You are on page 1of 13

2. KARAKTERISTIK GENETIK POPULASI 2.1.

Konstitusi Genetik Populasi Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang menempati habitat tertentu. Dalam konteks genetika, populasi adalah kumpulan individu yang membentuk kumpulan gen (gene pool) yang merupakan kumpulan gamet reproduktif dari suatu generasi dan dapat digunakan untuk membentuk generasi selanjutnya. Gene pool adalah total seluruh gen yang ada dalam gamet dari suatu pupulasi tertentu. Individu-individu dalam populasi datang dan pergi, tetapi gen-gennya tetap ada sepanjang waktu. 2.1.1. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Gen (Frekuensi Alel) Gen adalah materi pembawa sifat yang diwariskan dari tetua kepada zuriatnya. Genotipe merujuk pada susunan gen. Jika A melambangkan suatu gen maka AA melambangkan genotipe. Dalam diskusi topik ini, penyebutan gen dan alel, yang merujuk pada gen pasangan pada suatu lokus, digunakan secara bergantian sesuai kebutuhan. Genotipe dapat menjadi atribut populasi atau individu. Untuk populasi tanaman menyerbuk sendiri yang berupa galur murni, maka genotipe merupakan atribut populasi karena semua individu suatu galur murni memiliki susunan gen yang sama. Untuk populasi tanaman menyerbuk silang yang merupakan varietas bersari bebas, maka genotipe merupakan atribut individu karena susunan gen tiap individu pada populasi bersari bebas akan berbeda-beda. Bila populasi tanaman menyerbuk silang tersebut merupakan varietas hibrida hasil persilangan tetua galur murni, maka genotipe merupakan atribut populasi karena semua individu dari varietas tersebut memiliki genotipe yang sama, yaitu heterozigot pada semua lokus. Frekuensi genotipe dan frekuensi gen, selanjutnya disebut frekuensi alel, merupakan karakteristik genetik suatu populasi. Frekuensi genotipe adalah nisbah individu bergenotipe tertentu terhadap keseluruhan individu dalam populasi. Frekuensi alel adalah nisbah gen tertentu terhadap keseluruhan gen dalam populasi. Dengan mengambil model diploid, frekuensi genotipe homozigot dominan dan homozigot resesif serta heterozigot berturut-turut dapat dilambangkan dengan P, Q, dan H. Frekuensi suatu gen dengan model diploid tersebut dilambangkan sebagai p, sedangkan frekuensi alel pasangannya dilambangkan sebagai q. Sebagaimana lazimnya, nilai frekuensi total adalah satu, dengan demikian P+H+Q = 1 dan p+q = 1. Penghitungan penentuan frekuensi genotipe dan frekuensi alel disajikan pada contoh berikut.

Contoh 2.1. Menentukan frekuensi genotipe dan frekuensi alel suatu populasi Suatu populasi yang terdiri atas 1000 individu diploid memiliki konstitusi genetik sbb: Genotipe Jumlah individu .. AA 300 Aa 500 aa 200

Maka frekuensi tiap genotipe dalam populasi tersebut adalah: Frekuensi genotipe AA (P) = 300 / 1000 = 0.3 Frekuensi genotipe Aa (H) = 500 / 1000 = 0.5 Frekuensi genotipe aa (Q) = 200 / 1000 = 0.2 Terlihat bahwa: P+H+Q = 0.3+0.5+0.2 = 1 Dalam populasi tersebut terdapat (2 x 1000) = 2000 gen A dan a. Frekuensi alel A (p) ........ ={(2x300)+(1x500)} / 2000 = {600+500} / 2000 = 1100 / 2000 = 0.55 Frekuensi alel a (q) ........ = {(2x200)+(1x500)} / 2000 = {400+500} / 2000 = 900 / 2000 = 0.45 Frekuensi alel total dalam populasi adalah 1, sebagaimana frekuensi genotipenya. Dari hitungan di atas: p+q = 0.55+0.45 = 1 Penghitungan frekuensi alel selain menggunakan cara sebelumnya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi frekuensi genotipe yang sudah diketahui menggunakan formulasi berikut: p=P+H q=Q+H Dari contoh 2.1, diketahui bahwa P = 0.3, H = 0.5, dan Q = 0.2. Sehingga: p = P + H = 0.3 + ( x 0.5) = 0.55 q = Q + H = 0.2 + ( x 0.5) = 0.45

2.1.2. Keseimbangan Hardy-Weinberg Dalam populasi besar alami yang tiap individunya memiliki peluang yang sama untuk kawin antar individu dalam populasi tersebut (suatu kondisi yang disebut kawin acak) dan tidak ada faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi genotipe atau frekuensi alelnya, maka frekuensi genotipe dan frekuensi alel populasi tersebut akan tetap sepanjang generasi. Populasi dalam keadaan tersebut dinamakan dalam keseimbangan Hardy-Weinberg dan dilambangkan sebagai populasi HWeq. Frekuensi genotipe atau frekeunsi gen suatu populasi dapat berubah oleh tiga hal, yaitu mutasi, seleksi, dan migrasi. Mutasi adalah perubahan 2

genetik suatu alel menjadi alel baru. Mutasi yang lazim terjadi adalah dari alel dominan ke alel resesif. Seleksi adalah kondisi atau tindakan yang mengakibatkan genotipe tertentu bertahan dalam populasi dan genotipe lainnya tersingkirkan, sedangkan migrasi adalah perpindahan individu keluar atau masuk ke dalam populasi. Dalam populasi HWeq, kawin acak berjalan sempurna, sehingga sesuai dengan teori peluang, maka frekuensi genotipe pada generasi berikutnya akan merupakan hasil penggandaan frekuensi alel yang membentuknya. Oleh karena itu bila diketahui frekuensi alel suatu populasi dengan model diploid adalah p dan q, maka frekuensi genotipe homozigot dominan (P), homozigot resesif (Q) dan heterozigot (H) pada generasi berikutnya adalah: P = p2, Q = q2, H = 2pq dan P+Q+H = 1. Contoh 2.2. Menduga frekuensi genotipe generasi selanjutnya Populasi dengan frekuensi genotipe seperti Contoh 2.1, yaitu : AA (P) = 0.3 A (p) = 0.55 Aa (H) = 0.5 a (q) = 0.45 aa (Q) = 0.2 sehingga frekuensi alelnya adalah : Maka dugaan frekuensi genotipe generasi selanjutnya adalah : P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Perhatikan bahwa P+Q+H = 0.3025+0.2025+0.495 = 1 Bila tidak ada keterpautan (linkage), kondisi HWeq akan tercapai setelah satu kali kawin acak. Konstitusi genetik populasi setelah HW eq tercapai tidak akan berubah sepanjang generasi selama faktor-faktor pengubah frekuensi alel tidak bekerja, yaitu tidak ada migrasi, mutasi, dan seleksi. Perlu diperhatikan bahwa yang menentukan konstitusi genetik populasi HWeq adalah frekuensi alelnya, bukan frekuensi genotipe tetua. Dalam populasi HWeq maka bila frekuensi salah satu genotipe diketahui maka frekuensi genotipe lainnya dapat diduga. Misalnya, bila frekuensi genotipe resesif (Q) diketahui, maka frekuensi alel resesif (q) merupakan akar kuadrat dari frekuensi genotipenya. Contoh 2.3. Menentukan apakah suatu populasi dalam keadaan HW eq Dari Contoh 2.1 dan 2.2: AA (P) = 0.3 Aa (H) = 0.5 aa (Q) = 0.2 A (p) = P+ H = 0.55 a (q) = Q+ H = 0.45 P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 3

Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Perhatikan bahwa P-H-Q P-H-Q, hal tersebut menunjukkan bahwa populasi awal (P,Q,H) belum dalam keadaan HWeq P-H-Q adalah frekuensi genotipe setelah HW eq tercapai, dalam hal ini dengan asumsi tidak ada keterpautan sehingga dengan satu kali kawin acak maka populasi akan mencapai HWeq. Contoh 2.4. Frekuensi genotipe populasi setelah HWeq adalah tetap Dari Contoh 2.1 dan 2.2 AA (P) = 0.3 Aa (H) = 0.5 aa (Q) = 0.2 Populasi belum HWeq a (q) = Q+ H = 0.45 Populasi sudah HWeq A (p) = P+ H = 0.55 P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Frekuensi alel setelah HWeq adalah: p = P+ H = 0.3025+()(0.495) = 0.55 q = Q+ H = 0.2025+()(0.495) = 0.45 Frekuensi genotipe generasi selanjutnya setelah HW eq adalah: P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Konstitusi genetik populasi tetap setelah HWeq tercapai Contoh 2.5. Penentu konstitusi genetik populasi setelah HWeq adalah frekuensi alel Populasi I: AA (P) = 0.3 Aa (H) = 0.5 aa (Q) = 0.2 populasi I belum HWeq A (p) = P+ H = 0.55 a (q) = Q+ H = 0.45 P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Populasi II: AA (P) = 0.4 Aa (H) = 0.3 aa (Q) = 0.3 populasi II belum HWeq A (p) = P+ H = 0.55 4 populasi I sudah HWeq Perhatikan bahwa P Q H = P Q H

a (q) = Q+ H = 0.45 P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Populasi III: AA (P) = 0.1 Aa (H) = 0.7 aa (Q) = 0.2 populasi III belum HWeq A (p) = P+ H = 0.55 a (q) = Q+ H = 0.45 P = p2 = (0.55)2 = 0.3025 Q = q2 = (0.45)2 = 0.2025 H = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495 Perhatikan bahwa ketiga populasi walaupun awalnya memiliki frekuensi genotipe yang berbeda dan belum mencapai HW eq, tetapi karena memiliki frekuensi alel yang sama, maka frekuensi genotipe setelah HW eq adalah sama Contoh 2.6. Menduga frekuensi genotipe pada populasi HW eq Sifat non-agouti pada tikus dikendalikan oleh gen resesif, misalnya dilambangkan a. Bila dari suatu pertanaman padi diketahui frekuensi tikus nonagouti (aa) adalah 50.9%, maka : frekuensi genotipe aa (Q) = q2 = 0.509, maka frekuensi alel a (q) = q2 = 0.509 = 0,713 sehingga: - frekuensi alel A (p) = 1 q = 1 0.713 = 0.287 - dugaan frekuensi genotipe agouti (AA): P = p2 = (0.287)2 = 0.0824 - frekuensi genotipe heterozigot (Aa): H = 2pq = 2(0.287)(0.713) = 0.409 populasi III sudah HWeq populasi II sudah HWeq

2.1.3. Perubahan Frekuensi alel Mutasi Mutasi yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah mutasi gen yang mengakibatkan suatu alel berubah menjadi alel baru. Mutasi biasanya dari alel dominan menjadi alel resesif, yang mengakibatkan frekuensi alel dominan dalam populasi berkurang sedikit demi sedikit dan sebaliknya frekuensi alel resesif bertambah. Meskipun pengaruh mutasi terhadap perubahan frekuensi alel dalam proses evolusi sangat kecil, peran pentingnya adalah menyediakan sumber keragaman yang terusmenerus. 5

Seleksi Seleksi, yaitu kondisi atau tindakan yang mengakibatkan genotipe tertentu bertahan dalam populasi sedangkan genotipe lainnya tersingkirkan. Seleksi merupakan kekuatan utama yang dapat menimbulkan perubahan frekuensi alel dalam populasi. Pengaruh seleksi dapat diukur dengan membandingkan jumlah individu sebelum dan sesudah seleksi, dan hal tersebut merupakan ukuran fitness, atau daya hidup, dari suatu genotipe dalam populasi. Adapun koefisien seleksi (s) adalah ukuran kekuatan yang bekerja pada masing-masing genotipe untuk menurunkan nilai adaptifnya. Koefisien ini merupakan ukuran tingkat kegagalan suatu genotipe untuk hidup atau berkembangbiak. Hubungan koefisien seleksi dengan fitness (fitness relatif) suatu individu dalam populasi ditunjukkan dalam formulasi berikut : s = 1 W. Seleksi melawan individu homozigot resesif tidak dapat menghilangkan alel resesif dari suatu populasi, karena individu heterozigot akan bersilang dan menghasilkan individu homozigot resesif pada generasi berikutnya. Walaupun demikian, seleksi dapat menurunkan frekuensi alel resesif dalam populasi. Populasi yang frekuensi genotipe resesifnya rendah tidak berarti bahwa alel resesifnya sedikit, karena sebagian besar alel resesif tersebut terdapat dalam genotipe karier (heterozigot) bukan dalam genotipe homozigot resesif. Dalam keadaan ini, sangat sukar untuk menurunkan frekuensi alel resesif dengan membuang genotipe homozigot resesif, atau dengan mencegah persilangan antar individu homozigot resesif. Migrasi Migrasi merupakan perpindahan individu baru ke dalam suatu populasi atau keluarnya individu dari suatu populasi. Dengan kata lain merupakan aliran gen (gene flow) dari suatu populasi ke populasi lain. Migrasi yang besar dapat menimbulkan perubahan dalam populasi resipien secara evolusioner. Perubahan frekuensi alel akibat migrasi ditentukan oleh proporsi migran yang masuk ke dalam populasi asli dan perbedaan frekuensi alel dari kedua populasi itu Arti penting migrasi adalah dapat memasukkan ragam genetik ke dalam populasi sehingga dapat dilakukan seleksi, mencegah isolasi sempurna dari kedua populasi, perpindahan migran terus menerus dapat mengubah arah evolusi, dan dapat meniadakan pengaruh penghanyutan genetik dengan introduksi alel baru ke dalam populasi.

2.2. Komposisi Genetik Nilai Populasi: Aksi gen (Gene Action) dalam Kaitannya dengan Nilai dan Ragam Dalam usaha pemuliaan tanaman, aksi gen ( gene action) akan menentukan tindakan yang akan dilakukan pemulia terhadap populasi yang ditanganinya. Aksi gen didefinisikan sebagai fungsi gen dalam mengendalikan fenotipe individu. Untuk karakter kuantitatif yang ditentukan oleh gen satu lokus dua alel, aksi gen dapat aditif atau dominan. Bila gen penentunya dua lokus, maka selain aksi gen aditif dan dominan juga terdapat aksi gen epistasis yang merupakan interaksi dari aksi gen antar lokus. Pada topik ini pembahasan dibatasi pada model genetik satu lokus dua alel. Penentuan aksi gen akan terkait dengan nilai genotipe tanaman. Dalam formulasi P = G + E, P adalah nilai fenotipe, G adalah nilai genetik, dan E adalah nilai lingkungan. P merupakan nilai suatu karakter tanaman yang berasal dari pengukuran secara langsung. G tidak pernah dapat ditentukan langsung melainkan melalui pendugaan. Dari formulasi tersebut, nilai P akan sama dengan nilai G bila E dijadikan mendekati nol melalui pengaturan perancangan, koreksi data, dan upaya lainnya. Sebagai ilustrasi adalah apabila suatu sifat ditentukan oleh gen satu lokus dengan dua alel, misal A dan a, maka macam genotipe individunya adalah aa, Aa dan AA. Dari formulasi P = G + E, bila nilai E diabaikan, maka P = G. Secara teoritik berlaku ketentuan, atau model, bahwa nilai genetik, atau biasa juga disebut pengaruh genetik (G) = nilai aditif (A) + nilai dominan (D) yang biasa ditulis sebagai : G=A+D Untuk mendeteksi apa sajakah komponen nilai genetik dari suatu populasi untuk sifat tertentu yang diamati, apakah hanya terdiri atas nilai aditif saja, ataukah terdiri atas nilai aditif dan dominan, dapat dilakukan plot nilai tiap genotipe. Bila nilai genotipe heterozigot tepat berada pada rata-rata nilai kedua genotipe homozigotnya, maka kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai G terdiri hanya dari nilai A, atau G = A, dan dikatakan bahwa aksi gen pengendali sifat yang dipelajari adalah aditif. Nilai genotipe heterozigot yang tidak berada tepat pada nilai rata-rata kedua genotipe homozigot menunjukkan bahwa G A yang berarti bahwa nilai G terdiri atas nilai A dan simpangannya sebesar D, dan secara umum aksi gennya disebut dominan, yang dapat berupa dominan parsial, dominan penuh, atau over dominan. Dengan demikian yang menentukan aksi gen pengendali suatu sifat pada suatu populasi adalah nilai genotipe heterozigot relatif terhadap nilai rata-rata kedua genotipe homozigotnya.

Genotipe homozigot : Genotipe heterozigot : Nilai Aksi gen : : aA4 (10)

aa aA3 20 aA2 (30)

MP aA1 40 aA2 (50)

AA aA3 60 aA4 (70)

Aditif Dominan parsial Dominan penuh Over dominan

Pada diagram di atas, MP (mid parent) adalah nilai rataan kedua genotipe homozigot, yaitu sebesar 40. Nilai genotipe aa dan AA berturut-turut adalah 20 dan 60. Genotipe heterozigot aA 1 nilainya sama dengan nilai MP, yaitu 40, maka aksi gen pengendali sifat pada populasi tersebut adalah aditif. Genotipe heterozigot aA 2 memiliki nilai diantara MP dan nilai genotipe homozigot, yaitu 30 atau 50, aksi gennya adalah dominan parsial. Bila nilai genotipe heterozigot sama dengan salah satu nilai genotipe homozigotnya, pada diagram ditunjukkan oleh genotipe heterozigot aA3 dengan nilai 20 atau 60, aksi gennya adalah dominan penuh. Genotipe heterozigot aA4 yang memiliki nilai di luar nilai genotipe homozigot, yaitu 10 atau 70, aksi gennya adalah over dominan. aa -a d Diagram di atas merupakan pendekatan lain penggambaran aksi gen pengendali suatu sifat. Diagram tersebut berasal dari koreksi nilai riil genotipe oleh nilai MP sehingga MP sama dengan nol. Bentang dari MP ke homozigot adalah a, jadi bentang antara dua homozigot adalah 2a, tanda negatif pada a (-a) menunjukkan arah homozigot di kiri MP. Simpangan dari MP ke heterozigot dilambangkan dengan d. Dengan demikian d = 0 menunjukkan aksi gen aditif, d < a menunjukkan aksi gen dominan parsial, d = a menunjukkan aksi gen dominan penuh, d > a menunjukkan aksi gen over dominan. Nilai tengah populasi (PM = population mean) dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil kali nilai tiap genotipe dengan masing-masing frekuensi genotipenya, baik berdasarkan nilai hasil pengamatan, selnajutnya disebut nilai riil, maupun nilai yang sudah dikoreksi dengan nilai tengah kedua homozigot (MP), selanjutnya disebut nilai terkoreksi. Aksi gen akan menentukan nilai tengah populasi. Pada aksi gen aditif maka nilai tengah populasi akan sama dengan nilai rata-rata kedua homozigot (PM = MP), sedangkan bila aksi gennya dominan maka nilai tengah populasi tidak akan sama dengan nilai rata-rata kedua homozigot (PM MP). Contoh 8 MP aA a AA

penghitungan nilai tengah populasi berdasarkan nilai riil suatu karakter dengan mengabaikan E, berarti dalam hal ini P = E, disajikan pada contoh 2.7. Pada contoh 2.8 disajikan penghitungan menggunakan nilai terkoreksi. Contoh 2.7. Penentuan nilai tengah populasi berdasarkan nilai hasil pengamatan karakter: pengaruh aksi gen Populasi I: aksi gen aditif Genotipe Nilai Frekuensi Nilai tengah (PM)

aa Aa AA PM 20 40 60 aa aA AA 0.25 0.5 0.25 = (0.25 * 20) + (0.5 * 40) + (0.25 * 60) = 5 + 20 + 15 = 40 PM (population mean) = MP (mid parent)

Populasi II: aksi gen dominan parsial Genotipe aa Nilai 20 Frekuensi 0.25 Nilai tengah (PM) = (0.25 * 20) = 5 + 25 = 45

Aa AA 50 60 aa 0.5 0.25 + (0.5 * 50) + (0.25 * 60) + 15

PM aA AA

Populasi III: aksi gen dominan penuh Genotipe aa Aa AA aa Nilai 20 60 60 Frekuensi 0.25 0.5 0.25 Nilai tengah (PM) = (0.25 * 20) + (0.5 * 60) + (0.25 * 60) = 5 + 30 + 15 = 50

PM AA aA

Contoh 2.8. Penentuan nilai tengah populasi berdasarkan nilai-nilai terkoreksi: pengaruh aksi gen Populasi I: aksi gen aditif Genotipe aa Aa AA Nilai 20 40 60 aa Frekuensi 0.25 0.5 0.25 a = (60 20) / 2 = 40/2 = 20 MP = (20 + 60) / 2 = 80/2 = 40 d = (Aa MP) = 40 40 = 0 Nilai tengah (PM) = (0.25 * a) + (0.5 * d) + (0.25 * a) = (0.25 * 20) + (0.5 * 0) + (0.25 * 20) = 5 + 0 + 5

PM aA AA

= 0 PM = MP Populasi II: aksi gen dominan parsial Genotipe aa Aa AA PM Nilai 20 50 60 aa aA AA Frekuensi 0.25 0.5 0.25 a = (60 20) / 2 = 40/2 = 20 MP = (20 + 60) / 2 = 80/2 = 40 d = (Aa MP) = 50 40 = 10 Nilai tengah (PM) = (0.25 * a) + (0.5 * d) + (0.25 * a) = (0.25 * 20) + (0.5 * 10) + (0.25 * 20) = 5 + 5 + 5 = 5 PM nilai riil = MP nilai riil + PM nilai terkoreksi = 40 + 5 = 45 Populasi III: aksi gen dominan penuh Genotipe aa Aa AA aa Nilai 20 60 60 Frekuensi 0.25 0.5 0.25 a = (60 20) / 2 = 40/2 = 20 MP = (20 + 60) / 2 = 80/2 = 40 d = (Aa MP) = 60 40 = 20 Nilai tengah (PM) = (0.25 * a) + (0.5 * d) + (0.25 * a) = (0.25 * 20) + (0.5 * 20) + (0.25 * 20) = 5 + 10 + 5 = 10 PM nilai riil = MP nilai riil + PM nilai terkoreksi = 40 + 10 = 50
PM AA aA

Nilai tengah populasi tidak hanya dipengaruhi oleh aksi gen melainkan juga oleh frekuensi masing-masing genotipe. Oleh karena itu perubahan nilai tengah suatu populasi mencerminkan perubahan frekuensi genotipe populasi tersebut. Contoh 2.9. Penentuan nilai tengah populasi: pengaruh frekuensi genotipoe Populasi I: aksi gen aditif Genotipe Nilai Frekuensi - 1 Frekuensi - 2 Nilai tengah -1 Nilai tengah - 2 aa 20 0.25 0.2 = 40 = (0.2 * 20) Aa 40 0.5 0.2 AA 60 0.25 0.6

PM aa aA AA

+ (0.2 * 40) + (0.6 * 60) 10

= 4 + 8 + 36 = 48 Populasi II: aksi gen dominan parsial Genotipe aa Aa AA Nilai 20 50 60 aa Frekuensi - 1 0.25 0.5 0.25 Frekuensi - 2 0.2 0.2 0.6 Nilai tengah - 1 = 45 Nilai tengah - 2 = (0.2 * 20) + (0.2 * 50) + (0.6 * 60) = 4 + 10 + 36 = 50 Populasi III: aksi gen dominan penuh Genotipe aa Aa AA aa Nilai 20 60 60 Frekuensi - 1 0.25 0.5 0.25 Frekuensi - 2 0.2 0.2 0.6 Nilai tengah - 1 = 50 Nilai tengah - 2 = (0.2 * 20) + (0.2 * 60) + (0.6 * 60) = 4 + 12 + 36 = 52

PM aA AA

PM AA aA

Ragam populasi bahan seleksi menjadi parameter penting yang menentukan dapat tidaknya populasi yang telah dibentuk diteruskan ke tahap pemuliaan selanjutnya. Keragaman yang tinggi memudahkan dalam seleksi. Bila tersedia dua populasi bahan seleksi dengan nilai tengah yang sama, maka yang lebih memberi harapan tercapai kemajuan genetik adalah yang ragamnya lebih besar. Meskipun demikian keragaman yang dikehendaki adalah keragaman karena faktor genetik. Formulasi untuk model satu lokus dua alel P = G + E untuk nilai tengah juga berlalu untuk ragam: VP = VG + VE, yaitu ragam fenotipik (VP) merupakan penjumlahan dari ragam genetik (VG) dan ragam lingkungan (VE). Ragam genetik sendiri terdiri atas tiga komponen bila gen pengendalinya dua lokus atau lebih, yaitu V G = VA + VD + VI, VA adalah ragam aditif, VD adalah ragam dominan, dan VI adalah ragam interaksi. Bila gen pengendalinya satu lokus maka tidak ada ragam interaksi sehingga modelnya menjadi: VG = VA + VD. Pengitungan ragam genetik suatu populasi dapat dilakukan menggunakan nilai riil ataupun nilai terkoreksi. Dengan mengabaikan ragam lingkungan, ragam genetik suatu populasi dihitung dari penjumlahan hasil kali frekuensi tiap genotipe dengan kuadrat nilai genotipe yang bersesuaian dikurangi kuadrat nilai tengahnya. Sebagaimana nilai tengah, ragam genetik suatu populasi juga dipengaruhi oleh aksi gen. Bila aksi gennya aditif maka ragam genetik terdiri hanya atas ragam aditif (VG = VA), sedangkan bila aksi gennya dominan maka ragamnya terdiri atas ragam 11

aditif dan ragam dominan (V G = VA + VD). Selain dipengaruhi oleh aksi gen, ragam genetik suatu populasi juga dipengaruhi olah frekuensi genotipe. Pada contoh berikut disajikan penghitungan ragam genetik suatu populasi dengan aksi gen dan frekuensi genotipe yang berbeda. Contoh 2.10. Ragam genetik suatu populasi: pengaruh aksi gen dan frekuensi genotipe Populasi I: aksi gen aditif Genotipe Nilai Frekuensi - 1 Nilai tengah - 1 Ragam genetik - 1

aa Aa AA 20 40 60 0.25 0.5 0.25 = 40 = [(0.25 * 202) + (0.5 * 402) + (0.25 * 602)] - 402 = [100 + 800 + 900] 1600 = 1800 1600 = 200 aa Aa AA 20 40 60 0.2 0.2 0.6 = 48 lihat contoh 2.9. = [(0.2 * 202) + (0.2 * 402) + (0.6 * 602)] - 482 = [80 + 320 + 2160] 2304 = 2560 2304 = 256

Genotipe Nilai Frekuensi - 2 Nilai tengah - 2 Ragam genetik - 2

Populasi II: aksi gen dominan parsial Genotipe aa Aa AA Nilai 20 50 60 Frekuensi - 1 0.25 0.5 0.25 Nilai tengah - 1 = 45 Ragam genetik - 1 = [(0.25 * 202) + (0.5 * 502) + (0.25 * 602)] - 452 = [100 + 1250 + 900] 2025 = 2250 2025 = 225 Genotipe Nilai Frekuensi - 2 Nilai tengah - 2 Ragam genetik - 2 aa Aa AA 20 50 60 0.2 0.2 0.6 = 50 lihat contoh 2.9. = [(0.2 * 202) + (0.2 * 502) + (0.6 * 602)] - 502 = [80 + 500 + 2160] 2500 = 2740 - 2500 12

= 240 Populasi III: aksi gen dominan penuh Genotipe aa Aa AA Nilai 20 60 60 Frekuensi - 1 0.25 0.5 0.25 Nilai tengah - 1 = 50 Ragam genetik - 1 = [(0.25 * 202) + (0.5 * 602) + (0.25 * 602)] - 502 = [100 + 1800 + 900] 2500 = 2800 2500 = 300 Genotipe Nilai Frekuensi - 2 Nilai tengah - 2 Ragam genetik - 2 aa Aa AA 20 60 60 0.2 0.2 0.6 = 52 lihat contoh 2.9. = [(0.2 * 202) + (0.2 * 602) + (0.6 * 602)] - 522 = [80 + 720 + 2160] 2704 = 2960 - 2704 = 256

13

You might also like