Professional Documents
Culture Documents
Bagian Keenam
Setelah maharaja Mruta mengetahui bahwa Indra dan Whaspati melakukan perjanjian, raja putera Karandhama ini lalu memikirkan untuk melakukan pikirannya upacara pantas kurban dijadikan yang dasar menurut untuk
menghadap serta mengundang Whaspati untuk menyelenggarakannya. Baginda menghadap dan mengucapkan permohonan sebagai berikut ini : O pertapa junjungan semesta alam, hamba datang menghadap karena hamba mempunyai niat untuk melakukan suatu upacara kurban yang sebenarnya sudah pernah paduka sarankan agar hamba melakukannya. Berdasarkan saran-saran paduka itu O Brhmaa mulia, maka sekarang hamba memohon agar paduka sudi memimpin penyelenggaraannya. Bahan-bahan untuk melakukan upacara itu selengkapnya sudah
dipersiapkan.
Wahai
pendeta
junjunganku,
paduka selamanya sudah menjadi pendeta bagi keluarga para leluhur hamba, karena itu sudilah kiranya yang paduka sudah mengabulkan siap dan permohonan langsung hamba dan mengambil segala perlengkapan menyelenggarakan upacara kurban yang patut hamba lakukan. Rupanya sudah dipersiapkan suatu jawaban yang singkat dan tegas, karena tidak usah berpikir terlalu lama, Whaspati lalu menjawab sebagai berikut ini : O Maharaja Dunia, saya tidak mungkin lagi dapat menyelenggarakan upacara itu. Saya sudah dititahkan oleh Maharaja Dewat Indra agar menjadi pendeta para Dewa saja. Dan saya
sudah
melakukan
perjanjian
agar
tetap
demikian! Mruta menyembah lalu berkata : Wahai pendeta mulia, sejak jaman dahulu paduka adalah pendeta keluarga hamba. Hamba selamanya menjunjung kebesaran nama paduka, karena itu bukankah hamba mempunyai hak untuk dibantu dalam setiap penyelenggaraan upacara? Paduka berkewajiban untuk menjadi pendeta penyelenggara pertama dalam upacara hamba? Whaspati menjawab : Setelah saya O Mruta, menjadi pendeta bagi para Dewa yang bersifat kekal, betapa mungkin lagi saya menjadi pendeta bagi golongan Manusia yang tidak kekal? Singkatnya, bagaimana pun paduka raja mendesak saya, namun saya akan tetap pada
pendirian yang sudah diputuskan sesuai dengan perjanjian antara maharaja Indra dan diri saya, dan sejak saat itu, saya tidak lagi menjadi pendeta bagi manusia biasa. O Maharaja saya sungguh tidak mungkin lagi menjadi pendeta paduka. Dan mengenai hasrat paduka untuk menyelenggarakan upacara kurban sedemikian itu, sayapun sangsi apakah ada pendeta lain yang mampu memimpin penyelenggaraannya! Raja Mruta terhenyak sedih, masygul dan terpukul. Dirinya sudah dipermalukan. Baginda berjalan kembali, mengendarai keretanya pelanpelan menunduk dengan sedih. Di tengah perjalanan baginda berjumpa dengan Nrada atau lebih tepatnya, Nrada melihat raja Mruta duduk di atas keretanya yang berjalan dengan lesu. Nrada berhenti dan menegur maharaja itu sambil mencakupkan tangan.
O maharaja perkasa dan bijaksana, kalau tidak salah pengamatan hamba, nampaknya paduka sedang bermuram durja. Apakah paduka baik-baik saja? Dari manakah paduka ini dan apakah sebabnya paduka bermuram durja seperti ini? Wahai Maharaja, kalau boleh hamba tahu ceriterakanlah kepada hamba, apa yang paduka risaukan, mungkin hamba dapat membantu meringankan beban pikiran paduka itu? Apabila mungkin, pasti hamba akan berusaha dengan seluruh kemampuan yang ada pada diri hamba ini. Raja Mruta lalu menceriterakan tentang penolakan permohonannya kepada pendeta keluarganya. Wahai i Nrada yang mulia, hamba sebenarnya sedang dalam kebingungan mencari seorang pendeta yang patut untuk
melaksanakan upacara kurban yang sudah hamba niatkan. Hamba sudah menghadap kepada pendeta keluarga hamba, yaitu yang mulia Whaspati putera Brhmaa girasa pendeta para Dewa. Tetapi malang beliau tidak dapat menerima permohonan hamba. Dengan penolakannya itu, hamba tidak ingin hidup lebih lama lagi. Hamba telah ditolak mentah-mentah sebagaimana pantasnya orang-orang penuh dosa. Demikianlah perasaan hamba sekarang ini, penuh dosa-dosa !. Nrada tercengang mendengar ucapan
maharaja Mruta yang malang itu. Tetapi kemudian beliaupun berkata dengan ucapanucapan yang melegakan, katanya : Wahai maharaja, jangan dulu putus asa. Masih ada seorang putera Brhmaa girasa,
sangat sekarang
akti, ini
Samwarta beliau
namanya.
Tetapi
sedang
mengembara
menjelajahi dunia ini. Beliau itu seorang pertapa yang sangat aneh, berjalan ke seluruh pelosok dunia dengan bertelanjang bulat. Apabila Whaspati sudah tidak mau menyelenggarakan upacara paduka, usahakanlah bertemu dengan pendeta Samwartta itu. Beliau pasti tidak akan mengecewakan hati paduka. Wahai Nrada yang suci, demikian raja Mruta berkata dengan sinar wajah penuh pengharapan. Sesungguhnyalah harapan baru ini telah mengembalikan kekuatan hidup hamba. Tetapi di manakah hamba dapat berjumpa dengan pertapa Samwartta ini dan bagaimanakah caranya agar hamba tidak ditolaknya dan tetap dapat bersujud kepadanya! Sungguhlah hamba
tidak mau hidup lagi apabila beliau menolak pula permohonan hamba ini. Nrada lalu memberi petunjuk seperti
berikut ini: Pertapa Samwarta itu memanglah seorang pertapa yang sangat aneh menurut pengamatan orang biasa. Beliau itu mengembara ke seluruh penjuru dunia dengan tekad bulat ingin berjumpa dengan Mahewara. Pada saat ini beliau sedang berkeliling di kota Wras, seperti orang hilang ingatan. Paduka pergilah ke kota itu Nanti setelah tiba di pintu gerbang kota, letakkanlah mayat manusia di sebelah pintu gerbang. Orang yang kelihatan ketakutan dan menghindarkan diri dengan tergesa-gesa menjauhi mayat itu, dia itulah Samwarta. Ikutilah ke mana orang akti itu pergi. Di tempat sunyi sambil mencakupkan tangan, mohonlah agar beliau suka melindungi paduka. Apabila
beliau menanyakan siapa yang memberi tahukan rahasia dirinya, sebutkan nama hamba, Nrada, dan selanjutnya, apabila beliau menanyakan di mana hamba berada atau menyarankan agar paduka mengikuti hamba, katakanlah bahwa hamba sudah menceburkan diri ke dalam api. Setelah jelas semua, raja lalu mencakupkan tangan memberi hormat kepada Nrada dan mohon diri agar diperkenankan melanjutkan perjalanannya menuju kota Wras. Setiba di kota itu, baginda melakukan setepatnya apa yang dinasihatkan oleh Nrada. Baginda meletakkan sesosok mayat manusia dekat di sebelah pintu masuk kota dan adalah suatu kebetulan pada saat yang bersamaan Brhmaa aneh itu juga sedang memasuki kota Wras. Setelah melihat mayat tergeletak di pintu gerbang tiba-tiba orang akti itu menghindar dan bergegas pergi. Setelah
melihat
seorang
pengemis
tua
berpakaian
compang-camping terpontang-panting melarikan diri, raja lalu mengikutinya dari belakang sambil terus menerus menyebut nama dan seorang mencakupnya tangan sebagaimana
murid sedang menunggu pelajaran dari gurunya. Tiba di suatu tempat yang sunyi, Samwarta membalik dan melempari Mruta dengan kotoran dan lumpur, debu dan air ludah. Baginda raja itu disiksa dan diancam. Akan tetapi Mruta tetap menunjukkan kesabaran, memuji-muji dan menyembahnya. Akhirnya orang tua suci itu merasa lelah dan di bawah sebuah pohon ara yang rindang Samwarta berhenti dan duduk kepayahan.