You are on page 1of 12

1.

1 DEFINISI Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003). Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21). 1. 2 MACAM-MACAM CLEFT LIP DAN PALATE 1.2.1 Klasifikasi celah bibir a. Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Gambar A: unilateral incomplete Gambar B: unilateral complete c. Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung. 1.2.2 Klasifikasi celah palatum : Menurut sistem Veau, sumbing palatum dibagi menjadi empat tipe klinis, yaitu : 1. Sumbing dari palatum mole saja 2. Sumbing dari palatum mole dan durum, meluas kedepan ke foramen insisivus 3. Sumbing langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan sumbing bibir unilateral 4. Sumbing langit-langit bilateral komplit, biasanya bersamaan dengan sumbing bibir bilateral. 1.3 Etiologi Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu : 1.3.1 Herediter Patten mengatakan bahwa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut : 1.3.1.1 Mutasi gen Ditemukan sejumlah sindroma/gejala menurut hukum Mendel secara otosomal,dominant,resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.

1.3.1.2 Kelainan Kromosom Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21. 1.3.2 Lingkungan 1.3.2.1 Faktor usia ibu Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gametgamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu 1.3.2.2 Obat-obatan Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi [rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibu profen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada binatang. 1.3.2.3 Nutrisi Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi 1.3.2.4 Daya pembentukan embrio menurun Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak, penyebabnya: 1.3.2.5 Penyakit infeksi Penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya cleft lips dan cleft palate. 1.3.2.6 Radiasi Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat mengakibatkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetic yaitu yang mengenai alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila dosis penyinaran tidak menyebabkan kemandulan. Efek genetic tidak mengenal ambang dosis. 1.3.2.7 Stress Emosional Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft lips dan cleft palate. 1.3.2.8 Trauma Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. 1.3.3 Campuran 1.3.3.1 Radiasi Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter. 1.3.3.2 Faktor usia ibu dan daya pembentukan embrio menurun. Bahwa dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun (factor lingkungan). Bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kelainan kromosom (faktor herediter)

1.5 PATHOGENESIS Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sanagt kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (kongenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolism tubuh yang ditemukan pada bayi ketika ia lahir. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir : 1.5.1 Teori Fusi / Teori kalsik Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kearah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi. 1.5.2 Teori Penyusupan Mesodermal / Teori hambatan perkembangan Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk. 1.5.3 Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir. 1.5.4 Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah. 1.6 MANIFESTASI KLINIS 1. Deformitas pada bibir 2. Kesukaran dalam menghisap/makan 3. Kelainan susunan archumdentis 4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Regurgitasi makanan 1.6.1 Pada Labio skisis 1. Distorsi pada hidung 2. Tampak sebagian atau keduanya 3. Adanya celah pada bibir 1.6.2 Pada Palato skisis 1. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. 2. Ada rongga pada hidung. 3. Distorsi hidung 4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari. 5. Kesukaran dalam menghisap/makan. 1.7 KOMPLIKASI 1.7.1 Gangguan bicara 1.7.2 Terjadinya atitis media 1.7.3 Aspirasi 1.7.4 Distress pernafasan 1.7.5 Resiko infeksi saluran nafas 1.7.6 Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

1.7.7 Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius. 1.7.8 Masalah gigi 1.7.9 Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan parut. 1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap) 1.8.2 Pemeriksaan Diagnosis a. Foto Rontgen b. Pemeriksaan fisik c. MRI untuk evaluasi abnormal 1.9 PENATALAKSANAAN Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi : 1.9.1 tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of tens meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan resiko anastesi, anak lebih dapat menahan stress akibat operasi, memaksimalkan status nutrisi dan penyembuhan serta elemen bibir lebih besar sehingga memungkinkan rekonstruksi yang lebih teliti dan ukuran alat yang sesuai. Selain rule of tens, sebaiknya bebas dari infeksi pernapasan sekurang-kurangnya lebih dari dua minggu dan tanpa infeksi kulit pada waktu operasi dan dari hasil pemeriksaan darah leukosit kurang dari 10.000/L dan hematokrit sejumlah 35%. Jika bayi belum mencapai rule of tens ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. 1.9.2 Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah tentang kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada

posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut : 1. Penjelasan kepada orangtuanya 2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi (hidung), evaluasi telinga. 3. Umur 10-12 bulan : Operasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga. 4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi 5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasti 6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi) 8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy 1.9.3 Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiaptiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. II. PROSES KEPERAWATAN 2.1 PENGKAJIAN PRE OP 2.1.1 Identitas : biasanya ditemukan sejak usia bayi atau sebelumnya (prenatal) 2.1.2 Keluhan utama : bayi sulit untuk menyusu (ASI keluar lewat hidung) 2.1.3 Riwayat penyakit sekarang : terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya 2.1.4 Riwayat penyakit dahulu : Kehamilan : apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I, nutrisi ibu yang kurang saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil, apakah ibu sorang perokok. 2.1.5 Riwayat psikososial : Orang tua menyatakan tidak dapat merawatnya. 2.1.6 Imunisasi : Nama, Jumlah dosis, usia saat diberikan Kekambuhan reaksi 2.1.7 Riwayat kesehatan keluarga : Apakah orang tua memiliki kelainan kromosom, apakah di dalam keluarga ada yang menderita CLP, apakah ada anggota keluarga di rumah yang merokok. 2.1.8 Activity daily living Nutrisi : Di rumah : kebutuhan nutrisi bayi Kebutuhan cairan bayi pada trimester 1 = 150cc/ kgBB/ hari, pada trimester 2 = 125cc/kgBB/hari, pada trimester 3 = 110cc/kgBB/hari. Dirumah bayi diberi susu dengan dot khusus, saat menyusui ibu memposisikan bayi secara tidur telentang atau digendong. Nutrisi tidak adekuat karena susu yang diminum keluar lewat hidung atau masuk ke dalam saluran pernapasan. Di RS : ibu diajarkan saat memberi susu posisi bayi tegak (duduk dipangku). Menggunakan dot khusus. Bayi juga diberikan nutrisi parenteral.

2.1.9 Pemeriksaan fisik 2.1.9.1 Kepala Dan Leher Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefal

Tulang tengkorak : Anencefali, Encefaloke Fontanel anterior menutup : 18 bula Fontanel posterior : menutup 2 6 bulan Distribusi rambut dan warna Ukuran lingkar kepala 33 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian occipital. wajah simetris Mata Simetris kanan kiri Alis tumbuh umur 2-3 bulan Kelopak mata : Tidak terdapat Oedema Ptosis : celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas turun. Enof kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang. Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang. ada rekasi miosis. pupil isokor kiri atau kanan pergerakan bola mata normal Refleks kornea Glaberal reflex positif Doll eye refleks 2.1.9.2 Hidung Inspeksi : kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing, kesukaran dalam menghisap atau makan. - Inspeksi pada labia skisis : tampak sebagian atau keduanya, adanya celah pada bibir. - Inspeksi pada palato skisis: tampak ada celah pada kedua tekak (uvula), palate lunak dan keras, adanya rongga pada hidung, distorsia hidung, Palpasi dengan menggunakan jari : teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari 2.1.9.3 Mulut Terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya. Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan Gags reflex positif Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan - Rooting reflex positif - Sucking Refleks lemah 2.1.9.4 Telinga Simetris kiri dan kanan Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan tulang rawan masih lunak. Canalis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat apakah ada serumen atau cairan. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Starter refleks :mata akan berkedip. 2.1.9.5 Leher Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa. tampak adanya vena jugularis. - Raba tiroid apakah ada pembesaran atau tidak. - Tonick neck refleks : positif - Neck rigting refleks refleks

2.1.9.6 Dada Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan Bentuk dada barrel anterior posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan dewasa 1: 2 suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1 Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5 Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 ( bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katuptricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi katup mitral). Perkusi pada daerah jantung adalah pekak. 2.1.9.7 Abdomen Terdengar suara peristaltic usus. Palpasi pada daerah hati, teraba 1 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis media clavikula 6 12 cm. Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada daerah lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial ,terlihat kontraksi. 2.1.9.8 Ekstremitas Tidak ada kelainan pada jumlah jari Ujung jari halus Kuku klubbing finger < 180 Grasping reflex positif Palmar refleks positif 2.1.9.8 Pelvis lipatan paha simetris kiri kanan Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar bunyi klik Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris kiri dan kanan. Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri akan terangkat 2.1.9.9. Kaki Refleks babinsky positif 2.2 WOC (terlampir) 2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE-OP 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat. 2. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan. 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya cairan ke saluran telinga 5. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat nyata pada bayi. 6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah 2.3.1 INTERVENSI PRE OP 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intake

makanan dan minuman pada anak tidak adekuat. Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam Kriteria hasil : - Nutrisi bayi terpenuhi - Mempertahankan BB dalam batas normal. - Bayi dapat tidur nyenyak Intervensi : 1) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi. 2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi. 3) Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi menghisap. R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera pada bayi 4) Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada bayi. 5) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi 6) Mempertahankan nutrisi adekuat R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah berat badan bayi 7) Kaji kemampuan menelan dan menghisap R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang masuk dapat terpenuhi. 8) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan/minuman kedalam R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan memberikan kenyamanan posisi pada bayi. 2. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Dengan criteria hasil : - Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan. - Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi. - Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi Intervensi : 1) Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI sehingga bayi terhindar dari aspirasi. 2) Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler. R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi. 3) Gunakan dot khusus yang agak panjang R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi 4) Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan. R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu. 5) Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi selama proses

pemberian makan dan pemberian pengobatan. R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit. Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam Kriteria hasil : - Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan. - Menghindari sumber kecemasan bila mungkin. - Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan Intervensi : 1) Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi. 2) Kaji tingkat kecemasan keluarga. R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan keluarga sekarang. 3) Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses penyembuhannya. R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau penyuluhan. 4) Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan perasaan (menangis) R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karean sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai wanita lemah, dan bahwa harapannya tidak terpenuhi. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya cairan ke saluran telinga Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan .....x/24jam Kriteria hasil : - Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi. - Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. - Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi. Intervensi : 1) Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke dalam saluran pernapasan dan telinga. 2) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia. R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia. 3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksis R/ pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi. 4) Observasi tanda-tanda infeksi R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi 5. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat nyata pada bayi Tujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan terhadap bayi Kriteria hasil: - Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat yang disandang anaknya. Koreksi dan prospeknya di masa mendatang. - Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.

Intervensi: 1) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perasaan mereka. R/ untuk mendorong koping keluarga 2) Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya R/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya 3) Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berharga R/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik. 6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah. Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang tepat pada anak. Kriteria hasil : - Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat - Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali teknik pemberian yang benar. Intervensi : 1) Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepat R/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus harus diposisikan ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft, menekan pipi bersama-sama di sekitar puting untuk meningkatkan suction lisan.posisi bayi tegak. 2) Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh perawat. R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian makanan yang tepat. 3) Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan. R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.

2.4 PENGKAJIAN POST-OP 2.4.1 Keluhan utama : nyeri pada luka jahitan. 2.4.2 Riwayat penyakit sekarang : setelah dilakukan operasi terdapat luka jahitan dibibir bagian atas, bayi tidak dapat menghisap, bayi mengalami keterbatasan gerak, bayi mengalami ketidaknyamanan. 2.4.3 Activity daily living Nutrisi : Di RS : bayi di RS minum susu menggunakan sendok, menggunakan nutrisi parenteral, bagaimana toleransi bayi terhadap makanan yang dimodifikasi, 2.4.5 pemeriksaan fisik 2.4.5.1 Hidung Dilubang hidung : terdapat jahitan Cuping hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung 2.4.5.2 Mulut Terdapat luka jahitan pada bibir bagian atas Terdapat celah pada palatum Periksa gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan Gags reflex positif Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan - Rooting reflex positif - Sucking Refleks lemah Kaji apakah ada peregangan pada sisi jahitan 2.4.5.3 Ektremitas Tangan selalu bergerak ke mulut 2.4.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN POST-OPP

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan 2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme. 3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan. 2.4.2 INTERVENSI POST OP 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah dilakukan tindakan ....x 24 jam Kriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang. Intervensi : 1) Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan. R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau ketidaknyamanan. 2) Beri stimulasi belaian dan pelukan R/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. 3) Libatkan orang tua dalam perawatan bayi R/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman. 4) Berikan analgetik sesuai program. R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh 2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme Tujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan proses pebedahan Kriteria hasil : - Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi. - Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. - Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi. - Luka tampak bersih, kering dan tidak edema. Intervensi : 1) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia. R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia. 2) Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam. R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih serius. 3) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi R/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi 4) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya. R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk ke daerah insisi. 5) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati R/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak 3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan. Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan, anak tidak memperlihatkan adanya aspirasi Kriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu formula tanpa aspirasi Intervensi : 1) Gunakan teknik pemberian susu yang non traumatic R/ untuk meminimalkan resiko trauma

2) Pertahankan alat pelindung bibir R/ untuk melindungi luka jahitan. 3) Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasi R/ untuk mencegah trauma pada luka operasi 4) Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susu R/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses kesembuhan serta efek kosmetik koreksi pembedahan. 5) Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras R/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi 6) Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang mengenai luka operasi jika bayi dipulangkan sebelum jahitan luka dilepas. R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan. DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta: Fajar Interpratama Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC http://books.google.co.id/books?id=a3EIYQEWuKIC&pg=PA944&dq=intervensi+kurang+p engetahuan+pada+bayi+dengan+bibir+sumbing&hl=id&ei=BzScTbrPK8XtrQeV_MiLCg&s a=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCcQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false/ senin/4-4-2011/17:00WIB http://dianprastyawan.wordpress.com/sabtu/02-04-2011/11.00wib http://edhasroom.blogspot.com/2010/12/langkah-langkah-penanganan-clp-cleft.html/selasa/504-2011/17.00WIB http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/103/sumbing-langit-langit/selasa/5-042011/14.00WIB http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/02/bibir-sumbing-penanganan-celahbibir-cleft-lips-bibir-sumbing-cheiloschisis-dan-celah-langit-langit-cleft-palatepalatoschisis/

You might also like