You are on page 1of 8

CATATAN KULIAH Blok Etik dan Humaniora Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Topik; Etik Penelitian Biomedik oleh

Prof. dr. H. Chairil Anwar, SpParK, PhD Kompetensi yang akan dicapai: Bermoral, beretika dan memahami isu-isu etik dan aspek medikolegal dalam praktek kedokteran. Sasaran Pembelajaran: 1. Memahami urgensi dan relevansi etik penelitian biomedik. C3, A2, P2. 2. Memahami prinsip dan kaidah etik penelitian biomedik. C3, 2, P2. 3. Memahami proses justifikasi etik penelitian biomedik untuk mendapatkan sertifikat kelayakan etik penelitian biomedik. C2, A2, P2 MATERI KULIAH 1. Pendahuluan Etik dapat ditafsirkan sebagai pembenaran. Dalam konteks catatan kuliah ini, dimana pembenaran tertuju pada permasalahan moral, yang bersifat abstrak dan dilematis, justifikasi (pertimbangan) etik sangat diperlukan. Pertimbangan dapat disampaikan oleh pimpinan, guru, penyandang dana dan lain sebagainya, tetapi sebetulnya secara umum ditujukan kepada masyarakat ilmiah (dosen, sejawat), dan lebih dari itu, pertimbangan juga tertuju pada hati nurani peneliti sendiri sebagai ilmuwan dan khalifah dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Tulisan ini mencoba memberikan panduan, bagaimana merumuskan, menyusun dan menyampaikan pertimbangan tentang: apakah suatu penelitian biomedik dilaksanakan sesuai dengan kaidah etik; khususnya yang diberlakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri) dan Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang. Untuk lebih memahami relevansi pemberian pertimbangan ini, dipaparkan secara singkat cakupan penelitian biomedik dan perumusan etik penelitian biomedik. 2. Jenis Penelitian Biomedik Penelitian tentang kesehatan manusia lazim dinamakan Penelitian Biomedik. Ada juga yang menamakannya Penelitian Kesehatan. Sesuai dengan substansi, subjek, dan metode penelitian, terdapat berbagai bentuk penelitian biomedik. Sesuai dengan bentuk penelitian yang dilaksanakan, dimensi permasalahan etik yang dihadapi juga bervariasi. Sesuai dengan substansi/materi penelitian dikenal beberapa bentuk penelitian biomedik, antara lain: 1. Penelitian Perilaku. Substansi penelitian adalah perilaku manusia atau masyarakat yang terkait dengan kesehatan manusia. 2. Penelitian Epidemiologi. Mencakup penelitian tentang distribusi dan faktor penentu status kesehatan pada satu populasi, serta upaya pengembangan pemanfaatan hasilnya untuk memecahkan permasalahan kesehatan.

3. Penelitian Medik. Ada juga yang menamakan Penelitian Kedokteran. Substansinya terkait dengan penyakit manusia, yang antara lain mencakup: - Etiologi atau faktor etiologi, dinamakan Studi Etiologik. - Patofisiologi, patoanatomi dan patogenesis penyakit, merupakan bagian dari Penelitian Dasar Kedokteran. - Prosedur diagnostik, dinamakan Uji Diagnostik. - Terapi, dinamakan Uji Klinik. - Prognosis, dinamakan Studi Prognostik. Berdasarkan subjek penelitian dikenal berbagai bentuk penelitian biomedik, yaitu: 1. Penelitian biomedik dengan subjek manusia. Penelitian biomedik dengan subjek manusia yang dilakukan dalam rangka pengobatan pasien dinamakan Penelitian Klinik. Penelitian biomedik yang dilakukan pada manusia sehat, atau pada pasien, tetapi tidak dalam rangka pengobatan penyakitnya dinamakan Penelitian Medik non Klinik. 2. Penelitian Hewani. Penelitian dilakukan dengan subjek hewan percobaan. 3. Penelitian Epidemiologi dilakukan dengan subjek masyarakat dan atau lingkungan. Biasanya merupakan Penelitian Lapangan atau Penelitian Perilaku. Berdasarkan tempat penelitian terdapat Penelitian Lapangan yang datanya berasal dari masyarakat dan lingkungan, dan Penelitian Laboratorium yang dikerjakan di dalam laboratorium walaupun spesimennya dapat berasal dari manusia, hewan atau lingkungan. Berdasarkan disain penelitian, penelitian biomedik lazim dipilah menjadi Penelitian Deskriptif, Penelitian Observasional dan Penelitian Eksperimental. Berdasarkan pola pengumpulan data , penelitian biomedik dapat bersifat Retrospektif atau Prospektif. Yang mengikutsertakan seluruh masyarakat disebut dengan Sensus, sedangkan yang mengikutsertakan sebagian sebagai sempel disebut dengan Survei. Ada lagi penelitian yang disebut dengan Cohort, Cross Sectional dan Case Control. Masing-masing bentuk penelitian ini mempunyai dimensi permasalahan etik tersendiri. Beberapa ilustrasi: - Penelitian medik dengan subjek pasien mempunyai dimensi etik yang berbeda dengan penelitian medik dengan subjek manusia sehat, karena pasien berada dalam posisi dependen dan submissif terhadap dokter yang merawatnya. - Penelitian eksperimental dengan kontrol melibatkan dimensi keadilan, karena ada subjek yang mendapat intervensi dan ada subjek yang tidak mendapat intervensi. - Perlakuan kita pada hewan percobaan sangat tergantung pada persepsi kita tentang eksistensi binatang. - Suatu penelitian retrospektif dibandingkan penelitian prospektif akan mempunyai dimensi yang berbeda dalam meminta persetujuan subjek. - Suatu penelitian perilaku mungkin mempunyai dimensi khusus dalam proses penyebarluasan hasil penelitian dan merahasiakan identitas subjek dibandingkan dengan penelitian epidemiologik. 3. Azas Dasar Etik Penelitian Biomedik Meminta subjek untuk ikut dalam penelitian biomedik berarti meminta subjek berkorban. Pengorbanan ini tidak boleh sia-sia, penelitian yang dilaksanakan harus bermanfaat. Manfaat yang diharapkan adalah pengembangan ilmu dan teknologi kesehatan, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Agar penelitian bermanfaat, penelitian harus dilaksanakan dengan benar. Penelitian yang benar harus: - Mempunyai landasan ilmiah yang jelas dan kuat. - Mempunyai tujuan yang jelas.

Mempunyai metodologi yang dapat diharapkan untuk mengambil kesimpulan yang sahih dan handal. Keikutsertaan subjek dalam penelitian menghadapkannya pada berbagai beban (dipikul semua subjek) dan kemungkinan timbulnya risiko. Peneliti harus dapat memperkirakan bahwa beban dan risiko yang dihadapi adalah wajar untuk dapat dipikul (dalam Bahasa Inggeris dipakai istilah tolerable). Subjek harus ikhlas tanpa paksaan, atas kesediaan sendiri, untuk ikut dalam penelitian. Sebagai awam, keikhlasan ini harus muncul setelah subjek mengerti tentang segala sesuatu yang akan dapat melibatkan dirinya dengan ikut serta sebagai subjek. Untuk itu subjek harus diberi informasi sejelas-jelasnya tentang seluk beluk penelitian. Pemikiran di atas menjadi landasan untuk dirumuskannya etik penelitian biomedik. Secara konseptual dirumuskan dalam bentuk azas dasar (basic principles) etik penelitian biomedik, yaitu: 1. Azas menghormati otonomi (principle of respect of the autonomy) Subjek mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya. Termasuk menolak ikut dalam penelitian. Salah satu perwujudannya dalam praktek adalah informed consent (PSP=Persetujuan setelah penjelasan). 2. Azas kejujuran (principle of veracity) Penelitian harus menyampaikan sejujurnya tentang seluk beluk penelitian, manfaat yang diharapkan, apa yang akan dikerjakan dan apa risiko yang dihadapi, dan bagaimana perkiraan hasil pertolongan, jika risiko muncul. 3. Azas tidak merugikan (principle of non maleficence) Mengutamakan tindakan yang paling tidak merugikan secara fisik, secara psikologik, secara sosial dan secara ekonomis. Diformulasikan juga sebagai per primum non nocere. 4. Azas manfaat (principle of beneficence) Harus jelas manfaat yang dituju, sehingga membolehkan kita untuk memita pasien menghadang risiko, terutama adalah manfaat penelitian untuk masyarakat banyak, dalam arti kata kontribusi hasil penelitian terhadap perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan. 5. Azas kerahasiaan (principle of confidentiality) Peneliti harus menghormati kerahasiaan yang berkaitan dengan keterlibatan subjek dalam penelitian, termasuk jika subjek telah meninggal. 6. Azas keadilan (principle of justice) Peneliti harus adil, tidak mementingkan sekelompok dan memihak dalam melibatkan subjek dalam penelitian. 4. Kodifikasi Etik Penelitian dan Perkembangannya Dalam merumuskan justifikasi etik penelitian biomedik kita harus merujuk pada azas dasar di atas. Tetapi, agar lebih operasional sebagai acuan, dan dalam pemberlakuannya menjadi lebih auditable (layak periksa) dan accountable (layak pertanggungjawaban), berbagai pihak telah mencoba melakukan kodifikasi tentang rumusan dan kaidah etik penelitian biomedik ini untuk digunakan sebagai acuan. Beberapa hasil kodifikasi yang lazim dirujuk mencakup: - Sewaktu pengadilan penjahat perang di Nuremberg, pada tahun 1947, para ahli menyepakati kode etik yang harus dipenuhi dalam memakai manusia sebagai subjek penelitian yang dinamakan Nuremberg Code. - Tahun 1964 World Medical Association (WMA) menyepakati deklarasi tentang paduan yang harus diikuti dalam memakai manusia sebagai subjek di Helsinki, dan dinamakan Deklarasi Helsinki. Kemudian Deklarasi ini disempurnakan sewaktu WMA Assembly di Tokyo tahun 1975, tahun 1983 di Venesia, tahun 1989 di Hongkong, tetapi tetap dinamakan Deklarasi Helsinki.

Tahun 1982 CIOMS (Council for International Organizations of Medical Sciences) bekerja sama dengan WHO menyusun Panduan Etik (Ethical Guidelines) tentang penelitian biomedik yang memakai manusia sebagai subjek penelitian. Panduan ini disempurnakan tahun 1993 dan dinamakan International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects. Tahun 1991 CIOMS dan WHO menyusun International Guidelines for Ethical Review of Epidemiological Studies. - Sebelumnya beberapa negara telah membentuk paduan yang diberlakukan di negara mereka. Antara lain di Amerika Serikat dibuat oleh United States Public Health Services , disusun tahun 1964, kemudian disempurnakan. Pada tahun 1974 Pemerintah Amerika Serikat membentuk National Commision for the Protection of Human Subjects of Biomedical and Behavior Research, dan pada tahun 1978 menghasilkan Belmont Report yang diberlakukan di Amerika Serikat. Kemudian United States Public Health Services menyusun pula panduan tentang panduan etik dalam melakukan penelitian biomedik dengan memakai hewan percobaan sebagai subjek yang banyak dirujuk oleh berbagai negara. - Di Indonesia penyusunan Panduan dirintis oleh FKUI tahun 1982. Tahun 1986 dalam Lokakarya yang dihadiri Dekan-dekan Fakultas Kedokteran, disepakati Panduan ini dipakai sebagai acuan nasional, sebelum Panduan yang resmi disusun oleh institusi yang dipakai sebagai acuan nasional, sebelum Panduan yang resmi disusun oleh institusi yang berwenang. Panduan ini dituangkan dalam buku: Pedoman Etik Penelitian Kedokteran dengan editor: Sri Oemijati, Rianto Setiabudy, Arif Budijanto, diterbitkan oleh Balai Penerbit FKUI, Jakarta tahun 1987. Buku ini telah dicetak ulang beberapa kali, terakhir dicetak ulang tahun 1996. Tahun 2004 Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Depkes RI menghasilkan buku Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Secara umum, untuk kita di Indonesia, secara normatif dalam melaksanakan penelitian biomedik kita dapat mengacu pada buku Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia terbitan Balai Penerbit FKUI (1987), Pedoman Cara Uji Klinik di Indonesia terbitan Badan POM (2001), dan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan yang dihasilkan oleh Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Depkes RI (2004). Tentu saja kita dianjurkan untuk mengacu pada referensi lainnya, baik yang berasal dari Nuremberg Code, Deklarasi Helsinki, Guidelines CIOMS/WHO serta yang dipakai oleh berbagai negara, khususnya Belmont Report, karena sifatnya saling melengkapi. 5. Subjek Manusia Secara umum, dalam menilai apakah langkah-langkah pelaksanaan penelitian biomedik dapat diterima secara moral, kita dapat merujuk pada azas dasar penelitian biomedik. Secara operasional kita dapat mangacu pada hasil kodifikasi sebagaimana diuraikan di atas. Sepuluh Kode Nuremberg dapat dijadikan landasan awal tentang apa yang harus kita paparkan dalam melakukan justifikasi etik, yaitu: - Butir 1. Tentang kemutlakan persetujuan dari subjek. - Butir 2. Penelitian harus telah mempunyai landasan ilmiah yang kokoh sehingga diharapkan benar-benar akan bermanfaat untuk tujuan tertentu. - Butir 3, 4, 5, 6, 7, 9 dan 10 tentang risiko yang harus dihadapi dan penanggulangannya jika muncul. Risiko dapat mucul akibat tindakan khusus dalam rangka pengumpulan data, atau akibat intervensi pada studi eksperimental. Risiko yang terjadi akibat tindakan alternatif pada studi eksperimental terutama muncul pada uji diagnostik dan uji klinik. Subjek yang menjalani tindakan alternatif, disamping berhadapan dengan efek samping intervensi, juga dihadapkan pada risiko ketidak pastian hasil yang sedang diuji. Tetapi, kadang-kadang berdasarkan pengalaman sebelumnya/keyakinan peneliti, prosedur alternatif sangat diyakini keunggulannya,

sehingga muncul dimensi keadilan pada kontrol, dimana mereka dipaksakan untuk tidak mendapatkan yang terbaik. - Butir 8 tentang keharusan penelitian dilaksanakan oleh mereka yang ahli dibidangnya. Deklarasi Helsinki dapat dipandang sebagai penjabaran dan penyempurnaan Nuremberg Code. Dalam Prinsip Dasar ditekankan bahwa penelitian biomedik dengan subjek manusia harus: - Didasarkan pada kaidah dan temuan ilmiah yang layak, direncanakan secara matang dan dituangkan tertulis dalam bentuk protokol/proposal penelitian, dilaksanakan oleh peneliti yang kompeten dibawah pengawasan klinis yang berpengalaman, dan dilaksanakan dengan jujur. Diperkirakan akan bermanfaat untuk kesehatan umat manusia. - Risiko penelitian harus sudah dapat diperkirakan dan kalau muncul dapat ditanggulangi, serta manfaat yang diharapkan layak untuk meminta subjek menanggung beban dan risiko yang harus dihadapi. Beban yang dipikul subjek dapat berupa waktu, uang atau materi, korban perasaan, serta akibat intervensi terhadap raga dan jiwa subjek. Peneliti mempunyai kewajiban untuk meringankan beban subjek menjadi seminimal mungkin, antara lain dalam bentuk pemberian kompensasi. Peneliti harus dapat mengantisipasi risiko apa yang terjadi, dan kalau risiko muncul peneliti sudah siap untuk menanggulanginya. Untuk memprediksi besar dan bentuk risiko, secara umum penelitian biomedik mengharuskan landasan saintifik yang kuat. - Subjek penelitian harus bebas menetapkan pilihan untuk ikut atau tidak dalam penelitian berdasarkan informasi yang jelas tentang sifat penelitian ( informed consent). International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects yang disusun CIOMS, tahun 1993 menyempurnakan dan merinci lebih lanjut Deklarasi Helsinki. Ethical Guidelines CIOMS mencakup 15 guidelines (panduan). - Guidelines 1, 2, 3 dan 9 memberikan acuan lebih rinci tentang informed consent. - Guidelines 4 dan 10 memberikan acuan tentang cara yang etis dalam merekrut subjek, termasuk kelayakan pemberian imbalan. - Guidelines 5, 6, 7, 8 dan 11 memberikan acuan tentang subjek dengan kondisi khusus: anak, narapidana, ibu hamil dsb. - Guidelines 12 dan 13 mengatur tentang perlindungan terhadap subjek, termasuk kerahasiaan peranan subjek dalam penelitian, serta kewajiban peneliti memberikan pelayanan dan kompensasi jika risiko yang tidak diinginkan mucul. Sekarang juga dianjurkan kemungkinan mengansuransikan subjek untuk menanggulangi risiko dengan konsekuensi serius yang mungkin muncul. Untuk lebih memastikan keamanan dan meminimalkan risiko, pada penelitian klinik yang bersifat uji klinik (clinical trial), setelah percobaan binatang, telah disepakati penelitian harus melalui 4 tahapan/fase: 1. Ujicoba pada manusia sehat. Untuk menilai keamanan (safety) obat pada manusia. 2. Uji klinis terkendali pada pasien. Untuk menilai manfaat, efek samping dan toksisitas obat pada pasien, sesuai indikasi yang dituju. Dilakukan pada sejumlah kecil pasien dengan pengawasan yang sangat ketat. 3. Uji klinis pada pasien. Uji klinis dalam skala yang besar, dengan setting pelayanan yang ada. Untuk lebih mengelaborasi manfaat, efek samping dan toksisitas obat jika nantinya digunakan secara massal di tengah masyarakat. 4. Pemantapan pasca pemasaran di masyarakat. Untuk menilai risiko pemakaian obat, termasuk yang belum teridentifikasi pada penelitian tahap sebelumnya.

Guideline 14 memberikan acuan tentang Ethical Review Committe, yang belum disinggung secara eksplisit dalam Deklarasi Helsinki.

6. Subjek Hewan Pada penelitian biomedik dengan subjek hewan kiranya acuan yang disusun United States Public Health Services dapat digunakan sebagai pegangan, dimana juga digunakan sebagai referensi pada buku Pedoman Etik Penelitian Kedokteran terbitan Balai Penerbit FKUI. Beberapa aspek yang penting adalah: - Tidak ada percobaan pada hewan yang boleh dilakukan tanpa pertimbangan yang cukup mengenai relevansinya terhadap kesehatan manusia atau hewan. - Jumlah hewan yang digunakan tidak boleh melebihi jumlah minimal yang dibutuhkan untuk mendapat hasil yang sahih. - Spesies hewan yang digunakan untuk percobaan harus dari tingkat filogeni serendah mungkin yang masih memenuhi syarat untuk percobaan. Peneliti dan personalia laboratorium lainnya harus memandang hewan itu sebagai makhluk yang mempunyai perasaan, dan harus menganggap sebagai suatu keharusan etis untuk menghindarkan atau mengurangi sampai sedikit mungkin rasa tidak enak, pasienan atau nyeri. - Pertimbangan utama, ialah bahwa hewan laboratorium yang dipersiapkan untuk digunakan sebagai subjek eksperimen harus mendapat perhatian dan perawatan yang layak untuk kesenangan dan kesehatannya, semua ini merupakan tugas mausia terhadap semua makhluk yang berperasaan. 7. Penelitian Epidemiologik Acuan etik penelitian epidemiologik biasanya mengacu pada Intenational Guidelines for Ethical Review of Epidemiological Studies yang disusun CIOMS/WHO tahun 1991. Pada dasarnya azas yang dipakai sama dengan panduan untuk penelitian biomedik dengan subjek manusia, tetapi sesuai dengan bentuk dan substansi penelitian epidemiologik, dilakukan penyesuaian untuk beberapa aspek, antara lain: - Tentang bentuk dan cara mendapatkan informed consent. Sesuai dengan sifat subjek penelitian, informed consent dapat tidak dimintakan sama sekali, dapat dimintakan secara kelompok melalui perwakilan yang dapat dianggap wajar sebagai representasi dari subjek. Penyampaian informasi dapat dilakukan melalui berbagai cara: melalui media masa, melalui pertemuan kelompok. Permintaan persetujuan dapat dimintakan pada tokoh masyarakat, pejabat setempat dan lain sebagainya. Pilihan untuk melakukan modifikasi informed consent ini harus diuraikan dalam: pertimbangan/justifikasi etik penelitian yang disusun peneliti, yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan ethical review committee. Tentang cara merahasiakan temuan. - Tentang cara meningkatkan manfaat dan meminimalkan risiko. - Tentang cara menghadapi kemungkinan konflik kepentingan. - Tentang cara pembentukan ethical review committee. 8. Prosedur Tiap penelitian biomedik harus mendapat ethical clearance (pernyataan layak etik) dari satu badan yang dibentuk khusus untuk itu. Badan ini dinamakan secara umum Ethical Review Committee (Komite Penilai Kelayakan Etik). Komite lazimnya dibentuk oleh institusi yang mengelola dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penelitian. Komite harus bersifat independen, beranggotakan figur yang mempunyai keahlian dan kearifan akademis. Di lingkungan FK UNSRI dan RSMH, Komite ini dipercayakan kepada: Komisi Penelitian Unit Bioetika dan Humaniora (UBH) FK Unsri.

Berdasarkan asumsi, tiap penelitian yang tidak ilmiah, pasti tidak etis untuk dilaksanakan, kelayakan saintifik satu penelitian dinilai juga pada proses penilaian kelayakan etik. Penilaian dapat dilakukan langsung oleh Ethical Review Committee. Tetapi dapat juga oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini lazimnya berasal dari lingkungan peer group peneliti. Di lingkungan RSMH/FK Unsri, penilaian kelayakan saintifik dari penelitian biomedik dipercayakan kepada: - Untuk penelitian Peserta Didik (misalnya residen), dipercayakan pada mekanisme yang berlaku di lingkungan Program Studi. Lazimnya dilaksanakan dalam bentuk: Seminar Proposal. - Untuk penelitian yang dilaksanakan Staf Dosen, seyogianya dilaksanakan juga Seminar Proposal. Dapat dilaksanakan oleh Bagian, antar Bagian, atau Unit Kerja tingkat fakultas (misalnya UPKK). Sampai saat ini masih ditolerir suatu proposal penelitian yang dilaksanakan oleh Staf dianggap sudah lulus kelayakan ilmiah, sepanjang proposal ini telah disetujui oleh Ketua Bagian yang terkait. Dalam arti kata Bagian bertanggungjawab terhadap mutu dan kelayakan penelitian. - Untuk Penelitian dari luar harus melalui Seminar Proposal. Dekan atau Direktur Utama RSMH menunjuk unit kerja yang harus melaksanakan Seminar Proposal. Pada semua Seminar Proposal diharapkan diundang masing-masing satu Staf dari UPKK dan dan satu staf dari UBH FK Unsri. Jika dua wakil ini menganggap tidak ada kelayakan etik yang tidak dapat diselesaikan dalam seminar proposal, permasalahan akan diangkat untuk dibicarakan ditingkat Komisi Etik Penelitian UBH FK Unsri. Semua penelitian yang akan dilaksanakan di lingkungan RSMH/FK Unsri harus dimintakan secara tertulis ethical clearance-nya, terlepas apakah dinyatakan layak etik pada Seminar Proposal atau tidak, dengan alamat kepada Dekan FK Unsri, dengan tembusan kepada: - Dirut RSMH Palembang - Ketua Unit UPKK, - Ketua Unit UBH FK Unsri, masing-masing dilampiri proposal penelitian yang telah lulus dan diperbaiki berdasarkan hasil Seminar Proposal. Tiap penelitian yang layak etik akan diberikan sertifikat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian UBH, selaku Panitia Kelayakan Etik RSMH/FK Unsri Palembang. 9. Penutup Pemberlakuan penilaian keyakan etik, secara normatif telah diberlakukan di FK Unsri dan RSMH Palembang sejak belasan tahun yang lalu. Operasionalisasinya telah dirintis. Dalam beberapa tahun terakhir telah diupayakan untuk dilaksanakan dengan konsisten. Tetapi, realisasinya masih sangat terbatas. Pimpinan FK Unsri telah bertekad, sebagai langkah awal, untuk memastikan, bahwa tiap penelitian yang dilaksanakan dalam rangka penyelesaian studi peserta didik, harus menjalani penilaian kelayakan etik. Sebagai alat pemastian pelaksanaannya, akan ditetapkan kebijakan: penelitian yang terkait baru dapat digunakan sebagai pemenuhan persyaratan penyelesaian studi peserta didik, setelah mendapat ethical clearance yang sah. Rujukan Badan POM (2001). Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) di Indonesia. Jakarta, 113 halaman. Depkes (2004). Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta, 87 halaman. FKUI (1987). Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia. Editor: Sri Oemijati, Rianto Setiabudy, Arif Budijanto. Penerbit FKUI, Jakarta, 67 halaman.

Ismail R (2003). Justifikasi Etik Penelitian Biomedik. Catatan Kuliah PPDS FK Unsri, Palembang, 9 halaman. Samil RS (2001). Etik Penelitian Indonesia. YBP-SP, Jakarta, 246 halaman. Wiradisuria S (2004). Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Dalam Kumpulan Makalah Pembicara Pertemuan Nasional III Bioetika dan Humaniora, FKUI, Jakarta, 11 halaman. Palembang, Oktober 2006

You might also like