanjutnya. Kolaborasi medis untuk pemberian Mendukung perawatan infuse dan obat-obatan antipiretik. penatalaksanaan medis. dan

5.

DP. III : Penurunan kardiak out put

Tujuan : Kardiak output normal. Intervensi: No. Intervensi 1. Monitoring jantung paru. 2. Mengkaji tanda vital. 3. Memonitoring perfusi jaringan tiap 2-4 jam. 4. Monitor denyut nadi. 5. Memonitoring ontake dan out put. 6. Kolaborasi dalam pemberian vasodilator. DP. IV : Gangguan perfusi jaringan Tujuan :

Rasional

Perfusi jaringan kembali normal. Intervensi: No. Intervensi 1. Pemberian diuretic sesuai dengan indikasi. 2. monitor laboraturium urine. 3. pemeriksaan darah. 4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka. 5. DP. V : Intoleransi aktifitas Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Rasional

Intervensi: No. Intervensi Rasional 1. Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal. 2. menyediakan monitoring jantung paru 3. mengurangi sentuhan 4. memberikan posisi yang nyaman 5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi, DP. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan. Tujuan : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan. Intervensi: No. Intervensi 1. Jelaskan tujuan pengobatan pada keluarga. 2. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat.

Rasional Mengorientasi program pengobatan. Berulangnya memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.

3.

4.

5.

Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan kesehatan baik, istirahat. umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan. Dorong pasien / orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.

DP. VII : Resiko tinggi terjadi infeksi

Tujuan : Mencapai waktu penyembuhan Intervensi: No. Intervensi 1. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi. 2. 3. 4. 5. Observasi drainase dari luka.

Rasional

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC. Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM 1. Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992). Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. 2. Etiologi

Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut: a. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain. b. Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya. c. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain. d. Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995). 3. Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan. Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar. Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997). 4. Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi : a. b. c. d. e. 5. Pernafasan terganggu Detik jantung berkurang Reflek / respon bayi melemah Tonus otot menurun Warna kulit biru atau pucat Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.

a.

Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. b. Mekanisme Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. c. Pemeriksaan PH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu : Tabel Penilaian pH Darah Janin NO 1. 2. 3. Hasil Sikor Apgar 03 46 7 10 Derajat Asfiksiaa Berat Sedang Ringan Nilai pH < 7,2 7,1 7,2 > 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994 d. Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu : Tabel Penilaian Apgar Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2 1. Appearance Seluruh tubuh biru Badan merah, kaki Seluruh tubuh atau putih biru kemerah-merahan (warna kulit)

2.

Pulse

Tidak ada

Kurang dari 100 x/ menit

Lebih dari 150 x/ menit Batuk dan bersin

(bunyi jantung) 3. Grimance (reflek) Activity (tonus otot) Respirotary effort (usaha bernafas)

Tidak ada Lunglai Tidak ada

Menyeringai Fleksi ekstremitas

4.

Fleksi kuat, gerak aktif Lambat atau tidak Menangis kuat ada atau keras

5.

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut. Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu : 1) Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2) Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3) Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. 6. a. b. Penatalaksanaan Medis Pelaksanaan resusitasi Membuka jalan nafas

c. d. e. 7. a. b. c. d. e. f.

Mencegah kehilangan suhu tubuh / panas Pemberian tindakan vtp (ventilasi tekanan positif) Pemberian obat-obatan penunjang Komplikasi Sembab Otak Pendarahan Otak Anuria atau Oliguria Hyperbilirubinemia Obstruksi usus yang fungsional Kejang sampai koma (Wirjoatmodjo, 1994 :

g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax 168) 8. a. b. Prognosa Asfiksia ringan / normal : Baik

Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.

c. Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).

9. a.

Pemeriksaan Laboratorium Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. 2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

3)

Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. b. 1) Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.

2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. 3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. 4) 5) 6) 7) 8) 9) HCO3 (normal 24-28 mEq/L) Urine Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : Natrium (normal 134-150 mEq/L) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

10) Photo thorax 11) Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal. 10. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksiaa berat Intervensi 1) Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm 2) 3) Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam

4) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri. 2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan ditandai suhu tubuh dibawah 36 C Intervensi 1) Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)

2) Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat. 3) Observasi suhu bayi tiap 6 jam.

4) Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan 3. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah Intrvensi 1) 2) 3) 4) 5) Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi Monitor turgor dan mukosa mulut. Monitor intake dan out put. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan Lakukan control berat badan setiap hari. 4. Resiko terjadinya infeksi sehubungan penurunan daya tahan tubuh bayi. Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi) Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.

6) 7) 8)

Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal Hindarkan bayi kontak dengan sakit. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik. 5. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat

Intervensi 1) 2) 3) Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi. beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi) 6. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif. Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas). Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan. DAFTAR PUSTAKA Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia (Perinasia): Jakarta Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta. Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

You might also like