You are on page 1of 28

TERAPI CAIRAN PADA LUKA BAKAR

Selpiani*, Wahyu Hendarto**

ABSTRACT It is a widely accepted fact that severe fluid loss is the greatest problem faced following major burn injuries. The life expectancy of patients with severe burn wounds has significantly increased in the last 30 years, mostly because of improved fluid management methods. Therefore, effective fluid resuscitation is one of the cornerstones of modern burn treatment. The aim of this article is to review the current approaches available for modern trends in fluid management for major burn patients. As these current approaches are based on various experiences all over the world, the knowledge is essential to improve the status of this patient group. Keywords: Burn wound, fluid resuscitation, modern trends ABSTRAK Ini adalah fakta yang diterima secara luas bahwa kehilangan cairan yang parah adalah masalah terbesar yang dihadapi mengikuti luka bakar utama. Angka kelangsungan hidup pada pasien yang menderita luka bakar luas telah meningkat secara signifikan selama 30 tahun terakhir yang sebagian besar disebabkan oleh kemajuan dalam manajemen cairan. Oleh karena itu, resusitasi cairan yang efektif merupakan salah satu tonggak sejarah pengobatan luka bakar modern. Tujuan artikel ini adalah untuk meninjau pendekatan saat ini tersedia untuk tren modern dalam manajemen cairan untuk pasien luka bakar utama. Sebagai pendekatan saat ini didasarkan pada berbagai pengalaman di seluruh dunia, pengetahuan sangat penting untuk meningkatkan status dari kelompok pasien ini. Kata kunci : Luka bakar, resusitasi cairan, tren modern ____________________________________________________________________
*Coassistant FK TRISAKTI Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013 **Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang 1

PENDAHULUAN Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan yang khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Luka bakar pada dasarnya merupakan fenomena pemindahan panas, meskipun sumber panasnya dapat bervariasi, akibat akhir yang timbul selalu berupa kerusakan jaringan, paling nyata pada kulit, tetapi pada cedera multisistemik yang nyata dapat menyebabkan gangguan yang serius pada paru-paru, ginjal dan hati. Efek-efek sistemik dan mortalitas akibat cedera luka bakar berhubungan langsung dengan luas dan dalamnya kulit yang terkena.1 Pada umumnya pasien luka bakar datang akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 4872 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Kematian umumnya terjadi pada 7 hari pertama masa perawatan (masalah jangka pendek). Sementara sisa kasus yang bertahan hidup menghadapi masalah tersendiri, antara lain lamanya masa perawatan yang berkisar antara 4014 hari rawat dan dengan penyulit yang timbul (masalah jangka panjang), antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome), infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.1,2 Hampir semua kasus luka bakar disebabkan oleh api atau tersiram air panas. Dengan menentukan sumber panas (misalnya, agen yang menyebabkan luka bakar) akan membantu kita dalam memperkirakan luas dan dalamnya cedera. Perkiraan ini sangat penting dalam merencanakan terapi cairan intravena yang tepat. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat, diharapkan akan dapat menurunkan sekecil mungkin angka morbiditas dan mortalitas tersebut. Prinsip-prinsip dasarnya meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin terjadi akibat luka bakar tersebut.1

DEFINISI LUKA BAKAR Luka bakar adalah jenis luka, kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh sumber panas (thermal), sumber listrik, bahan kimia dan radiasi. Sumber panas bisa berasal dari api, sengatan matahari dan benda panas, baik itu benda padat, cair, maupun uap panas. Bahan kimia berasal dari asam kuat dan basa kuat. Selain dari suhu yang panas, luka bakar juga bisa diakibatkan suhu rendah (frost bite). Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan.2

EPIDEMIOLOGI Luka bakar menjadi masalah oleh karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di Amerika dilaporkan sekitar 2 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, 62 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat II III ( >40 %) dengan angka kematian 37,38%. Angka ini lebih kurang sama dengan tahun berikutnnya, di tahun 1999 jumlah kasus yang dirawat adalah 88 kasus, 75 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat II III dan dengan angka kematian >40 % dengan masa rawat terpanjang antara 32 38 hari.1 Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Pada anak di bawah umur 3 tahun, penyebab luka bakar paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala. Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling tersering adalah nyala api yang membakar baju.2

ETIOLOGI
3

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain :3 1. Suhu : - panas (api, uap panas, air panas) - dingin (frost bite) 2. Arus listrik 3. Petir, ledakan 4. Sinar matahari 5. Kimia Bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar adalah asam kuat atau basa kuat. Luka bakar akibat bahan kimia umumnya disebabkan karena sifat kimiawi bahan tersebut yang tajam dan dapat membakar kulit, seperti sodium hidroksida, asam sulfur ataupun asam nitrat. Asam hidroflorik dapat menyebabkan kerusakan tulang, namun jenis kerusakan yang terjadi sulit dibuktikan.3 6. Radiasi 7. Laser

PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN Kulit merupakan barrier yang kuat untuk transfer energi ke lapisan di bawahnya. Area luka di bagian kulit terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi, zona stasis dan zona hiperemia.3,4 1. Zona koagulasi, zona nekrosis Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis. 2. Zona statis
4

Merupakan daerah yang langsung berada di luar atau di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. 3. Zona hiperemia Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi akibat inflamasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.3,4

PATOFISIOLOGI 1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak, sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat). Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).4 2. Respon kardiovaskuiler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi
5

perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. 3. Respon Pulmoner Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak, sedangkan CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen lagi. 4. Respon Renalis Ginjal berfungsi untuk menyaring darah, jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. 5. Respon Gastro Intestinal Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi. 6. Gangguan Imunologi Netrofil-netrofil yang seharusnya memfagositosis kuman-kuman, terperangkap dalam kapiler di zona stasis. Secara bertahap penurunan daya tahan ini berkurang. Bila tubuh adekuat akan terjadi granulasi di zona stasis dan dapat menahan pertumbuhan bakteri, tetapi bila tidak, pada saat penurunan kemampuan neutrofil dapat timbul sepsis.4,5

Gambar 1. Patofisiologi luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 5) KEDALAMAN LUKA BAKAR

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Klasifikasi dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di dunia medis adalah jenis "Superficial Thickness", "Partial Thickness" dan "Full Thickness" dimana pembagian tersebut didasarkan pada sejauh mana luka bakar menyebabkan perlukaan apakah pada epidermis, dermis ataukah lapisan subcutaneous dari kulit. Pengklasifikasian luka tersebut digunakan untuk panduan pengobatan dan memprediksi prognosis. Pembagiannya terdiri atas 3 derajat, yaitu :4,5 1. Luka bakar derajat I (superficial dermal burn) Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit kering, hiperemik, berupa eritem, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari tanpa pengobatan khusus.

Gambar 2. Luka bakar derajat I (dikutip dari daftar pustaka no 5) 2. Luka bakar derajat II (partial thicknessburn) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi, terdapat bula, nyeri karena terangsangnya nosiseptor dan tereksposnya ujung saraf bebas akibat kerusakan jaringan dermis yang berguna sebagai pelindung, dasar luka berwarna merah pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit normal. Luka ini dibedakan atas dua bagian, yaitu :
8

a. Derajat II dangkal atau Partial thickness superficial (IIA) : Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari. b. Derajat II dalam atau Partial thickness deep (IIB) : Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung epitel yang tersisa, biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan, dan disertai parut hipertrofi.

Gambar 3. Luka bakar derajat II (dikutip dari daftar pustaka no 5) 3. Luka bakar derajat III (full thickness burn) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot, dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan dan tidak ada lagi sisa elemen epitel, tidak dijumpai bula. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Sensasi hilang dan tidak dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan dari dasar luka.4,5

Gambar 4. Luka bakar derajat III (dikutip dari daftar pustaka no 5) Luka bakar juga harus diklasifikasikan sesuai dengan TBSA ( total body surface area ), dengan mempertimbangkan daerah dengan luka bakar jenis partial thickness atau full thickness (luka bakar jenis superficial thickness tidak banyak digunakan).5

Gambar 5. Derajat kedalaman luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 5) LUAS LUKA BAKAR Ada 3 metode yang umum digunakan dari perkiraan luas daerah luka bakar, dan masing-masing metode memiliki peran dalam keadaan yang berbeda. Eritema tidak

10

boleh disertakan ketika menghitung luas daerah yang terbakar. Adapun metode tersebut yaitu :6 1. Luas permukaan palmar (Palmar surface) Permukaan tangan pasien (termasuk jari) kira-kira 0,8% dari total luas permukaan tubuh. Permukaan palmar dapat digunakan untuk memperkirakan luka bakar yang relatif kecil (<15% dari total luas permukaan) atau luka bakar yang sangat luas (>85%). Untuk luka bakar berukuran sedang, metode ini tidak akurat. 2. Rumus 9 (Wallace rule of nine) untuk orang dewasa Metode ini sangat baik, dan umumnnya dipakai dalam memperkirakan persentase luas permukaan luka bakar (total body surface area - TBSA). Cara perkiraan sangat cepat untuk perkiraan luka bakar sedang sampai berat pada orang dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 yang dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace. Luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia.6 3. Metode Lund dan Browder Metode ini jika digunakan dengan benar, merupakan metode paling akurat. Metode ini mengkompensasi variasi tubuh bentuk dengan usia sehingga dapat memberikan penilaian yang daerah luka bakar yang akurat pada anak-anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia : anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.6

11

Gambar 6. Wallaces rule of nines (dikutip dari daftar pustaka no 6)

Tabel 1. Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area affected by burns in children (dikutip dari daftar pustaka no 6)
12

KLASIFIKASI LUKA BAKAR Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yaitu :7 1. Luka bakar ringan Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak Luka bakar derajat III < 2%

2. Luka bakar sedang Luka bakar derajat II 15% 25% pada orang dewasa Luka bakar derajat II 10% 20% pada anak-anak Luka bakar derajat III < 10%

3. Luka bakar berat (mayor burn) Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak Luka bakar derajat III 10% atau lebih Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia atau perineum Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain

Berdasarkan kritieria di atas dimana pasien memiliki luka bakar derajat II dengan luas luka bakar 70 %, maka pasien termasuk dalam kriteria luka bakar berat (mayor burn).7

FASE LUKA BAKAR Permasalahan luka bakar demikian kompleks. Untuk dapat menjelaskannya, maka permasalahan yang ada dibagi menurut fase perjalanan penyakitnya. Terdapat 3 fase dalam luka bakar yaitu :8,9
13

1. Fase Akut atau syok Fase ini timbul sejak terjadinya trauma sampai 48 jam. Penderita akan mengalami gangguan pada saluran nafas (cedera inhalasi), gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks, dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit, syok hipovolemik). 2. Fase Subakut (setelah syok teratasi) Terjadi kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi disertai eksudasi protein plasma dan infeksi yang dapat menimbulkan sepsis. 3. Fase Lanjut Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.8,9

INDIKASI RAWAT INAP Luka bakar derajat II lebih dari 15% pada dewasa dan lebih dari 10% pada anak. Luka bakar derajat II pada muka, leher, genitalia,perineum, dan ekstremitas. Luka bakar derajat III lebih dari 2% pada orang dewasa dan setiap derajat III pada anak. Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang dan jalan nafas.9

PENATALAKSANAAN Penalataksanaan dan penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari Komite Trauma American College of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C dan D penderita.

14

A (Airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (laring, faring) akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi ( stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila ditemukan oedem mukosa mulut dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau mulut dan luka bakar mengenai muka atau leher. Cedera ini harus segera ditangani karena angka kematiannya sangat tinggi. B (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eskar melingkar di dada. C (Circulation) : Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila disertai syok (suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi cairan. D (Disability) : Status neurologis pasien.9

PENANGANAN Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.10 A. Pertolongan pertama (penanganan darurat di tempat kejadian) 1) Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian. 2) Mengurangi berat luka bakar a) Jauhkan benda panas : api dipadamkan (pakaian penderita ditanggalkan) b) Dinginkan tubuh Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar ke bagian yang lebih dalam, menyiram dengan air dingin 20 - 30 C dan bersih sangat menolong, karena menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya luka, mengurangi nyeri, mengurangi oedem, dan mengurangi kehilangan protein.10
15

3) Mengurangi rasa nyeri Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin/petidin) dan meletakkan bagian yang terbakar pada posisi yang lebih tinggi. 4) Jalan nafas Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan pembersihan dan pemberian O2. 5) Mencegah syok Pemasangan infus dilakukan untuk mencegah syok. Luka bakar kurang dari 30% diberikan 500 ml RL/jam, luka bakar lebih dari 30% diberikan 100 ml RL/jam. Pada luka bakar > 30% biasanya fungsi usus menjadi tidak baik sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi kembung. 6) Mencegah infeksi Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-bahan yang kotor dan sukar larut dalam air seperti mentega, kecap, telur atau bahan yang lengket misalnya kapas. Luka ditutup dengan kain bersih. Jika ada bula, jangan dipecahkan karena merupakan pelindung sementara sebelum dilakukan perawatan luka di rumah sakit. 7) Pengiriman penderita ke rumah sakit sesegera mungkin.10 B. Penanganan di Rumah Sakit Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu : a) Periksa jalan nafas. b) Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu tracheostomi atau intubasi. c) Berikan oksigen 100%. d) Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok. e) Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis. f) Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
16

g) Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah.10

RESUSITASI PASIEN LUKA BAKAR Pasien luka bakar memerlukan resusitasi volume cairan yang besar segera setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda atau yang tidak adekuat merupakan faktor resiko yang independent terhadap tingkat kematian pada pasien dengan luka bakar yang berat. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar adalah untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstisial. Idealnya sedikit cairan dibutuhkan untuk menjaga perfusi jaringan perlu diberikan. Pemberian volume cairan seharusnya secara terus menerus dititrasi untuk menghindari terjadinnya resusitasi yang kurang atau yang berlebihan. Ketika resusitasi cairan pada pasien luka bakar ditingkatkan, volume cairan yang besar ditunjukkan untuk menjaga perfusi jaringan. Akan tetapi resusitasi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinnya edema dan terjadinya sindroma kompartemen pada daerah abdomen dan ekstremitas. Mengutip dari Pruitt, Paru-paru dan kompartemen jaringan akan dikorbankan untuk meningkatkan fungsi ginjal, yang bermanifestasi sebagai edema post resusitasi, kebutuhan fasciotomi pada ektremitas bawah yang tidak terbakar, dan kejadian strong kompartement pada abdomen.11 Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tentang jenis cairan yang harus digunakan untuk resusitasi luka bakar. Pada kenyataannya setiap jenis cairan mempunyai keuntungan dan kerugian masing masing pada berbagai macam kondisi. Akan tetapi yang paling penting adalah apaun jenis cairan yang diberikan, volume cairan dan garam yang adekuat harus diberikan untuk menjaga perfusi jaringan dan memperbaiki homeostatis. Kristaloid merupakan cairan isotonik yang aman dan efektif digunakan untuk tujuan resusitasi kasus hipovolemia, karena cairan ini memiliki osmolariras sesuai dengan cairan tubuh dan tidak mempengaruhi efek osmotik cairan, dan cenderung meninggalkan kompartemen intravaskular ( mengisi kompartemen interstisial ).

17

Berdasarkan hal tersebut, maka partisi cairan dan kadar elektrolitnya serupa dengan cairan tubuh 75 % cairan ekstravaskuler dan 25 % cairan intravaskuler. Sehingga secara prinsipal, cairan kristaloid digunakan untuk melakukan terapi cairan pada kompartemen ekstravaskuler.

Cairan koloid adalah larutan dengan berat molekul tinggi, sehingga mempengaruhi efek osmotiknya. Karena hanya jumlah kecil koloid diperlukan dalam memelihara volume cairan di kompartemen intravaskuler. Sehingga, secara prinsipil, cairan koloid ditujukan untuk melakukan terapi cairan pada kompartemen intravaskuler.12 Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas >

25%, atau bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Tiga cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : metoda Evans, metoda Brook dan metoda Baxter.12 Metoda Evans Elektrolit 1 cc/kgBB/%LB (NaCl 0,9%) Brooke 1,5 cc/kgBB/%LB ( R.L ) Baxter 4 cc/kgBB/%LB ( R.L ) Tabel 2. Formula perkiraan resusitasi cairan pada luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 12) Dextrose untuk penggantian insensible water loss (IWL), cairan diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus : P g= Qx3 Keterangan :
18

Koloid 1 cc/kgBB/%LB

Dextrose 2000 cc dewasa 1000 cc anak

0,5 cc/kgBB/%LB

2000 cc dewasa 1000 cc anak

g : Jumlah tetes per menit P : Jumlah cairan dalam cc Q : Jam yang diperkirakan 24 jam I : Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam pertama diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai saat kejadian luka bakar). Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

24 jam II : Diberikan cairan sebanyak separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam pertama. Pada hari ke-3 diberikan separuh jumlah cairan hari kedua.

Terapi cairan Baxter :12 Dewasa : Baxter RL 4 cc BB % LB / 24 jam Anak : Jumlah resusitasi + kebutuhan faal : 2 cc BB % LB / 24 jam Kebutuhan faal : 1 3 tahun : BB 75 cc 3 5 tahun : BB 50 cc diberikan 8 jam pertama diberikan 16 jam berikutnya

Atasi gangguan keseimbangan cairan : Protokol pemberian cairan menggunakan rumus Brooke yang sudah di modifikasi , yaitu : 24 jam I : RL : 2,5 4 cc /kg BB / % LB a. bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai dari jam kecelakaan)
19

b. bagian lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya. 24 jam II : cairan Dex 5 % in water : 24 ( 25 + % LLB) BSA cc Albumin sebanyak yang diperlukan ( 0,3 0,5 cc/kg % )12

Formula Resusitasi Banyak formula telah dirancang untuk menentukan jumlah cairan yang tepat untuk diberikan pada pasien luka bakar, dan semuanya berasal dari studi eksperimental tentang patofisiologi syok pada luka bakar. Kebanyakan unit luka bakar umumnnya menggunakan formua Parkland atau yang mirip dengannya. Formula Parkland yang menggunakan larutan kristaloid Ringer Laktat (RL) 4 cc/kg/% luka bakar. Setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam kemudian. Formula Ini merupakan pedoman untuk resusitasi langsung dari jumlah cairan yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi yang memadai.13 Selain dari jumlah cairan di atas, pada anak-anak menerima cairan pemeliharaan dengan perhitungan perjamnya : 4 ml / kg untuk 10 kg pertama dari berat badan, ditambah. 2 ml / kg untuk 10 kg kedua dari berat badan, ditambah. 1 ml / kg untuk berat badan > 20 kg.

Adapun target resusitasi (End poits) pada formula ini adalah : Urine output 0,5-1,0 ml / kg / jam pada orang dewasa Urine output dari 1,0-1,5 ml / kg / jam pada anak-anak

Formula

Cairan 24 jam I Kristaloid

Koloid pada 24

pada 24 jam jam kedua


20

kedua Parkland / Baxter RL : 4 ml kgBB % LB 20 60 % Estimate plasma volume Pemantauan output urine 30 ml / jam Hari I : separuh diberikan 8 jam I, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya. Hari II : Bervariasi ditambahkan koloid Evans Larutan saline ml / kg % BB 2000ml D5W Koloid 1 ml / kg / % LB Pemantauan diuresis ( 50 ml / jam ) Brooke RL 1,5 ml / kg % LB Koloid 0,5 ml/ kg % LB 2000ml D5W Pemantauan : diuresis (30 50
21

50% volume cairan 24 jam pertama + 2000ml D5W

50 % volume cairan 24 jam pertama

Hari 1 Hari 2

50% volume cairan 24 jam I + 2000ml D5W

50% volume cairan 24 jam I

Hari 1 Hari 2

ml/jam) Modified brooke RL 2 ml / kg % LB

Metro health/ cleveland

RL + 50 mEq sodium bicarbonat per liter 4 ml/kg/ %LB

larutan saline, pantau out put urine

1 U fresh frozen plasma untuk tiap liter dari lar. Saline yang digunakan + D5W dibutuhkan untuk hipoglikemi

Rumus konsensus

Larutan RL (atau lar saline seimbang lainnya) : 2-4 ml kg BB% LLB

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam

berikutnya Tabel 3. Beberapa formula pemberian cairan pada pasien dengan luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 13) Kristaloid saat ini merupakan cairan terpilih dan paling sering digunakan dalam resusitasi cairan awal pada penderita luka bakar. Sebagian besar studi tidak memperlihatkan peningkatan insiden edema paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma dan insiden edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskuler dipertahankan dalam batas normal.13 Cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari 24 jam pertama setelah trauma luka bakar. Koloid tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal terapi cairan pada penderita luka bakar dan bahkan memperburuk
22

edema formasi pada awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena 8 24 jam setelah terjadinya luka bakar, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami influks masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema.13 Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurangkurangnya 1 ml/kgBB/jam. 1. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara iv. Hati-hati dengan pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot). 2. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridemen dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik. 3. Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat. 4. Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril. 5. Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III - Serum ATS : 1500 iu dewasa 750 iu anak-anak - Toxoid : 1 cc dewasa 0,5 cc anak-anak Diberikan sebagai Booster atau imunisasi dasar Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3 kali masing-masing dengan interval 1 bulan.12,13

PERAWATAN LUKA Dikenal dua cara merawat luka : a. Perawatan terbuka (exposure method) Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas

23

tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini memerlukan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka bakar yang dangkal. Untuk luka bakar derajat III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement.14 b. Perawatan tertutup (occlusive dressing method) Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.14

TINDAKAN BEDAH Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat melewati fase aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat hipermetabolisme yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam. Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah : Keadaan umum cepat membaik. Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan. Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
24

Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi. Sensitivitas lebih baik.14

TERAPI SUPORTIF Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans negatif. Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4 selama 7 10 hari dengan formula : Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB Kalorinya terdiri dari : 20% protein 50 60% karbohidrat 30 30% lemak Vitamin C 1.500 mg; B1 50 mg Riboflavin 50 mg; Niacide 500 mg (anak-anak dosis disesuaikan).15

KOMPLIKASI 1. Infeksi Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pada edema laring berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita. 2. Curlings ulcer (ulkus Curling) Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 510. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
25

3. Gangguan Jalan nafas Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika. 4. Konvulsi Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui. 5. Kontraktur Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah. 6. Hipertrofi jaringan parut13,14

PROGNOSIS Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan dengan luas luka bakar, derajat luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat lambatnya pertolongan yang diberikan dan fasilitas tempat pertolongannya.15

KESIMPULAN Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, faktor pelayanan petugas, faktor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan luka bakar perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti penanganan trauma yang lain ditangani secara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus sebaik baiknya karena pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini.

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Moenadjat RY. Luka bakar pengetahuan klinis praktis.Cet 1. Jakarta: Farmedia ; 2000 2. Tim Bantuan Medis 110 [Online]. 2011 Feb 10 [cite 2011 Nov 14]; Available from : URL: http://www.tbm110.org/artikel-medis/manajemen-luka-bakar. 3. Arif SK. Panduan tatalaksana terapi cairan perioperatif: terapi cairan pada luka bakar berat. Jakarta : PP IDSAI; 2010: 193-205. 4. Burn surgery.org: Educating the burn care professionals worldwide [Online]. [cite 2011 Feb 10]; [10 screens]. Available from: URL: http://www.burnsurgery.org/ 5. Wolf S, Herndon DN. Burn care. Texas (USA): Landes Bioscience; 1999: 245-61. 6. Shehan Hettiaratchy, Peter Dziewulski. ABC of burns. BMJ 2004;328:13668 BMJ 2004;328:15557 7. Tricklebank S. Modern trends in fluid therapy for burns. Department of Anaesthesia, Queen Victoria Hospital, UK. Burns Journal 2008 Sep 4; 35: 757-67. 8. Mlcak RP, Suman OE, Herndon DN. Respiratory management of inhalation injury. Burns Journal 2006 Jul 26; 33: 2-13. 9. Hettiaratchy s, Papini R. Initial management of a major burn: IIassessment and resuscitation, BMJ 2004;329:1013. 10. Hettiaratchy s, Papini R. Initial management of a major burn: Ioverview, BMJ 2004;328:5557. 11. Wood F, Hei LE, Crompton D, Sweeney M, Rosenthal D, Maitz P. Burns assessment and triage. Australian Rural Doctor. 2006 Jun 19; 17-20. 12. Kinsella J, Rae CP. Clinical pain management acut pain. In : Macintyre PE, editor. Akut pain management in burns. 2nd rd. London: Hodder & Stoughton Limited ; 2008: 399-405. 13. Rab H. Agenda gawat darurat (Critical Care) : pengetasan kritis pada intergumenterluka bakar. Bandung : PT. Alumni; 1998: 963-73.
27

14. Allman KG, Mclndoe AK, Wilson IH. Emergencies in anesthesia. New York: Oxford University Press; 2006: 334-37. 15. Gallagher JJ, Herdon DN. Controversy in inhalation injury and burn resuscitation. Emergency Medicine & Critical Care Review,2007: 1-3.

28

You might also like