You are on page 1of 21

KERACUNAN NAPZA DAN BAHAN BERBAHAYA

Hernomo Kusumobroto Pusat Penanggulangan dan Informasi Keracunan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Sutomo Surabaya

Dibacakan pada :

Monitoring Kasus Penyalahgunaan dan Keracunan Napzaba di Rumah Sakit


Surabaya, 25 Pebruari 2004

PENATALAKSANAAN KERACUNAN NAPZA DAN BAHAN BERBAHAYA


Hernomo Kusumobroto Pusat Penanggulangan dan Informasi Keracunan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Sutomo Surabaya RINGKASAN Keracunan NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropik dan zat aditif) dan bahan berbahaya lain (pestisida, minyak tanah, bahan korosif, dan lain-lain) cukup banyak dijumpai di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Data di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa sejak tahun 1997 terdapat perubahan pola keracunan yang masuk RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kalau sebelumnya pestisida senantiasa mendominasi jumlah penderita yang dirawat di sini, sejak tahun 1997, bahan ini telah digantikan oleh kelompok obat farmakologi, terutama golongan NAPZA, termasuk alkohol. Efek farmakologik golongan NAPZA terutama adalah terhadap SSP, dapat bersifat depresi maupun stimulasi pada otak. Kematian dapat terjadi akibat overdosis dalam rangka pengobatan penderita, akibat kecelakaan, atau penyalah gunaan obat. Efek pada SSP dari obat golongan ini sangat bervariasi tergantung pada jenis obat, kepekaan individu, dan dosis obat yang dipakai. Mirip dengan golongan narkotik, efek farmakologi alkohol terutama adalah terhadap SSP pula, yang dapat bersifat depresi pada otak. Efek depresi ini juga sangat bervariasi tergantung pada jenis alkohol, kepekaan individu, dan dosis/kadar alcohol yang dipakai. Kematian dapat terjadi, khususnya golongan methanol, akibat asidosis metabolic yang tidak terkontrol dengan baik.. Pada keracunan bahan korosif, kematian dapat disebabkan oleh komplikasi yang timbul, seperti : sepsis, perdarahan saluran makanan, dan perforasi. Pada penderita yang sadar, eliminasi bahan yang tertelan dengan emesis, katarsis dan kumbah lambung dapat dikerjakan bila kejadian tersebut terjadi dalam waktu kurang dari 4 jam. Pada keracunan minyak tanah, golongan amfetamin, dan bahan korosif, sebagian tindakan di atas merupakan kontraindikasi. Pada keracunan bahan depresan (termasuk narkotik), pestisida organofosfat, dan methanol, pemberian antidot cepat dan terapi penunjang (supportive), sering dapat menyelamatkan hidup penderita. Sementara pada keracunan bahan korosif, tindakan pengenceran yang cepat, dapat mencegah kerusakan saluran makan yang lebih parah.
2

PENATALAKSANAAN KERACUNAN NAPZA DAN BAHAN BERBAHAYA


Hernomo Kusumobroto Pusat Penanggulangan dan Informasi Keracunan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Sutomo Surabaya

PENDAHULUAN
Sejak dibentuknya Panitia Medik/ Pusat Penanggulangan dan Informasi Keracunan (PMPIK) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1994, kasus keracunan yang masuk ke IRD dapat di data dengan baik dan teratur setiap hari. Dengan demikian pelaporan kasus keracunan yang masuk ke IRD dapat dibuat secara teratur setiap tahun, bahkan setiap bulan kalau diperlukan. Formulir yang digunakan untuk pelaporan ini dapat dilihat dalam gambar 1. Dari data pelaporan ini dapat diketahui bahwa kasus keracunan NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropik dan zat aditif) dan bahan berbahaya lain (pestisida, minyak tanah, dan bahan korosif) cukup banyak dijumpai di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Data IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa sejak tahun 1997 terdapat perubahan pola keracunan yang masuk RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kalau sebelumnya pestisida senantiasa mendominasi jumlah penderita yang dirawat di sini, sejak tahun 1997, bahan ini telah digantikan oleh kelompok obat farmakologi, terutama golongan NAPZA. Keracunan obat, pestisida, minyak tanah, makanan, dan alkohol, hampir selalu merupakan kelompok 5 penyebab terbanyak keracunan di sini. Mengingat keterbatasan waktu, maka yang akan dibicarakan di bawah ini dibatasi terutama hanya pada kelompok NAPZA saja, termasuk alkohol, sementara keracunan bahan berbahaya lain akan disinggung sepintas lalu saja

DATA EPIDEMIOLOGI
Dari tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa ada 5 kelompok bahan yang selama bertahuntahun senantiasa mendominasi keracunan bahan kimia di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yaitu : pestisida, obat-obat farmakologi, hidrokarbon/minyak tanah, keracunan makanan dan alkohol (tabel 1). Sejak tahun 1997, pestisida prosentasenya menurun mulai dari 31 % pada 1997 menjadi 22 % pada 1999, kemudian meningkat lagi menjadi 35 % pada 2003. Sementara kelompok obat farmakologi, prosentasemya terus meningkat mulai

dari 24 % pada 1997 menjadi 41 % pada 1999, kemudian sedikit menurun menjadi 22 % pada 2003. Alkohol sendiri prosentasenya tampaknya terus meningkat dari 9 % pada 1999, menjadi 15 % pada 2003 (tabel 1 dan 2). Tampaknya tidak ada dominasi jenis kelamin tertentu, meskipun dominasi pria kelihatannya sedikit menonjol (tabel 3).

KERACUNAN NAPZA
Efek farmakologik obat-obat kelompok NAPZA ini terutama adalah terhadap SSP, dapat bersifat depresi maupun stimulasi pada otak. Kematian dapat terjadi akibat overdosis dalam rangka pengobatan penderita, akibat kecelakaan, atau penyalah gunaan obat. Efek pada SSP dari obat golongan ini sangat bervarasi tergantung pada jenis obat, kepekaan individu, dan dosis obat yang dipakai.

GOLONGAN STIMULANS
Termasuk dalam kelompok ini adalah turunan-turunan amfetamin. Salah satu turunan kelompok amfetamin ini yang paling terkenal antara lain adalah ekstasi (XTC). Semua turunan amfetamin ini masuk kelompok obat halusinogenik ("hallucinogenic"). Nama kimia XTC adalah : MDMA (methylene-dioxy-meth-amphetamine). MDMA merupakan analog dari MDA (methylene-dioxy-amphetamine) - diproduksi pertama kali pada 1914 sebagai obat penurun berat badan ("appetite suppresants"). Karena banyak efek samping obat (ESO), MDA kemudian ditarik dari peredaran. Antara tahun 1960 - 1970 diproduksi turunan-turunan lain.

Halusinogen, yang juga disebut

sebagai "psychedelics", adalah : obat yang mempunyai kemampuan untuk membuat ilusi visual, distorsi penerimaan sensori, "synesthesia" (dapat melihat suara dan membau warna), depersonalisasi, dan derealisasi. Beberapa macam hallucinogens yang terkenal : 1. LSD (lysergic acid diethyl-amide) 2. Biji tanaman tertentu : "Morning glory" (tanaman keluarga Convulaceae) 3. Mescaline (alkaloid peyote cactus) 4. Amphetamine dan turunannya. 5. Jamur tertentu (spesies Psilocybe, Conocybe) 6. Turunan tryptamine (diisolasi dari tanaman Cohaba). 7. Biji pala ("nutmeg") 8. Marijuana

9. Kokain ("cocaine")

MACAM-MACAM EKSTASI
a. Yang beredar di luar negeri . DOM (dimethoxy-methyl-amphetamine), atau STP (serenity, tranquility, peace) . MDA (love drug, mellow drug) . MDMA (XTC, Adam) . MDEA (methylene-dioxy-eth-amphetamine = Eva) . DOB (bromo dimethyl amphetamine, bromo DMA, Golden eagle, PBR, psychodine, tile, ivox, bromo STP)

b. Yang beredar di Indonesia . MDMA HCl (ungu/Guchi, putih tulang/Twin, hijau/RN, hijau kebiruan/Badut, biru/Butterfly) . Meth-amphetamine HCl (sabu-sabu) . MDA HCl + MDMA HCl (serbuk/tablet biru muda)

PATOFISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


. Efek adrenergik, dopaminergek, serotonegik dalam SSP . Memperpanjang efek katekolamin . Efek simpatetik : merangsang reseptor alfa dan beta . Efek mulai 20 - 30 menit setelah pemberian oral, berakhir 4 - 48 jam tergantung jenis obat . Dosis halusinogenik MDMA/MDA 50 - 150 mg. Dosis fatal MDA 1200 mg

DIAGNOSIS
a. Gambaran klinik Keluhan : nyeri kepala, palpitasi, sesak, nyeri dan parestesi ekstrimitas, euforia, terlalu PD, insomnia Keracunan ringan : gelisah, tremor, midriasis, flushing. Keracunan sedang : agitasi, mual, muntah, rasa takut, kejang otot, nyeri perut, takhikardi, hipertensi, suhu meningkat, panik, halusinasi. Keracunan berat : dilir, kejang-kejang, gejala fokal SSP, koma, aritmia, hiperpireksia, koagulopati, DIC, ARDS, GGA, syok, meninggal.

b. Pemeriksaan lab. dan penunjang lain . Lab rutin, RFT, LFT, BGA, elektrolit. . EKG, foto dada.

PENGOBATAN
Yang terpenting penderita ditenangkan dulu, karena penderita sering dalam keadaan panik dan gelisah. a. Resusitasi : ABC b. Eliminasi : KL plus norit, bila keracunan < 6 jam c. Penunjang . Diazepam : 0.05 - 0.10 mg/kg iv atau po . Haloperidol 5 - 10 mg iv/im bila pend. agitasi . Bila kejang : diazepam atau phenithoin . Hipertensi berat : alfa + beta bloker, atau vasodilator (nifedipin) . Takhikardi supraventrikuler : beta bloker . Takhikardi ventrikuler : lidokain . Iskemi miokard : morfin, nitrat . Iskemi ekstrimitas : heparin, nitroprusid

GOLONGAN DEPRESAN
Kelompok obat atau bahan yang masuk dalam golongan ini biasanya disebut sebagai golongan narkotik. Istilah "narkotik" awalnya dipakai untuk obat yang mempunyai efek menidurkan (narkose). Kemudian istilah ini dibatasi hanya untuk morphine atau analgesik lain yang dapat menimbulkan ketergantungan fisik. Dalam istilah hukum, istilah ini kemudian digunakan untuk setiap bahan yang dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya ("dependence"). Karena hampir semua obat kelompok ini diturunkan dari opium, selanjutnya dipakai istilah "opiat" (pada awalnya). Opium berasal dari getah tanaman Papaver somniferum, yang ternyata mengandung sejumlah alkaloid. Istilah opioid/opioid analgetik diambil berdasar asal bahan tersebut yaitu opium, baik yang asli (alamiah) maupun sintetik. Efek analgetik dari kelompok obat ini disebabkan efek depresi pada otak. Kematian akibat overdosis biasanya disebabkan oleh : kelebihan dosis dalam rangka pengobatan penderita, akibat kecelakaan, atau akibat penyalah gunaan obat.

PATOFISIOLOGI

Narkotik menimbulkan efek yang bervariasi pada SSP, tergantung : jenis obat, kepekaan individu, dosis obat. Paling sedikit ada 4 subtipe reseptor yang dikenal yaitu : mu, kappa, delta dan sigma.

DIAGNOSIS
1. Keracunan akut a. Anamnesis Keracunan dapat terjadi akibat : kecelakaan pada anak-anak, overdosis akibat pengobatan medik, bunuh diri, atau penyalah gunaan obat. Pada pengguna obat, pengedar, atau penyelundup, keracunan keracunan dapat terjadi akibat pecahnya pembungkus obat, dalam lambung/rektum/vagina. Penderita yang kecanduan ("addict") dapat mengalami keracunan akibat mengkonsumsi jenis atau varian baru dari heroin. Tanda-tanda keracunan bisa timbul dalam 1 - 2 jam sampai 12 - 18 jam (diphenoxylate). Keluhan penderita yang sadar : rasa bingung ("confusion"), disforia, euforia, letargi, rasa tak enak ("numb feeling"), mual, muntah, konstipasi, dan rasa ngantuk ("sleepiness").

b. Pemeriksaan fisik Trias klasik : miosis, koma dan depresi napas. Pada keracunan ringan sampai sedang : mulai tampak teler ("lethargy"), pupil mengecil, sering "pinpoint", tekanan darah dan nadi menurun, bising usus mengurang, dan otot-otot melemas. Pada keracunan berat : koma dalam disertai depresi napas dan apnea, sering diikuti kematian yang cepat. Edema paru nonkardiogenik dapat timbul, sering sesudah resusitasi dan pemberian naloxone. Miosis : tak selalu timbul. Disebabkan rangsangan pada syaraf parasimpatik (nukleus Edinger-Westphal). Miosis (-) pada keracunan meperidine, lomotil, superimpose dengan anoksia. Koma derajat ringan sampai berat. Depresi napas : bradipnea dan penurunan kemampuan bernafas, sampai apnea, dapat terjadi. Koma dan depresi napas sangat tergantung pada besarnya dosis yang digunakan. Kematian akibat gagal napas dapat terjadi dalam 2 - 4 jam setelah pemberian oral atau

subkutan, atau segera setelah pemberian iv. Disforia, agitasi dan kejang-kejang dapat disebabkan oleh meperidine, propoxyphene, atau bahan agonis-antagonis. Gejala-gejala rasa panas, kering, dan kulit kemerahan ---> anticholinergic (misalnya : Lomotil). Pengguna obat intravena : komplikasi infeksi (kulit, hati, paru, jantung), bekas trauma, seperti : vena yang mengeras, luka baru bekas suntikan atau sayatan, atau bekas-bekas trauma yang lain. c. Pemeriksaan penunjang Darah dan urin lengkap, analisis gas darah, faal ginjal, elektrolit, dan kadar gula darah, dapat diperiksa bila kesadaran terganggu. EKG dan foto dada : atas indikasi. Bila ada dugaan adanya "drug packages" dalam dalam lambung atau rektum, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi (foto polos atau dengan kontras). d. Pemeriksaan toksikologi Kadar kwantitatif opioid dalam darah, tak berguna. Analisa kualitatif (skrining) dalam urin dengan "thin-layer chromato-graphy", hanya dapat mendeteksi beberapa, tapi tidak semua opioid. "Gas chromatography" dan "enzyme-linkage immunoassays" (ELISA) atau "radioimmunoassays" (RIA), lebih peka untuk bahan tertentu saja. Konfirmasi adanya opioid tertentu tidak diperlukan, bilamana riwayat dan respons terhadap pemberian naloxone sudah sesuai dengan diagnosis umum keracunan opioid. 2. Keracumam khronik Pupil miosis (pin-point), perubahan kepribadian, sulit bergaul, suka menyediri.

3. Gejala withdrawal (Ketagihan) Menguap. Banyak air mata, kram perut, muntah-muntah, keringat banyak, badan terasa panas, tetapi tubuh menggigil, pupil midriasis, tremor, akhirnya kolaps

PENCEGAHAN
Penggunaan narkotik dalam klinik harus hati-hati, terutama pada anak di bawah usia 12 tahun. Pemberian dosis ulang harus dihindari dalam pengobatan kecelakaan atau kondisi nyeri kronik lain (kecuali bila sudah diperhitungkan untung ruginya, misalnya untuk pengobatan penyakit terminal). Hindarkan pemakaian narkotik pada penderita dengan kelainan psikoneurotik, psikopatik, dan penderita dengan emosi yang tidak stabil.

PENGOBATAN
a. Resusitasi Resusitasi ABC pilihan pertama, meskipun ada antidotum. Bila ada dugaan overdosis opioid, segera pasang infus iv dan monitoring jantung dan paru. Bila keluhan (+), segera beri O2 ekstra, bila perlu dengan alat bantu pernapasan (respirator). Ventilasi dengan masker diberikan sampai pemberian naloxone. Bila ada hipotensi, asidosis, dan bradikardi akibat hipoksia, segera pasang endotrakheal, karena mudah terjadi komplikasi paru (aspirasi maupun edema paru), dan mempunyai respons yang lambat terhadap naloxone. b. Eliminasi Pada penderita yang sadar, kumbah lambung dan emesis segera dikerjakan, bila obat ditelan. Bila penderita tak sadar dan pernapasan terganggu, emesis merupakan kontraindikasi, juga kumbah lambung tanpa proteksi saluran napas. Pada keracunan lewat suntikan subkutan, absorbsi obat dapat dihambat dengan pemakaian tourniquet. c. Antidotum Naloxone HCL 0.01 mg/kg iv (sekitar 1 - 2 mg bolus iv, dapat diberikan untuk setiap keracunan narkotika, kecuali levopropoxyphene. Dapat diulangi tiap 2 - 3 menit sampai pernapasan kembali normal, dan penderita menunjukkan respons terhadap rangsangan. Dosis dapat mencapai 0.1 - 0.2 mg/kg pada keracunan masif narkotik. Dosis lebih tinggi kadang-kadang dibutuhkan. Setelah dosis tunggal 2 mg iv, dapat diteruskan dengan bolus iv 2 - 4 mg baik pada anak maupun orang dewasa, setiap 20 - 60 menit. Dosis sebesar 24 - 75 mg iv dalam 24 jam pernah diberikan tanpa menimbulkan efek yang merugikan. Naloxone tidak menekan respirasi dan mempunyai efek yang lebih lama dari pada nalorphine maupun levallorphane. Naloxone juga aman untuk dipakai sebagai test pada koma yang tidak diketahui sebabnya, yang diduga akibat keracunan narkotik. Dalam keadaan darurat, bila vena penderita sulit ditemukan, naloxone dapat diberikan lewat pipa endotrakheal, suntikan intramuskuler, atau suntikan sublingual. Pada pecandu narkotik, juga pada bayi yang baru lahir dari ibu pecandu narkotik, suntikan naloxone dapat memacu gejala-gejala akut ketagihan ("withdrawal") yang berat. Naloxone juga tidak mempunyai efek antagonis konvulsan dari beberapa narkotik, yang dapat memacu timbulnya kejang-kejang pada keracunan meperidine. ESO naloxone yang pernah dilaporkan : edema paru dan disritmia ventrikuler (sangat jarang, dan kurang berarti bila dibandingkan manfaatnya sebagai antidotum).

ALKOHOL ETANOL
Etanol merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri minuman keras, "colognes", parfum, "after shaves", "mouthwashes", beberapa "rubbing alcohols", penyedap makanan atau "food flavouring" (mis. vanilla, almond, lemon etc), juga sebagai bahan pendamping untuk industri farmasi. Etanol sering dikonsumsi sebagai bahan minuman untuk rekreasi, atau sebagai bahan campuran ataupun pelarut dalam usaha bunuh diri.

PATOGENESIS
Efek utama keracunan etanol akut adalah depresi SSP. Etanol mempunyai efek aditif dengan bahan depresan SSP lain, seperti : barbiturat, bensodiasepin, antidepresan dan antipsikotik. Efek etanol yang lain adalah hipoglikemik, diduga akibat gangguan pada glukoneogenesis, terutama pada penderita dengan gangguan penyimpanan glikogen (mis. pada anak kecil, dan pada penderita yang sangat kurang gizi). Keracunan etanol juga menyebabkan orang rentan terhadap kemungkinan trauma, hipotermi, dan sejumlah gangguan metabolik lain yang dapat mudah timbul pada orang yang mabuk. Dosis toksik : umumnya 0.7 g/kg etanol murni (sekitar 3 - 4 tegukan) akan menimbulkan kadar etanol dalam darah sekitar 100 mg/dL (0.1 g/dL) yang dianggap sudah mabuk secara hukum dalam tatanan masyarakat. Kadar 100 mg/dL ini sudah cukup untuk menghambat glukoneogenessis hingga dapat menimbulkan hipoglikemi, namun belum cukup untuk menimbulkan koma. Batas kadar etanol dalam darah yang dapat menimbulkan koma dalam atau depresi napas sangat bervariasi, tergantung toleransi setiap individu. Meskipun kadar di atas 300 mg/dL biasanya sudah dapat menimbulkan koma pada peminum alkohol pada umumnya, namun pada penderita alkoholisme kronik masih dapat tetap bangun pada kadar 500 - 600 mg/dL. 25 % etanol yang masuk ke dalam lambung akan diserap tanpa perubahan, sisanya diserap dalam usus halus. Air menambah penyerapan alkohol, sedang makanan yang banyak lemak memperlambat penyerapan. Etanol dapat dideteksi dalam darah dalam waktu 5 menit setelah masuk ke dalam lambung, dan mencapai puncaknya dalam waktu 30 180 menit,. Sekitar 10 % alkohol yang diserap diekskresi tanpa berubah dalam urine, keringat dan napas. Sebagian besar dimetabolisir dalam hati sebagai : Etanol acetaldehyde (dengan bantuan enzim alcohol dehydrogenase) Acetaldehyde acetyl Co-A (dengan bantuan enzim aldehyde dehydrogenase).
10

Acetyl Co-A H2O + CO2 (dengan bantuan TCA cycle).

DIAGNOSIS
a. Gejala klinik Keracunan akut Keracunan ringan sampai sedang : euforia, inkoordinasi ringan, ataksia, nistagmus, gangguan pada refleks dan kemampuan untuk mempertimbangkan sesuatu "judgement". Penurunan kemampuan hambatan bersosialisasi, dan peningkatan sifat agresif. Dapat terjadi hipoglikemik. Keracunan berat : koma, depresi pernapasan, dapat terjadi aspirasi paru. Pupil mengecil, dan suhu tubuh, tekanan darah, serta nadi biasanya menurun. Rhabdomyolysis dapat terjadi akibat imobilisasi yang lama.

Keracunan kronik Dapat timbul perdarahan SMBA akibat gastritis, tukak peptik, sindroma Mallory-Weiss, atau perdarahan varises. Pankreatitis, hepatitis, sirosis dan ensefalopati hepatik dapat terjadi. Juga dapat timbul hipokalemi, hipofosfatemi, hipomagnesemi, defisiensi tiamin ("Wernicke's encepalopathy"), ketoasidosis alkoholik, dan penurunan kekebalan terhadap infeksi.Gejala acute alcoholic Psychosis (sindroma Korsakoff), dapat timbul dengan ditandai gangguan mental yang berat, disorientasi, suggestibility, da gangguan memory.

Gejala ketagihan ("withdrawal") Biasanaya terjadi pada pemakai alkohol dosis tinggi jangka lama, dengan gejalagejala tremor ("tremulousness"), rasa takut, overaktivitas syaraf simpatik, dan konvulsi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi "delerium tremens", yaitu sindroma yang dapat mengancam jiwa penderita akibat hiperaktivitas yang sangat dari syaraf otonom, dengan gejala-gejala konvulsi, dilir, yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi bila tidak diobati.

Masalah lain Peminum alkohol, baik sengaja maupun tidak, kadang-kadang memakai juga pengganti etanol seperti : isopropyl-alcohol, methanol, atau ethylene-glycol. Selain itu, etanol juga sering dipakai sebagai bahan campuran untuk meminum bahan lain, dengan tujuan usaha bunuh diri.

11

b. Pemeriksaan laboratorium Kadar etanol dapat diperiksa dengan mudah dan cepat, hampir di setiap RS. Tegantung cara yang dipakai, hasilnya dapat tepat dan spesifik. Pada umumnya tidak terdapat hubungan antara kadar etanol dalam darah dan gambaran klinik, namun biladitemukan kadar etanol di bawah 300 mg % pada seorang penderita yang koma, sebaiknya dipikirkan penyebab lain. Bila kadar etanol tidak dapat diperiksa, kadar dalam darah dapat diperhitungkan dengan menghitung "osmolar gap".Pemeriksaan lab. yang lain ; darah lengkap, gula darah, elektrolit, BUN, kreatinin, SGOT, SGPT, waktu protrombin (PPT), magnesium, dan analisis gas darah.

PENGOBATAN
a. Resusitasi Lindungi jalan napas terhadap kemungkinan aspirasi, kalau perlu intubasi dan alat bantu pernapasan.

b. Eliminasi Emesis dan KL, biasanya bukan indikasi, karena etanol sangat cepat diserap, kecuali waktu paparan < 30 menit, atau ada dugaan penderita memakai obat lain bersama-sama etanol. Karbon aktif, meskipun kurang efektif untuk menyerap etanol, dapat dicoba diberikan, terutama bila ada dugaan keracunan dengan bahan lain. Hemodialisis, meskipun cukup efisien untuk eliminasi etanol, tapi biasanya jarang dibutuhkan, karena terapi penunjang ("supportive") biasanya sudah cukup efektif. Hemoperfusi dan diuresis paksa juga tidak efektif. c. Terapi penunjang Berikan infus D-5 dan thiaminne 4 x 100 mg iv/im. Atasi konvulsi dan hipotermi bila ada. Sebagian besar penderita biasanya akan kembali sadar dalam waktu 4 - 6 jam. d. Antidotum : tidak ada antidotum spesifik untuk keracunan etanol.

12

METANOL
Methanol (methyl alcohol = wood alcohol) merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dalam suhu kamar, dan merupakan bahan yang banyak dipakai dalam industri sebagai bahan pelarut, seperti pembersih kaca, pembersih cat dll. Bahan ini juga sering dipakai sebagai pengganti alkohol oleh pecandu-pecandu alkohol, karena harganya relatif murah. Meskipun bahan ini utamanya hanya menimbulkan gangguan kesadaran ("inebriation"), bahan metaboliknya sendiri dapat menimbulkan asidosis metabolik, kebutaan, dan kematian setelah periode laten selama 6 - 30 jam. Metanol merupakan salah satu komponen dalam gasoline, gasohol, antifreeze, cairan pembersih kaca mobil, cairan untuk fotokopi, parfum, wood alcohol, minyak cat, pembersih lantai, dan macam-macam bahan industri lain.

PATOGENESIS
Metanol sendiri tidak berbahaya, tetapi bahan hasil metabolitnya yang toksik. Bila tertelan, cepat diserap dalam saluran makan, kadar dalam darah cepat meningkat dalam waktu 30 - 60 menit setelah masuk, tergantung ada tidaknya makanan dalam lambung. Waktu paruh metanol sekitar 12 jam. Metanol dimetabolisir secara perlahan-lahan oleh alkohol dehidrogenase menjadi formaldehid, dan selanjutnya oleh aldehid dehidrogenase diubah menjadi asam format. Asam format ini terakir kemudian diubah menjadi CO2 dan H2O. Asidosis sistemik yang timbul disebabkan oleh pembentukan asam format dan asam laktat. Sementara kerusakan mata disebabkan terutama oleh asam format dan formaldehid. Formaldehid diketahui merusak sel-sel retina mata. Bahan ini menghambat ensim cytochrome oxidase dalam syaraf mata, menghambat aliran axoplasma. Baik etanol maupun metanol, kaduanya bersaing memperebutkan ensim alkohol dehidrogenase, untuk memetabolisir keduanya, sehingga efek ini dipakai sebagai dasar pengobatan keracunan metanol. Mengapa toksisitas metanol secara oral atau per inhalasi lebih tinggi dibanding etanol, sampai saat ini masih belum diketahui penjelasannya. Metanol di metabolisir dan di ekskresi pada kecepatan 1/5 dari etanol. Setiap pemberian dosis tunggal metanol, ekskresi lewat paru dan ginjal masih terus terjadi minimal selama 4 hari. Pemberian etanol dapat mengurangi efek toksik dari metanol dengan cara menghambat metabolisme metanol menjadi formaldehid dan asam format. Dengan cara ini, ginjal mendapat kesempatan untuk mengakskresi metanol dalam bentuk aslinya. Keracunan dapat melewati saluran makanan, inhalasi, maupun lewat kulit. Dosis tosik metanol sekitar 30 - 240 ml (20 - 150 gram). Dosis toksik minimm sekitar 100 mg/kg.

13

DIAGNOSIS
Gejala klinik Gejala utama keracunan metanol adalah gangguan visus dan asidosis metabolik. Tanda-tanda keracunannya sendiri sering didahului dengan periode laten selama 40 menit - 72 jam, di mana penderta sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala apapun. Keracunan ringan : rasa lelah, nyeri kepala, nausea, dan penglihatan kabur temporer, setelah periode laten. Keracunan sedang : nyeri kepala hebat, "dizziness", mual dan muntah, dan depresi SSP. Gangguan visus dapat menetap setelah 2 - 6 hari. Keracunan berat : gejala di atas dengan cepat makin menghebat, dengan pernapasan cepat akibat asidosis, sianosis, koma, hipotensi, midriasis, dan hiperemi Beberapa jam pertama setelah keracunan, timbul gejala-gejala "inabriation" dan gastritis. Asidosis biasanya belum timbul. Setelah periode laten selama 30 jam, mulai timbul gejala-gejala metabolik asidosis akibat meningkatnya anion gap yang hebat, gangguan visus, kebutaan, kejang-kejang, koma, dan kematian bisa terjadi setiap saat. Periode laten bisa berlansung lebih lama, bila metanol diminum bersama-sama etanol.

Pemeriksaan laboratorik Anion gap meningkat. Peningkatan anion gap sebesar 10 mOsm/l, biasanya sudah dianggap sebagai keracunan metanol.Kadar bikarbonat biasanya menurun < 15 mEq/l. Kadar metanol serum > 20 mg/dL sudah dapat dianggap toksik. Peningkatan > 40 mg/dL merupakan keracunan berat. Asam format yang tinggi dalam serum, merupakan diagnosis yang pasti. Lab. yang lain : DL, elektrolit, gula darah, faal ginjal, osmolalitas serum dan anion gap, analisis gas darah, kadar etanol dalam serum.

Pemeriksaan patologi Pada penderita yang meninggal, hati, ginjal dan jantung menunjukkan degenerasi parenkim. Paru menunjukkan deskuamasi epitel (edema, emfisema, kongesti, dan brokhopneumoni). Otak tampak edema, hiperemis dan petechiae. Mata, perubahan

14

degenerasi dalam retina dan edema pada opticdisc, dan mungkin atrofi syarag mata. Epitel kornea menunjukkan perubahan degenerasi.

PENGOBATAN
a Resusitasi Pertahankan jalan napas yang baik, kalau perlu respirasi mekanik. b. Eliminasi Emesis dan kumbah lambung secepat mungkin, karena metanol cepat diserap dalam lambung. Karbon aktif kurang efektif untuk menyerap metanol, tetapi bahan ini dapat menghambat penyerapan metanol dalam lambung. Hemodialisis, dapat mempercepat eliminasi metanol maupun asam format dari tubuh. Indikasi HD : ada dugaan intox. metanol ditambah dengan : a. Asidosis metabolik, atau b. Osmolar gap > 10 mOsm/L c. Kadar metanol serum > 40 mg/dL. Dialisis dikerjakan sampai kadar metanol < 20 mg/dL c. Antidotum : Etanol Pada intoksikasi berat, etanol absolut (50 - 60 ml) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 %, diberikan iv dalam waktu 30 menit. Selanjutnya diikuti 12 ml etanol absolut setiap jam. Pada keracunan ringan, etanol dapat diberikan per oral. Dosis oral mulai dengan 1.5 mg/kg dalam larutan 5 %, diikuti 0.5 - 1 ml/kg tiap 2 jam po selama 4 hari. Indikasi : - riwayat minum metanol, osmolar gap > 5 mOsm/dL - asidosis metabolik dan osm. gap > 5-10 mOsm/dL - kadar metanol darah > 20 mg/dL.

Asam folat, dapat mempercepat konversi format menjadi CO2 dan H2O. Dosis : 50 mg iv, tiap 4 jam.

15

d. Terapi penunjang Asidosis metabolik diatasi dengan sodium bikarbonat. Koreksi asidosis dilakukan berdasar pemeriksaan AGD. Atasi koma dan kejang bila ada. Bila penderita kedinginan, diberi selimut hangat. Pada penderita yang gelisah (dilir) dapat diberikan sodium pentobarbital 100 mg tiap 6 - 12 jam, atau diazepam 10 mg iv perlahan-lahan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Avile, J.A. ; Schmidt, E.W,. and Nichols, C.G. 1993. Alcohols, in Handbook of Medical Toxicology, ed. by P. Viccellio, 1st. ed., Boston-Toronto-London, p. 616. 2. Borab, J. 1993. Anion and osmolar gap, in Handbook of Medical Toxicology, ed. by P. Viccellio, 1st. ed., Boston-Toronto-London, p. 169. 3. Dreisbach, R.H. and Robertson, W.O. 1987. Handbook of Poisoning - Prevention, Diagnosis and Treatment. 12th ed., Prentice-Hall Int. Inc., New Jersey. 4. Dutra, C. 1990 : Ethanol, in Poisoning and Drug Overdose, ed. by K.R. Olson, Prentice-Hall International Inc., NewJersey, p. 148, 5. Ellenhorn, M.J. 1997. Ellenhorn's Medical Toxicolgy. 2nd Ed. Williams and Wilkins. Baltimore Tokyo. 6. Goldfrank, L.R. and Kirsten, R.H. 1990. Toxicologic Emergencies, Prentice-Hall International Inc, New Jersey. 4th. ed.,

7. Hernomo K. 1987. Keracunan akut bahan kimia. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan I Lab Ilmu Penyakit Dalam FK Unair, Surabaya, halaman 103. 8. Hernomo K. 1993 : Keracunan akut bahan kimia di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1988 - 1992. Majalah Ilmu Peny. Dalam (Surabaya) 19 : 191. 9. Hernomo K. 2000. NAPZA Intoxication. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XV, Surabaya, 29 - 30 September, hal. 193. 10. Hernomo, K. 2002. KERACUNAN MAKANAN DAN NAPZA. PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI PERAWAT II. IRD - RSUD DR SOETOMO SURABAYA. Surabaya, 20 April 2002.

16

11. Olson, K.R., C. 1990 : Caustic and Corrosive Agents, in Poisoning and Drug Overdose, ed. by K.R. Olson, Prentice-Hall International Inc., NewJersey, p. 114, 12. Homan, C.S. 1993 . Acids and Akalies. In Handbook of Medical Toxicology, 1st ed., Ed. by P. Viccellio, Little Brown and Co, Boston - London, p. 249. 13. Olson, K.R. 1990. Poisoning and Drug Overdose. Prentice-Hall International Inc., NewJersey, 1990, p. 148, 151, 202, 227. 14. PMPIK (Panitia Medik Penanggulangan dan Informasi Keracunan). 1994. Buku Pedoman Penanggulangan Keracunan Akut RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Edisi 1, Surabaya. 15. Proudfoot, A.T. 1993. Acute Poisoning. Edition. Butterworth Heinemann Ltd., Oxford. Diagnosis and Management. 2nd

16. Schiaven, F.M. ; Cantor, F.D. and Brogan G.X. 1993. Ethylene glycol, methanol, and Isopropyl alcohol. In Handbook of Medical Toxicology, 1st ed., Ed. by P. Viccellio, Little Brown and Co, Boston - London, p. 183. 17. Mofenson, H.C. 1993. Toxicity of Household Products, in Handbook of Medical Toxicology, ed. by P. Viccellio, 1st. ed., Boston-Toronto-London, p. 334 18. Vicellio, P. 1993 . Handbook of Medical Toxicology, 1st ed., Little Brown and Co, Boston London.

----oo0oo----

17

Tabel 1. Keracunan bahan kimia di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya (tahun 1999 - 2003) Nama bahn 1. Pestisida 2. Obt farm. 3. Minyak 4. Makanan 5. Alkohol 6. Rmh. Tgg 7. Gas 8. Obt trads. 9. Korosif 10. Lain-2 11. Tk tahu Total 1999 75 (22.5 137 (41.1 38 (11.41 23 ( 6.91 30 ( 9.01 5 ( 1.50 0 ( 0 12 ( 3.60 11 ( 3.30 2 ( 0.60 0 ( 0 333 (100 2000 78 (31.84 %) 81 (33.06 %) 32 (13.06 %) 8 ( 3.27 %) 20 ( 8.16 %) 3 ( 1.22 %) 0 ( 0 %) 2 ( 0.82 %) 5 ( 2.04 %) 3 ( 1.22 %) 13 ( 5.31 %) 245 (100 %) 2001 80 (24.46 118 (36.09 25 ( 7.65 32 ( 9.79 28 ( 8.56 10 ( 3.06 0 ( 0 7 ( 2.14 16 ( 4.89 3 ( 0.91 8 ( 2.45 327 (100 2002 96 (33.92 97 (34.28 10 ( 3.53 31 (10.95 26 ( 9.19 4 ( 1.41 0 (0 8 ( 2.83 5 ( 1.77 1 ( 0.35 5 ( 1.77 283 (100 2003 75 (34.89 47 (21.86 18 ( 8.37 20 ( 9.30 33 (15.35 2 ( 0.93 1 ( 0.46 5 ( 2.32 12 ( 5.58 0 ( 0 2 ( 0.93 215 (100

%) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %)

%) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %) )

%) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %)

%) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %) %)

Tabel 2. Keracunan 5 bahan kimia terbanyak di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya (tahun 1999 - 2003)

Nama bahan 1. Pestisida 2. Obt.farm. 3. Minyak 4. Makanan 5. Alkohol

1999 75 (22.5 %) 137 (41.1 %) 38 (11.41 %) 23 ( 6.91 %) 30 ( 9.01 %)

20000 78 (31.84 %) 81 (33.06 %) 32 (13.06 %) 8 ( 3.27 %) 20 ( 8.16 %)

2001 80 (24.46 %) 116 (36.09 %) 25 ( 7.65 %) 32 ( 9.79 %) 28 ( 8.56 %)

96 97 10 31 26

2002 (33.92 (34.28 ( 3.53 (10.95 ( 9.19

%) %) %) %) %)

75 47 18 20 33

2003 (34.89 (21.86 ( 8.37 ( 9.30 (15.35

%) %) %) %) %)

Tabel 3. Perbandingan jenis kelamin pada keracunan akut di IRD RSUD Dr. Sutomo Surabaya (1995 - 2003)
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Laki 181 197 220 185 189 111 169 144 120 1516 Perempuan 173 193 292 195 144 134 158 139 95 1523 Total 354 390 512 380 333 245 327 283 215 3039

18

Tabel 4. Keracunan Narkotik di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

1997 Stimulans 1. XTC 2. Sabu 3. Amfet 4. Ganja 5. Inex Depresan 1. Morfin 2. Putaw 3. Opium 4. Lain2 TOTAL 113 93 1 15 1 3 2 2 115

1998 56 40 6 1 2 7 11 5 6 67

1999 41 15 15 1 6 4 14 4 10 55

2000 12 3 5 1 1 2 12 2 6 4 24

2001 14 4 9 1 23 22 1 37

2002 8 3 1 1 3 17 12 5 25

2003 2 2 12 8 3 1 14

TOT 246 158 39 18 12 19 91 6 63 16 6 337

Tabel 5. Keracunan Alkohol di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

1. Alcohol/Eth. 2. Spiritus 3. Methanol 4. Tuak 5. Wine 6. Others TOT

1997 14 14

1998 18 1 1 2 22

1999 26 1 2 1 30

2000 17 1 1 1 20

2001 24 3 2 29

2002 17 9 26

2003 29 1 3 33

TOT 145 6 16 2 1 4 174

Tabel 6 Keracunan Pestisida di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

1997 1.Karbamat 2.Organofosf 3.Organokl 4.Piretrin 5.DEET 6.Racun Tks 7.Herbisida 8.Lain2 TOTAL 126 12 4 1 1 6 150

1998 65 10 7 2 84

1999 45 15 1 13 1 75

2000 50 7 1 20 78

2001 64 3 2 1 2 7 1 80

2002 72 6 5 11 1 1 96

2003 53 13 1 3 5 75

TOT 475 66 6 4 12 69 2 4 638

19

Tabel 7. Keracunan Minyak Tanah di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

M. Tanah Tiner Bensin Solar/Diesel Oli mesin M. pelitur Lain2 TOTAL

1997 37 6 2 45

1998 19 2 3 3 2 29

1999 31 7 38

2000 24 5 1 1 1 32

2001 24 1 25

2002 9 1 10

2003 13 4 1 18

TOT 157 25 7 4 1 2 1 197

Tabel 8. Keracunan Makanan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

1.Makanan 2.Singkong 3.Gadung 4.Jamur 5.Kupang/kerang 6.Tempe 7.Lain2 TOTAL

1997 25 1 1 4 4 35

1998 35 1 3 39

1999 21 2 23

2000 5 1 1 1 8

2001 26 1 1 2 2 32

2002 20 4 7* 31

2003 13 2 2 3** 20

TOT 145 2 10 6 6 19 188

** Susu/Coklat

* Dawet

Tabel 9. Keracunan Bahan Korosif di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997 2003)

Industrial 1. NaOH 2. HCl 3. H2SO4 Households 4. Porstex 5. Bayclin 6. SOS 7. Others TOTAL

1997 14 2 4 2 6 14

1998 8 4 1 1 2 8

1999 4 1 1 2 6 1 1 1 3 10

2000 3 2 1 2 1 1 5

2001 4 4 12 8 1 1 2 16

2002 0 5 3 1 1 5

2003 4 4 8 1 2 5 12

TOT 15 1 7 7 55 18 15 6 24 70

20

FORMULIR LAPORAN Bahan penyebab keracunan obat akut di IRD RSUD Dr. Sutomo Surabaya Bulan Tahun

No.
1.

Penyebab
Obat farmakol 1.1. Ekstasi 1.2. Narkotik 1.3. Analgetik 1.4. Hipnotik 1.5. Lain-lain 1.6. Tak diketahui Pestisida 2.1. Baygon 2.2. IFO lain 2.3. Racun tikus 2.4. Sari Puspa/Autan 2.5. Lain-lain Minyak tanah 3.1. M. tanah 3.2. Oli mobil Alkohol 5.1. Alkohol 5.2. Metanol 5.3. Arak 5.4. Spiritus Keracunan makanan 4.1. Makanan 4.2. Singkong 4.3. Gadung 4.4. Kepiting Obat tradisional 8.1. Jamu 8.2. M. kayu putih Korosif 6.1. Porstex 6.2. Air accu 6.3. Bayclin 6.4. SOS 6.5. Lain-lain (Lysol, superpel) Racun Rumah Tangga (sabun, sampo, rinso, parfum, dll) Lain-lain (gas, merkuri) Tak jelas TOTAL

Jumlah kasus

Percentase

Meninggal

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8. 9. 10.

21

You might also like