Professional Documents
Culture Documents
Pemimpin Redaksi Surat Kabar Harian Rakyat Bengkulu Di Bengkulu Dengan hormat, Bersama surat ini, saya melampirkan sebuah artikel opini dengan judul ASUMSI DAN SOLUSI KELANGKAAN BBM. Penulis berharap tulisan tersebut dapat dimuat pada kolom opini di surat kabar yang Saudara pimpin. Atas perhatian dan bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih. Hormat saya, Mardi sahendra Penulis Biodata Nama TTL Telp. Hp Alamat : Mardi Sahendra : Bengkulu, 20 Maret 1981 : 27147 : 0852-6862-1779 : Jalan Fatmawati No. 62 RT. 10 Kel. Penurunan Bengkulu 38224
BBM atau mengurangi stok. Apalagi pemerintah sudah berencana menaikan harga BBM. Pemerintah juga berpikir, di saat mereka ingin menggenjot popularitas mereka menjelang pemilu 2014, tentu sangat tidak populer kembali menaikan harga BBM. Apalagi sejak kenaikan BBM tersebut, inflasi pun juga ikut-ikutan naik, sehingga pendapatan masyarakat menjadi tergerus. Masyarakat butuh waktu adaptasi yang relatif lama untuk mengkaji ulang kebutuhan rumah tangga dan prioritas belanja rumah tangga. Di sisi lain pemerintah tidak ingin keuangan negara mengalami kolaps. Walaupun Wapres Boediono mengatakan tidak ada kenaikan harga BBM untuk saat ini, hal itu bukanlah sebuah jaminan. Sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dulu, Presiden SBY mengatakan tidak akan menaikan harga BBM, namun hal itu tidak ditepati oleh Presiden sendiri dengan berbagai alasan. Asumsi keempat adalah faktor pedagang eceran BBM yang tak terkendali. Saat ini banyak sekali penjual BBM eceran dadakan. Perbuatan tersebut berpengaruh terhadap kondisi kelangkaan BBM saat ini. Walaupun di SPBU telah dibuat larangan mengisi dirijen, namun masih banyak cara lain. Salah satu cara yang paling umum adalah mengisi tanki motor dan mobil secara full. Setelah itu BBM disedot kembali dan dijual kembali kepada pedagang eceran dengan harga selisi antara Rp 500,- s.d. Rp 1000,-. Selisih harga jual tersebut terus mengalami kenaikan ketika antrian kendaraan semakin banyak. Para pengecer juga memanipulasi persediaan BBM dengan cara menjual sedikit demi sedikit. Hal itu mengesankan bahwa BBM yang mereka miliki memang sedikit. Tidak mengherankan jika sekarang banyak bermunculan penjual BBM eceran dadakan. Bahkan pernah harga eceran BBM tembus Rp 25.000,- /liter seperti yang terjadi di Kabupaten Muko-muko dan Rejang Lebong. Bahkan ada penjual eceran yang datang ke kota bengkulu untuk membeli BBM, dan kembali menjualnya di daerah mereka masing-masing dengan selisih harga yang jauh. Asumsi terakhir adalah faktor jumlah kendaraan bermotor dan industri yang meningkat. Salah satu kendaraan bermotor yang paling banyak saat ini adalah sepeda motor. Hal ini tentu menyebabkan angka permintaan BBM meningkat. Namun, hal itu tidak diimbangi jumlah BBM yang disalurkan. Solusi yang ditawarkan melalui tulisan ini adalah pemerintah segera melakukan pengerukan alur masuk ke pelabuhan pulai baai. Seharusnya hal ini sudah dilakukan, karena pemerintah daerah propinsi Bengkulu telah menetapkan PT Pathway Indonesia (PI) untuk melakukan pengerukan tersebut. PT PI sendiri adalah pemenang tender investasi di propinsi bengkulu. Sayangnya saat ini 3
pengerukan itu belum dilakukan. Hal ini terbukti adanya kapal pemasok BBM yang kandas di pulau baai. Kejadian itu sungguh disesalkan mengingat BBM merupakan kebutuhan pokok dan bisa mempengaruhi kondisi perekonomian dan produktivitas kerja di daerah. Sangat tidak produktif sekali harus mengantri berjam-jam untuk beberapa liter BBM. Yang jelas, efek domino dari kelangkaan BBM akan memukul telak pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satunya disebabkan oleh biaya operasional yang membengkak. Untuk itu, pemerintah harus sesegera mungkin melakukan pengerukan tersebut. Jangan sampai ada kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah daerah propinsi bengkulu yang tak kunjung bisa memerintah PT PI untuk melakukan kewajibannya. Solusi kedua, pemerintah daerah harus melakukan kerja sama dengan pihak berwajib untuk menindak tegas para spekulan atau penimbun BBM. Kedua belah pihak harus menghukum para penimbun BBM dengan hukuman yang seberat-beratnya karena telah melakukan makar dan bisa menyebabkan social anarchi. Sedikit saja dipicu, maka daerah ini akan luluh-lantak dengan kerusuhan sosial. Maka dari itu, untuk menghindarinya kerusuhan sosial, hukuman berat harus diberikan kepada penimbun BBM tanpa pandang bulu. Termasuk juga pengelola SPBU yang memainkan meteran pengisi BBM. pemerintah dan polisi seharusnya mengoptimalkan aparat intelejen yang akan menangkap aksi-aksi para penimbun BBM. Hukumlah mereka dengan hukuman yang bisa membuat mereka jera dan tidak punya kemauan untuk mengulangi perbuatannya lagi. Aparat hukumlah yang tahu hukuman yang tepat buat para penimbun BBM tersebut. Solusi ketiga, pemerintah segera membatasi ruang gerak pengecer BBM. Artinya, pemerintah dan pertamina harus mengeluarkan lisensi atau izin bagi pejual eceran resmi yang terbatas. Artinya minyak tidak bisa dijual semaunya saja tanpa ada izin resmi dari pemerintah daerah dan pertamina. Namun, beri kemudahan dan nilai investasi yang kecil untuk membuat pusat penjualan BBM di bawah SPBU. Pengeluaran izin itu juga harus ketat dan selektif. Ini artinya, penjual eceran sangat dibatasi dan disesuaikan dengan titik-titik strategis berdasarkan kecamatan atau lebih kecil lagi di tingkat kelurahan. Setiap kecamatan atau kelurahan memiliki stasiun kecil pengisian bahan bakar umum (SKPBU). Namun, lebih disarankan dibuat pada tingkat kecamatan. Tentunya alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan yang ada di SPBU. Solusi ini sangat direkomendasikan untuk diterapkan oleh pemerintah daerah dan pertamina. Dengan slogan, HANYA ADA DI INDONESIA.
*Penulis adalah pengelola situs www.mardisahendra.blogspot.com dan Fasilitator Teknis Program SCDRR PKPU-UNDP Indonesia.