You are on page 1of 3

Epidemiologi Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering

ditemukan. Apendisitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden Apendisitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari Apendisitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Secara umum insiden dari Apendisitis sekitar 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden dari appendektomi primer diperkirakan sama besar pada kedua jenis kelamin ini. Insiden dari Apendisitis meningkat bertahap sesuai pertambahan umur, puncaknya pada akhir usia belasan tahun, dan secara bertahap menurun pada usia tua. Nilai median pada usia saat appendektomi adalah 22 tahun. Walaupun jarang, Apendisitis pada neonatus dan bahkan pada prenatal tetap ditemukan.4 Keseluruhan angka kematian dari Apendisitis yang berkisar antara 0,20,8% lebih banyak diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit itu sendiri daripada intervensi bedah. Angka kematian meningkat diatas 20% pada pasien yang usianya lebih dari 70 tahun, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi. Angka perforasi lebih tinggi pada pasien kurang dari 18 tahun dan lebih dari 50 tahun, kemungkinan akibat dari keterlambatan diagnosis. Perforasi dari apendiks berhubungan dengan peningkatan yang mencolok pada angka kematian dan kesakitan akibat Apendisitis (Craig,S. 2012) Jenis Jenis apendisitis 1. Apendisitis akut (mendadak). Gejala apendisitis akut adalah demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. (Ferri, 2009)

Secara patologi, Apendisitis akut dibagi menjadi Apendisitis akut stadium awal, Apendisitis Supurativa akut, dan Apendisitis gangrenosa akut tergantung dari beratnya proses inflamasi. Pada stadium awal Apendisitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa, submucosa, dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa membengkak dan terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino purulenta di seluruh lapisan serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi maka akan terbentuk abes, ulkus, dan focus nekrosis supurativa di dalam dinding apendiks, kondisi ini dikenal dengan Apendisitis supurativa akut. Pada Apendisitis gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan kehijauan pada mucosa, serta nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke serosa, selanjutnya dapat terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk diagnosis Apendisitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi neutrofil dan ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak atau usus disekitar appendiks (Simargi et. al., 2008 ). 2. Apendisitis kronik. Gejala apendisitis kronis sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut (Ferri, 2009). Etiologi Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi (Mansjoer, 2005).

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain infeksi, Apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Sjamsuhidajat et.al., 2005) REFERENSI Craig, S. 2012. Epidemiology Appendicitis. Available online at http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0156 [diakses tanggal 8 Mei 2013] Ferri, FF. 2009. Ferri's Clinical Advisor: Instant Diagnosis and Treatment. Philadelphia: Mosby Elsevier Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Simargi, Y dan Budiman, Y. 2008. Apendisitis Akut Ditinjau Dari Penggunaan Ultrasonografi. Majalah Kedokteran Damianus, Vol.3 Edisi VII. Halaman 166-169 Sjamsjuhidajat, R dan Jong, WM. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

You might also like