You are on page 1of 36

KTI RENDAHNYA PENGGUNA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS XX PERIODE APRIL 2010 s/d APRIL 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana. Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu titik sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan.

Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru Program KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi Keluarga berkualitas 2015 untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, Harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2003 ). Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata. Sementara ini kegiatan Keluarga Berencana masih kurangnya dalam pengunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD). (www. bkkbn. go. id, 2005). Berdasarkan prasurvey di Puskesmas Kramat Jati bahwa pengguna alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang khususnya IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Pada umumnya PUS (Pasangan Usia Subur) yang telah menjadi akseptor KB lebih banyak menggunakan pil, suntik dan kondom. Namun pada akhir-akhir ini akseptor lebih dianjurkan untuk menggunakan program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu alat kontrasepsi spiral (IUD), susuk (Implant) dan kontap

Intra uterine device (IUD) Metode ini lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan (www.bkkbn.go.id,1998). Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Kramat Jati Periode April 2010 s/d April 2011 .

1.2 Perumusan Masalah Masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD pada tahun 2010 yaitu sebesar menjadi pada tahun 2011 di puskesmas Kramat Jati. Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di puskesmas Kramat Jati periode april 2010 s/d april 2011 1.3 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Diharapkan dapat memberikan data yang akurat tentang Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di Puskesmas kramat jati. 1.2.2 Tujuan Khusus 1) Mengetahui distribusi frekuensi rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di puskesmas kramat jati periode april 2010 s/d april 2011 2) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat dari status ekonomi akseptor. 3) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat dari faktor usia akseptor.

4)

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat dari paritas akseptor.

5)

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat dari tingkat pendidikan akseptor.

6)

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat dari efek samping IUD pada akseptor.

1.3 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dari penulisan karya tulis ilmiah ini penulis melakukan pengambilan data dengan rekam medik pada akseptor KB di puskesmas kramat pada tahun 2011

1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Bagi Bidan dan Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan atau bidan dalam bekerja sesuai dengan standart pelayanan dan dapat mengembangkan ilmu dan menambah wawasan serta pengalaman.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan 1) Dapat memberikan keterampilan melalui bimbingan pengetahuan kepada mahasiswa yang akan menjadi tenaga kesehatan nantinya. 2) Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan menambah buku referensi tentang keluarga berencana di perpustakaan. 1.4.4 Bagi Mahasiswi

Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan baik teori maupun praktek tentang alat kontrasepsi IUD. 1.4.5 Bagi ibu Meningkatkan pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dan dapat memilih alat kontrasepsi yang tinkat keeftifannya tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Akseptor adalah PUS (Pasangan Usia Subur) yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi atau mencegah kehamilan baik dengan obat, alat, maupun operasi untuk mengatur kehamilan (Saifudin, 2003). Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, sehingga kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma (Wiknjosastro, 2003). Di Indonesia alat kontrasepsi yang telah dikembangkan menjadi program adalah pil, suntik, AKDR, implan dan kontap pria (BKKBN, 2003). AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptif. (Manuaba, 1998)

Indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita yang telah mempunyai anak hidup satu atau lebih, ingin menjarangkan kehamilan, sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi, tidak cocok memakai kontrasepsi hormonal, berusia diatas 35 tahun. Kontra indikasinya kehamilan, peradangan panggul, perdarahan uterus abnormal, karsinoma organ-organ panggul, disminorea berat, anemia berat dan pembekuan darah.( Sinopsis obstetri, 1998 ) 2.2 Mekanisme kerja AKDR sebagai alat kontraseptif Bagaimana mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti, tetapi kerjanya bersifat lokal. 2.2.1 Mekanisme kerja lokal AKDR sebagai berikut:

1) AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leokosit, makrofag, dan limposit. 2) AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitas spermatozoa. 3) Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi. 4) Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi.

2.2.2 1)

Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam penelitian. Keuntungan AKDR

AKDR dapat diterima masyarakat dunia dan menempati urutan ketiga dalam pemakaian. Keuntungan AKDR non hormonal adalah: 1) Sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama ( 1 kegagalan dalam 125 170 kehamilan). segera setelah pemasangan. 3) Metode jangka panjang 4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. 5) Tidak mempengaruhi hubungan sexual. 6) Meningkatkan kenyamanan sexual karena tidak perlu takut untuk hamil. 7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (Cu T-380A). 8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. 9) Dapat dipasang segera setelah melahiran atau sesudah abortus. 10) Dapat digunakan sampai menopause. 11) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

Keuntungan AKDR hormonal adalah: a. Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe.

b. Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae (Ashermans Syndrome). 3) Kerugian AKDR 1) Kerugian AKDR Non hormonal: Efek samping yang umum terjadi:

1. Perubahan siklus haid. 2. Haid lebih lama dan banyak. 3. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. 4. Disaat haid lebih sakit. Komplikasi lain: 1. Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. 2. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar). 3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS. 4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 5. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. 6. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena kehamilan normal. fungsi AKDR untuk mencegah

2) Kerugian IUD hormonal: a. Jauh lebih mahal dari Cu IUD.

b. Harus diganti setelah 18 bulan. c. Lebih sering menimbulkan perdarahan mid-siklus dan perdarahan bercak (spotting)

d. Insidens kehamilan ektopik lebih tinggi. Efek samping dan komplikasi IUD hormonal dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: a. Pada saat insersin :

1. Rasa sakit atau nyeri. 2. Muntah, keringat dingin

3. Perforasi uterus. Efek samping dan komplikasi IUD dikemudian hari: 1. Rasa sakit dan perdarahan. 2. Infeksi. 3. Kehamilan intra uterine. 4. Kehamilan ektopik. 5. Ekspulsi 6. Komplikasi lain

2.3 Kapan waktu pemasangan AKDR 1. Bersamaan dengan haid 2. Segera setelah bersih haid / pada masa akhir haid. 3. Pada masa nifas. 4. Tiga bulan pasca persalinan 5. Hari kedua-ketiga pasca persalinan. Pemasangan AKDR pasca persalinan tidak perlu menunggu haid, karena ada kemungkinan bahwa seorang wanita dapat hamil tanpa didahului haid pasca persalinan. 2.3.1 Kapan AKDR tidak dapat dipasang AKDR tidak dapat dipasang pada keadaan: a. Terdapat infeksi genetalia. Menimbulkan eksaserbasi (kambuh) infeksi.

2.3.2

Keadan patologis lokal : frungkle, stenosis vagina, infeksi vagina. Dugaan keganasan serviks. Perdarahan dengan sebab tidak jelas. Pada kehamilan : terjadi abortus, mudah perforasi, perdarahan, infeksi. Pemeriksaan ulang AKDR Setelah pemasangan AKDR perlu dilakukan kontrol medis dengan jadwal :

2.3.3

Satu minggu / dua minggu setelah pemasangan. 1 bulan pasca pemasangan 3 bulan kemudian Setiap 6 bulan berikutnya. 1 tahun sekali. Bila terlambat haid 1 minggu Perdarahan banyak dan tidak teratur. Pencabutan AKDR AKDR dapat dicabut sebelum waktunya bila dijumpai:

o Ingin hamil kembali. o Leukorea, sulit diobati dan klien menjadi kurus. o Terjadi infeksi. o Terjadi perdarahan. o Terjadi kehamilan. 2.4 Efektifitas. Efektifitas Mirena untuk menilai adalah 99,9 persen. Mirena harus diganti setiap lima tahun.

2.4.1

Efek samping dan resiko kesehatan Berbeda dengan IUD tembaga, hormonal IUD menurun jumlah darah haid dan haid Cramping. Utama efek samping dari hormonal IUD digunakan adalah abnormal vaginal bleeding. Beberapa perempuan tidak terduga, light menstrual flow, sedangkan banyak mungkin tidak mengalir sama sekali. Kebanyakan perempuan lapor kegelisahan dan Cramping selama dan setelah insersi IUD. Jarang, pengguna mungkin akan mengalami infeksi panggul dalam tiga bulan pertama dari penempatan, karena dapat memperkenalkan proses masuknya kuman ke dalam rahim. Meskipun sebagian besar resiko infeksi dengan IUD terjadi pada saat insersi, banyak penyedia layanan perawatan terus timbangkan resiko infeksi pada pasien. saling setia pada pasangan adalah yang terbaik untuk pencegahan terhadap infeksi. Hormonal IUD tidak melindungi terhadap Penyakit Menular Seksual.

2.4.2

Bagaimana menggunakan hormonal IUD Jika memutuskan pada hormonal IUD, dokter akan memasang alat dan memberikan informasi tentang penggunaannya. Tidak ada pemeliharaann yang diperlukan, namun harus memeriksakan IUD string sekali sebulan untuk memastikan alat masih ada. Setelah pencabutan, kesuburun kembali normal dan segera.? (Yuyun Triani, 2008)

2.5 Faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD 2.5.1 Pendidikan Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. (koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001)

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Dengan pendidikan yang tinggi seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi pula. Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman yang terjadi karena interaksi manusia dan lingkungannya, baik fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efektif (Tirtahardja & Lasula, 2002) Pendidikan seseorang terkait dengan kemampuan seseorang untuk mempelajari perilaku yang berhubungan dengan perilaku sehat. Tetapi atau tidaknya perilaku juga dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya paendidikan yang merupakan factor predisposisi, tetapi juga factor enbling, dan reinforcing, yang mempunayai kaitan erat satu dengan yang lain. (L. W. Green, 1980). Secara umum pendidikan dibagi menjadi pendidikan rendah (SLTA kebawah), dan pendidikan tinggi (SLTA, keatas).

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan akan semakin meningkat. Pendidikan dianggap memiliki peran penting dalam menentukan kualitas manusianya, lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, implikasinya, semakin tinggi, pendididkan seseorang akan semakin berkualitas (Hurlock, 2002). Menurut Saleha, 2008 Pendidikan adalah formal yang pernah ditempuh seseorang untuk mendapatkan pengetahuan sampai dengan memperoleh ijazah terakhir. Menurut Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan (perilaku) kearah yang diinginkan, pendidikan mencakup pengalaman, pengertian, dan penyesuaiart diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju kearah pertumbuhan dan perkembangan. 2.5.2 Umur

Umur adalah telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, umur dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35 tahun ( Depkes RI, 2000 ). Semakin tua atau dewasa seseorang atau mempresepsikan dirinya lebih muda terkena atau rentan terhadap kesakitan atau sakit dibandingkan dengan yang lebih muda usianya, sehingga dapat menjadi pendorong untuk terjadinya prilaku pencegahan. Survey wanita Indonesia yaitu umur < 20 tahun, 20-34 tahun, dan > 35 tahun (Manuaba, 1998). Umur adalah Variable yang telah diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi, yaitu pada angka kesulitan ataupun angka kematian (Notoatmodjo, 2003)

2.5.2 Paritas Paritas merupakan jumlah kelahiran hidup dan mati dari suatu kehamilan 28 minggu keatas yang pernah dialami ibu. Paritas sebanyak 2-3 kali merupakan paritas paling aman dirinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tingi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. (Sarwono Prawirohardjo, 2006) 2.5.3 Penghasilan Pengertian penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang. Tingkat penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD.(Dahlan, 2007 )

2.5.4 Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan suami / istri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi penggunaan KB IUD pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah banyak menggunakan KB IUD karena jangka panjang pemakaian di karena kan ibu sibuk. Namun pada ibu yang tidak bekerja banyak menggunakan KB suntik karena mempunyai banyak waktu dirumah Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang sampai saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan. 2.6 Kerangka Konsep Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini menggunakan kerangka teori yang menguraikan lebih lanjut Gambaran faktor- faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD.

Variabel Independen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pendidikan Umur Paritas Penghasilan Pekerjaan 5

Variabel Dependen

Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 di dalam kerangka konsep terdiri dari dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent.

1. 2. 3. 4. 5.

Umur Pendidikan Paritas Pekerjaan Penghasilan

Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD

3.2 Definisi Operasional No 1 Variabel Akseptor KB IUD Definisi Operasional Responden yang menggunakan alat kontrasepsi KB IUD 2 Umur Rentan hidup responden yang sehat baik fisik maupun mental yang dihitung dalam tahun sejak responden lahir sampai dengan ulang tahun saat penelitian dilakukan 3. Pendidikan Tingkat ilmu pengetahuan yang didapat secara formal Cheklist Rekam 0. SD Medik 1. SMP 2. SLTA 3.Akademi/PT Ordinal Cheklist Rekam 0.<20 tahun Medik 1.20-34 tahun 2.>35 tahun Interval Cara Alat Hasil Ukur Ukur Ukur Cheklist Rekam 0. Ya Medik 1. Tidak Skala Nominal

No

Variabel

Definisi Operasional yang pernah responden ikuti sampai menerima ijazah

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

4.

Paritas

Paritas merupakan jumlah kelahiran hidup dan mati dari suatu kehamilan 28 minggu keatas yang pernah dialami ibu

Cheklist Rekam 0. Primipara Medik 1. Multipara 2.Grande Multipara

Ordinal

5.

Pekerjaan

Aktifitas yang dilakukan selain aktifitas rutin sebagai ibu rumah tangga dari sebelum menggunakan kontrasepsi sampai saat

Ceklist

Rekam 0. Bekerja Medik 1. Tidak bekerja

Nominal

No

Variabel

Definisi Operasional penelitian dilakukan mendapat gaji atau upah

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Penghasilan Hasil atau pendapatan yang di peroleh dari suatu pekerjaan

Ceklist

Rekam 0. Baik Medik (> 2 Juta) 1. Sedang (1 2 Juta) 2. Buruk (< 1 juta)

Nominal

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Desain penelitian ini bersifat survey deskripsi dengan pendekatan Cross Sectional, dimana variabel bebas (Independen Variabel) dan dari variabel terikat (Dependen Variabel) dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. 4.2 Populasi dan Sample 4.2.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang menggunakan kontrasepsi di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 sejumlah 3476 akseptor. 4.2.2 Sampel Sampel penelitian adalah seluruh ibu yang menggunakan KB IUD di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 4.3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. 4.3.2 Waktu Penelitian Penelitian di lakukan pada tanggal 20 Juni 2011

4.4 Jenis dan Cara Pergambilan Data 4.4.1 Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data yang di ambil dari rekam medik di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. 4.4.2 Pengumpulan Data Data di kumpulkan dengan menggunakan data sekunder, kemudian di lakukan pengumpulan data dengan berdasarkan data yang di peroleh dari rekam medik atau data pasien. 4.5 Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan teknik manual meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 4.5.1 Editing Data Melakukan proses pemeriksaan di lapangan sehingga mendapat data yang akurat untuk pengolahan data yang selanjutnya, Kegiatan yang di lakukan adalah mengamati dan memeriksa data yang sudah terkumpul dari rekam medik. 4.5.2 Coding Data Proses Pemberikan kode jawaban yang akan di analisa atau di masukan dalam pencatatan yang bertujuan menyingkat data yang didapat dengan jalan pemberian kode-kode tertentu. 4.5.3 Transfering Setelah pengkodean selesai dilakukan maka data yang berupa kode di pindahkan kedalam suatu media yang mudah ditangani atau di olah. 4.5.4 Tabuling Data

Tabulasi data yang sudah ada di hitung jumlahnya berdasarkan variabel dan kategori penelitian dengan menggunakan metode tally, sehingga frekuensi setiap data berdasarkan variabel dapat diketahui. 4.5.5 Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi tertekstular. 4.6 Teknik Analisa Data Pada hasil pengolahan data dilakukan analisa secara univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang di teliti. Analisa ini dilakukan dengan cara mentabulasi data kemudian di susun dalam tabel sesuai dengan pariabel yang di teliti yang di hitung dengan rumus

Keterangan : X N F : Jumlah yang didapat : Jumlah sampel : Jumlah populasi

BAB V HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rengasdengkloktahun 2011. Dengan menggunakan data tahun 2010, hasil penelitian yang berjudul gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok. Akan di gambarkan pada setiap variabel sebagai berikut : Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Metode Kontrasepsi Pil Suntik IUD MOW Jumlah

Jumlah 689 2584 68 135 3476

Presentasi 19.82 74.34 1.96 3.88

Dari tabel 5.1 diketahui Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 3476 yang menggunakan kontrasepsi terbanyak pada kontrasepsi suntik yaitu sebesar 2584 responde (74.34%) sedangkan yang menggunakan kontrasepsi IUD hanya 68 responden (1.96 %).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Umur < 20 Tahun 20 - 35 Tahun > 35 tahun Jumlah

Jumlah 0 46 22 68

Presentasi 0.00 67.65 32.35 100 %

Dari Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki persentasi tertinggi pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 46 akseptor (67.65 %) dan yang memiliki persentasi terendah terdapat pada kategori umur dari < 20 tahun yaitu 0 akseptor (0.00 .%)kesm

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Pendidikan SD SMP SMA Akademi / PT Jumlah

Jumlah 4 10 46 8 68

Presentasi 5.88 14.71 67.65 11.76 100

Dari Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki persentasi tertinggi adalah yang berpendidikan SMA sejumlah 46 akseptor (67.65 %) dan yang memiliki persentasi terendah adalah yang berpendidikan SD sejumlah 4 akseptor (5.88 %).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas Rengasdengklok 2010.

Paritas Primipara ( 1) Multipara (2-4) Grandemultipara (> 4 anak) Jumlah

Jumlah 6 42 20 68

Presentasi (%) 8.83 61.76 29.41 100 %

Dari tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 68 Responden yang memiliki persentasi tertinggi pada kategori multipara sejumlah 42 akseptor ( 61.76 %) dan yang memiliki persentasi terkecil adalah kategori primipara sejumlah 6 akseptor (8.83 %). Program IUD pada penelitian tersebut berhasil, di karenakan multi para pada ruang lingkup penelitian tersebut sudah tidak ingin memiliki anak lagi.

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Pekerjaan Berkerja Tidak Bekerja Jumlah

Jumlah 53 15 68

Presentasi 77.94 22.06 100

Dari Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki persentasi tertinggi adalah Ibu yang bekerja sejumlah 53 akseptor (77.94%) dan yang memiliki persentasi terkecil adalah ibu yang tidak bekerja sejumlah 15 akseptor (22.06 %).

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Umur Baik (>2 juta) Sedang (1-2 juta) Buruk ( 1 juta) Jumlah

Jumlah 16 29 23 68

Presentasi 23.53 42.65 33.82 100

Dari Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki persentasi tertinggi adalah penghasilan sedang (1- 2 juta) sejumlah 29 akseptor (42.65 .%) dan yang memiliki persentasi terandah adalah penghasilan baik (>2 juta) sejumlah 16 ibu (23.53 .%).

BAB VI PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah didapatkan maka peneliti akan membahas hasil penelitian sebagai berikut : 6.1 Usia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok usia yang tertinggi pada kelompok usia lebih 20 35 tahun sejumlah 67,65% (46 akseptor), sedangkan yang terendah pada kelompok usia < 20 tahun sejumlah 0.00 % (0 akseptor). Menurut hasil penelitian Hartono (1991) yang dikutip Andi (2001), bahwa semakin tua seseorang semakin bijaksana dan matang sehingga ibu yang berumur lebih yang cenderung lebih memperhatikan kesehatannya. Tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori diatas, bahwa ibu yang berusia 20-30 tahun semakin bijaksana dan alat reproduksinya yang telah matang untuk proses kehamilan dan melahirkan. Sehingga lebih cenderung memperhatikan kesehatan dengan menggunakan KB IUD untuk kontrasepsi yang digunakannya. 6.2 Pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Rengasdengklok diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok pendidikan jumlah akseptor terbanyak adalah pada ibu pendidikan SMA sebesar 67,65% (46 orang). Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. (koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001) Hal ini menyimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan SMA memiliki pengetahuan yang luas dan daya tangkap yang cukup baik dalam mendapatkan informasi. 6.3 Paritas Ditinjau dari paritas distribusi frekuensi akseptor KB IUD yang tertinggi pada paritas 2 4 adalah jumlah tertinggi yaitu sebesar 42 akseptor (61.76 %) dibandingkan dengan paritas 1 yang sejumlah 6 orang (8,83%). Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Sarwono Prawirohardjo, 2006)

6.4 Pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok pekerjaan didapatkan akseptor KB IUD yang bekerja lebih banyak yaitu sejumlah 77,94% (53 orang) dan paling sedikit sejumlah 15 orang (22,06% )

Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang sampai saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan. 6.5 Penghasilan Berdasarkan hasil penelitian akseptor KB IUD berdasarkan kelompok pengadilan didapatkan akseptor KB IUD yang berpenghasilan sedang (1- 2 juta) lebih banyak yaitu sejumlah 29 akseptor (42.65 .%). Penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang. Tingkat penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD. (Dahlan,2007)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 7.1.1 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD sejumlah 68 akseptor (1.96%), di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. Hal ini menunjukan bahwa akseptor menyadari pentingnya untuk menunda kehamilan demi tercipta keluarga sejahtera dan berkualitas. 7.1.2 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD usia 20 35 tahun sejumlah 46 ibu (67,65%). Karena pada usia 20 35 tahun adalah usia produktif untuk menggunakan kontrasepsi dan ibu lebih memilih kontrasepsi IUD dikarenakan sangat efektif dan efek samping sangat kecil. 7.1.3 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut pendidikan adalah berpendidikan SMA tinggi sebanyak 46 akseptor (67,65%), sedangkan yang terendah (SD) sejumlah 4 akseptor (5,88 %), hal ini menunjukan bahwa pendidikan yang tinggi pengetahuannya sudah bagus dikarenakan informasi tentang keuntungan dan kerugiannya dari kontrasepsi IUD lebih banyak diketahui yang berpendidikan tinggi. 7.1.4 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut paritas yaitu multipara sejumlah 42 ibu (61,76%), hal ini menunjukan multipara yang sudah ber KB mempunyai pengalaman dan telah benar-benar mantap dalam menggunakan KB yang diinginkan.

7.1.5

Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut pekerjaan yang terbanyak ibu sibuk (bekerja) sejumlah 53 orang (77,94%), hal ini dikarenakan ibu sibuk dan lebih senang KB IUD karena lebih efektif dan tidak memerlukan waktu untuk kontrol dan efek samping sangat kecil.

7.1.6

Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut penghasilan yang terbanyak berpenghasilan 1- 2 juta sejumlah 29 orang (42,65%), hal ini dikarenakan penghasilan mempengaruhi pola kontrasepsi yang digunakan untuk keefektifan kontrasepsi.

7.2 Saran 7.2.1 Puskesmas Rengasdengklok Perlu ditingkatkan mutu dan pelayanan KB IUD kepada masyarakat dan memberikan informasi sejelas-jelasnya. 7.2.2 Untuk Masyarakat Agar lebih cermat dan tepat dalam memilih metode kontrasepsi KB yang disesuaikan dengan kondisi akseptor dan mengerti cara pengunaan, manfaat dan efek sampingnya dalam meningkatkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. 7.2.3 Peneliti selanjutnya Untuk mengakaji lebih dalam tentang KB Suntik.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta: EGC. Notoatmadjo Soekidjo, "Pendidlkan Dan Perilaku Kesehatan", Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Mochtar Rustam, dan Lutan. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid II, Cetakan II. Jakarta.:EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo. Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.

You might also like