You are on page 1of 33

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK PEMERIKSAAN SPERMA BLOK LIFE CYCLE

KELOMPOK C1 DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK : META MUKHSININA NURVYNDA PRATIWI SARAH SHAFIRA ANISAH ASTIRANI KEYKO LAMPITA RHANI SABRINA TSALASA AGUSTINA RIZKA DANA PRASTIWI G1A010066 G1A010068 G1A010072 G1A010073 G1A010074 G1A010076 G1A010078 G1A009080

ASISTEN : Diana Verify H. G1A008051

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2011

BAB I TUJUAN

1.1 Tujuan

1.1.1 1.1.2 1.1.3

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan analisis sperma Mahasiswa mampu mengetahui makroskopis dan mikroskopis sperma Mahasiswa mampu menginterpretasi hasil pemeriksaan sperma

1.2 Manfaat

1.2.1 1.2.2

Mahasiswa mampu menganalisis sperma Mahasiswa mampu menginterpretasi hasil pemeriksaan sperma

BAB II DASAR TEORI

Analisa semen merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dapat menilai kesuburan dari seorang pria. Semen, atau secara sehari-hari disebut sebagai (air) mani serta cairan sperma, adalah cairan yang membawa sel-sel sperma yang dikeluarkan dari uretra (pipa di dalam penis) pada saat ejakulasi. Fungsi utama semen adalah

untuk mengantarkan sel-sel sperma untuk membuahi sel telur yang dihasilkan oleh ovum. Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku petunjuk WHO Manual for the examination of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction (WHO, 1999). Cara pengeluaran semen ada beberapa macam, yaitu : dengan cara masturbasi (onani), senggama terputus (coitus interruptus), pasca senggama, pemijatan prostat, pengeluaran memakai kondom dan sebagai-nya. Tetapi untuk keperluan analisis semen manusia hanya akan diuraikan mengenai masturbasi dan senggama terputus, karena hanya masturbasi dan senggama terputus sajalah yang memenuhi persaratan cara pengeluaran semen untuk dianalisis. Bila semen dibagi menjadi 3 porsi menurut urutan keluarnya, maka porsi I adalah hasil sekresi kelenjar bulbourethra dan kelenjar uretra, porsi II hasil sekresi kelenjar prostat dan biasanya porsi ini mengandung spermatozoa paling banyak yang berasal dari ampula dan epididimis. Porsi III yang paling banyak mengandung cairan berasal dari vesikula seminalis (Suhadi, 1978; Purwaningsih, 1997). Satu sendok teh cairan mani mengandung sekitar 21 kilojoules (kilo kalori) dan 200-500 juta sperma sehingga dapat diperkirakan sperma hanya menyusun satu persen saja dari cairan semen. Selain sperma, Sisanya sekitar 99 persen adalah cairan mani terdiri dari gula fruktosa, air, ascorbic acid (vitamin C), asam sitrat, enzim, protein, posfat, dan zinc.

Spermatogenesis

Proses gametogenesis pada laki-laki dimulai saat puber. Spermatogenesis yang dimulai saat pubertas, mencakup semua proses perubahan spermatogonia menjadi spermatozoa. Berikut adalah tahapan-tahapannya.

1.

Ketika seorang anak laki-laki mencapai pubertas pada usia 11 sampai 14

tahun, sel induk sperma (spermatogonium) menjadi diaktifkan oleh sekresi hormon testosteron. 2. Masing-masing spermatogonium membelah secara mitosis beberapa kali

untuk menghasilkan lebih banyak spermatogonium yang masing-masing berisi 46 kromosom (diploid (2n)) lengkap. 3. Masing-masing spermatongonium terus melakukan pembelahan mitosis

untuk menghasilkan sel anak, sedangkan sebagian lagi membesar menjadi spermatosit primer dan bergerak ke dalam lumen tubulus seminiferus. Oleh karena pembelahan terjadi secara mitosis maka spermatogonium dan spermatosit primer mempunyai 2n kromosom (diploid). 4. Spermatosit primer melakukan meiosis (tahap I) untuk menghasilkan dua

spermatosit sekunder yang berukuran lebih kecil dari spermatosit primer, oleh karena membelah secara meiosis maka spermatosit sekunder mempunyai 23 kromosom (haploid (n)). Spermatosit sekunder ini masing-masing memiliki 23 kromosom yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan satu kromosom kelamin (Y atau X). 5. Kedua spermatosit sekunder tersebut melakukan miosis (tahap II) untuk

menghasilkan dua sel lagi yang juga haploid, hasil pembelahan ini disebut spermatid yang tetap memiliki 23 kromosom, dan diperoleh empat spermatid. 6. Spermatid kemudian akan mengalami perubahan bentuk (deferensiasi)

menjadi spermatozoa matang tanpa mengalami pembelahan dan bersifat haploid (n)

23 kromosom. Perubahan bentuk ini dinamakan spermiogenesis. Keseluruhan proses spermatogenesis ini berlangsung sekitar 64 hari. Sel sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melalui sebuah proses rumit yang disebut dengan spermatogenesis. Dibentuk di dalam tubulus seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu : a) Hormon GnRH Hormon ini berfungsi untuk merangsang lobus hipofisa anterior untuk produksi hormon gonadotropin, FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). b) Hormon Testosterone Hormon ini berfungsi untuk membentuk sperma, terutama pembentukan spermatosit sekunder. c) Hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) Hormon ini berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis. d) Hormon LH (Luteinizing Hormone) Hormon ini berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosteron (yaitu suatu hormon kelamin yang penting untuk perkembangan sperma).

Gambar 2.1 Spermatogenesis Sumber : http://mustofaabihamid.blogspot.com/2010/06/sperma-vs-ovum.html

Spermiogenesis Serangkaian perubahan yang menyebabkan transformasi spermatid menjadi

spermatozoa disebut spermiogenesis. Perubahan-perubahan ini mencakup : a.Pembentukan akromosom yang menutupi separuh permukaan nukleus dan mengandung enzim untuk membantu penetrasi telur dan lapisan disekitarnya sewaktu fertilisasi. b.Pemadatan nukleus c.Pembentukan leher, bagian tengah, dan ekor d.Pengelupasan sebagian besar sitoplasma

Pada manusia, waktu yang dibutuhkan spermatogonia untuk berkembang menjadi spermatozoa matur adalah sekitar 74 hari, dan sekitar 300 juta sel sperma dihasilkan setiap harinya. Jika telah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke lumen tubulus seminiferus. Dari sini, sel ini didorong ke arah epididimis oleh elemen-elemen kontraktil di dinding tubulus seminiferus. Meskipun pada awalnya hanya bergerak sedikit, spermatozoa memperoleh motilitas penuhnya di epididimis.

BAB III ALAT & BAHAN

3.1. Alat : mikroskop pipet tetes gelas/tabung ukur kaca objek glass cover glass pipet leukosit bilik hitung Neubauer Improved (NI)

3.2. Bahan : semen NaCl fisiologis aquadest Larutan fikasasi etanol 95% : eter ( 1: 1) Cat Giemsa

BAB IV CARA KERJA

4.1. Syarat pengumpulan bahan:

4.1.1 4.1.2

Sediaan semen diambil setelah abstinensia minimal 48 jam sampai maksimal 7 hari dengan cara masturbasi Sediaan semen idealnya dikeluarkan dalam kamar yang tenang dalam laboratorium. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka sediaan harus dikirim ke laboratorium dalam waktu maksimal 1 jam sejak dikeluarkan

4.1.3

Sediaan semen dimasukkan ke dalam botol/gelas kaca bermulut lebar, yang ditulisi identitas penderita, tanggal pengumpulan dan lamanya abstinensia

4.1.4

Sediaan semen dikirim ke laboratorium pada suhu 20-400C

4.2. Pemeriksaan makroskopis Pemeriksaan ini meliputi 6 buah pemeriksaan yang dapat dilihat secara kasat mata, yaitu: 4.2.1. Warna

Diamati warna semen yang ada, apabila normal akan berwarna putih kelabu homogen. Kadang didapatkan butiran seperti jeli yang tidak mencair. Pada beberapa contoh warna abnormal misalnya apabila jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit, merah kecoklatan terdapat adanya sel darah merah, dan kuning terdapat pada penderita ikterus atau minum vitamin. 4.2.2. Bau Semen normal apabila dibaui akan menghasilkan bau seperti bunga akasia. 4.2.3. Likuefaksi (mencairnya semen) Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan. Normal : mencair dalam 60 menit, rata-rata 15 menit. 4.2.4. Volume Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca. Normal : > 2 ml. 4.2.5. Konsistensi Cara : Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan menetes Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum Normal : benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung pipet/jarum hanya sedikit. 4.2.6. pH Cara : Teteskan sampel pada kertas pH meter Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan kertas standar Normal Abnormal : pH 7,2 7,8 : pH > 7,8 infeksi pH < 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau epididimis

4.3. Pemeriksaan mikroskopis 4.3.1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma Cara : Teteskan 1 tetes sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan cover glass Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal. Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lapang pandang, pada suhu kamar Jumlah rata-rata sperma yang didapat dikalikan dengan 106 Jumlah rata-rata sperma yang didapat, juga digunakan sebagai dasar pengenceran saat penghitungan dengan bilik hitung Neubauer Improved Tabel 1. Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma

Jumlah sperma / lapang pandang (400x) < 15 15 40 40 200 > 200

Pengenceran 1:5 1 : 10 1 : 20 1 : 50

4.3.2. Motilitas sperma Cara :

Teteskan 1 tetes (10 15 mikroliter) sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan cover glass Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal Pemeriksaan dilakukan dalam 4 -6 lapang pandang pada 200 sperma, pada suhu kamar (180 240 C) Kecepatan gerak sperma normal adalah : 5 kali panjang kepala sperma atau setengah kali panjang ekor sperma atau 25 m/detik. Dilihat gerakan sperma dan diklasifikasikan sebagai berikut : (a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka (b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus (c) jika tidak bergerak maju (d) jika sperma tidak bergerak

Lakukan pemeriksaan ulangan dengan tetesan sperma kedua

4.3.3. Pemeriksaan vitalitas sperma Cara : Jika sperma motil < 50 % px vitalitas/sperma yang hidup dgn pengecatan supravital 1 tetes sampel segar + 1 tetes eosin 0,5% pd objek glass ditutup dgn cover glass 1-2 mnt diamati dgn mikroskop (pembesaran 400x) Hitung persentase jumlah sperma yang mati (terwarnai oleh cat) dengan yang hidup (tidak terwarnai oleh cat) Pemeriksaan ini untuk mengecek pemeriksaan motilitas persentese sel mati tidak boleh melebihi persentase sperma tidak motil 4.3.4. Morfologi sperma

Cara : Teteskan 1 tetes (10 15 mikroliter) sampel ke salah satu ujung objek glass Dengan objek glass kedua, dibuat apusan sampel seperti terlihat pada gambar

Sediaan dikeringkan di udara, selanjutnya difiksasi dengan etanol 95% : eter (1 : 1), biarkan sediaan kering Kemudian cat dengan Giemsa selama 30 menit, bilas dengan air bersih, keringkan dan preparat siap diperiksa Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal Pemeriksaan morfologi dilakukan pada 200 sperma meliputi kepala, leher dan ekor, kemudian hasil yang didapat dibuat persentase

Sperma 1

Normal

abnormal Kepala leher ekor

2 ...dst 200

4.3.5. Pemeriksaan elemen bukan sperma Cara : Dilakukan penghitungan sel selain sperma seperti leukosit, sel epitel gepeng dan sel lain yang ditemukan. Pengitungan dilakukan dalam 100 sperma ditemukan berapa sel lain selain sperma Penghitungan : C=NxS 100 C : jumlah sel dalam juta / ml N : jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma S : jumlah sperma dalam juta / ml 4.3.6 Pemeriksaan hitung jumlah sperma Cara : Siapkan hemositometer (pipet leukosit dan Bilik hitung NI) Pasang bilik hitung NI dibawah miroskop dengan pembesaran 100x atau 400x, cari kotak hitung seperti terlihat dalam gambar.

Gambar 3. Kotak dalam bilik hitung NI

Penghitungan dilakukan di kotak tengah yang terdiri dari 25 kotak sedang yang masing-masing didalamnya terbagi lagi menjadi 16 kotak kecil

Hisap semen sampai angka 0,5, kemudian hisap pengencer aquadest/NaCl fisiologis sampai angka 11 digunakan pengenceran 1 : 20. (Pengenceran lain dapat digunakan sesuai Tabel 1. Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma)

Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma yang ditemukan : jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10 hitung 25 kotak jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40 hitung 10 kotak jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40 hitung 5 kotak

Buatlah rata-rata jumlah sperma Selanjutnya hitunglah jumlah sperma dan faktor koreksinya dengan aturan seperti tertera dalam tabel 2

Tabel 2. Jumlah penghitungan kotak dan faktor koreksi jumlah sperma Jumlah kotak sedang yang dihitung Pengenceran 25 10 Faktor koreksi 1 : 10 1 : 20 1 : 50 10 5 2 4 2 0,8 2 1 0,4 5

BAB V HASIL

5.1. Hari tanggal praktikum : Kamis, 28 April 2011 5.2 Identitas probandus 5.3 Nama : Dirahasiakan Umur : 30 tahun

Pemeriksaan Makroskopis 5.3.1 5.3.2 5.3.3 5.3.4 5.3.5 5.3.6 Warna Bau Likuefaksi Volume Konsistensi pH : : : : : : putih kekuningan khas seperti bunga akasia sudah mencair dalam satu jam 2 cc normal 8

5.4. Pemeriksaan Mikroskopis 5.4.1 Pemeriksaan Estimasi Jumlah Sperma Lapang Pandang I : 30

Lapang Pandang II Lapang Pandang III

: :

35 29 30 + 35 +29 3 x 106 = 31.3 x 106

Jumlah rata-rata adalah

Jadi, menggunakan pengenceran 1 : 10

5.4.2

Pemeriksaan Motilitas Sperma Ditemukan 4 sperma berkriteria A pada satu lapang pandang dari total keseluruhan jumlah 20 sperma.

Keterangan : A = jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka B = jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus C = jika tidak bergerak maju D = jika sperma tidak bergerak

Hasil : Jadi, motilitas sperma adalah 20 %

5.4.3

Pemeriksaan Vitalitas Sperma

Dari keseluruhan 20 sampel sperma tidak ada yang terwarnai merah. Hal ini menandakan bahwa tidak ada sperma yang mati.

5.4.4

Pemeriksaan Morfologi Sperma Normal Abnormal Leher

Sperma 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Kepala

Ekor

5.4.5

Pemeriksaan Elemen Bukan Sperma

Ditemukan 6 leukosit dari 20 sperma

N S C

= = =

30 3.5 juta/ml N x S = 100 30 x 3.5 100 = 1.05 juta/ml

Keterangan : N S C = = = Jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma Jumlah sperma dalam juta/ml jumlah sel dalam juta/ml

5.4.6

Pemeriksaan Hitung Jumlah Sperma Pengenceran 1 : 10 Jumlah sperma dalam 1 kotak sedang adalah 31. Maka, penghitungan dilakukan di 10 kotak sedang Jumlah Sperma Kotak Sedang I : 12

Kotak Sedang II : Kotak Sedang III : Kotak Sedang IV : Kotak Sedang V : Kotak Sedang VI : Kotak Sedang VII : Kotak Sedang VIII: Kotak Sedang IX : Kotak Sedang X : Faktor Koreksi Jumlah sperma 4

10 15 14 15 13 16 18 16 11

14 x 106 = 3,5juta/ml 4

BAB VI PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan makroskopis terdapat enam macam indikator penilaian meliputi, pemeriksaan warna, bau, volume, konsistensi, likuefaksi dan pH. a. Pemeriksaan Warna Pada pemeriksaan warna didapat hasil warna putih kekuningan pada sperma yang menandakan bahwa sperma tersebut normal. Indikator warna sperma abnormal ditandai pada tiga kriteria meliputi, warna jernih yang berarti sperma yang terkandung didalam semen sedikit, warna kuning menunjukan sperma mengalami ikterik atau karena terlalu banyak mengkonsumsi vitamin yang mengandung banyak pewarnaan, warna merah kecoklatan pada sperma menunjukan adanya eritrosit atau pendarahan. (Davey, 2003)

b.

Pemeriksaan Bau Pemeriksaan bau didapat hasil bau yang khas seperti bunga akasia bau

semen yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat, sedangkan pada sperma abnormal tercium bau busuk yang menunjukan adanya infeksi di sperma tersebut. (Davey, 2003)

c.

Pemeriksaan Volume Pemerikasaan volume sperma setelah diukur pada tabung reaksi didapat

sperma dengan volume 2 cc yang menunjukan jumlah produksi semen tersebut

normal,

apabila

sperma

dinyatakan

dalam

jumlah

normal

dinamakan

normozoospermia adapaun aplikasi klinis pada pemeriksaan volume yaitu, hipospermia yang berarti cairan semen atau cairan pembawa semen sedikit. Hipospermia disebabkan oleh sumbatan saluran sperma, ejakulasi retrogad, infeksi tertentu , dan kelainan hormon.( www.klikdokter.com)

d.

Pemeriksaan Konsistensi Pemeriksaan konsistensi pada sperma menunjukan hasil yang normal yang

ditandai dengan cairan semen atau benang sperma yang tertinggal diujung pipet kurang dari 2 cm. Viskositas (kekentalan) semen dapat diukur setelah likuifaksi semen sempurna.

e.

Pemeriksaan Likuefaksi Pemeriksaan likuefaksi pada sperma menunjukan hasil yang normal dengan

waktu pencairan kurang lebih 60 menit. Hal ini dikarenakan rentang waktu pengambilan sampel dengan waktu pemeriksaan lebih dari 60 menit. Liquefaksi terjadi karena daya kerja dari enzim enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim.

f.

Pemeriksaan pH Pemeriksaan pH pada sperma menunjukan kisaran angka 8 yang

menadakan suatu kenormalan pada sperma tersebut. Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 7,8. pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak (terinfeksi oleh kuman gram (-)), mungkin juga karena

kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya. pH yang rendah terjadi karena peradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak. (Sudoyo, dkk, 2009) Analisis sperma selain dengan pemeriksaan makroskopis juga dilakukan pemeriksaan makroskopis. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan estimasi jumlah sperma, motilitas sperma, morfologi sperma, pemeriksaan elemen bukan sperma, pemeriksaan hitung jumlah sperma, dan pemeriksaan vitalitas. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah sperma probandus normal atau abnormal.

A.

Pemeriksaan Elemen bukan Sperma Pemeriksaan elemen bukan sperma dilakukan untuk menghitung sel selain

sperma seperti sel leukosit, sel epitel gepeng dan sel lain yang ditemukan. Penghitungan ini dilakukan dalam 100 sperma. Dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap sperma probandus ditemukan 6 leukosit dari 20 sperma. Sehingga dapat dihitung jumlah sel dalam juta/ml yaitu mengkalikan jumlah leukosit yang dihitung dalam 20 sperma dengan jumlah sperma dalam juta/ml (penghitungan dengan bilik ukur NI) hasil yang diperoleh yaitu 1,05 x 106 / ml. Jumlah leukosit dalam sperma probandus sudah melebihi batas normal karena kandungan leukosit normal yaitu 100 ul. Leukosit yang banyak dalam sperma menunjukkan adanya infeksi. ( Benson, 2009 ) Jika hasil analisis semen abnormal atau borderline, harus ditinjau kembali riwayat medis pria selama 2-3 bulan sebelumnya, mengingat spermiogenesis memerlukan waktu 74 hari. Analisis spera ulangan harus dilakukan 1-2 minggu kemudian untuk perbandingan. Jika terdapat kelainan bermakna yang menetap, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli urologi yang mengkhususkan diri dalam bidang infertilitas. ( Benson, 2009 ) Pemeriksaan Estimasi Jumlah Sperma

Lapang Pandang I Lapang Pandang II Lapang Pandang III

: : :

30 35 29 30 + 35 +29 3 x juta = 31.3 juta

Jumlah rata-rata adalah

Jadi, menggunakan pengenceran 1 : 10

Dalam percobaan ini, jumlah sperma masih dikatakan normal, karena untuk hasil jumlah sperma pengencerannya digunakan untuk pemeriksaan hitung jumlah sperma.

B.

Pemeriksaan Motilitas Sperma Ditemukan 4 sperma berkriteria A pada satu lapang pandang dari total keseluruhan jumlah 20 sperma.

Keterangan : A = jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka B = jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus C = jika tidak bergerak maju D = jika sperma tidak bergerak

Hasil : Motilitas sperma adalah 20 %

Dengan klasifikasi gerakan sperma bergerak cepat dan lurus ke muka dikatakan sperma tersebut kurang berkwalitas, karena dari 20 sperma hanya 4 yang baik. Ini disebabkan beberapa faktor, yaitu karena usia sperma dalam pengambilan dan pemeriksaan terdapat renggang waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan sperma mati atau memiliki kualitas buruk.

C.

Morfologi Sperma Morfologi berarti merujuk pada bentuk sperma yang telah dilakukan

pengecatan. Pewarnaan dan pengecatan dengan kualitas tinggi sangat penting ketika melakukan morfologi sperma.Morfologi sperma perlu diperiksa dan diketahui untuk mengetahui apakah bentuk dari sperma normal atau abnormal. Batasan normal adalah > 30 % (WHO) bila kurang dari itu disebut teratozoospermia. Bentuk atau morfologi sperma yang abnormal dapat menandakan infertilitas pada laki-laki. Evaluasi yang dilakukan meliputi yaitu kepala, leher, dan ekor pada 20 sperma. Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan morfologi sperma probandus normal. Kriteria untuk morfologi sperma yang normal yaitu : Kepala : berbentuk oval, akrosom menutupi 1/3-nya, panjang 3-5 mikron, lebar s/d 2/3 panjangnya Leher (midpiece) : langsing (<1/2 lebar kepala), panjang 2 kali panjang kepala, dan berada dalam satu garis lengan sumbu panjang kepala Ekor : batas tegas, berupa garis panjang 9 kali panjang kepala.

Gambar : Morfologi sperma

Gambar : Kelainan Morfologi Sperma

D.

Pemeriksaan Vitalitas Sperma Pada pemeriksaan vitalitas sperma didapatkan hasil sampel sperma yang

digunakan 100% hidup, tidak ada yang mati. Hal ini dibuktikan dengan keseluruhan 20 sperma tidak ada yang terwarnai oleh eosin. Spermatozoa yang tidak bergerak, belum tentu mati. Adakalanya lingkungannya tidak cocok, spermatozoa tidak bergerak. Tetapi kalau keadaan lingkungannya suatu ketika baik, ada kemungkinan spermatozoa bergerak lagi. Maka dari itu perlu dibedakan lagi antara spermatozoa yang hidup dengan spermatozoa yang mati. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan vitalitas spermatozoa. Untuk memeriksa vitalitas spermatozoa, dilakukan pengecatan eosin. Tujuannya untuk membedakan dan mengetahui sperma yang hidup dan yang mati. Prinsip pemeriksaan ini yaitu sampel sperma dibuat hapusan, diwarnai, dikeringkan dan diperiksa sperma yang mati dan yang hidup dibawah mikroskop. Spermatozoa yang mati akan berwarna merah. Spermatozoa yang hidup akan terlihat tidak berwarna. Nilai Normalnya 75 % atau lebih spermatozoa yang hidup. Spermatozoa yang mati berwarna kemerahan karena dinding spermatozoa rusak, zat warna masuk ke dalam sel. Spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna karena dinding sel masih utuh, tak dapat ditembus zat warna.

E.

Pemeriksaan hitung jumlah sperma Tujuannya yaitu untuk mengetahui jumlah sperma yang terdapat dalam

sampel sperma yang diperiksa. Pada pemeriksaan hitung jumlah sperma rata-rata ditemukan 14 sperma yang dihitung dalam 10 kotak sedang dengan pengenceran 1 : 10, jumlah sperma dihasilkan 3,5 juta / ml semen. Penghitungan menggunakan bilik hitung pipet ditepi Improved kaca penutup. Neubauer Nilai Normal : 20 atau 70 juta Burker. / ml Masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung

Untuk mempermudah penghitungan didalam bilik hitung dapat digunakan pipet eryhtrosit sebagai pipet pengencer. Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan pengencer Natrium bikarbonat maka dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer. Didapatkan kesimpulannya termasuk Oligozoospermia yaitu jumlah sperma < 20, % motil 50 dan % morfologi 50. Hal ini bisa dikarenakan sampel telah rusak karena lama dari pengeluaranke laboratorium lebih dari 1 jam sehingga banyak yang mati. Bisa juga karena faktor dari probandus. Jumlah sperma yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: faktor genetik (kromosom), suhu tinggi, kelainan organ reproduksi, saluran kemih dan hormon, kurang nutrisi dan vitamin (vitamin C, selenium, zinc, folat). kemoterapi, obesitas, merokok, alkohol, logam berat, dsb. faktor psikologis: stres, panik, depresi. faktor lingkungan: air yang tercemar.

BAB VII KESIMPULAN

BAB VIII DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. 2009. Infertilitas dan Hal-Hal yang Berkaitan . Dalam : BS Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC. Halaman 283. Davey, Patrick. 2003. At A Glance Medicine. Jakarta : EGC. Halaman 282. Sadler, Thomas W. 2010. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta : EGC. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC. Sono, Onny Pieters., 1978. Diktat Kuliah Analisa Sperma. Biomedik FK Unair. Suarabaya. (unpublished). Halaman 13-14. Sudoyo, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing. Halaman 2171. WHO. 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human Semen and SpermCervical Mucus Interaction. Fourth Edition. Cambridge University Press. Hlm 19-22.

You might also like