You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak, cairan serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal ( 75 ml), dan darah ( 75 ml), otak (1400 g). Adapun penyebab dari peningkatan tekanan intra cranial antara lain; Tumor primer atau metastasis, hemoragia otak, hematoma subdural, abses otak, hidrosefalus akut, nekrosis otak yang diinduksi oleh radiasi. Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ; 1. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah 2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus. 3. Muntah sering proyektil B. Rumusan Masalah Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa peningkatan TIK (Tekana Intra Kranial) adalah suatu peningkatan tekanan yang terjadi pada tulang tengkorak yang dapat mengakibatkan herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta dapat menyebabka kematian. C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui serta memahami tentang peningkatan TIK dan perkembangan ilmu yang dimiliki serta kesembuhan pasien 2. Tujuan Khusus Agar diperoleh pengetahuan tentang definisi dari peningkatan TIK Agar diperoleh pengetahuan tentang etiologi dari peningkatan TIK Agar diperoleh pengetahuan tentang patofisiologi dari peningkatan TIK
1

kaitannya dengan tindakan keperawatan guna menunjang

Agar diperoleh pengetahuan tentang manifestasi klinis dari peningkatan TIK

D. Manfaat Penelitian Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui bagaimana patofisiologi terjadinya peningkatan TIK serta tanda dan gejala umum atau manifestasi klinis yang biasa terjadi pada orang yang menderita peningkatan TIK. E. Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini yaitu menggunakan metode kepustakaan, yang dilakukan dengan membaca dan mengutip beberapa buku dan media internet yang berhubungan dengan peningkatan TIK.

BAB II
2

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap (Morton, et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006). Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005). CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah ratarata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi (Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP (Black&Hawks, 2005). B. Anatomi Fisiologi Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal ( 75 ml), dan darah ( 75 ml), otak (1400 g).
3

1. Cairan Serebrospinal Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang mengelilingi otak dan korda spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara CSS dan jaringan saraf terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa. Walaupun CSS dibentuk dari plasma yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan glukosanya berbeda dari plasma. CSS dibentuk sebagai hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif melintasi kapiler-kapiler khusus kedalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateralis. Jaringan kapiler yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus koroideus. Setelah berada didalam ventrikel, CSS mengalir kebatang otak. Melalui lubang-lubang kecil dibatang otak, CSS beredar kepermukaan otak dan korda spinalis. Dipermukaan otak, CSS masuk ke sistem vena dan kembali ke jantung. Dengan demikian CSS terus-menerus mengalami resirkulasi melalui susunan saraf pusat. Apabila saluran CSS diventrikel mengalami sumbatan, maka dapat terjadi penimbunan cairan. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan didalam atau dipermukaan otak. 2. Sawar Darah Otak Sawar darah otak mengacu kepada kemampuan sistem vaskular otak untuk memanipulasi komposisi cairan interstisium serebrum sehingga berbeda dibandingkan dengan cairan interstisium dibagian tubuh lainnya. Sawar darah otak terbentuk dari sel-sel endotel yang saling berkaitan erat dikapiler otak, dan dari sel-sel yang melapisi ventrikel yang
4

membatasi filtrasi dan difusi. Fungsi transfor khusus mengatur cairan apa yang keluar dari sirkulasi umum untuk membasahi sel-sel otak. Sawar darah otak melindungi sel-sel otak yang halus dari pajanan bahan-bahan yang pontensial berbahaya. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus sawar darah otak. Otak menerima aliran darah otak sekitar 15% curah jantung. Tingginya tingkat aliran arah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus akan glukosa dan oksigen. 3. Otak Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan.metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan system efektor perifer tubuh, dan fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Otak terdiri dari batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan serebrum. Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intrakranial. C. Etiologi 1. Volume intrakranial yang meninggi (Adams RD 1989) Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh: Tumor serebri Infark yang luas Trauma Perdarahan Abses Hematoma ekstraserebral

2. Dari faktor pembuluh darah


5

Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis. 3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus D. Patofisiologi Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005). Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005). Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak.

Bertambahnya massa dalam tengkorak

Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal

Terbentuknya edema sekitar tumor

Mekanisme kompensasi dari peningkatan tekanan intrakranial

Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal

hidrosefalus Herniasi unkus atau serebelum

Herniasi menekan mesensefalon Hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak

Kompresi medulla oblongata

Henti pernafasan, nausea, muntah proyektil

Gangguan perfusi jaringan serebral, Bersihan jalan napas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif, Nutrisi kurang dari kebutuhan

Traksi dan pergeseran struktur pekanyeri dalam rongga intrakranial

Nyeri kepala Pembengkakan papila saraf optikus

Papiledema

E. Manifestasi Klinik Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat dilihat seperti : 1. Nyeri Kepala Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher. 2. Muntah Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu. 3. Kejang Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa posterior. 4. Papil edema Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak. 5. Gejala lain yang ditemukan: 5

False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor yaitu : i. Tumor lobus frontalis Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian: apatis dan masa bodoh euforia

Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut. Bila masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan hemiplegi kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan menyebabkan afasia motorik dan disartri. ii. Tumor lobus parietalis Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger agnosia. iii. Tumor lobus temporalis Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang yang didahului oleh auraolfaktorius, atau halusinasi visual dari bayangan yang kompleks. Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia. iv. Tumor lobus oksipitalis Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa kilatan sinar yang tidak berbentuk. v. Tumor fossa posterior Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial. Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian. F. Pengkajian Pasien dengan TIK 6

Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu (Black&Hawks, 2005) : 1. Pemeriksaan GCS. GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius (Black&Hawks, 2005). 2. Tingkat kesadaran. Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tngkat kesadaran berlanjut dan rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal (Black&Hawks, 2005). 3. Respon pupil. Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi: kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil (Black&Hawks, 2005). 4. Gerakan mata. Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan (diskonjugasi), catat dan segera laporkan. 5. Tanda tanda vital. Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa. 6. Pemeriksaan saraf kranial. Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerkaan ekstraokular, gag refleks, pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya.

Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data lain dari klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat. G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto Polos Kepala Pada Anak: a. Sutura melebar Pada umur 7 tahun sutura mulai mendekati dimana hal ini mungkin terlihat setelah umur 14 atau 15 tahun. Keadaan ini tidak terlihat setelah umur 25 atau 30 tahun. (Meschan, 1985) Satura yang melebar ini terutama jelas terlihat pada sutura koronaria dan sutura sagitalis serta jarang terlihat pada sutura lambdoidea (Sutton D,1980; Chapman S, 1985) b. Ukuran kepala yang membesar Ukuran kepala yang membesar dijumpai pada: Ventrikel yang membesar Pada hidrosefalus ditemukan ventrikel yang membesar, misalnya disebabkan oleh suatu stenosis aquaduktus Sylvii, Arnold Chiari Malfornation atau Dendy Walker Cyst Ventrikel yang normal Dijumpai pada oedema serebri, space ocuping lesion dan megalencephaly c. Craniolacunia Craniolacunia adalah suatu gambaran menyerupai alur yang berbentuk oval atau seperti jari pada tabula interns dengan diantaranya terdapat bony ridge. Tanda ini terlihat pada neonatus sampai bayi berumur 6 bulan. Keadaan ini 1985) d. Erosi dorsum sellae Pada anak-anak erosi dorsum sellae merupakan tanda lanjut dari tekanan tinggi intrakranial. Untuk terjadinya erosi dorsum sellae membutuhkan waktu beberapa minggu. Keadaan ini hanya terlihat pada 30% kasus dengan tekanan tinggi intrakranial. Jika erosi dorsum sellae tidak disertai dengan sutura yang 8 berhubungan dengan myelomeningocele, ecephalecele, stenosis aquaductus sylvii dan arnold chiari malformation (Sutton D, 1980; Chapman S,

melebar, umumnya hal ini disebabkan oleh lesi fokal pada daerah sella (Sutton D, 1980)

e. Bertambahnya convolutional marking f. Untuk suatu tekanan tinggi intrakranial bertambahnya convolutional marking tidak dapat dipercaya. Dalam keadaan normal keadaan ini bervariasi antara umur 4-10 tahun (Chapman S, 1985) Pada dewasa a. Erosi dorsum sellae Pada orang dewasa biasanya terjadi erosi dorsum sellae dan merupakan gambaran yang khas. Pada tekanan tinggi intracranial yang lama seluruh dorsum sellae mungkin tidak jelas terlihat. Sebenarnya erosi prossesus posterio dan dorsum sellae disebabkan oleh tekanan dari dilatasi ventrikel III dan pada umumnya ditemukan pada penderita dengan tumor pada fossa posterior dan hidrosefalus. Erosi sellae oleh karena tekanan tinggi intrakranial harus dibedakan dari lesi destruksi lokal. Selain daripada adenoma pituitaria yang terdiri atas meningioma, chordoma, craniopharyngioma dan aneurisma (Sutton D, 1980) b. Pergeseran kelenjar pineal Pada proyeksi Towne dengan kualitas filma yang baik, kelenjar pineal terlihat terletak di garis tengah. Jika terjadi pergeseran dari kalsifikasi kelenjar pineal lebih dari 3 mm pada satu sisi garis tengah,menunjukkan adanya massa intrakranial. Pada umumnya sebagai penyebabnya adalah tumor intrakranial, tetapi lesi seperti subdural hematom dan massa non neoplastik dapat menyebabkan hal yang sama (Sutton D dan Chapman S) c. Kalsifikasi Patologi Pada space occupying lession dapat terlihat adanya kalsifikasi yang patologik. Keadaan ini terlihat dengan gambaran radiologik kira-kira pada 5%-10% kasus (Sutton D, 1980) 2. COMPUTERIZED TOMOGRAPHY / CT SCAN CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta mempunyai ketepatan yang tinggi. Masa tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang dapat berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada parenkhim dapat merubah struktur normal ventrikel, dan juga dapat menyebabkan serebral edema yang akan terlihat 9

berupa daerah hipodensiti. Setelah pemberian kontrast, akan terlihat kontrast enhancement dimana tumor mungkin terlihat sebagai daerah hiperdensiti. Kelemahan CT Scan menurut Davuis (1976) kurang mengetahui adanya tumor yang berpenampang kurang dri 1,5 cm dan yang terletak pada basis kranii (Wesiberg L) 3. MAGNETIC RESONANCE IMAGING MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan sebelum terjadinya kelainan morfologi. 4. Angiografi serebral. Untuk mengetahui deviasi pembuluh darah. H. Penatalaksanaan Medis A. Penatalaksanaan Umum Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah sistol 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah : 1. 2. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45, dengan tujuan memperbaiki venous return Mengusahakan tekanan darah yang optimal Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK. 3. 4. 5. Mencegah dan mengatasi kejang Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri Menjaga suhu tubuh normal < 37,5C Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK. 6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya selsel neuron. 10

7. 8.

Hindari kondisi hiperglikemia Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.

9.

Atasi hipoksia Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK.

10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg) 11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan. B. Tatalaksana Khusus 1. Mengurangi efek massa Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa. Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%. 2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang. 3. Mengurangi volume cairan serebrospinal Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.

11

Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU. 4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika CPP <60 mmHg. (CPP = MAP-TIK). 5. Mengurangi volume darah intravaskular Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat. Indikasi hiperventilasi a. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut : Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial. Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut kemunduran neurologis. b. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik. Hindari ventilasi bila : a. Jangan digunakan untuk profilaksis b. Hindari hiperventilasi yang panjang Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu, pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik serebri c. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg d. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg 12

Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%. 6. Terapi osmotik Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah. a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound. b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam. Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut: 1. Menurunkan TIK : a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit. b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan dari parenkim otak. 2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai berikut :

13

a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK. b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya. c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obatobatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya. Tabel. Terapi osmotik Pemberian Efek samping Digunakan Salin Dapat diberikan dg Overload volume, edem Ingin hipertonik infus berlanjut, pulmonal, hipernatremia meningkatkan memperbaiki CPP, ekstrim, rebound edema volume atau meningkatkan volume, serebri saat tapering, memperbaiki efektif dlm insufisiensi renal, CPM CPP menurunkan TIK pada (central pontine pasien yg refrakter dg myenolysis) mannitol Mannitol Dapat digunakan Deplesi volume, harus Ingin untuk melalui jalur perifer, penuh urine output diuresis bolus dengan salin, khususnya pada TBI dan SAH, hipotensi, rebound edema serebral, hipernatremia, insufisiensi renal 7. Pilihan lainnya : a. Totilac : merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac mengandung ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan kation (sodium, potasium, kalsium). Sodium, kation di ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas sehingga memperbaiki hemodinamik. Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di mitokondria, dimana oksidasinya akan menghasilkan energi yang sama dengan glukosa. Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung. Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat. 14

Hindari bila CHF dekompensata, hati-hati jika hiponatremia baseline > 24 jam. Gagal ginjal, hipotensi

b. Barbiturat : bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena efek sedatifnya, supresi jantung. c. Induksi hipotermia hingga 32-34C dapat menurunkan CBF dan TIK dengan menurunkan metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1C akan menurunkan metabolisme oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia, koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia d. Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam. Tabel. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut Langkah Rasional Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum) Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis dan hipertensi karena gerakan, tensing abdominal musculature Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada Menurunkan volume intrakranial IVC (intraventricular catheter) Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml volumeplasma CBF TIK, salin 23% osmolalitas serum air di otak Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2 Menurunkan pCO2 CBF TIK > 25 mmHg) Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental Sedatif, TIK, terapi kejang, kemungkinan 2,5 mg/kg iv 10 menit neuroprotektif *lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika osmolalitas serum > 320 mOsm/L.

I. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a) Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan bahan kimia yang bersifat carcinogenik. b) Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan penglihatan atau penglihatan double. c) Identifikasi adanya perubahan perilaku klien. 15

d) Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi. e) Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia. f) Observasi adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis). g) Observasi tingkat kesadaran menggunakan GCS dan tanda vital. h) Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit. i) Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran. j) Laboratorium: - Jika tidak ada kontraindikasi: lumbal pungsi. k) Radiografi: CT scan. Foto Polos Kepala MRI

B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Intervensi. 1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi a. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar. b. Pantau tanda vital tiap 4 jam. c. Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300. d. Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa. e. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan.

16

f. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya. g. Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningaktan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. h. Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilanagn autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh. i. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK. j. Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. k. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK. l. Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau mennadakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.

17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak, cairan serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal berkisar antara 5 dan 15 mmHg (millimeter air raksa). Adapun tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya; hipertermia, perubahan motorik dan sensorik, perubahan berbicara, kejang. Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ; nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah, papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus, muntah sering proyektil. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri.

18

B. Saran Didalam penulisan makalah ini,penulis menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari lupa dan salah, maka dari itu penulis sangat mengharapkan Kritikan maupun Saran dari Ustad/ustadzah, teman-teman, atau siapa saja yang membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Gallo. 2001. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta.


Copyright 2010 Noertika Rustam.

Ed. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. UGM. Yogyakarta. 19

Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Eliastam, Sternbach, Bresler. 2003. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. EGC. Jakarta. Prince, Wilson . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta Satriawan, I Kadek Eric. Asuhan Keperawatan Peningkatanan Tekanan Intra Kranial. Available from: http://www.ericsatriawan.co.cc/2012/06/asuhan-kepera watan-peningkatanan.html Weisberg L. Cerebral computed tomography. 2nd ed. Philadelphia ; WB Sounders, 1984; 193-202 Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 501-508

20

21

You might also like