You are on page 1of 18

Fudhail Bin Iyadh Taubat, Garagara Wanita Cantik

Pada masanya, Fudhail bin Iyadh adalah seorang yang paling abid, zuhud, wara, serta paling mengenal Allah SWT. Sebelumnya, beliau adalah seorang penyamun. Sebab-sebab taubatnya ialah karena pada suatu hari ia tertarik oleh seorang wanita yang sangat cantik. Ketika beliau sedang memanjat tembok rumah wanita itu untuk melepaskan keinginannya terhadap wanita itu, tiba-tiba terdengar olehnya suara orang yang sedang membaca Al-Quran yang artinya: Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (Al-Hadid, 16). Ayat tersebut menembus hati sanubarinya dan sangat mempengaruhinya, sehingga ia menjadi sedar akan dirinya yang telah terpesong selama ini. Lalu ia berkata,Oh Tuhan, telah tiba sekarang waktunya. Ia pun bertaubat dengan setulustulusnya. Lalu ia hendak pulang ke rumahnya. Tetapi karena hari telah larut malam, ia pun pergi ke suatu pondok. Tiba-tiba ternampak olehnya serombongan

musafir. Sebahagian dari mereka berkata,Ayo kita berangkat. Yang lain menjawab,Jangan, lebih baik tunggu sampai pagi. Sebab, pada malam-malam seperti inilah Fudhail menjalankan aksinya. Mendengar percakapan mereka itu, Fudhail lalu menunjukkan dirinya sambil berkata,Akulah Fudhail. Tetapi sekarang, aku telah bertaubat dan tidak akan menyamun lagi. Banyak ulama memulai tulisannya dengan menceritakan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini. Misalnya, Imam Qusyairi. Hal itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang semula kurang baik kemudian mereka bertaubat dan menjadi orang yang paling baik. Imam Qusyairi memulai pengajarannya dengan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini, dengan harapan semoga muridmuridnya yang dahulunya banyak melakukan dosa tidak menjadi putus asa. Kalau saja ia memulai dengan hikayat orang-orang yang sejak mudanya telah tekun berbuat ibadah, seperti al-Junaid dan Sahal bin Abdullah, maka tentu akan ada yang berkata,Siapa yang akan dapat menandingi mereka yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa? Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan agar tidak mudah berputus asa dari rahmat Allah dan agar berbaik sangka kepada-Nya, sambil mengharapkan

taufiq dan hidayah-Ny untuk berbuat taat dan melepaskan diri dari belenggu nafsu syahwat dan kelalaian, sehingga termasuk kedalam golongan orang-orang arif. "Ilmu umpama air yang mengalir dari lembah ke muara, tadahlah ia dengan hati yang merendah pada Allah S.W.T"
Beliau dilahirkan di Samarqand dan dibesarkan di Abi Warda, suatu tempat di daerah Khurasan. Tidak ada riwayat yang jelas tentang kapan beliau dilahirkan, hanya saja beliau pernah menyatakan usianya waktu itu telah mencapai 80 tahun, dan tidak ada gambaran yang pasti tentang permulaan kehidupan beliau. Sebagian riwayat ada yang menyebutkan bahwa dulunya beliau adalah seorang penyamun, kemudian Allah memberikan petunjuk kepada beliau dengan sebab mendengar sebuah ayat dari Kitabullah. Disebutkan dalam Siyar Alam An-Nubala dari jalan Al-Fadhl bin Musa, beliau berkata: Adalah Al-Fudhail bin Iyadh dulunya seorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu Warda dan Sirjis. Dan sebab taubat beliau adalah karena beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok guna melaksanakan hasratnya terhadap wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca ayat:

Belumkah datang waktunya bagi orang orang yang beriman untuk tunduk hati mereka guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang orang yang sebelumnya telah turun Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah orang-orang yang fasiq. (Al Hadid: 16). Maka tatkala mendengarnya beliau langsung berkata: Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat). Maka beliaupun kembali, dan pada malam itu ketika beliau tengah berlindung di balik reruntuhan bangunan, tiba-tiba saja di sana adasekelompok orang yang sedang lewat. Sebagian mereka berkata: Kita jalan terus, dan sebagian yang lain berkata: Kita jalan terus sampai pagi, karena biasanya Al-Fudhail menghadang kita di jalan ini. Maka beliaupun berkata: Kemudian aku merenung dan berkata: Aku menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin di situ ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram. Sungguh beliau telah menghabiskan satu masa di Kufah, lalu mencatat ilmu dari ulama di negeri itu, seperti Manshur, Al-Amasy, Atha bin As-Saaib serta Shafwan bin Salim dan juga dari ulama-ulama lainnya. Kemudian beliau menetap di Makkah. Dan adalah beliau memberi makan dirinya dan keluarganya dari hasil mengurus air di Makkah. Waktu itu beliau memiliki seekor unta yang beliau gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi kebutuhan makanan beliau dan keluarganya.

Beliau tidak mau menerima pemberian-pemberian dan juga hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya, namun beliau pernah menerima pemberian dari Abdullah bin Al-Mubarak. Dan sebab dari penolakan beliau terhadap pemberian-pemberian para raja diduga karena keraguan beliau terhadap kehalalannya, sedang beliau sangat antusias agar tidak sampai memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang halal. Beliau wafat di Makkah pada bulan Muharram tahun 187 H. (Diringkas dari Mawaizh lil Imam Al-Fudhail bin Iyadh, hal. 5-7)

Beliau adalah seorang ulama terkemuka, zuhud, wara, khauf (takut) dan ahli ibadah. Beliau mendapat julukan Abid Al-Haramain (Hamba yang tekun beribadah di Haram Makkah dan Haram Madinah). Berkat ketekunanya menjalankan ibadah, maka beliau mampu menuturkan bahasa hikmah dan mampu menjelaskan pesan-pesan teks agama ini. Beliau hidup semasa dengan mam Malik, Sufyan bin Uyainah dan Abdullah bin Al-Mubarak dari generasi mulia yaitu generasi Tabiut Tabiin senior. Nama Dan Kelahiran Beliau Nama beliau: adalah Abu Ali Al-Fudhail bin Iyadh bin Masud bin Bisyr At-Tamimi Al-Yarbui. beliau lahir di Samarqand dan tumbuh di kota Abyurd yang terletak di antara daerah Sarkhas dan Nasa. Dia menghafal atau belajar hadits di Kufah, dan kemudian pindah ke

Makkah. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya Ibnu Saad berkata, Al-Fudhail bin Iyadh adalah seorang yang tsiqah yang mempunyai keutamaan, ahli ibadah, wiraI dan hafal banyak hadits. Ibnu Hibban berkata, Al-Fudhail tumbuh di Kufah dan banyak menghafal hadits di sana. Dia kemudian pindah ke Makkah dan tinggal menetap di dekat Masjidil Haram. Dijalaninya kehidupan di Makkah ini dengan berjuang mencurahkan segenap kemampuannya agar tetap selalu bersikap wara, takwa, dan menjauhi larangan-larangan Rabbnya. Dia sering menangis, menyendiri dan berpaling dari urusan duniawi sampai akhir khayatnya pada tahun 187 H. Adz-Dzahabi berkata, Al-Fudhail adalah seorang yang zuhud dan termasuk ulama besar di Masjidil Haram Makkah. Dia adalah salah seorang yang tsabit (kokoh) yang disepakati ketsiqahannya (sangat terpercaya) dan keagungannya. Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan standar penilaian pernyataan yang diriwayatkan Ahmad bin Khutsaimah, , ia berkata, Aku telah mendengar Quthbah bin Al-Ala berkata, Aku tinggalkan hadits riwayat Al-Fudhail bin Iyadh karena dia riwayatkan beberapa hadits yang mencela Utsman radhiallahu anhu..

siapakah Quthbah dan seberapa kredibilitasnya sehingga menjarh (mencela)Al-Fudhail? Quthbah adalah seorang yang halik (orang yang rusak). Ibrahim bin Muhammad Asy-yafiI berkata, Aku telah mendengar Sufyan bin Uyainah berkata, Al-Fudhail adalah seorang yang tsiqah (terpercaya). Al-Ajali berkata, Dia seorang Kufi (dinisbatkan ke daerah Kufah) yang tsiqah, rajin mengerjakan ibadah dan seorang lelaki shalih yang tinggal di Makkah. Dari Ibrahim bin Syammas dari Abdullah bin Al-Mubarak, dia berkata, Bagiku, tidak ada manusia tinggal di muka bumi yang lebih utama dari pada Al-Fudhail. Dari Nashr bin Al-Mughirah Al-Bukhari, dia berkata, Aku telah mendengar Ibrahim bin Syammas mengatakan, Manusia yang pernah aku lihat yang paling pandai dalam fikih, palin wara dan paling hafidz adalah Waqi bin Al-Jarrah, Al-Fudhail dan Abdullah bin Al-Mubarak. Dari Abdush Shamad Mardawaih Ash-Shaigh, dia berkata, Ibnul Mubarak berkata kepadaku bahwa sesungguhnya Al-Fudhail merupakan bukti kekuasaan Allah dengan dimunculkan hikmah melalui lisannya. Dia termasuk manusia yang dikaruniai manfaat atas amal-amalnya.

Ibadah dan Rasa Takutnya Kepada Allah Dari Ishaq bin Ibrahim Ath-Thabari, dia berkata, Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih takut terhadap dirinya dan tidak berharap terhadap sesuatu pada manusia selain Al-Fudhail. Ketika membaca Al-Quran, maka dia akan membacanya dengan lambat, syahdu, menyentuh hati, lantang dan jelas seolah sedang berbicara kepada seseorang. Ketika membaca ayat-ayat yang menyebutkan surga, maka dia akan membacanya berulang-ulang sambil memohon kepada-Nya untuk mendapatkannya. Al-Fudhail sering menunaikan Qiyam Al-Lail dengan duduk. Dia bentangkan tikar untuk menunaikan shalat diawal malam beberapa saat sampai datang kantuk menggelayuti matanya. Kalau sudah demikian, maka dia lalu berbaring untuk tidur sebentar diatas tikar tersebut. tidak lama berselang, maka dia pun bangun kembali untuk menunaikan shalat sampai datang kantuk yang tidak tertahankan. Jika sudah demikian, maka dia pun berbaring lagi untuk tidur sebentar, lalu bangun kembali untuk menunaikan shalat dan begitu seterusnya sampai datang wwaktu shubuh. Dia biasakan menunaikan ibadah semacam ini, yaitu apabila dirinya tidak kuasa menahan kantuk, maka dia akan berbaring sebentar dan bangun lagi untuk shalat

kembali. Oleh karena itu dikatakan, Ibadah yang paling berat adalah ibadah yang seperti ini. Hadits riwayat Al-Fudhail adalah shahih, perkataannya benar dan dia sangat menghormati dan menjaga hadits sehingga ketika menyampaikan hadits, maka dia terlihat sangat berwibawa. Apabila aku meminta kepadanya suatu hadits, maka jiwanya akan merasa terbebani sekali untuk memberikannya. Oleh karena itu, terkadang Al-Fudhail bin Iyadh berkata kepadaku, Seandainya kamu meminta kepadaku beberapa dinar, maka itu akan lebih mudah bagiku untuk memberikannya dari pada kamu meminta kepadaku hadits, kemudian aku jawab, Barangkali kamu memberikan kepadaku hadits-hadits yang berisi faedah-faedah yang tidak aku miliki, maka itu lebih membuatku senang daripada kamu memberikan beberapa dinar! Al-Fudhail lalu berkata, Sesungguhnya kamu telah terkena fitnah. Ketahuilah, aku bersumpah demi Allah, seandainya kamu mempraktikan hadits-hadits yang telah kamu dengar dan peroleh, maka itu sudah cukup membuatmu sibuk dari yang belum kamu dengar. Engkau telah mendengar bin Mihran berkata, Jika dihadapanmu terdapat makanan yang ingin kamu makan, lalu kamu mengambilnya segenggam demi segenggam untuk kamu buang kebelakangmu, kapan kamu merasakan kenyang!?

Dari Sufyan bin Uyainah, dia berkata, Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Apabila Al-Fudhail meninggal, berarti hilanglah kesedihan. Ibrahim bin Said Al-Jauhari berkata, Al-makmun berkata kepadaku, Ar-Rasyid berkata kepadaku, edua mataku belum pernah melihat orang yang seperti Al-Fudhail bin Iyadh. Aku pernah berkunjung kepadanya, lalu dia berkata kepadaku, Kosongkan hatimu untuk sedih dan takut sampai keduanya dapat bersarang. Apabila sedih dan takut bersarang dihatimu, maka keduanya akan membentengimu dari melakukan maksiat dan menjauhkan dirimu dari api neraka. Ibnu Abi Umar berkata, Aku tidak melihat seseorang yang lebih tekun beribadah setelah Al-Fudhail bin Iyadh selain Waqi. Keteguhannya Mengikuti Sunnah dan Mencela Pelaku Bidah Dari Abdush Shamad bin Yazid, dia berkata, Aku telah mendengar AlFudhail berkata, Barang siapa mencintai ahli bidah, amak Allah akan melebur amalnya sehingga amal tersebut menjadi sia-sia. Tidak itu saja, Allah juga akan mengeluarkan cahaya Islam dari dalam hatinya. Lebih lanjut dia berkata, Apabila kamu sedang berjalan lalu kamu melihat orang ahli bidah sedang berjalan pada jalan yang sama dengan jalanmu, maka ambillah jalan yang lain.

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Amal orang yang melakukan bidah tidak akan diterima Allah, dan barangsiapa membantu ahli bidah, maka sesungguhnya ia telah membantu untuk merobohkan Islam. Dari Husain bin Ziyad, dia berkata, aku mendengar Al-Fudhail berkata, Tidak ada yang perlu dikhawatirkan apabila pada diri seseorang telah terkumpul tiga hal, yaitu; 1. bukan ahli bidah, 2. tidak mengumpat dan mencela ulama salaf, 3. tidak bersekutu dengan penguasa. Dari Abdush-Shamad bin Yazid Ash-Shaigh, dia berkata, Pernah disebutkan nama beberapa sahabat Nabi dhadapan Al-Fudhail dan aku mendengarnya, dia lalu berkata, Kalian ikutilah mereka. Sungguh, telah cukup bagi kalian Abu Bakar, Utsman, bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Guru dan Murid-Murid Beliau Guru-gurunya; Al-Hafidz mengatakan bahwa Al-Fudhail meriwayatkan dari Al-Amasy, Manshur, Ubaidillah bin Umar, Hisyam bin Hisan, Yahya bin Said Al-Anshari, Muhammad bin Ishaq, Laits bin Abi Sulaim, Muhammad bin Ijlan, Hashin bin Abdirrahman, Sulaiman At-Tamimi, Humaid Ath-Thawil, Fathr bin Khalifah, Shafwan bin Sulaim, Jafar bin Muhammad Ash-Shadiq, Ismail bin Abi Khalid, Bayan bin Bisyr, Ziyad bin Abi Ziyad, Auf Al-Arabi dan guru-guru yang lain.

Murid-murid beliau; orang-orang yang meriwayatkan hadits dari ALFudhail bin Iyadh adalah; Sufyan Ats-Tsauri yang juga termasuk gurunya, Sufyan bin Uyainah yang juga temannya, Ibnul Mubarak, yang meninggal lebih dahulu, Yahya bin Said AlQaththan, Ibnu Mahdi, Husain bin Ali Al-Jafi, Abdurrazzaq, Ishaq bin Manshur As-Sauli, Al-AsmuI, Ibnu Wahb Asy-SyafiI, Marwan bin Muhammad. Dan masih banyak lagi. Wafat Beliau Sebagian ulama berkata, Sewaktu kami sedang duduk bersama AlFudhail bin Iyadh, kami bertanya kepadanya, Berapakah usiamu sekarang ini? maka dia menjawab dengan syair: Usiaku mencapai delapan puluh atau melebihi Lalu apa yang kudamba atau kutunggu! Ujian dan deraan bertahun-tahun telah kujalani Sampai renta tulangku dan letih pundakku Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, Hidup Al-Fudhail bin Iyadh adalah semasa dengan Sufyan bin Uyainah. Namun Al-Fudhail meninggal dunia lebih dahulu terpaut beberapa tahun. Mujahid bin Musa berkata, Al-Fudhail meninggal pada tahun 186 H. Menurut Abu Ubaid, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Main, Ibnu Numair, Imam Al-Bukhari dan ulama yang lain bahwa Al-Fudhail meninggal

pada tahun 187 H. di Makkah. Dan sebagian menambahkan keterangan bahwa dia meninggal pada awal bulan Muharram, Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, Al-Fudhail bin Iyadh meninggal dalam usia lebih dari delapan puluh tahun.

Kisah Abdullah Ibn Mubarak.

Julukannya Abu Abdirrahman, ayahnya orang Turki yang bekerja kepada seorang pedagang dari Bani Handzalah. Ibunya juga orang Turki dari suku Khawarizmi. Beliau dilahirkan tahun 118 H, ada yang berpendapat 119 H. Dari Al Hasan, ia Berkata, Ibunda Ibnul Mubarak adalah orang Turki. Kemiripan Ibnul Mubarak dengan orang Turki sangat mencolok. Kalau beliau membuka bajunya, tidak terlihat banyak bulu pada dada. Salah seorang keluarganya memberitahu aku bahwa beliau belum pernah sekalipun masuk ke tempat pemandian.

Rumah Ibnul Mubarak sangat besar, terletak di Marwa. Halaman rumahnya berukuran 50 x 50 hasta (1 hasta sekitar 50 cm). jika anda ingin melihat ahli ilmu, ahli ibadah dan lelaki berwibawa yang juga dihormati di Marwa, maka anda akan jumpai rumah tersebut. Setiap hari, banyak sekali orang yang berkumpul di rumahnya. Mereka bersama-sama mengkaji ilmu hingga ibnul Mubarak keluar dari kamarnya dan mereka pun berkumpul di sekeliling beliau. Ketika ibnul Mubarak pindah ke Kufah, maka beliau tinggal di sebuah rumah kecil. Biasanya beliau keluar untuk shalat, lalu kembali lagi kerumahnya. Beliau sangat jarang keluar rumah dan tidak pernah lagi didatangi banyak orang. Ketika itu, aku berkata kepada beliau, Wahai Abu Abdurrahman, tidakkah engkau merasa terasing disini, jika engkau bandingkan dengan rumahmu di Marwa? beliau menjawab, Aku menghindari marwa karena hendak menghindari sesuatu yang engkau sukai, dan sekarang aku tinggal disini karena menyukai sesuatu yang engkau membencinya. Dulu, saat aku di Marwa, tidak ada masalahpun kecuali mereka adukan kepadaku dan mereka mengatakan, Tanyakan kepada Ibnul Mubarak, sedangkan di sini aku terbebas dari semua itu. Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabar diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji. Suatu hari aku bersama Ibnul Mubarak mendatangi amta air. Orang-orang biasa minum dari sini. Beliau mendekat ke mata air

tersebut dan minum dari sana, Sementara orang-orang tidak mengenal beliau. Mereka berdesak-desakan dan mendorong beliau. Ketika beliau keluar dari sana, beliau berkata kepadaku, Seperti inilah hidup yang sebenarnya, Maksud beliau ketika kita tidak dikenal dan tidak dihormati oleh orang lain. Seorang ulama bernama Abdurrahman bin Mahdi Berkata, Kedua mataku tidak pernah melihat orang yang lebih tulus menasehati umat islam dari Ibnu Mubarak. Dari Husain bin Hasan Al Mirwazi ia Berkata, Ibnul Mubarak Berkata, Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabar diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji. Dari Asyats bin Syubah Al Mushishi, ia berkata, Suatu ketika Hurun Ar Rasyid datang ke Riqqoh (nama suatu daerah), lalu orang-orang keluar menyambut Ibnul Mubarak. Mereka berdesakdesakan hingga sandal-sandal putus dan debu berterbangan. Lalu muncullah seorang wanita, budak khalifah Harun Ar Rasyid, dari sebuh bangunan kayu. Ketika melihat orang-orang begitu ramai, ia bertanya, Ada apa? orang-orang menjawab, Orang alim dari Khurosan tiba di Riqqah, namanya Abdullah bin Mubarak. Maka wanita itu berkata, Demi Allah, ini adalah raja, tapi bukan raja Harun yang tidak bisa mengumpulkan orang-orang kecuali dengan polisi dan tentara. Dari Qosim bin Muhammad, ia berkata, Aku pernah berpergian bersama Ibnul Mubarak. Ketika itu, yang sering terlintas dalam pikiranku adalah, mengapa orang ini dilebihkan di atas kami sampai ia Begitu terkenal di kalangan manusia. Padahal, kalau

dia shalat, toh kami juga shalat. Kalau dia berpuasa, kami juga berpuasa. Kalau dia berperang, kamipun juga berperang dan kalau dia berhaji, kamipun sama. Qosim melanjutkan, Suatu malam, saat kami tengah melakukan perjalanan menuju Syam, kami makan malam di sebuah rumah. Tiba-tiba lampunya padam. Maka, salah satu dari kami keluar rumah untuk mencari penerangan. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa lampu. Maka aku lihat wajah Ibnu Mubarak, ternyata jenggotnya sudah basah dengan air mata. Melihat itu, aku Berkata dalam hati, Kiranya dengan rasa takut seperti ini ia dilebihkan diatas kami. Mungkin, ketika lampu padam dan suasana gelap gulita, beliau teringat hari kiamat. Nuaim bin Hammad Berkata, Ibnul Mubarak lebih banyak duduk di rumah, maka ditanyakan kepada beliau, Tidakkah anda merasa kesepian? beliau menjawab, Mana mungkin aku kesepian sementara aku bersama Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam (Yang beliau maksud adalah bersama Hadits nabi shalallahu 'alaihi wasallam) Demikianlah sekelumit kisah tentang sosok Ibnul Mubarak, tentunya masih sangat banyak riwayat-riwayat yang mengkisahkan tentang keagungan beliau. Semoga kita dapat senantiasa meneladai beliau. Amiin.

Abdullah ibn Mubarak


From Wikipedia, the free encyclopedia

This article is an orphan, as few or no other articles link to it. Please introduce links to this page from related articles; suggestions may be available. (December 2011) This article's citation style may be unclear. The references used may be made clearer with a different or consistent style of citation, footnoting, or external linking. (May 2011)
Abdullah ibn Mubark (Arabic: , Transliteration: Abdullah ibn Mubark) Born 118 AH (After Hijri) / 726 CE,[1] during the reign of Hisham ibn Abd al-Malik. Abdullah ibn Mubark was an Islamic scholar, muhaddith, known for his memory and zeal for knowledge. He earned the title Amir al-Mu'minin.

Contents
[hide]

1 Family 2 Early life 3 Reputation with Non-Muslim 4 Seeking Knowledge 5 Military Expeditions 6 Notes

[edit]Family
His fathers name was Mubarak and described as a Turk from Khurasan owned by a trader from the Banu Handhala,[2] Mubarak consequently married Hind, the traders daughter.

[edit]Early

life with Non-Muslim

It is said that Abdullah ibn Mubark left his hometown and travelled to seek knowledge in the year 141 AH [3]

[edit]Reputation

Dr. Aidh alQarni records in his Magnum Opus Don't Be Sad that

Ibn Mubarak's neighbor was a Jew. He woulds always feed him before feeding his own children and would provide clothing for him first and then for his children. Some people said to the Jew, "Sell us you house." He answered, "My house is for two thousand dinars. One thousand is for the price of the house and one thousand is for having Ibn Mubarak as a neighbour!"[4]

[edit]Seeking

Knowledge

Imam Ahmad said about Abdullah ibn Mubarak that there was no one more eager to travel for seeking knowledge then him. He had teachers such as Abu Hanifa and Imam Malik

[edit]Military
against the romans.

Expeditions

He was known for Ribat defending islamic borders on the frontiers of Tarsus and al-Massisah and fighting

[edit]Notes
1. ^ Tahdhib al-Tahdhib by Ibn al-Hajr al-Asqalani (5/386), Tabaqat Ibn Sad.. 2. ^ Tarikh Baghdad by al-Khatib al-Baghdadi, Siyar Alam alNubala by al-Dhahabi. 3. ^ Tahdhib al-Tahdhib, Tarikh Baghdad. 4. ^ La Tahzan, p. 123.

You might also like