You are on page 1of 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

s secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan terjadinya hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Etiologi Hipoksia janin yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum karena

gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita dalam persalinan. Secara umum etiologi terjadinya asfiksia neonatorum dapat dikelompokkan menjadi : faktor ibu diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, hipertensi kronik, anemia, perdarahan antepartum, infeksi sistemik, gagal jantung, gagal ginjal, polihidramnion, oligohidramnion. faktor persalinan persalinan dengan tindakan, korioamnionitis, kelainan letak, partus lama, ketuban pecah dini, inersia uteri, air ketuban bercampur mekoneum, penggunaan anestesi umum, penggunaan narkotik 4 jam sebelum persalinan faktor janin prematuritas, postmaturitas, malformasi janin, gerakan janin berkurang, bradikardi janin, prolaps tali pusat, trauma lahir. Patogenesis Asfiksia terjadi ketika bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan 1 menit setelah lahir. Bayi dengan apnue primer akan tampak biru dengan akselerasi denyut jantung. Bayi ini biasanya akan membaik secara spontan namun harus diakselerasi dengan stimulasi fisik dan kimiawi. Keadaan ini kadang disebut asfiksia livida.

Bayi dengan sekunder apnue (terminal apnue) tidak akan membaik tanpa resusitasi. Bayi ini putih atau sianosis, tanpa respon, flaksid, denyut jantung <100 dan perfusi yang jelek. Kondisi ini kadang disebut asfiksia pallida. Namun pada kamar bersalin kita tidak dapat membedakan primer dan sekunder apnue maka resusitasi harus dilakukan pada semua bayi apnue dan menganggapnya sebagai apnue sekunder. Setelah resusitasi dilakukan barulah kita dapat menentukan apnue primer ataukah apnue sekunder. Bayi dengan apnue pimer mengalami peningkatan denyut jantung dan akan bernapas spontan sebelum berwarna merah muda serta sering terjadi gasping atau menangis sebelum menjadi apnue. Sedangkan bayi dengan apnue sekunder akan berwarna merah muda sebelum mengalami respirasi spontan. Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi ini dapat ringan serta sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostasis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostasis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita. Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transport oksigen mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh terjadi metabolisme anaerob. Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumbersumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam-asam organik yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan kardiovaskuler yang disebabkan oleh: a. Kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam jaringan jantung. b. Asidosis yang mengganggu fungsi sel-sel jantung. c. Gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya resistensi pembuluh darah pulmonal. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut pada anak yang hidup. Dalam garis-garis besar perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia adalah: a. Menurunnya tekanan O2 arterial. b. Meningkatnya tekanan CO2. c. Turunnya pH darah.

d. Dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk metabolisme anaerob e. Terjadinya perubahan fungsi kardiovaskuler. Diagnosis

Prosedur diagnostik secara garis besar dapat terbagi menjadi 3 : 1. Intra uterin a. Pergerakan janin b. Stress/non stress test c. Gambaran biofisik janin d. Monitoring denyut jantung janin : frekuensi normal antara 120-160 denyut/menit; selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi ke keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya. 2. Intra partum a. Pemeriksaan pH darah janin: dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya b. Tanda tanda gawat janin: kelainan gerakan janin, cairan amnion hijau dan kental, pH darah janin < 7,2, denyut jantung janin abnormal 3. Post partum Nilai APGAR, merupakan suatu skoring yang berhubungan erat dengan beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setalah bayi lahir. Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan. Appereance (warna kulit) Pulse Rate (frekuensi nadi) Grimace (reaksi rangsangan) Activity (tonus otot) 0 Pucat Tidak ada Tidak ada Tidak ada 1 Badan 2 merah, Seluruh tubuh

ekstremitas biru kemerahan <100 >100 Sedikit gerakan Batuk/bersin mimik Ekstremitas seikit fleksi Gerakan aktif

Respiration

effort

(usaha Tidak ada

Lemah/tdak

Baik/menangis

bernafas) teratur Berdasarkan nilai APGAR 1 menit dapat diklasifikasikan: a. 8-10 tidak asfiksia. b. 5-7 c. 3-4 d. 0-2 Komplikasi Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi langsung (dini) seperti asidosis metabolik, sindroma gawat nafas (SM dan TTN), gagal jantung, gagal ginjal akut, ensefalopati hipoksik iskemik, juga dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya epilepsi, mikrosefali, serebral palsi, retardasi mental, gangguan belajar, dan gangguan tingkah laku beserta emosi. asfiksia ringan. asfiksia sedang asfiksia berat.

Prognosis Prognosis dari asfiksia neonatorum bergantung pada berapa lama neonatus tersebut tidak dapat bernafas. Sebagai contoh, penelitian klinis menunjukkan bayi dengan nilai Apgar yang rendah pada 5 menit pertama lebih menunjukkan hasil yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang 10 menit. Asfiksia yang berkepanjangan (prolonged) dapat menyebabkan kematian apabila asfiksia terjadi lewat dari 10 menit.

Penatalaksanaan Tindakan umum: Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai Apgar. Segera setelah bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pemanasan yang baik. Harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi. Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran nafas bagian atas. Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan nafas, spasme laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha bernafas,

rangsangan terhadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-bayi tertentu diberi suntian vitamin K.

Tindakan Khusus: Secara umum terbagi sesuai berat-ringan asfiksia: Asfiksia sedang Rangsang + pemberian oksigen Pernafasan kodok (tutup mulut hidung serempak: 30 kali permenit) Pernafasan bag to mouth/ mouth to mouth Jika gagal lakukan sesuai asfiksia berat.

Asfiksia berat Intubasi endotrakeal Kompresi dada Obat-obat: natrium bikarbonat 2-5 cc Adrenalin 1/10.000

Langkah awal resusitasi: (sesuai dengan algoritme) Letakkan bayi di meja dengan alat pemancar panas, keringkan, letakkan pada posisi yang benar, lakukan penghisapan bila perlu, rangsangan taktil dan segera nilai: pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit. Ventilasi tekanan positif Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakeal (ETT) Indikasi: bila bayi apnu/megap-megap atau bernafas tetapi frekuensi jantung <100 permenit atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen arus bebas 100%. Ventilasi Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik dengan oksigen 100%, lalu nilai kembali pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit. Evaluasi

Terdapat 3 tanda perbaikan pada bayi yang dilakukan ventilasi yaitu frekuensi jantung meningkat >100 permenit, perbaikan warna kulit dan bernafas spontan. Bila gagal lanjutkan ventilasi sambil memeriksa apakah letak sungkup sudah benar, posisi kepala baik dan aliran oksigen 100% dan mulailah penekanan dada, bila frekuensi jantung di bawah 60 kali permenit.

Kompresi dada

Indikasi: frekuensi jantung < 60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP dengan oksigen 100%. Frekuensi Sternum ditekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior rongga dada dengan 3 kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik (45 kali kompresi dada dan 15 kali ventilasi selama 30 detik).

Eveluasi Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa frekuensi jantung tau nadi. Bila frekuensi jantung: < 60 kali permenit: lanjutkan tindakan kompresi dada dan ventilasi dan

pemberian epinefrin. Hentikan tindakan penekanan dada tetapi lanjutkan ventilasi dengan oksigen 100%.

Intubasi endotrakeal Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakeal (ETT) bila VTP dengan balon dan sungkup kurang efektif. Indikasi Bila terdapat mekonem dan bayi mengalami depresi nafas, tonus otot atau denyut jantung maka intubasi dilakukan pada kesempatan pertama (perlu melakukan penghisapan mnelalui trakea untuk mengeluarkan mekoneum) sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidk efektif (tidak mengembangkan dada) atau membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat badan sangat rendah. Bila perlu kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi kompresi dan ventilasi dan memaksimalkan efisiensi VTP. Obat obat yang Digunakan pada Resusitasi Neonatus Obat Kadar Persiapan Dosis/cara Kecepatan/ perhatian

Epinefrin

1:10.000

1 ml

0,1-0,3 ml/kg iv atau ET

Berikan cepat Dapat dengan garam diencerkan larutan fisiologis

sampai 1-2 mL bila Volume Expanders Darah lengkap Albumin salin Garam fisiologis Natrium bikarbonat Ringer laktat 0,5 mEq/mL (cairan 4,2%) 20 buah semprit 10 mL yang telah diisi 40 mL 10 mL/kg iv diberian secara ET Berikan selama 5-10 menit Berikan melalui pipa semprit atau tetesan intravena mL/2 2 meq?kg (4 Berikan pelan pelan mL/kg) dalam waktu paling sedikit bila dalam Nalokson Hidroklorit 0,4 mg/mL 1 mL 1 mg/mL 0,1 mg/kg (0,25 mL/kg) 1 mL 0,1 mg/kg Iv,et,im,sq bayi 2 sudah ventilasi menit.berikan hanya

efektif Berikan cepat Iv, ET diutamakan. IM, SQ dapat pula digunakan.

(0,1 mL/kg

Tindakan-tindakan lain dalam resusitasi Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi yang sebelumnya menderita gawat janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat obat-obat analgesia/anestesia dalam persalinannya, pada bayi prematur, dan sebagainya. Tentang penggunaan obat-obat analeptik sepeti lobelin, Koramin, Vandid, dan lainlain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksia berat bahkan merupakan kontraindikasi untuk penggunaannya. Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morphin

atau pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu yang diberikan pada ibu selama persalinan.

You might also like