You are on page 1of 29

RADIOGRAFI EKSTRA ORAL

I. DEFINISI RADIOGRAFI EKSTRA ORAL


Pemeriksaan radiografik ekstra oral adalah seluruh proyeksi pemotretan regio orofacial dengan film yang diletakkan di luar mulut pasien. Proyeksi-proyeksi pemotretan ekstra oral digunakan untuk memeriksa daerah yang tidak tercakup dalam foto intra oral atau untuk melihat struktur fasial secara keseluruhan.

II. INDIKASI UMUM RADIOGRAFI EKSTRA ORAL


Radiografi ekstra oral bukan merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan di rumah sakit atau poliklinik gigi yang besar. Dokter gigi harus melakukan pemeriksaan klinis yang cermat sebelum merujuk pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan radiografis adalah operator kadang-kadang harus melakukan pemotretan dengan modifikasi teknik standar, terutama pada pasien khusus yaitu : Anak kecil atau orang tua yang kurang kooperatif. Peka terhadap refleks muntah. Sukar membuka mulut (trismus). Keadaan kurang kesadaran atau pingsan. Tidak bisa menggerakkan lengan. VIP. Hipersalivasi. Menggunakan kursi roda. Hiperaktif. Pemeriksaan ekstra oral merupakan pemeriksaan yang sulit dan kompleks karena menyangkut banyak faktor yaitu teknik pemotretan, pengetahuan pesawat rontgen, serta penguasaan struktur anatomis rahang dan kepala.

Indikasi Pemotretan Ekstra Oral Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di rahang atas atau bawah misalnya osteomyelitis atau abses yang mengenai gigi. Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi sekitarnya, misalnya faktor maksila yang melibatkan tulang hidung atau kepala. Periode gigi campuran, yang melakukan evaluasi gigi susu dan pertumbuhan gigi permanen secara keseluruhan. Pasien khusus, misalnya pembukaan mulut terbatas, tingkat kesadaran kurang, kurang kooperatif, dan lain-lain. Perawatan orthodonsi.

III. PERSIAPAN PEMOTRETAN EKSTRA ORAL


Pemotretan ekstra oral memerlukan persiapan sebaik mungkin, baik alat/pesawat, film, maupun pasien. Semua proyeksi pemotretan ekstra oral dilakukan menggunakan screen film dan intensifying screen yang sesuai. Persiapan Film Film boleh dimasukkan ke dalam kaset yang telah dibersihkan pada saat melakukan pemotretan atau beberapa jam sebelumnya (tapi tidak boleh dibiarkan lebih dari 24 jam di dalam cassette karena sensitif terhadap cahaya, panas, dan tekanan sehingga dapat merusak film yang digunakan). Film rontgen yang telah disinari harus segera diproses di kamar gelap untuk memperoleh hasil yang baik. Yang harus diperhatikan pada waktu memasukkan film ke dalam kaset antara lain : Hindari cahaya matahari atau sinar lainnya ke dalam kamar gelap melalui jendela, pintu atau celah-celah lainnya, dengan cara menutup rapat-rapat ruang kamar gelap. Dinding kamar gelap harus dilapisi timah hitam (Pb). Nyalakan lampu khusus (safe lamp) yang menggunakan filter. Ambil kaset kosong yang telah dibersihkan, kemudian ambil box berisi film dari dalam lemari, keluarkan film tersebut, dan segera masukkan ke dalam 2

kaset dengan tangan kering dan bersih. Hal ini dilakukan untuk menghindari noda-noda atau bercak-bercak pada film. Waktu memasukkan film ke dalam kaset, lembaran film tidak boleh tegak lurus dengan arah sinar safe lamp karena gambar foto menjadi kabur. Periksalah letak film di dalam kaset sudah sempurna atau belum, kemudian kaset segera ditutup rapat. Box film dikembalikan ke dalam lemari, kemudian lemari film ditutup. Film yang sudah siap di dalam kaset, diletakkan pada kaset holder atau meja. Persiapan Identifikasi Identifikasi pada film ekstra oral sangat penting meliputi : Nama, umur, dan jenis kelamin. Waktu pemotretan : tanggal, bulan, dan tahun. Nomor foto. R (kanan) dan L (kiri). Tempat pemotretan. Ada 2 cara memberikan identifikasi yaitu : Menggunakan huruf dan angka dari bahan radiopak, dengan cara menyusun dari kiri tekanan sesuai dengan nama, tanggal, nomor, dan lain-lain menurut keperluan, kemudian menggunakan isolasi untuk menempelkannya di permukaan kaset bagian depan. Menggunakan ray printer atau name printer, mula-mula identitas pasien diketik atau ditulis di formulir yang sudah disinari sinar X, dikeluarkan dari kaset dan bersama kertas identitas tadi dimasukkan ke dalam ray printer, tekan tombolnya dan ditulis di formulir identitas terproyeksi ke film. Setelah diproses, identitas tersebut terlihat dengan jelas di fotonya. Persiapan Penderita Penderita dipanggil masuk ke dalam ruangan foto, kemudian melakukan pengecekan identitas dan regio yang diperiksa. Tentukan posisi penderita lebih dahulu, apakah berdiri, tegak, duduk, berbaring dengan posisi telungkup atau telentang. 3

Bebaskan alat-alat logam yang dikenakan penderita, misalnya perhiasan, jepit rambut, gigi tiruan, alat ortodonsi lepasan, kaca mata, dan lain-lain. Beritahukan pada penderita tentang hal yang akan dilakukan. Atur posisi kepala pasien dengan memperhatikan garis pedoman dasar antara lain garis orbita meatal (OML), garis inter pupil, bidang mid sagital (MSP), bidang fraktur horizon (FHP), dan bidang oklusi. Operator harus memeriksa kembali, apakah posisi penderita sudah benar dan siap untuk disinari atau belum. Berikan instruksi terakhir pada penderita yaitu untuk tetap diam dan jangan bergerak selama penyinaran. Persiapan Pesawat Pesawat harus dipersiapkan sebelum pemotretan. Mula-mula operator menentukan kondisi sinar X yang dibutuhkan dengan mengatur kilovoltage (kV), miliampere (mA), dan waktu (sec) Kemudian arahkan kone (cone) dan jarak tube ke film (TFD) serta mengatur luas lapangan penyinaran/diafragma. Setelah siap, operator menekan tombol espose, sambil memperhatikan pasien selama penyinaran.

IV. JENIS-JENIS FOTO RONTGEN EKSTRA ORAL


A. FOTO PANORAMIK 1. Definisi Istilah panoramic berarti gambaran (=view) suatu regio secara lengkap dari segala arah. Panoramik radiografi adalah istilah yang dipakai untuk teknik pemotretan yang memproyeksikan gigi geligi dan seluruh struktur jaringan penyangganya, serta struktur anatomis rahang atas dan bawah sampai setinggi rongga orbita dan mencakup kondilus mandibula satu lembar film. Teknik foto rontgen ekstra oral dapat menghasilkan gambar yang menunjukkan semua gigi dan jaringan pendukung. 4

Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat populer di kedokteran gigi karena teknik yang sederhana, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah, dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral. 2. Indikasi Klinis Lesi pada rahang/ gigi yang belum erupsi yang tidak terlihat dengan foto intra oral. Pasien dengan refleks muntah tinggi. Tumbuh kembang gigi keseluruhan. Fraktur mandibula. Kerusakan TMJ. Preodontektomi dan implant. Kelainan sinus maksilaris, terutama untuk menilai dinding anterior, posterior, dan dasar sinus Menilai keadaan gigi molar 3. Menilai ada tidaknya penyakit/ kelainan yang mempengaruhi sebelum pembuatan gigi tiruan sebagian/ penuh. Evaluasi ukuran vertikal (tinggi) tulang alveolar sebelum pemasaran gigi tiruan implant. 3. Teknik Pemotretan Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya. Akan tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat dirangkum meliputi : Persiapan Alat 1. 2. 3. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah dimasukkan ke dalam tempatnya. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA. 5

4. 5.

Hidupkan alat untuk melihat apakah alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat kepala dan sesuaikan dengan posisi kepala pasien. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.

Persiapan Pasien 1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris rambut, gigi palsu, dan alat orthodonti yang dipakainya.
2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak. 3. Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala. 4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk memegang handel agar tetap seimbang. 5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan pada tempat dagu. 6. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

7. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar. 8. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat penyinaran.

Persiapan Operator 1. Operator memakai pakaian pelindung. 2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber sinar X pada waktu penyinaran. 3. Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada pergerakan. 4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada tempatnya. 5. Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses. Persiapan Lingkungan terhadap Proteksi Radiasi 1. Pastikan perangkat sinar X digunakan dengan teknik yang baik dan parameter secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar. 2. Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung harus radiopaque. 3. Filtrasi dari berkas sinar X dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar X. Tegangan mencapai 70 kVp, ketebalan filter setara dengan

ketebalan alumunium 2,5 mm, dan kekuatan tabung sinar X antara 70100 kVp. Cara Pemotretan 1. Sumbu sinar X langsung di dalam mulut penderita, film ditempatkan di luar mulut, sekeliling rahang yang akan diperiksa. 2. Sumber sinar X dan film berputar mengelilingi rahang pasien yang akan diperiksa. 3. Pasien berputar di antara film dan sumber sinar X yang diam.

4. Macam-macam Foto Panoramik a. Panagraphy Disebut juga status X. Sumber sinar X ditempatkan di dalam mulut pasien sedangkan film dipegang oleh pasien sendiri dan ditempatkan di sekeliling muka atau rahang yang akan di foto. Hasil foto yang diperoleh hanya meliputi satu rahang saja, mulai dari regio gigi molar tiga kiri sampai molar tiga kanan. Kerugian teknik ini adalah terjadinya distorsi gambaran yang dihasilkan, radiasi hambur ke struktur anatomis lainnya di rongga mulut. b. Panorex 8

Mempunyai dua pusat putaran, yaitu sumber sinar X berputar mengelilingi rahang pasien. Setelah mencapai pertengahan rahang pasien, tube berhenti untuk pindah pada lintasan berikutnya. Film ditempatkan pada posisi lurus di film holder dan akan bergeser pada saat tube pindah lintasan. Foto yang dihasilkan memperlihatkan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam satu lembar film, dengan garis putih di tengahnya, karena tube berhenti dan berpindah lintasan.

c. Rotograph Mempunyai suatu pusat putaran. Pasien duduk di kursi yang dapat berputar di antara film dan sumber sinar X yang diam. d. Elipsopantomograph Pesawat sinar X mutakhir. Pesawat ini mempunyai 4 pusat putaran, yang dapat menyesuaikan lintasannya dengan bentuk rahang penderita, dengan 3 sumbu perputaran sumber sinar X-nya. Film holder berputar di lintasannya. e. Orthopantomography Macam pusat perputaran alat yaitu : Sumber sinar X dan film berputar dengan arah berlawanan mengelilingi rahang penderita. Film pada kaset holder setengah lingkaran berputar mengelilingi sumbu putarnya. Foto yang dihasilkan memperlihatkan gambaran tanpa garis pemisah antara regio sebelah kiri dengan sebelah kanan. Walaupun foto panoramik memperlihatkan sebelah rahang bawah dan rahang atas termasuk kondilus dan sinus maksilaris, tetapi radiogram dapat dibagi dalam 3 daerah kejelasan ( image layer/focal trough) yaitu : Daerah simfisis mandibula. Daerah kondilus mandibula Daerah sinus maksilari 9

Oleh karena itu, bila merujuk penderita untuk foto panoramik, regio yang diperiksa harus ditulis dengan jelas dan spesifik. Hal ini disebabkan bentuk rahang tidak selalu parabola, tetapi berbagai bentuk seperti segitiga atau segi empat. 5. Kriteria Foto Panoramik yang Ideal Menurut Bontrager (2001), struktur anatomi yang harus tampak pada radiografi panoramik antara lain gigi geligi, mandibula, temporomandibular joints (TMJs), nasal fossae, sinus maksila, arcus zygomaticum, maksila, dan bagian vertebra servikal. Mandibula tampak tanpa rotasi atau penyudutan yang diindikasikan dengan TMJ pada bidang horizontal yang sama pada gambaran, ramus, dan gigi belakang magnifikasinya sama pada setiap sisi gambar, gigi depan dan belakang tampak secara tajam dengan magnifikasi yang sama. Selain itu, posisi pasien yang tepat yang diindikasikan dengan simpisis mandibula terproyeksi secara lurus di bawah mandibular angles, mandibula berbentuk lengkung, bidang oklusal sejajar dengan sumbu panjang pada gambaran, gigi atas dan bawah terletak rapi dan terpisah tanpa superposisi, vertebra servikal tampak tanpa superposisi pada TMJ (Bontrager, 2001). Densitas mandibula dan gigi geligi sama dalam gambaran. Tidak ada densitas hilang yang jelas tergambar di tengah. Tidak ada artefak yang bertumpukan pada gambaran (Bontrager, 2001).

Gambar : Struktur anatomi radiografi panoramik (Bontrager, 2001)

10

Keterangan : A. Fossa nasal; B. Sinus maksila; C. Arcus zygomatik; D. Kondil; E. Mandibular notch; F. Prosesus koronoid; G. Angle (gonion); H. Ramus; I. Bidang oklusal; J. Body; K. Simpisis. Bayangan anatomi normal yang tampak pada radiografi panoramik bervariasi antara pesawat panoramik yang satu dengan yang lain, tetapi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu bayangan asli atau nyata dan bayangan artefak (Whaites, 1997).

Bayangan Asli atau Nyata Bayangan Jaringan Keras (Hard Tissue) Yaitu gigi geligi, mandibula, maksila, hard palate, prosesus styloid, tulang hyoid, septum nasal dan konka, lingkaran orbita, dan dasar kepala.

Gambar : Bayangan hard tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)

Keterangan : A. Septum nasal; B. Tengah dan bawah turninates; C. Garis orbita; D. Hard palate; E. Permukaan antrum; F. Permukaan antrum; G. MAE; H. Prosesus styloid; I. Hyoid; J. Plastik kepala pendukung. Bayangan Jaringan Lunak Yaitu lobus telinga, kartilago nasal, soft palate, punggung lidah, bibir, pipi, dan lipatan nasolabial.

11

Gambar : Bayangan soft tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)

Keterangan : A. Kartilago nasal; B. Lobus telinga; C. Soft palate; D. Punggung lidah; E. Orofaring; F. Lipatan nasolabial; G. Mulut. Bayangan Udara (Mulut dan Orofaring)

Bayangan Artefak Yaitu vertebra servikal, body, angle dan ramus sisi samping mandibula, serta palate.

Gambar : Bayangan artefak pada radiografi panoramik (Whaites, 1997) Keterangan : A. Palate; B. Mandibula; C. Vertebra Servikal .

Menurut Carver (2006), kriteria untuk penilaian kualitas gambar suatu radiograf panoramik antara lain : Semua mandibula termasuk simpisis mental bawah dan kondilus atas tampak. Hard palate dan bagian bawah sinus maksila tampak. Susunan gigi tampak pada garis horizontal. Bite rod tampak di pusat antara insisivus atas dan bawah yang dipisahkan oleh bidang oklusal gigi. Semua gigi tampak tajam. 12

Struktur servikal tampak kabur di bagian depan yang superposisi dengan bayangan insisivus. Bayangan vertebra servikal terlihat tajam di kedua sisi samping dari gambaran, terbebas dari daerah yang akan diperiksa. Garis tepi mandibula tampak berlanjut dan tidak terputus. 6. Keuntungan dan Kerugian Foto Panoramik Keuntungan Foto Panoramic : 1) Bagi dokter gigi, foto mempermudah dan mempersingkat waktu untuk menilai suatu kasus secara keseluruhan. 2) Memperoleh gambar daerah yang luas beserta seluruh jaringan yang berada di dalam focal trough (image layer) walaupun penderita tidak membuka mulutnya. 3) Gambaran di foto panoramik mudah dimengerti sehingga foto ini berguna untuk menjelaskan kepada penderita atau untuk bahan pendidikan. 4) Pergerakan sesaat dalam arah vertikal hanya merusak gambar pada bagian tertentu saja, tidak semua gambaran mengalami distorsi. 5) Pengaturan posisi pasien dan pengaturan pesawat relatif mudah. 6) Gambar keseluruhan rahang yang diperoleh memungkinkan deteksi kelainan/penyakit yang tidak diketahui sebelumnya. 7) Diperoleh gambaran kedua posisi rahang yang memungkinkan penilaian keadaan fraktur. Bagi pasien dengan luka-luka akibat fraktur, proyeksi ini lebih nyaman. 8) Sangat berguna untuk evaluasi awal keadaan jaringan periodontal serta kasus ortodonsi. 9) Bagian dasar dan dinding anterior serta posterior sinus terlihat dengan baik. 10) Mudah memperbandingkan kedua kepala kondilus TMJ. 11) Dapat dipergunakan untuk penderita dengan keterbatasan-keterbatasan seperti penderita sensitif muntah, penderita dengan kesadaran menurun, sukar atau tidak dapat membuka mulut, serta penderita yang tidak kooperatif seperti pada anak-anak. 13

Kekurangan Foto Panoramik Foto Panoramik mempunyai bentuk keterbatasan yaitu gambaran foto yang dihasilkan kurang detil. Selain itu, apabila salah satu sisi rahang membengkak misalnya abses, tumor, atau fraktur, maka gambar yang dihasilkan kabur. 7. Akibat dari Kesalahan yang Umum Dijumpai a. Kesalahan dalam Mempersiapkan Pasien Kesalahan dalam mempersiapkan pasien dapat menyebabkan : Tidak jelasnya gambaran di daerah anterior. Pembesaran pada salah satu sisi gambar. Adanya garis radio-opak di daerah anterior. Distorsi gambar akibat pergeseran pasien selama pemotretan. Terlihat gambar ghost image. b. Kesalahan dalam Pemotretan dan Pencucian Kesalahan dalam pemotretan dan pencucian dapat menyebabkan : Gambar yang dihasilkan terlalu terang atau terlalu gelap, keseluruhan terlihat tidak jelas, sebagian terlihat tidak jelas, dan kabur atau berkabut. Adanya berbagai noda atau artefak. 8. Contoh Foto Panoramik

Gambar : Panoramic radiograph of 6 year old 14

Gambar : Panoramic radiograph of 9 year old

Gambar : Panoramic radiograph of 12 year old

Gambar : Panoramic radiograph of 15 year old

15

Gambar : Panoramic radiograph of Supernumerary Teeth

B. FOTO CEPHALOMETRI 1. Definisi Foto Cephalometri adalah radiografi yang distandarisasi dan reproducible, terutama dipergunakan di bidang ortodonsi dan orthognatic surgery. Cephalometri menggunakan sefalostat atau kraniostat untuk fiksasi kepala standar. Maksud standarisasi adalah untuk memperoleh foto dengan posisi yang selalu sama terutama untuk memperbandingkan foto sebelum, selama, dan sesudah perawatan ortodonsi. 2. Indikasi Klinis a. Ortodontik - Diagnosis awal - Rencana perawatan - Perkembangan perawatan b. Bedah ortognatik - Evaluasi pre operasi - Rencana perawatan - Kontrol post operasi

16

3.

Teknik Pemotretan Posisi Kepala 1. Pasien sebaiknya dalam posisi tegak atau duduk dengan kepala difiksasi pada sefalostat. Sisi kiri atau kanan menempel pada kaset yang diletakkan tegak lurus lantai. 2. MSP pasien sejajar kaset, jarak MSP ke film kira-kira 18 cm. 3. Kedua lubang telinga, tulang hidung, dan dahi difiksasi. 4. Pasien menggigit dalam keadaan sentrik oklusi (maximum intercuspation), 5. Jarak tube ke film (TFD) untuk pesawat merk Asahi 1,52 meter. 6. Kondisi sinar X, 100 kVp, 10 mA, dan 2 secon. 7. Ukuran film 24 x 30 cm, menggunakan grid / lisholm. 8. Arah sinar X pusat tegak lurus dengan titik pusat sinar X pada MAE.

4.

Kegunaan Foto Cephalometri Di bidang ortodonsi, dengan interpretasi atau tracking sefalogram untuk : Mempelajari pertumbuhan kepala serial sefalogram yang dibuat dalam interval waktu tertentu dan diperbandingkan, maka dapat diketahui kecepatan dan arah pertumbuhan tulang muka serta pertumbuhan rahang dan gigi. Analisa diagnostic cranion-facial. Dengan menggunakan sefalogram dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor apa yang menyebabkan maloklusi. Misalnya anomali, ketidakseimbangan pertumbuhan tulang muka, serta pertumbuhan rahang dan gigi. Untuk mempelajari tipe fasial. Analisa sefalogram dapat menentukan tipe muka, apakah konkaf, konveks, atau lurus. Tipe muka tergantung dari ras, misalnya ras negro berbeda dengan ras Kaukasi. Untuk rencana perawatan orthodonsi, dengan menggunakan tracking sefalogram. Untuk Riset. 17 melihat hasil perwatakan yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan sefalogram sebelum dan sesudah perawatan.

5.

Keterbatasan Foto Cephalometri Kesalahan Pembuatan Sefalogram Posisi gigitan penderita Jika perlu, harus dilatih untuk memperoleh oklusi yang benar. Biasanya waktu menggigit, rahang bawah lebih sering maju ke depan sehingga tidak pada oklusi sentrik. Penentuan kondisi sinar X Kondisi sinar X yang terlalu besar, akan menghasilkan foto yang lebih hitam. Kondisi sinar X yang lemah, akan menghasilkan foto yang putih. Akibatnya, struktur anatomi tidak jelas. Proses pencucian di kamar gelap Kesalahan pencucian, kemungkinan foto terlalu hitam karena terlalu lama dalam developer (over developing time). Sebaliknya, bila kurang lama, foto terlalu putih. Kesalahan pencucian menghasilkan foto mirip dengan kondisi sinar X yang terlalu besar atau terlalu lemah. Distorsi Sefalogram Makin besar jarak sumber sinar X ke film maka sinar X semakin sejajar sehingga distorsi dan magnifikasinya makin kurang. Makin dekat jarak film terhadap objek yang akan difoto maka makin kurang pembesaran karena sifat sinar X yang menyebar. Hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknik-teknik pemotretan yang baik. Kesalahan Tracking (Penampakan) Terjadi bila kurang terampil atau kurang pengetahuan tentang anatomi maupun landmark sefalogram. Hal ini bisa diatasi dengan latihan.

6.

Kriteria Foto Cephalometri yang Ideal Radiografi yang idealnya harus menghasilkan: Tampak gambaran soft tissue pada wajah. Gambaran mempunyai detail yang baik. Tampak marker. 18

Bayangan yang kontras. Bayangan yang ukurannya sama. Tidak ada artefak, berupa kalung, rambut, anting, kancing, uang, dan sebagainya karena bisa menutupi lapangan pandang foto. Misalnya, rambut, mengandung epitel-epitel sehingga bisa menimbulkan salah persepsi sebab terlihat seperti infiltrate. Jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal, dan palatum keras jelas terlihat. Objek awal (permasalahan) tujuan pemotretan (bagian yang ingin dilihat) nampak. 7. Contoh Foto Cephalometri

19

Gambar : Lateral Skull Cephalometric Projection

C. FOTO WATERS VIEW 1. Definisi Proyeksi Waters biasanya disebut juga proyeksi Occipito Mental. Semula proyeksi ini ditujukan untuk sinus maksilaris. Namun, bagian posteroanterior yang paling belakang akan tumpang tindih dengan processus alveolaris gigi posterior sehingga harus ditambahkan proyeksi lainnya. Waters foto ini terutama untuk melihat sinus paranasal yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sphenoidalis. Istilah lainnya : a. Waters projection (semua literatur) b. The posteroanterior sinus radiography (Lincoln) c. Posteroanterior projection of the sinuses (H. Frommer) 2. Indikasi Klinis Merupakan teknik radiografi yang terbaik untuk melihat rongga sinus maksilaris dari depan. Untuk melihat adanya fraktur pada tulang maksila, tulang malar, dan tulang zygomatik. Untuk melihat kelainan di dalam sinus maksilaris misalnya adanya sisa akar gigi, benda asing, tumor, dan infeksi 20

3. Teknik Pemotretan Posisi Kepala

Gambar : Sketsa arah, angulasi sinar dan garis osipitomeatal serta letak film.

Gambar : Posisi kepala, garis osipitomeatal membuat sudut 40 dengan film

Posisi penderita pada pemotretan ini, dapat dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring terlungkup dengan dagu berdasar atau menempel pada kaset/meja. Kepala penderita diatur dengan dagu terletak pada garis tengah kaset dan ujung hidung terletak pada titik pusat film. Jarak ujung hidung ke kaset/meja kira-kira 2,5 cm. Garis orbita mental (OML) membentuk sudut 37-45o dengan kaset/meja, untuk menghindari tumpang tindih bagian petrosa tulang temporal dengan bagian inferior sinus.

21

Gambar : Posisi Kepala dalam Foto Waters View

Arah CR dan CP Arah sinar X pusat tepat tegak lurus terhadap kaset/meja, dengan titik pusat sinar X pada dasar hidung. Jarak tube ke film (TFD) = 75-100 cm Kondisi sinar X Untuk pemotretan ini kondisi sinar lebih besar dari pemotretan kepala. Kondisi sinar X untuk orang dewasa kVp = 10, mA = 15, dan sec = 2. Ukuran film yang dipergunakan : 24 x 30 cm Menggunakan grip. 4. Kriteria Foto Waters View yang Ideal Radiografi yang idealnya harus menghasilkan: Gambaran mempunyai detail yang baik. Tampak marker. Bayangan yang kontras.

22

Foto harus simetris agar tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan serta tidak terdapatnya bagian yang tertutupi. Tidak ada artefak, berupa kalung, rambut, anting, kancing, uang, dan sebagainya karena bisa menutupi lapangan pandang foto. Misalnya, rambut, mengandung epitel-epitel sehingga bisa menimbulkan salah persepsi sebab terlihat seperti infiltrate. Sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal jelas terlihat.

5.

Contoh Foto Waters View

Gambar : Waters View

23

Gambar : Waters View

D. FOTO ANTERO POSTERIOR (AP) 1. Definisi Foto antero posterior (AP) merupakan teknik foto yang digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung. 2. Indikasi Klinis Indikasi teknik antero posterior (AP) yaitu Untuk mengangkat lesi di daerah proximal clivus, prepontine sebelah medial dari canalis auditorius internus, seperti petroclival meningioma, trigeminal neurinoma, clival chordoma dan prepontine epidermoid. 24

Untuk tumor yang terletak pada sebelah medial nervus trigeminus atau tumor yang meluas dari fossa medialis ke fossa posterior. Untuk clipping aneurisma pada trunskus basilaris antara pituitary floor dan arteri carotis interna (aneurisma pada trunkus basilaris superior, arteri anteroinferior cerebelaris (AICA), dan vertebrobasilar junction.

Pada aneurisma yang merupakan proyeksi dari batang otak, karena perforating artery di sekitar aneurisma dapat terlihat. Pada petroclival tumor yang meluas ke arah lateral menuju IAC, perlu dilakukan partial labirintektomi. Tindakan zygomatic osteotomy dapat dikombinasi dengan teknik anterior transpetrosal (zygomatic transpetrosal approach) pada kasus-kasus tumor yang meluas ke arah posterior processus clinoid dengan batas bawah sejajar midline, yaitu midclivus, setinggi verterbobasilar junction. Kombinasi teknik presigmoid atau transcondylar dapat dilakukan untuk melihat bagian yang lebih distal.

3. Teknik Pemotretan Posisi Kepala Penderita dalam keadaan berbaring telungkup dengan hidung dan bibir menempel kaset. Bibir di pertengahan film. Bidang mid-sagital plane (MSP) tegak lurus pertengahan film. OML membentuk sudut 10 terhadap kaset. CR tegak lurus kaset dan CP melalui sudut mandibula Kondisi sinar X : kVp = 70, mA = 10, Sec = 1 Ukuran film 18 x 24 cm, menggunakan grid atau tidak dengan TFD 75-100 cm 4. Kriteria Foto Antero Posterior yang Ideal Radiografi yang ideal harus menghasilkan : Gambaran mempunyai detail yang baik. Tampak marker. Bayangan yang kontras. 25

Foto harus simetris agar tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan serta tidak terdapatnya bagian yang tertutupi. Tidak ada artefak, berupa kalung, rambut, anting, kancing, uang, dan sebagainya karena bisa menutupi lapangan pandang foto. Misalnya, rambut, mengandung epitel-epitel sehingga bisa menimbulkan salah persepsi sebab terlihat seperti infiltrate. Bagian depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung jelas terlihat.

5. Contoh Foto Antero Posterior

26

Gambar : Radiogram dari proyeksi anterioposterior tulang tengkorak

V. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FOTO RONTGEN EKSTRA ORAL


27

KEUNTUNGAN Dapat memperlihatkan lesi yang luas. Dapat dilakukan pada pasien khusus, misalnya pasien dengan keterbatasan membuka mulut atau pasien operasi. Dapat memperlihatkan hubungan struktur anatomis.

KERUGIAN Gambaran yang kurang jelas dan detail. Proses pemotretan membutuhkan waktu yang lama, lebih sulit, mahal, dan radiasi yang diterima pasien lebih besar dibandingkan satu foto dental. Pemotretan tidak dilakukan di tempat praktek pribadi atau puskesmas, tetapi harus dirujuk ke rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
28

Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis : Mosby. Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and Evaluation. New York : Churchill Livingstone. Lukman, D. 1991. Radiografi Ekstra Oral. Jakarta : Widya Medika. faculty.ksu.edu.sa/16172/Documents/Extraoral%20radiography.pdf http://ccnmtl.columbia.edu/broadcast/hs/dental/oralradiology2/2008/extraoral.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21348/3/Chapter%20II.pdf http://www.carestreamdental.com/~/media/Files/FILM%20AND %20ANESTHETICS/Support/Successful%20Panoramic%20Radiography.ashx http://www.scribd.com/doc/62384889/9/TEKNIK-RONTGEN-EKSTRAORAL

29

You might also like