You are on page 1of 46

Model-Model Kepemimpinan 1.

Model Kontigensi Fiedler Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). 2. Model Kepemimpinan Vroom Jago Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam situasi tertentu. Dua gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama. Dalam pengembangan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu : a) Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi b) Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi c) Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi d) Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain

e) Beberapa proses social berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah. 4. Model Kepemimpinan Jalur Tujuan Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional. 5. Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut. Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif, partisipatif, supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada sampai dimana pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Namun, pendekatan situasional dari Hersey dan Blanchard ini menurut Kreitner dan Kinicki (2005) tidak didukung secara kuat oleh penelitian ilmiah, dan inkonsistensi hasil penelitian mengenai kepemimpinan situasional ini dinyatakan oleh Kreitner

dan Kinicki (2005) dalam berbagai penelitian sehingga pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya hanya digunakan dengan catatan-catatan khusus.

Sumber : Ivancevich, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : salemba Empat Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta : salemba empat http://teorionline.wordpress.com/2012/02/15/model-model-kepemimpinan/ About these ads

PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN (BEHAVIOR LEADERSHIP) By fathurrohman8685 on November 14, 2012

1 Vote

PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN (BEHAVIOR LEADERSHIP) By: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I (Guru Sang Dewo (SMPN 2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang) A. Latar Belakang

Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing sesuatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tercapailah tujuan dari kelompok itu. Sudarwan Danim mengutip beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: D.E. McFarland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. J.M.Pfiffner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tercapainya tujuan. Sudarwan Danim sendiri mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Islam memandang bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh sosok yang mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia uswatun hasanah. Dalam asas dan prinsip ajaran Islam; pemimpin adalah hamba Allah, membebaskan manusia dari ketergantungan kepada siapa pun, melahirkan konsep kebersamaan antar manusia, menyentuh aspek hubungan manusia dengan manusia dengan manusia dan alam sekitar, membenarkan seseorang taat kepada pemimpin selama tidak bermaksiat dan melanggar aturan Allah, mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah bagian dari perjalanan akhirat, memandang kekuasaan dan kepemimpinan adalah bagian integral ibadah. Kepemimpinan merupakan tanggung beban dan tanggung jawab, bukan kemuliaan. Kepemimpinan membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata dan retorika, serta senantiasa bertutur santun, sekalipun itu perkataan Nabi Musa kepada Firaun yang jahat. Dari situ, maka dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin itu dilihat dari perilakunya sehari-hari. Bagaimana cara seorang pemimpin itu memimpin bawahannya dan bagaimana seorang pemimpin memerintah dan menjalankan perannya. B. Konsep Perilaku Kepemimpinan

Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku.

Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Teori perilaku kepemimpinan (behavioral theory of leadership) didasari pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat dibentuk, bukan dilahirkan (leader aremade, nor born). Berakar pada teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang bisa belajar untuk menjadi pemimpin, misalnya, melalui pelatihan atau observasi. Pendekatan perilaku ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) pemimpin. Alasannya sifat seseorang sukar untuk diidentifikasi. Beberapa ahli berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari, hal ini berarti orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. . Namun demikian, keefektifan perilaku kepemimpinan ini dipengaruhi oleh beberapa variabel. Jadi perilaku tidak mutlak menentukan keberhasilan suatu kepemimpinan. Konsep perilaku kepemimpinan ini muncul karena menganggap bahwa konsep sifat kepemimpinan tidak mampu menghasilkan kepemimpinan yang efektif, karena sifat sulit untuk diidentifikasiYulk sebagaimana yang dikutip Marno dkk, menjelaskan bahwa perilaku pemimpin terhadap bawahan ada 4 bentuk perilaku, yakni 1) ada yang lebih menekankan pada tugas; 2) ada yang lebih mementingkan pada hubungan; 3) ada yang mementingkan kedua-duanya; dan 4) ada yang mengabaikan kedua-duanya. Ada juga peneliti yang mengatakan bahwa perwujudan perilaku pemimpin dengan orientasi bawahan ialah 1) penekanan pada hubungan atasan-bawahan, 2) perhatian pribadi pimpinan pada pemuasan kebutuhan para bawahannya, dan 3) menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku yang terdapat dalam diri dari para bawahan. Dalam penjabaran lebih lanjut, analisis perilaku kepemimpinan ini menghasilkan beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini secara lebih detail. C. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Analisis Pendekatan Perilaku

Dalam menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakkan perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Usman, para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berpijak dari perilaku kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan 2) yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee oriented). Gaya yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya. Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan yang penting bawahan harus bekerja keras, produktif dan tepat waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan cenderung lebih mementingkan hubungan baik dengan bawahannya dan lebih memotivasi karyawannya daripada mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat sensitif dengan perasaan bawahannya. Jadi pada prinsipnya yang dipakai pada gaya kepemimpinan yang ini bukan otak tapi rasa yang ada dalam hati. Pemimpin berusaha keras tidak menyakiti bawahannya. Penjabaran perilaku pemimpin terhadap bawahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. High-high berarti pemimpin tersebut memiliki hubungan tinggi dan orientasi tugas yang tinggi juga. 2. High task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi tugas yang tinggi, tetapi rendah hubungan terhadap bawahan. 3. Low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan hubungan dengan bawahan, dengan sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut dengan Konsiderasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan 4. Low task-low relation, orientasi tugas lemah, hubungan dengan bawahan juga lemah. Dari keempat macam gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang paling fatal akibatnya adalah yang keempat. Seorang pemimpin apabila memimpin dengan gaya yang keempat ini, lebih baik turun saja dari kepemimpinannya sebelum hancur organisasi yang dipimpinnya tersebut. Dari hasil penelitian terdapat beberapa teori kepemimpinan berdasarkan perilaku yang terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut antara lain studi lowa, studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.

1. Studi Lowa. Studi ini meneliti kesukaan terhadap 3 macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya demokratis dan gaya laizes faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa kebanyakan suka gaya kepemimpinan demokratis. 2. Studi Ohio. Studi ini berusaha mengembangkan angket deskripsi perilaku kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu, yang terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian tugas. Perhatian menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan dengan bawahannya. 3. Studi Michigan. Penelitian ini mengidentifikasi dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting. Pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan pentingnya produksi dan aspek teknik-teknik kerja. 4. Empat sistem kepemimpinan dalam manajemen Likert. Menurut Likert, pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participatif management. Gaya ini menekankan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan dan komunikasi. Likert merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut: 1. Exploitative Authoritative (Otoriter yang Memeras) 2. Benevolent Authoritative (Otoriter yang baik) 3. Cosultative (Konsultatif) 4. Participatif (Partisipatif). Likert menyimpulkan bahwa penerapan sistem 1 dan 2 akan menghasilkan produktivitas kerja yang rendah, sedangkan penerapan sistem 3 dan 4 akan menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi. Memahami gaya kepemimpinan seseorang sangatlah kompleks, sehingga memunculkan berbagai gaya yang bervariasi satu sama lain. Dari berbagai kombinasi gaya kepemimpinan lahir gaya kepemimpinan dasar yang terdapat pada diri seorang pemimpin (Hersey dan Blanchart, 1977) seperti dikutip oleh Nanang Fattah. 1. Tiga dimensi gaya kepemimpinan menurut Reddin. Sedangkan menurut Reddin (1970) dalam bukunya Manajerial Effectiveness dijelaskan bahwa penambahan komponen efektivitas pada dua dimensi kepemimpinan yang sudah ada (dimensi tugas dan dimensi hubungan) sistem misi manajerial (manajerial Grid) dari Blake dan

Mounton yang disarikan oleh Nanang Fatah (1996:94) mengidentifikasikan selang perilaku manajemen atas dasar berbagai cara yang membuat gaya berorientasi kepada tugas dan gaya yang berorientasi kepada karyawan, masing-masing dinyatakan sebagai suatu rangkaian kesatuan pada skala 1 sampai 9 yang berinteraksi satu sama lain tentang kisi-kisi manajerial (manajerial Grid). Gaya kepemimpinan yang dibawah tergolong pemimpin miskin (impoverished management) dengan perhatian yang rendah orang dan rendah terhadap tugas. Gaya kepemimpinan di atas adalah kekeluargaan (country club) perhatian yang tinggi kepada karyawan, tetapi rendah perhatian terhadap tugas. Gaya pemimpin di atas tapi keras adalah manajemen tugas atau gaya otoriter yakni perhatian tinggi terhadap tugas, tetapi rendah perhatian pada orang. Gaya pemimpin landai/tengah-tengah adalah gaya manajemen jalan tengah (middle road) sedangsedang saja pada tugas maupun pada orang. Gaya demokratis adalah gaya manajemen kelompok atau demokratis yakni perhatian yang tinggi baik kepada tugas maupun pada orang dan gaya ini biasanya lebih efektif dan mendapat dukungan kuat dari anggota organisasi. D. Perilaku Kepemimpinan Kepala Madrasah Menuju Kepemimpinan Efektif

Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menggunakan gaya yang dapat mewujudkan sasarannya, misalnya dengan mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi bawahannya, melaksanakan kontrol dan seterusnya. Kepemimpinan yang efektif merupakan kepemimpinan yang mampu menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama. Hasil kajian terhadap beberapa referensi menemukan 6 karakteristik kepemimpinan yang baik. Keenam karakter tersebut antara lain: 1. Pemahaman otentitas sejarah keberadaan organisasi. 2. Memahami otentitas sumber-sumber organisasi. 3. Memahami otentitas struktur organisasi. 4. Memahami otentitas kekuatan organisasi. 5. Memahami otentitas misi organisasi. 6. Memahami otentitas makna organisasi. Hodge mengatakan, sebagaimana yang dikutip Danim, ciri atau karakteristik seorang pemimpin yang efektif dikelompokkan menjadi dua sifat penting, yaitu mempunyai visi dan bekerja dari sudut efektifitas mereka. Berikut ini adalah perincian pendapat Hodge tentang sepuluh karakteristik pemimpin yang efektif.

1. Memiliki misi. 2. Pemimpin yang efektif memiliki fokus untuk mencapai tujuan-tujuan yang akan membuat misi menjadi kenyataan. 3. Pemimpin yang efektif memenangi dukungan untuk visinya dengan memanfaatkan gaya dan aktivitas yang paling cocok untuk mereka sebagai individu. 4. Pemimpin yang efektif secara alami lebih terfokus untuk menjadi daripada melakukannya. 5. Pemimpin yang efektif secara alami tahu bagaimana mereka bekerja paling efisien dan efektif. 6. Pemimpin yang efektif secara alami tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan. 7. Pemimpin yang efektif tidak mencoba menjadi orang lain. 8. Pemimpin yang efektif secara alami mencari orang-orang dengan berbagai ciri efektifitas alam. 9. Pemimpin yang efektif menarik orang lain. 10. Pemimpin yang efektif terus mengembangkan kekuatan dalam rangka memenuhi kebutuhan baru dan mencapai tujuan yang baru. Dalam upaya menuju kepemimpinan pendidikan Islam yang efektif, setidaknya para pemimpin harus dilatih sesuai dengan corak pendekatan perilaku. Latihan-latihan itu dapat diwujudkan melalui: Meneladani Seorang Tokoh (Al-Qudwah) Yaitu melalui magang dengan seorang pemimpin yang berpengaruh, melihat sikap dan perilakunya. Tetapi dengan metode seperti itu akan timbul dua catatan, pertama, bahwa kesalahan dapat berpindah secara terselubung yang kadang dapat membunuh atau menghancurkan, karena ketidak mampuan sosok yang dilatih ini merupakan tanggung jawab sang tokoh. Kedua, merealisir apa yang dinamakanpersonifikasi, yang merupakan penjelmaan potret pemimpinnya. Oleh karena itu, kita tidak dikatakan telah mendidik seorang pemimpin baru, tetapi itu seperti seseorang yang berhenti berjalan untuk beberapa saat dan tidak dapat melangkah walau satu langkah serta tidak tahu penyebabnya. Karena kita hanya menjiplak seorang pemimpin teladan secara bulat dengan seluruh aspek positif dan negatifnya. Latihan Bersikap. Yaitu melalui pemberian tanggung jawab pada sesorang yang dilatih untuk memimpin sebuah diskusi, mengurus kepanitiaan, mengelola pekerjaan atau melaksanakan sebuah tugas penting. Ia

dipantau oleh panitia khusus yang akan mengevaluasi, memperbaiki atau memepersiapkan kader pemimpin tersebut untuk mengikuti kursus kepemimpinan. Sehingga dari upaya itu setidaknya ia akan dijamin dapat merealisasikan dua hal: 1. Memiliki kemahiran memimpin. 2. Mampu mentransfer informasi. Dari Ath-Thabrani, seseorang berkata: Rasulullah SAW menugaskan seorang sahabat untuk memimpin sebuah pasukan kavaleri. Setelah selesai ia kembali dan Rasulullah SAW bertanya kepadanya: Bagaimana engkau mendapatkan kepemimpinan itu? Ia berkata: Aku seperti bagian kaum. Jika aku menaiki kendaraanku, mereka ikut naik, dan jika aku turun mereka iktut turun.Maka Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya kekuasaan itu berada diambang kesulitan, kecuali orang yang dipelihara Allah. Dan lelaki itu berkata: Demi Allah, aku tidak akan mau lagi bekerja (sebagai pemimpin) untukmu atau orang lain. Lalu tersenyumlah Rasulullah SAW hingga terlihat gerahamnya. Dalam riwayat lain lelaki itu adalah Miqdad bin Al-Aswad r.a. (AlHaitsami: 5/201). Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW selalu memotivasi para sahabatnya untuk memimpin melalui sikap dan beliau terus mengontrol perkembangannya. Kepemimpinan harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan dimulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang terkecil dan mulai saat ini. Pemimpin hendaknya jangan menunda suatu pekerjaan karena hal itu akan mengakibatkan terbengkalainya suatu pekerjaan Latihan Memilih. Dalam konsepsi kepemimpinan, seorang pemimpin terpilih melalui beberapa cara: 1. 2. 3. 4. Pemimpin yang memenangkan dengan jumlah suara terbanyak. Pemimpin yang terpilih secara langsung. Pemimpin yang diangkat, dan Pemimpin tanpa menggunakan cara-cara di atas dikarenakan tidak ada pemimpin yang definitif. Hasil studi menyatakan bahwa yang terbik dalam pelaksanaan tugas adalah pemimpin yang dipilih secara langsung, selanjutnya pemimpin yang memegang suara terbanyak, lalu selanjutnya pemimpin yang diangkat.Oleh karena itu, pelatihan adalah cara yang terbaik dalam

penggemblengan sosok pemimpin. Sosok yang terbaik adalah sosok yang dipilih, karena bawahan akan menerima sang pemimpin jika mereka memilihnya sebagai orang yang layak di posisi tersebut karena kemampuannya. Ia terpilih secara spontanitas tanpa harus berambisi besar dan berkopetensi dengan yang lain untuk meraih tampuk kepemimpinan. Karenanya seluruh sarana pengaruh efektif lebih bermanfaat baginya. Atas dasar itulah ia sangat peduli dengan watak dan perilakunya. REFERENSI Ametembun, N.A., Kepemimpinan Pendidikan, Malang: IKIP Malang, 1975. Danim, Sudarwan, Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos,Bandung: Alfabeta, 2010. Kayo, Khatib Pahlawan, Kepemimpinan Islam dan Dawah, Jakarta: Amzah, 2005. Multitama Comunication, The Power of Leader: Potret Kepemimpinan Islam yang Diteladani dan Dinantikan, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, Mei 2007. Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Marno, Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Refika Abditama, 2008. Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Madhi, Jamal, Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, Bandung : PT. Syaamil Cipta Media, 2004. SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/14/pendekatan-perilaku-kepemimpinanbehavior-leadership/

pengertian kepemimpinan dan tipe,gaya prilaku kepemimpinan pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok. Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah. Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin, Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat? Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain oleh seorang pemimpin yang sama? Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat berikut : Pihak yang berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya. Kubu yang menyatakan bahwa pemimpin dibentuk dan ditempa berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan. Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila : seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan. Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi: Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dilaihkan kepada

kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Tipe-tipe Kepemimpinan : Tipe Otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan keakuannya, antara lain dalam bentuk : kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain: menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.

1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik

Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar. Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikapoverprotective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.

3. Tipe Kepemimpinan Militeristik Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacaraupacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikankritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.

4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator) Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

6. Tipe Kepemimpinan Populistis Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugastugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Refleksi dari Tipe Kepemimpinan tsb: Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.

Teori Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: 1. pemimpin sebagai subjek, dan. 2. yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Mitos-mitos Pemimpin

Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi. Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan

bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin Mitos the For All Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awalawalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja. Atribut-atribut Pemimpin

Tipe, gaya, perilaku kepemimpinan

Dari literature diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompokkelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasi yang memungkinkan ia ada. Dan teori paling muktahir melihat kepemimpinan lewat prilaku organisasi. Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. A. Gaya Kepemimpinan Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat 1 Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt) 2 Gaya Kepemimpinan Managerial Grid (Robert R Blake dan Jane S Mouton) 3 Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin 4 Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen dari Likert

B. Kepemimpinan Pancasila

Kepemimpinan Pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila. Semangat kepemimpinan pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri demokratis, rasional, kritis, efisienefektif, dan berdisiplin tinggi.

C. Kepemimpinan Situasional Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut ini: 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan 2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan 3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas

khusus, fungsi atau tujuan tertentu. Penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bias menerima atau menolak pemimpinnya, tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

2. Tuliskan tipe gaya dan perilaku pemimpin

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah : 1. Gaya Kepemimpinan Karismatis 2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis 3. Gaya Kepemimpinan Otoriter 4. Gaya Kepemimpinan Moralis

Gaya Kepemimpinan Karismatik Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.

Gaya Kepemimpinan Diplomatis Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banya k orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.

Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.

Gaya Kepemimpinan Otoriter Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah langkahnya penuh perhitungan dan sistematis. Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

Gaya Kepemimpinan Moralis Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis. Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini semua permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.

Perilaku seorang pemimpin ketika memimpin anak buah akan memperoleh tanggapan atau reaksi dapat berupa sikap atau perilaku bawahan. Reaksi perilaku itu tidak saja gerakan badan, tetapi termasuk ucapan, sepak terjang sebagai reaksi pengikut terhadap kepemimpinan seorang pemimpin. Tanggapan itu dapat bersifat terang-terangan atau tersembunyi dengan berbagai bentuk.

Sumber : http://felixdeny.wordpress.com/2012/01/07/definisi-kepemimpinan-dan-macam-macam-gayakepemimpinan/ http://korpri-dephan.blogspot.com/2010/07/tipe-gaya-dan-perilaku-kepemimpinan.html

3. Nama-nama tokoh yang berhasil memimpin & bidang yang dikuasainya

1. Ferdinand Marcos Siapa yang tak kenal nama Ferdinand Marcos yang terpilih sebagai Presiden Filipina pada tahun 1964. Selama dua dekade masa pemerintahannya, Marcos Selalu menggaungkan ancaman komunis revolusioner, dan menggunakannya untuk membenarkan aksinya mematikan media dan menangkap beberapa lawan politiknya. Di masa kepemimpinan Marcos, kronisme dan korupsi meluas. Miliaran uang negara disedot ke rekening pribadi Marcos di Swiss. Pada tahun 1986, Marcos kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Namun pemilu yang diduga dipenuhi kecurangan, intimidasi dan kekerasan ini menjadi titik klimaks bagi dirinya. Marcos akhirnya diturunkan dari jabatannya dalam Revolusi EDSA pada tahun yang sama. Bersama istrinya, Imelda, Marcos melarikan diri dari Filipina. Marcos meninggal di pengasingannya di Hawaii pada tahun 1989.

2. Husni Mubarak Husni Mubarak yang merupakan mantan Komandan Angkatan Udara Mesir ini, memulai karir politiknya pada 1975 sebagai Wakil Presiden. Mubarak menjabat sebagai Presiden Mesir selama 3 dekade sejak tahun 1981. Di bawah kepemimpinan Mubarak, Mesir menjalin hubungan baik dengan Amerika Serikat. Bantuan miliaran dolar AS berhasil didapatkannya dalam rangka menjaga dukungan untuk Israel dan membasmi politik Islam. Namun, pada 11 Februari 2011, Mubarak yang berusia 83 tahun ini akhirnya mengundurkan diri dari kursinya sebagai presiden menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran oleh rakyat Mesir selama 18 hari di awal 2011 yang menewaskan 850 orang.

3. Fulgencio Batista

Fulgencio Batista yang menjabat Presiden Kuba selama 2 dekade ini dikenal sebagai pemimpin diktator yang brutal yang memimpin Kuba sejak 1933. Pada tahun 1944, masa jabatannya berakhir dan Batista pun meninggalkan Kuba. Namun, 8 tahun kemudian, Batista melancarkan aksi kudeta dan berhasil memimpin kembali Kuba. Hampir semua sektor pemerintah dikontrol secara otoriter oleh Batista. Mulai dari ekonomi, kongres, pendidikan, hingga media. Selain itu, Batista juga memperkaya dirinya sendiri dengan uang negara. Batista berhasil dilengserkan dari jabatannya pada tahun 1959, melalui Revolusi Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro. Setelah itu, Batista diketahui kabur ke luar negeri dan berpindah-pindah tempat tinggal, hingga akhirnya meninggal pada 1973 di Guadalamina, Spanyol.

4. Antonio Salazar Nama Antonio Salazar dinilai menjadi salah satu pemimpin paling otoriter di Benua Eropa. Salazar memimpin Portugal sejak 1932 hingga 1968. Bentuk pemerintahan Salazar disebut nasionalis konservatif, atau sebagian orang menyebutnya fasis. Salazar memegang teguh visi anakronistik, yakni bahwa Portugal masih memiliki kekuatan kekaisaran dan berhak menginvasi koloni-koloninya di selatan Afrika. Rezim Salazar dijuluki Estado Novo atau negara baru, yang membanggakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, namun masih sarat dengan penindasan. Pada tahun 1960-an, muncul pemberontakan besar-besaran terhadap rezim Salazar di Mozambik dan Angola. Saat menderita pendarahan otak pada tahun 1968, Salazar dilengserkan dari kekuasaannya secara diam-diam. Dan tahun 1974, Revolusi Bunga menandai berakhirnya rezim Salazar.

5. Pol Pot Hanya 4 tahun Pol Pot dan Khmer Merah memerintah Kamboja. Tapi selama kurun waktu 1975-1979, tidak kurang dari 1,7 juta rakyat Kamboja dibantai. Pol Pot yang dipanggil saudara nomor satu ini membuat Kamboja menjadi ladang pembantaian. Invasi Vietnam ke Kamboja tahun 1978 membuat Pol Pot terdesak dari Phnom Penh. Dia melanjutkan pemerintahannya dari hutan. Sebelum akhirnya persembunyiannya dibocorkan anak buahnya sendiri. Pol Pot tewas saat menjalani tahanan rumah tanggal 15 April 1998.

Sumber : http://blog.wahyu-winoto.com/2011/10/para-pemimpin-diktator-dunia.html

http://armandioindrawan.blogspot.com/2012/10/pengertian-kepemimpinan-dan-tipegaya.html

Konsep Perilaku Kepemimpinan Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd Pendidik di Malang

Konsep Perilaku 1. Pengertian Perilaku Kepemimpinan

Kepemimpinan

Perilaku kepemimpinan adalah perilaku khusus/pribadi para pemimpin terkait dengan tugas dan perannya sebagai seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan dipahami sebagai suatu kepribadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitannya dengan mengelola tugas dan hubungan dengan bawahan/pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.

Perilaku seorang pemimpin terkait erat dengan beberapa hal, yaitu kemampuan yang dimilikinya, karakter setiap bawahan yang dipimpinnya, jabatan atau posisi tertentu yang diembannya, dan budaya organisasi serta situasi kondisi yang menyertainya.

2. Teori Perilaku dan Urgensinya Dalam Kepemimpinan

Teori tentang perilaku manusia perlu diungkap mengingat seorang pemimpin harus mengetahui tingkat kamatangan para pegawainya agar bisa memimpin mereka secara efektif. Banyak pemimpin yang gagal karena tidak mengetahui dengan baik karakter dan kebutuhan pegawainya dalam melakukan pekerjaan.

a. Teori X dan Y Douglas Mc Gregaor

Karya Gregor yang paling dikenal umum adalah pembedaan dua teori dasar mengenai tingkah laku manusia dalam bukunya the Human Side of Enterprise, yang mengemukakan Teori X dan Teori Y.

Teori X beranggapan bahwa :

1) Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.

2) Umumnya para karyawan tidak berambisi dan menghindar dari tanggung jawab.

3) Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan dikendalikan.

4) Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan sasaran organisasi.

Oleh karena itu, para karyawan harus dikendalikan dan diarahkan agar organisasi dapat mencapai sasarannya. Tipe kepemimpinan Teori X adalah otoriter sedangkan gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi.

Sedangkan Teori Y beranggapan bahwa:

1) Rata-rata karyawan rajin, dan memiliki semangat kerja yang tinggi.

2) Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju.

3) Karyawan selalu berusaha untuk mengembangkan dirinya dalam mencapai sasaran organisasi.

4) Karyawan pada umumnya selalu mengutamakan kepentingan bersama dan organisasinya. Dalam Teori Y ini, dedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran organisasi. Dengan demikian, manajemen partisipasi harus dikembangkan. Tipe kepemimpinan teori Y adalah demokratis sedangkan gaya kepemimpinan menuju keseimbangan antara tugas dan kompromi (hubungan).

b. Teori 3 Perilaku D. Young

Young membedakan manusia manjadi tiga golongan menurut arah perhatiannya, yaitu: 1) Tipe Extrovert

Seorang bawahan disebut seorang yang extrovert jika perhatiannya terutama ditujukan ke sekelilingnya. Orang seperti ini biasanya memiliki ciri berhati terbuka, gembira, ramah tamah, sosial dan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.

2) Tipe Introvert

Bawahan yang bertipe introvert perhatiannya terutama diarahkan ke dalam dirinya sendiri. Orang seperti ini biasanya memiliki ciri egoistis, acuh tak-acuh, senang menyendiri, pendiam, kurang bisa bergaul dan selalu mendahulukan kepentingan pribadinya.

3) Tipe Ambiverse

Tipe ini merupakan perpaduan dari dua tipe sebelumnya. Dalam hal ini, seorang bawahan sangat susah ditebak sifat dan karakternya. Pemimpin harus hati-hati dalam menghadapi bawahan yang bertipe seperti ini.

c. Teori Tuju Prilaku Clare W. Graves

Graves mengklasifikasi 1) Tipe Austik

prilaku

manusia

menjadi

tujuh

tipe

yaitu:

Seorang bawahan memiliki sifat ini hidupnya seperti tumbuh-tumbuhan. Ia kurang bahan untuk hidup dan tidak punya daya juang dan dalam arti umum tak dapat dikaryakan.

2) Tipe Animistik

Bawahan yang bertipe animistik biasanya sadar akan lingkungannya, tetapi kurang memahaminya. Motifnya yang paling dominan adalah mempertahankan kelangsungan hidupnya (to survive) tetapi masih percaya dan dikuasai oleh hal-hal klenik dan praktek-praktek kehidupan yang aneh-aneh.

3) Tipe Kejutan

Seseorang yang bertipe ini takut akan adanya daya-daya yang bertentangan dalam dirinya sendiri. Segala hal yang sifatnya baru selalu jadi beban hidupnya. Dia pasif dalam inovasi dan kreativitas. Motif utamanya adalah keamanan dan perlindungan status quo.

4) Tipe Agresif dan Gila Kuasa

Di antara pegawai atau bawahan pasti ada yang memiliki sifat suka menantang tradisi dan tata tertib yang telah mapan dan ia lebih suka mengatur dirinya sendiri. Motifnya yang paling dominan adalah kekuasaan dan mungkin juga prestise.

5) Tipe Agresif Individualistis

Pegawai yang bertipe demikian biasanya percaya akan dirinya sendiri, bertanggung jawab, berkiblat pada tujuan, bukan pada sarana. Ia benci akan perincian metode, dia tidak menyukai tugas yang dipaksakan. Motif dominannya adalah pencapaian prestasi.

6) Tipe Individualis Suka Damai

Seorang pegawai bertipe ini memiliki sifat berorientasi pada tujuan dan berharap dapat ikut serta dalam menentukan setiap target organisasi. Motif dominannya adalah prestasi dan harga diri dan sangat acuh-tak acuh terhadap penghargaan maupun kritikan dari orang lain. 7) Tipe Sosiosentris

Tipe ini dimiliki oleh pegawai yang selalu rindu dengan suasana kerja yang menyenangkan. Orang seperti ini selalu mendahulukan masalah-masalah sosial dari pada masalah-masalah material atau pribadi. Dia sangat menyukai kegiatan kelompok dan segala aktivitas yang berbentuk tim kerja. Motif dominannya adalah prestasi dan hubungan dalam kelompok. Dalam proses kepemimpinan di lembaga pendidikan, seorang pemimpin pasti akan dihadapkan pada berbagai karakter individu bawahan yang sangat beragam. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus jeli dan teliti melihat berbagai perbedaan tersebut dan selanjutnya memilih tipe kepemimpinan yang sesuai dengan karakter para bawahannya.

Mempraktekkan teori ditas, misalnya bagi bawahan/pegawai yang memiliki sifat X, maka seorang pemimpin akan efektif dalam menggerakkan mereka bila gaya kepemimpinan otoriter diterapkan. Hal ini bukan berarti dengan serta merta seorang pemimpin bisa bertindak semaunya, tetapi pendekatan persuasif harus selalu diutamakan. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) harus menjadi pertimbangan utama dalam memimpin pegawai yang berkarakter demikian. Sama halnya dengan bawahan atau pegawai yang memiliki tipe introvert, ambiverse dan autis, maka gaya dan orientasi kepemimpinan yang demikian lebih efektif dalam mencapai sasaran organisasi.

Selanjutnya, bagi pegawai yang memiliki ciri Y atau tipe lain yang menyerupainya, maka gaya kepemimpinan demokratis akan lebih efektif dalam menggerakkan mereka. Sedangkan dalam mencapai tujuan organisasi, maka kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) harus menjadi pertimbangan utama.

Adapun bagi pegawai yang memiliki karakter individual yang kuat dan motivasi kerta yang tinggi, maka kebutuhan akan kekuasaan (need for power) harus menjadi pertimbangan utama seorang pemimpin. Untuk menciptakan komitmen dalam diri pegawai yang demikian, pendekatan otoriter akan lebih efektif sedangkan untuk mengembangkan mereka, lebih sesuai dengan pendekatan demokratis.

Rujukan: 1. M. Shohib dalam Sinopsis Tesis Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Inovasi Lembaga Pendidikan Madrasah, 2001, hal. 7

2. Patar Rumapea, Pengaruh Kekuasaan Legitimasi, Penghargaan, Paksaan, Keahlian dan Referensi terhadap Kinerja Karyawan, dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Tahun 9, No. 3, 2004, hal. 567

3. Dessler., Manajemen Personalia, Edisi III, Terjemahan Agus Dharma, Jakarta: Erlangga, 1986, hal. 19

4. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen : Dasar, pengertian dan Masalah., Jakarta: CV Haji Masagung, hal. 179-180

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmpmalang.com

http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/konsep-perilaku-kepemimpinan.html Pengertian Kepemimpinan & Model Kepemimpinan 11:31 PM | Organisasi Kepemimpinan memiliki banyak definisi/pengertian seperti yang dikemukakan oleh para ahli.Salah satunya adalah menurut Paul Hersey dan Kennet H. Blanchard. Menurut Paul Hersey dan Kennet H. Blanchard, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Perkembangan ParadigmBerikutini adalah Model- Model Kepemimpinan dari para ahli 1. Model Kepemimpinan Kontingensi (Fiedler) Model kontingensi diciptakan oleh E. Fiedler. Model ini menjelaskan bahwa pemimpin akan berhasil menjalankan kepemimpinannya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda dalam menghadapi situasi yang berbeda. Tidak ada pemimpin yang berhasil dengan hanya menerapkan satu macam gaya untuk segala situasi.

Terdapat 3 ( tiga ) sifat situasi yang berpengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan, yaitu: a. b. c. Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan variabel yang sangat kritis dalam menentukan situasi yang menguntungkan. Derajat susunan tugas, merupakan masukan kedua yang sangat penting untuk situasi yang menguntungkan. Kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melaui wewenang formal, adalah dimensi sangat kritis yang ketiga dari situasi.

2.

Model 3 Dimensi Kepemimpinan (Reddin) Model 3 Dimensi Kepemimpinan atau yang juga dikenal dengan sebutan 3-D model karena menghubungkan tiga kelompok gaya kepemimpinan, yaitu:

a. b. c.

Kelompok gaya dasar, terdiri dari gaya pemisah, pengabdi, penghubung, dan terpadu. Kelompok gaya efektif, terdiri dari gaya birokrat, otokrat bijak, pengembang, dan eksekutif. Kelompok gaya tak efektif, terdiri dari gaya pelari, otokrat, penganjur, dan kompromis.

3.

Model Kontinum Kepemimpinan (Tannenbaum dan Schmidt) Model ini berpendapat bahwa ada tiga factor yang harus dipertimbangkan oleh pemimpin dalam memilh gaya kepemimpinan yang akan dilakukan. Ketiga factor tersebut, yaitu:

a. b.

Kekuatan pimpinan, misalnya latar belakang pendidikan, pengetahuan, latar belakang kehidupan pribadi, pengalaman, kecerdasan, dsb. Kekuatan bawahan, hal ini menyebabkan pimpinan memilih gaya demokratis apabila bawahan sangat membutuhkan ketidaktergantungan dan kebebasan bertindak, ingin memiliki tanggung jawab dalam pembuatan keputusan.

c.

Kekuatan situasi, hal ini mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan seperti suasana organisasi, tekanan waktu, kelompok kerja khusus, dan faktor lingkungan lainnya.

4.

Model Kontinum Kepemimpinan Berdasarkan Banyaknya Peran Serta Bawahan dalam Pembuatan Keputusan (Vroom-Yetton) Dalam model ini terdapat dua macam kondisi utama yang dapat dijadikan dasar bagi pemimpin untuk mengikutsertakan bawahan atau tidak mengikutsertakan bawahan dalam pembuatan keputusan, antara lain :

a. b.

Tingkat efektivitas teknis diantara para bawahan Tingkat motivasi serta dukungan para bawahan

5.

Model Kontingensi Lima Faktor (Farris) Dalam model ini, pengaruh terhadap perilaku pemimpin dapat datang dari pemimpin itu sendiri atau dari bawahan dan dapat disalurkan secara berbeda antara kedua pihak tersebut. Ketepatan jenis perilaku pemimpin tergantung pada 5 faktor, yaitu:

a. b. c. d. e.

Wewenang pengawasan terhadap masalah yang ada Wewenang anggota kelompok terhadap masalah Pentingnya penerimaan dari pemberian keputusan terhadap pimpinan Pentingnya penerimaan keputusan terhadap anggota kelompok Tekanan waktu

6.

Model Kepemimpinan Dinamika Kelompok (Dorwin Cartwright & Alvin Zander) Menurut model ini, terdapat dua macam perilaku kepemimpinan, yaitu :

a. b.

Pencapaian beberapa sasaran kelompok khusus, identik dengan perilaku pemimpin yang mengutamakan tugas. Pemeliharaan dan penguatan kelompok itu sendiri, identik dengan perilaku pemimpin yang mengutamakan hubungan antar orang.

7.

Model Kepemimpinan path-goal (Evans dan House)

Pendekatan model kepemimpinan path-goal berdasarkan pada model pengharapan yang menyatakan bahwa motivasi individu berdasarkan pada pengharapannya atas imbalan yang menarik. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemimpin sebagai sumber imbalan dan mencoba memprediksi bagaimana perbedaan tipe imbalan dan perbedaan gaya kepemimpinan mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan bawahan.

8.

Model Kepemimpinan Vertical Dyad Linkage (Graen) Model kepemimpinan Vertical Dyad Linkage ini disebut juga dengan model Vertical Dyadic Theory oleh Martin J. Gannon. Model kepemimpinan jenis ini menitikberatkan pada dyad yaitu hubungan antara pemimpin dengan tiap bawahannya secara bebas. Pendekatan ini berusaha memanfaatkan kelebihan ataupun kekurangan yang ada pada tiap bawahan. Tiap pemimpin harus memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada pada bawahannya.

9.

Model Kepemimpinan Sistem (Bass) Model Kepemimpinan Sistem terdiri dari: 1. Input

a. b. c. d.

Organisasi yang meliputi batasan, kehangatan, kejelasan, entrope, dan lingkungan luar. Kelompok kerja yang meliputi pertentangan didalam, saling tergantung, dan tanggung jawab pada kelompok. Tugas yang meliputi umpan balik, rutin, memilih kesempatan, kerumitan, ciri-ciri manajerial. Kepribadian bawahan yang meliputi kerjasama, kekuasaan, otoriter, dan memusatkan perhatian dan pikiran pada diri sendiri. 2. Hubungan

a. b. c. d.

Pembagian kekuasaan antara pimpinan dan bawahan Penyebaran informasi antara atasan dan bawahan Struktur ketat dan struktur longgar Tujuan jangka pendek dan jangka panjang 3. Perilaku Pemimpin

a.

Direktif, pemimpin memberitahukan kepada bawahannya apa yang mereka inginkan.

b.

Manipulatif, pemimpin berbaik hati pada bawahan, merubah perilaku untuk memastikan kesempatan, keyakinan, harapan, membuat mereka berlomba satu sama lain, menentukan kembali tugas-tugas untuk menyeimbangkan beban kerja. Konsultatif, pemimpin terus terang dan memberi kesempatan bertanya, mendengarkan bawahan, mencoba ide mereka, memberikan perhatian kemajuan pada perubahan. Partisipatif, pemimpin membuat keputusan bersama, menyusun pertemuan, memasukan saran kelompok ke dalam operasi, memperlakukan bawahan sama, mudah didekati dan bersahabat. Delegatif, pemimpin menunjukkan kepercayaan pada bawahan, memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengikuti arah mereka sendiri, mengizinkan mereka membuat keputusan sendiri. 4. Output

c. d. e.

a. b.

Prestasi Kepuasan yang meliputi pekerjaan dan pengawas

10. Model Kepemimpinan Situasional (Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard) Dalam model ini, berdasarkan pendekatan situasional tiada satu jalan terbaik untuk mempengaruhi seseorang atau tiada satu jalan terbaik untuk memimpin. Pendekatan berdasarkan atas hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan, serta tingkat kematangan bawahan. Kepemimpinan situasional berdasarkan saling pengaruh antara: 1. 2. 3. sejumlah petunjuk dan pengarahan (perilaku tugas) yang pemimpin berikan sejumlah pendukungan emosional (perilaku hubungan) yang pemimpin berikan tingkat kematangan yang ditunjukan oleh bawahan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau sasaran.

Daftar Pustaka: Pengertian Kepemimpinan & Model Kepemimpinan Universitas Terbuka http://pustaka-virtual.blogspot.com/2012/11/pengertian-model-kepemimpinan.htmla Kepemimpinan : Gaya, Tipologi, Model Dan Teori Kepemimpinan Perkembangan Paradigma Kepemimpinan : Gaya, Tipologi, Model Dan Teori Kepemimpinan Jenis, gaya, dan ciri yang menandai perkembangan kepemimpinan masa lalu dapat dilihat dari pengetahuan atau pun teori kepemimpinan yang berkembang dalam kurun waktu tersebut.

Sumber : http://url.stisitelkom.ac.id/37582

Abad 20 baru saja berlalu. Kita dapat mencatat sejarah kemanusiaan yang penuh dinamika perubahan di abad itu; termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tak terkecuali perkembangan pengetahuan tentang paradigma kepemimpinan yang dapat meliputi gaya kepemimpinan, tipologi kepemimpinan, model-model kepemimpinan, dan teori-teori kepemimpinan. Sekalipun secara konseptual pada ketiganya terdapat perbedaan, namun sebagai telaan mengenai substansi yang sama akan terdapat korelasi bahkan interdependensi antar ketiganya. 1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini. Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa Leader are born and nor made (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis. Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa Leader are made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang

baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik. Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. 1. Tipologi Kepemimpinan Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).

Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. Tipe Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu. Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ganteng. Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai

tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis. 1. Model Kepemimpinan. Model kepemimpinan didasarkan pada pendekatan yang mengacu kepada hakikat kepemimpinan yang berlandaskan pada perilaku dan keterampilan seseorang yang berbaur kemudian membentuk gaya kepemimpinan yang berbeda. Beberapa model yang menganut pendekatan ini, di antaranya adalah sebagai berikut. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas. Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan. (Lihat Gambar 1).

Model Kepemimpinan Ohio. Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor tentang gaya kepemimpinan yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi (Hersey dan Blanchard, 1992). Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan). Adapun contoh dari faktor konsiderasi misalnya pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedangkan contoh untuk faktor struktur inisiasi misalnya pemimpin menugaskan tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar, dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-hal yang diharapkan dari mereka. Kedua faktor dalam model kepemimpinan Ohio tersebut dalam implementasinya mengacu pada empat kuadran, yaitu : (a) model kepemimpinan yang rendah konsiderasi maupun struktur inisiasinya, (b) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasi maupun struktur inisiasinya, (c) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasinya tetapi rendah struktur inisiasinya, dan (d) model kepemimpinan yang rendah konsiderasinya tetapi tinggi struktur inisiasinya. (Lihat Gambar 2) Model Kepemimpinan Likert (Likerts Management System). Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam model kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat sistem, yaitu sistem otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif. Penjelasan dari keempat sistem tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian berikut ini. Sistem Otoriter (Sangat Otokratis). Dalam sistem ini, pimpinan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya. Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam sistem adalah saling curiga satu dengan lainnya. Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik). Perbedaan dengan sistem sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam sistem ini juga sering memberikan pujian dan bahkan hadiah ketika bawahan berhasil bekerja dengan baik. Namun demikian, pada sistem inipun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan. Sistem Konsultatif. Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya cenderung lebih bersifat menudukung. Selain itu sistem kepemimpinan ini juga tergambar pada

pola penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu. Sistem Partisipatif. Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai di tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam sistem inipun, pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengungkapkan seluruh ide ataupun permasalahannya yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian, model kepemimpinan yang disampaikan oleh Likert ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model-model yang dikembangkan oleh Universitasi Ohio, yaitu dari sudut pandang struktur inisasi dan konsiderasi. Model Kepemimpinan Managerial Grid. Jika dalam model Ohio, kepemimpinan ditinjau dari sisi struktur inisiasi dan konsideransinya, maka dalam model manajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton dalam Robbins (1996) memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap tugas dan perhatian pada orang. Kedua sisi tinjauan model kepemimpinan ini kemudian diformulasikan dalam tingkatan-tingkatan, yaitu antara 0 sampai dengan 9. Dalam pemikiran modelmanagerial grid adalah seorang pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugas-tugas yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang baik terhadap hubungan kerja dengan manusia sebagai bawahannya. Artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya memikirkan pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor hubungan dengan bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam mengambil suatu sikap terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang harus diambil, proses dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat itu juga pemimpin harus memperhatikan pola hubungan dengan staf atau bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini, kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang terletak di tengah-tengah keempat gaya ekstrim tersebut. Gaya kepemimpinan tersebut adalah : (Lihat Gambar 3) Grid 1.1 disebut Impoverished leadership (Model Kepemimpinan yang Tandus), dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghidar dari segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap bawahannya. Grid 9.9 disebut Team leadership (Model Kepemimpinan Tim), pimpinan menaruh perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan kerja, sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja (bertugas) serta terciptanya hubungan yang serasi antara pimpinan dan bawahan. Grid 1.9 disebut Country Club leadership (Model Kepemimpinan Perkumpulan), pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang diperhatikan.

Grid 9.1 disebut Task leadership (Model Kepemimpinan Tugas), kepemimpinan ini bersifat otoriter karena sangat mementingkan tugas/hasil dan bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu dapat diganti. Grid 5.5 disebut Middle of the road (Model Kepemimpinan Jalan Tengah), di mana si pemimpin cukup memperhatikan dan mempertahankan serta menyeimbangkan antara moral bawahan dengan keharusan penyelesaian pekerjaan pada tingkat yang memuaskan, di mana hubungan antara pimpinan dan bawahan bersifat kebapakan. Berdasakan uraian di atas, pada dasarnya model kepemimpinan manajerial grid ini relatif lebih rinci dalam menggambarkan kecenderungan kepemimpinan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwasanya model ini merupakan pandangan yang berawal dari pemikiran yang relatif sama dengan model sebelumnya, yaitu seberapa otokratis dan demokratisnya kepemimpinan dari sudut pandang perhatiannya pada orang dan tugas. Model Kepemimpinan Kontingensi. Model kepemimpinan kontingensi dikembang-kan oleh Fielder. Fielder dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1995) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebuah organisasi bergantung pada situasi di mana pemimpin bekerja. Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntukang bagi pemimpin atau tidak. Ketiga variabel utama tersebut adalah : hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-anggota); kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan (struktur tugas); dan kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi). Berdasar ketiga variabel utama tersebut, Fiedler menyimpulkan bahwa : para pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung berprestasi terbaik dalam situasi kelompok yang sangat menguntungkan maupun tidak menguntungkan sekalipun; para pemimpin yang berorientasi pada hubungan cenderung berprestasi terbaik dalam situasi-situasi yang cukup menguntungkan. Dari kesimpulan model kepemimpinan tersebut, pendapat Fiedler cenderung kembali pada konsep kontinum perilaku pemimpin. Namun perbedaannya di sini adalah bahwa situasi yang cenderung menguntungkan dan yang cenderung tidak menguntungkan dipisahkan dalam dua kontinum yang berbeda. (Lihat Gambar 4). Model Kepemimpinan Tiga Dimensi. Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model Managerial Grid. Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama. Intisari dari model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektivitas yang sama pula. Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi dan

dihadapi oleh sosok pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan tugas yang sama tersebut memiliki perbedaan. Secara umum, dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif. Masing-masing bagian dimensi lingkungan ini memiliki skala yang sama 1 sampai dengan 4, dimana untuk lingkungan tidak efektif skalanya bertanda negatif dan untuk lingkungan yang efektif skalanya bertanda positif. (Lihat Gambar 5). 1. Teori Kepemimpinan. Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi kepemimpinan modern adalah perkembangan dari teori peran (role theory). Dikemukakan, setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, demikian juga halnya dengan individu diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan demikian kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam diferensiasi peran. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat dikonsepsikan sebagai suatu interaksi antara individu dengan anggota kelompoknya. Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ideide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah. Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik. Dari sisi teori kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak membantu

dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah penelitian. Dari penelusuran literatur tentang kepemimpinan, teori kepemimpinn banyak dipengaruhi oleh penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior. Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan pandangan kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan, yaitu ; (1) kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2), kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking & Boggardus, 1994). Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk ; (1) sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan (2) kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya. Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan perhatian harus diarahkan kepada (1) sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa, (2) membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia pimpin dan motifnya mengikuti dia, (3) penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin, dan (4) kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya (Hocking & Boggardus, 1994). Beberapa pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat dikategorikan sebagai teori kepemimpinan dengan sudut pandang Personal-Situasional. Hal ini disebabkan, pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi juga dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan. Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya, bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentimen atau perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok. Semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok, maka aktivitasnya semakin sesuai dengan norma kelompok, interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi. Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan. Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk merubah motivasi anggota lain agar perilakunya ikut

berubah. Motivasi dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah. Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970 mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedlermengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-pinan makin tinggi. Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan motivated organism. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya, (2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersamasama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001). Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu proses belajar. Selain teori-teori kepemimpinan yang telah dikemukakan, dalam perkembangan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian para pakar maupun praktisi adalah dua pola dasar interaksi antara pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang

ilmuwan di bidang politik yang bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya yang berjudul Leadership. Selanjutnya Bass (1985) meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai kedua pola kepemimpinan dan kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap dengan model dan pengukurannya. 3. Kompetensi Kepemimpinan Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan pemimpin (kepemimpinan) dan manajer (manajemen) dalam mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung jawabnya masing-masing adalah kompetensi. Konsep mengenai kompetensi untuk pertamakalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang didefinisikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan. Secara historis perkembangan kompetensi dapat dilihat dari beberapa definisi kompetensi terpilih dari waktu ke waktu yang dikembangkan oleh Burgoyne (1988), Woodruffe (1990), Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham (1990) dan Murphy (1993). Menurut Rotwell, kompetensi adalah an area of knowledge or skill that is critical for production ke outputs. Lebih lanjut Rotwell menuliskan bahwa competencies area internal capabilities that people brings to their job; capabilities which may be expressed in a broad, even infinite array of on the job behaviour. Spencer (1993) berpendapat, kompetensi adalah an undderlying characteristicof an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in ajob or situation. Senada dengan itu Zwell (2000) berpendapat Competencies can be defined as the enduring traits and characteristics that determine performance. Examples of competencies are initiative, influence, teamwork, innovation, and strategic thinking. Beberapa pandangan di atas mengindikasikan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dari Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupamotives, self koncept (Spencer, 1993), knowledge, dan skill ( Spencer, 1993; Rothwell and Kazanas, 1993). Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Amstrong, 1990). Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimilki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.

Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. Menurut Spencer (1993), skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge. Dalam pada itu, menurut Spencer (1993) dan Kazanas (1993) terdapat kompetensi kepemimpinan secara umum yang dapat berlaku atau dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manajerial. Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty. Adapun kompetensipada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result (achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others, developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation, interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dantechnical expertise. Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise, developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation, building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty, relatiuonship building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity. Dalam hubungan ini Kouzes dan Posner 1995) meyakini bahwa suatu kinerja yang memiliki kualitas unggul berupa barang atau pun jasa, hanya dapat dihasilkan oleh para pemimpin yang memiliki kualitas prima. Dikemukakan, kualitas kepemimpinan manajerial adalah suatu cara hidup yang dihasilkan dari mutu pribadi total ditambah kendali mutu total ditambah mutu kepemimpinan. Berdasarkan penelitiannya, ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan. Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknikal maupun manajerial. Sedangkan Burwash (1996) dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer mengemukakan, kunci dari kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9

dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan status quo dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin diri yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani. Dalam pada itu, Warren Bennis (1991) juga mengemukakan bahwa peran kepemimpinan adalahempowering the collective effort of the organization toward meaningful goals dengan indikator keberhasilan sebagai berikut : People feel important; Learning and competence are reinforced; People feel they part of the organization; dan Work is viewed as excisting, stimulating, and enjoyable.Sementara itu, Soetjipto Wirosardjono (1993) menandai kualifikasi kepemimpinan berikut, kepemimpinan yang kita kehendaki adalah kepemimpinan yang secara sejati memancarkan wibawa, karena memiliki komitmen, kredibilitas, dan integritas. Sebelum itu, Bennis bersama Burt Nanus (1985) mengidentifikasi bentuk kompetensi kepemimpinan berupa the ability to manage dalam empat hal : attention (= vision), meaning (= communication), trust (= emotional glue), and self (= commitment, willingness to take risk). Kemudian pada tahun 1997, keempat konsep tersebut diubah menjadi the new rules of leradership berupa (a) Provide direction and meaning, a sense of purpose; (b) Generate and sustain trust, creating authentic relationships; (c) Display a bias towards action, risk taking and curiosity; dan (d) Are purveyors of hope, optimism and a psychological resilience that expects success (lihat Karol Kennedy, 1998; p.32). Bagi Rossbeth Moss Kanter (1994), dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin terasa kompleks dan akan berkembang semakin dinamik, diperlukan kompetensi kepemimpinan berupaconception yang tepat, competency yang cukup, connection yang luas, dan confidence. Tokoh lainnya adalah Ken Shelton (ed, 1997) mengidentikasi kompetensi dalam nuansa lain., menurut hubungan pemimpin dan pengikut, dan jiwa kepemimpinan. Dalam hubungan pemimpin dan pengikut, ia menekankan bagaimana keduanya sebaiknya berinterkasi. Fenomena ini menurut Pace memerlukan kualitas kepemimpinan yang tidak mementingkan diri sendiri. Selain itu, menurut Carleff pemimpin dan pengikut merupak dua sisi dari proses yang sama. Dalam hubungan jiwa kepemimpinan, sejumlah pengamat memasuki wilayah spiritual. Rangkaian kualitas lain yang mewarnainya antara lain adalah hati, jiwa, dan moral. Bardwick menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah intelektual atau pengenalan, melainkan masalah emosional. Sedangkan Bell berpikiran bahwa pembimbing yang benar tidak selamanya merupakan mahluk rasional. Mereka seringkali adalah pencari nyala api. Sumber :

http://aparaturnegara.bappenas.go.id/data/Kajian/Kajian-2003/Dimensi%

www.stisitelkom.ac.id www.di.stisitelkom.ac.id www.ktm.stisitelkom.ac.id www.dkv.stisitelkom.ac.id www.dp.stisitelkom.ac.id www.srm.stisitelkom.ac.id www.blog.stisitelkom.ac.id www.multimedia.stisitelkom.ac.id www.elearning.stisitelkom.ac.id www.library.stisitelkom.ac.id www.repository.stisitelkom.ac.id www.cloudbox.stisitelkom.ac.id www.digilib.stisitelkom.ac.id www.mirror.stisitelkom.ac.id www.sisfo.stisitelkom.ac.id www.hilfan.blog.stisitelkom.ac.id www.telkomuniversity.ac.id www.kuningmasautocare.co.id www.usnadibrata.co.id www.askaf.co.id www.hilfans.wordpress.com www.hilfans.blogspot.com http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id/2013/01/29/perkembangan-paradigma-kepemimpinan-gayatipologi-model-dan-teori-kepemimpinan/

You might also like