You are on page 1of 5

Laporan Pendahuluan Pemeriksaan Fisik Jantung Nurullah Agustya, 1106089174

I. Definisi Prosedur Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan awal yang digunakan untuk menentukan adanya suatu penyakit. Perawat memiliki peran dalam melakukan pemeriksaan fisik. Terkadang dibuthkan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan diagnostik yang dapat lebih memastikan penyakit yang diderita oleh klien. Jantung merupakan organ vital yang memiliki fungsi tertentu. Jantung bekerja menerima dan memompakan sejumlah volume darah, baik darah dari seluruh tubuh maupun darah yang berasal dari jantung itu sendiri yang akan dipompakan keseluruh tubuh. Dengan kerja jantung yang begitu berat, gaya hidup yang tidak baik, serta adanya penyakit-penyakit tertentu dapat memicu penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaaan fisik yang bermanfaat untuk mengetahui kerja jantung yang abnormal. II. Tujuan a. Mengetahui batas-batas jantung b. mengetahui suara jantung c. Mengetahui letak apeks jantung III. Indikasi dan Kontraindikasi a. Chest pain b. Syncopal attacks c. Edema d. Riwayat penyakit jantung IV. Prinsip Tindakan Prinsip tindakan yang digunakan pada prosedur ini adalah prinsip on steril atau bersih V. Alat dan Bahan a. Stetoskop dengan bel dan diafragma b. Penggaris c. Senter d. scale VI. Langkah-langkah tindakan a. Cuci tangan b. Jelaskan prosedur c. Lepaskan pakaian klien

d. Jaga privasi klien e. Posisikan duduk, supine, lateral kiri, dorsal recumbent atau berdiri f. Jaga ruangan agar selaku tenang agar suara auskultasi dapat terdengar dengan jelas a. Inspeksi 1. Bentuk Prekordium Pada umumnya dada berbentuk simetris. Bentuk prekordium yang cekung mengindikasikan adanya perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis . Sedangkan prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum. 2. Denyut apeks jantung (iktus kordis) Denyut ini dapat terlihat pada klien dengan posisi duduk, tidur terlentang atau berdiri. iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Iktus memiliki sifat-sifat tertentu seperti : Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole 3. Denyut nadi pada dada Denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden. Sedangkan aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan. 4. Denyutan Vena Vena yang menampakkan denyutan adalah vena jugularis interna dan eksterna. b. Palpasi Pada palpasi jantung telapak tangan diletakkan di atas prekordium dan dilakukan perabaan di atas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of maximal impulse (PMI) terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedangkan pada bentuk dada yang pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. 1. Palpasi iktus cordis Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri. Iktus cordis ini terkadang dapat diraba dan tidak dapat dilihat.

2. Pemeriksaan getaran Getaran yang teraba merupakan indikasi adanya penyakit kongenital jantung atau kelainan katup bawaan. Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan getaran ini adalah lokasi dari getaran, terjadinya getaran (saat sistol/diastol) dan dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung. 3. Pemeriksaan getaran trakea Pemeriksaan getaran trakea penting karena anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta. Pada klien dengan aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba c. Perkusi Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui batas-batas jantung. Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri. Pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besamya jantung. 1. Batas kiri jantung Untuk menentikan batas kiri jantung, diperlukan perkusi dari arah lateral ke medial perubahan bunyi dari sonor ke redup ditetapkan sebagai batas jantung kiri. Pada normalnya batas atas adalah SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung) dan bawah yaitu SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri. 2. Batas kanan jantung Untuk menentukan batas kanan jantung agak sulit hal ini dikarenakan letaknya agak jauh dari dinding depan toraks. Pada norrmalnya batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan. a. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan. b. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. c. Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah lateral. d. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/ atau ke kiri atas. e. Pada perikarditis pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. f. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

d. Auskultasi Dalam melakukan pengkajian digunakan stetoskop dupleks yaitu yang memiliki dua corong yang dapat digunakan secara bergantian. Corong pertama (bell) digunakan untuk mendengarkan suara frekuensi tinggi (apeks) sedangkan difragma digunakan untuk mendengar bunyi dengan nada rendah. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam auskultasi jantung yaitu bunyi jantung dan bising jantung. 1. Bunyi jantung I dan II Bunyi jantung I ditimbulkan karena BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian. Bunyi jantung IV: dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat. Selain itu juga terdapat bunyi jantung tambahan. Bunyi jantung tambahan / ekstra kardial merupakan gerakan perikard (pericardial friction rub) yang terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis. Daerah auskultasi untuk BJ I : Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini. Pada ruang interkostal IV V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada: stenosis mitral interval PR (pada EKG) yang begitu pendek pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada : hipertensi arterisklerosis aorta yang sangat. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada : kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital BJ I dan II akan melemah pada : orang yang gemuk emfisema paru-paru perikarditis eksudatif penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung

Intensitas BJ I melemah pada apeks pada : shock hebat interval PR yang memanjang dekompensasi hebat.

2. Cardiac murmur / bising jantung Bising jantung ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal. Murmur memiliki tingkat intensitas bunyi. Intensitas bunyi murmur adalah sebagai berikut : Derajat I : bunyi murmur sangat lemah, susah terdengar Derajat II : bunyi bising lemah, akan tetapi mudah terdengar. Derajat II : bunyi bising agak keras. Derajat IV : bunyi bising cukup keras. Derajat V : bunyi bising sangat keras. Derajat VI : bunyi bising paling keras.

Sedangkan dari tipe konfigurasi bising jantung dibagi sebagai berikut : Bising tipe kresendo (crescendo murmur), mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras. Bising tipe dekresendo (decrescendo murmur), bunyi dari keras kemudian menjadi pelan. Bising tipe kresendo-dekresendo (crescendo-decrescendo = diamond shape) murmur yaitu bunyi pelan lalu keras kemudian disusul pelan kembali disebut ejection type. Bising tipe plateau (sustained plateau mumur) disebut juga bising pansistolik atau holosistolik. Keras suara bising kurang lebih menetap sepanjang fase sistolik, biasanya merupakan bunyi desiran yang disebabkan karena arus balik (regurgitasi) atau aliran abnormal melalui defek septum interventrikular.

Referensi : Dillon, Patricia. (2003). Nursing Assessment. Philadelphia:F.A Davis Company Chandrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. http://www.scribd.com/document_downloads/direct/36433585?extension=ppt&ft=1 329918091&lt=1329921701&uahk=Hy9oaS/nJYB5Ya7Dp1wgWDIYEK8 diakses pada 22/02/2012 Pukul 24.15

You might also like