You are on page 1of 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

1. Definisi Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mengekspresikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu ( Maramis. 2003)

2. Etiologi
1. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Biologis Gangguan perkembangan otak frontal dan temporal Lesi pada korteks frontal, temporal, dan limbik Gangguan tumbang pada prenatal, perinatal, neonatal, dan anak-anak Kembar 1 telur lebih berisiko dari kembar 2 telur

2. Psikologis Ibu/pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak sensitif Hubungan dengan ayah yang tidakdekat/perhati an yang berlebihan Konflik pernikahan Komunikasi double bind Koping dalam menghadapi stres tidak konstruktif atau tidak adaptif Gangguan identitas Ketidakmampuan menggapai cinta

3. Sosial budaya : Kemiskinan, Ketidakharmonisan sosial budaya, Hidup terisolasi , Stres yang menumpuk , Tinggal di ibu kota 2. FAKTOR PRESIPITASI Sumber : biologis, psikologis, sosial budaya

Asal (original) : diri klien atau lingkungan eksternal Waktu Jumlah SpesifikasI : lama dan frekuensi stimulus : stimulus yang dialami : kemaknaan / arti bagi individu

Faktor presipitasi umum a. b. c. Kondisi kesehatan: demam tinggi, hipoksia Kondisi lingkungan: penolakan Sikap dan perilaku klien: penolakan

3.Rentang Respon

Berpikir logis

Kadang pikiran menyimpang

Waham (delution)

Persepsi akurat

Illusi

Halusinasi

Emosi konsisten Perilaku Cocok

Emosi berlebihan/berkurang
Perilaku yang tdk biasa

Tidak mau mengalami emosi Perilaku tdk terorganisir

Hubungan social positif

Menarik diri

Isolasi Sosial

4. Tanda dan Gejala

Bicara sendiri Senyum sendiri Tertawa sendiri Menggerakan bibir tanpa suara Pergerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat Menarik diri dari orang lain

Berusaha untuk menghindari oranglain Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak tidak nyata Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik berkonsentrasi dengan pengalaman sensori Sulit berhubungan dengan orang lain Ekspresi muka tegang Mudah tersinggung, jengkel dan mudah marah Tidak mau mengikuti perintah perawat Tremor dan berkeringat Perilaku panik Agitasi dan katotonik Mencurigakan dan bermusuhan Bertindak merusak diri, oranglain dan lingkungan Ketakutan Tidak dapat mengurus diri Disorientasi tempat, waktu dan orang

5. Klasifikasi

1. Pendengaran : mendengar suatu kebisingan, paling sering suara orang. Suara terbentuk kebisinganyang kurang jelas sampai kata-kata kurang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara 2 orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan.

2. Penglihatan: stimulus visual dlam bentuk kilauan cahaya, guntur, geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menakutkan atau menyenangkan. 3. Penghurup: memberi bau-bauan seperti urine, feses, darah. Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusianasi sering akibat tumor, stroke, kejang atau dimensia. 4. Pengecap: merasa mengecap seperti rasa darah, urine, dan fese 5. Perabaan: mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah atau benda mati atau orang lain. 6. Kinestetik: merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

6.Tahapan Halusinasi 1. Fase Pertama Klien akan menunjukkan perasaan kecemasan, menyendiri dan stres yang berat. Jika klien tidak mampu menyesuaikan diri, ia akan mencari jalan lain untuk mengurangi kecemasannya. Misal: mengungkapkan kpd orang yang dipercaya untuk mengurangi kecemasannya. 2. Fase Kedua Kecemasan semakin meningkat. Persepsi internal semakin sering ditujukan dgn suara yang lembut atau pikiran imajinatif. Klien menarik diri dari aktifitas dan lingkungan sosial sehingga lebih banyak waktu untuk berhubungan dengan imajinasinya. 3. Fase Ketiga Halusinasi datang lebih menonjol, menguasai dan mengawasi. Individu menjadi lebih terbiasa dg hal ini dan masuk dalam halusinasinya. Halusinasi itu memberi kesenangan dan individu merasa aman untuk sementara 4. Fase Keempat Halusinasi lebih menguasai individu. Ia merasa tidak berdaya untuk membebaskan diri dari halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi. Individu berada dalam dunia yang menakutkan

dalam waktu yang singkat, beberapa waktu atau selamanya. Proses ini terjadi bila tidak dilakukan intervensi 7. Mekanisme Koping
Proses piker Perseverasi Isi piker Emosi Motorik Sosial : Obsesi, Fobia, Depersonalisasi, Pikiran magis, Hipokondria : Datar, Tumpul, Labil, Tidak sesuai, Sedih, Ketakutan, Gembira berlebihan, Putus asa : meningkat / menurun : Isolasi : Sirkumstansial, Flight of ideas, Tangesial, Blocking, Kehilangan asosiasi,

8. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan

Perubahan persepsi seensorik: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan Konsep diri: HDR

Koping individu tidak afektif

9. Diagnosa 1. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Perubahan persepsi sensorik: Halusinasi 3. Isolasi Sosial: Menarik diri 4. Gangguan Konsep diri: HDR 5. Koping individu tidak efektif

10. Daftar Pustaka


Gail W. Stuart Michele T. Laraia : Prnciple and practice of Psychiatric Nursing , 8th ed, Elsevier Mosby , 2004 Gail Wiscarz Stuart, Sandra J. Sundeen: Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 3 EGC, Jakarta 1998

Budi Anna Keliat: Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, EGC, Jakarta 2010

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP 1) ASKEP PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI: HALUSINASI

1. TINDAKAN KEPERAWATAN a) Membantu pasien mengenal halusinasi b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi c) Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik 2. PROSES KOMUNIKASI Fase Orientasi Selamat pagi ! Saya perawat yang akan merawat Anda. Nama saya AS, senang dipanggil A. Nama anda siapa? Senang dipanggil apa? Bagaimana perasaan D hari ini ? Apa keluhan D saat ini ? Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar, tetapi tidak tampak wujudnya ? Kita duduk di mana ? Di Ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 30 mnt ? Fase Kerja Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu ?

Apakah terus-menerus mendengar suara itu ? Berapa kali sehari D alami ? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendirian? Apa yang D rasakan saat mendengar suara itu ? Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu ? Apakah dengan cara itu suaranya hilang ? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul ? D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul . Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal dengan teratur. Keempat, minum obat dengan teratur. Nah sekarang, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya: saat suara itu muncul, langsung D bilang, pergi ! saya tidak mau dengar, saya tidak mau dengar...! Kamu suara palsu ! Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba D, peragakan ! Nah begitu...... bagus ! Coba lagi ! Ya ....bagus, D anda sudah bisa . Fase Terminasi Bagaimana perasaanmu setelah memperagakan latihan tadi ? Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tadi ya. Sekarang bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya? (Masukkan jadwal menghardik kedalam jadwal harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua ? Pukul berapa D? Bagaimana kalau 2 jam lagi ? Dimana tempatnya? Baiklah sampai jumpa ya.

You might also like