You are on page 1of 5

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

FUNGISIDA METALAKSIL TIDAK EFEKTIF MENEKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora maydis) DI KALIMANTAN BARAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia
Abstrak. Kalimantan Barat adalah salah satu daerah sentra produksi jagung di Indonesia dengan tingkat produktivitas yang dicapai masih rendah yaitu 36,60 ku/ha. Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Penyakit ini merupakan penyakit utama paling berbahaya di Indonesia, telah dilaporkan tersebar luas di hampir semua propinsi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. Benih jagung yang beredar di Indonesia semuanya telah diberi perlakuan dengan fungisida ridomil atau saromil yang berbahan aktif metalaksil karena terbukti efektif mengendalikan penyakit bulai. Hingga saat ini penggunaan fungisida metalaksil telah berjalan lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1980-an, Aplikasi pestisida secara terus menerus dalam waktu lama akan menimbulkan terjadinya resistensi pada organisme penggagu tanaman (OPT). Hasil pengujian menunjukkan bahwa fungisida saromil yang berbahan aktif metalaksil 35% tidak efektif lagi untuk mengendalikan penyakit bulai pada pertanaman jagung di Kabupaten Bengkayang, khususnya di Kecamatan Sanggau Ledo dan Tujuh Belas. Pemberian fungisida hingga 7,5 g per kg benih jagung persentase tanaman terinfeksi bulai semakin tinggi dan tidak berbeda nyata dengan kontrol tanpa fungisida. Oleh karena itu fungisida berbahan aktif metalaksil tidak lagi bisa dianjurkan untuk pengendalian penyakit bulai di Bengkayang Kalimantan Barat. Alternatif pengendalian yang dianjurkan adalah menanam varietas unggul tahan bulai. Varietas jagung yang tahan terhadap penyakit bulai seperti BISI 816, BMD 2, BIMA 3 Bantimurung, Lagaligo, Motor GTO, dan BISMA. Alternatif pengendalian lainnya yang dapat dilakukan adalah menanam jagung pada waktu yang tepat secara serempak pada areal yang luas dan eradikasi tanaman yang terinfeksi bulai. Kata kunci: Jagung, Peronosclerospora maydis, metalaksil, varietas tahan.

PENDAHULUAN Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis Penyakit bulai merupakan penyakit utama paling berbahaya di Indonesia (Semangun, 1993). Dalam pelepasan varietas jagung unggul baru, sifat ketahanan terhadap penyakit bulai merupakan persyaratan mutlak yang harus dimiliki. Penyakit ini dilaporkan tersebar luas di hampir semua propinsi di Indonesia (Anonymous, 1994), termasuk di Kalimantan Barat (Wakman et al, 2007 dan 2008). Kalimantan Barat adalah salah satu daerah sentra produksi jagung di Indonesia. Kontribusi terhadap produksi nasional sebesar 140.463 ton pertahun dari luas tanam 38.178 ha pertahun dengan tingkat produktivitas yang dicapai 36,60 ku/ha (Tabel 1), masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil varietas unggul baik jenis hibrida maupun komposit yang bisa mencapai antara 7-10 t/ha. Rendahnya hasil yang dicapai di daerah ini 395

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

antara lain disebabkan oleh adanya serangan penyakit bulai yang sudah tidak dapat dikendali secara tuntas dengan bahan kimia fungisida metalaksil. Benih jagung yang beredar di Indonesia, baik jenis hibrida maupun bersari bebas (komposit) semuanya telah diberi perlakuan dengan fungisida ridomil atau saromil yang berbahan aktif metalaksil. Metalaxyl adalah senyawa kimia yang tergolong golongan asilalanin yang mampu melindungi benih jagung terhadap bibit penyakit, termasuk jamur penyebab penyakit bulai. Fungisida Ridomil 35SD yang berbahan aktif metalaksil pada tahun 80-an masih efektif mengendalikan penyakit bulai (Wakman dan Said, 1986). Di Indonesia hingga saat ini penggunaan fungisida metalaksil telah berjalan lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1980-an (Jasis et al., 1981). Aplikasi pestisida secara terus menerus dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya resistensi pada organisme penggagu tanaman (OPT). Tulisan ini merupakan rangkuman data dari berbagai sumber dan hasil penelitian penyakit bulai pada tanaman jagung. Diharapkan informasi yang disajikan ini akan bermafaat untuk perumusan metode pengendalian penyakit bulai yang tepat pada tanaman jagung dalam rangka untuk menekan perkembangan serangan penyakit bulai di daerah tersebut. Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas jagung selama lima tahun (periode 2004-2008) di Kalimantan Barat Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata Sumber: BPS (2009) Luas Panen (ha) 35.747 37.743 38.271 36.295 42.834 38.178 Produksi (t) 102.555 127.458 136.777 154.118 181.407 140.463 Produktivitas (ku/ha) 28.69 33.77 35.74 42.46 42.35 36.60

PENYAKIT BULAI DAN PERMASALAHNNYA Kerusakan akibat penyakit bulai dapat mencapai 100 % pada varietas jagung yang rentan (Sudjono, 1988). Kehilangan hasil akibat penyakit bulai erat hubungannya dengan intensitas infeksi. Makin tinggi intensitas serangan penyakit makin tinggi pula kehilangan hasil yang ditimbulkannya. Hasil penelitian Wakman et al. (1999) menunjukkan bahwa varietas Lagaligo yang terserang bulai dengan tingkat serangan 7,7 % menyebabkan kehilangan hasil hanya 6,5 % jauh lebih rendah dibanding dengan varietas Pulut Takalar yang terserang bulai dengan tingkat serangan 46,7 % menyebabkan kehilangan hasil mencapai 46,5 %. Tingkat serangan penyakit bulai juga dipengaruhi oleh waktu tanam. Menurut Subandi et al. (1996), bahwa infeksi penyakit bulai sangat rendah bahkan sering tidak ditemukan serangan pada jagung yang ditanam pada bulan Juli sampai September dan serangan bulai yang berat terjadi pada jagung yang ditanam pada bulan Oktober sampai Nopember. Demikian pula halnya dengan pada pananaman jagung setelah jagung atau penanaman yang terlambat dari pertanaman jagung lainnya akan mendapat serangan bulai yang tinggi (Triharso et al. 1976). 396

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Wabah penyakit bulai umumnya terjadi di daerah pengembangan jagung. Pada daerah pengembangan jagung biasanya mereka menanam jagung hibrida. Semua benih jagung hibrida yang beredar di Indonesia telah diberi perlakuan dengan fungisida berbahan aktif metalaksil. Terjadinya wabah penyakit bulai pada daerah yang menanam jagung hibrida yang diberi perlakuan dengan fungisida metalaksil akan memicu terjadi resistensi P. maydis terhadap metalaksil. Permasalahan di Desa Sinar Tebudak yang berbasis jagung adalah adanya serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur Pernosderospora maydis. Penyakit bulai yang menyerang tanaman jagung di kecamatan Sanggau Ledo dan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen, sehingga sebagian petani mengubah pola pikir untuk meninggalkan ladang jagungnya menjadi ladang karet, lada dan sayuran. Sekitar 60% lahan tanaman jagung berailih fungsi ke tanaman lainnya seperti tanaman karet dan sayuran. Hal ini dilakukan karena adanya serangan penyakit bulai yang tidak dapat lagi dikendalikan secara tuntas dengan fungisida metalaksil. Dalam kondisi demikian diperlukan komponen teknologi pengendalian lainnya sebagai alternatif mengatasi penyakit bulai di daerah tersebut. HASIL PENGUJIAN Pada tahun 2008 telah dilakukan uji resistensi fugisida Saromil 35SD yang berbahan aktif metalksil 35% terhadap penyakit bulai di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Timur dengan perlakuan 4 tingkat dosis fungisda. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa fungisida saromil yang berbahan aktif metalaksil 35% tidak efektif lagi untuk mengendalikan penyakit bulai pada pertanaman jagung di Kabupaten Bengkayang, khususnya di Kecamatan Sanggau Ledo dan Tujuh Belas (Tabel 2). Pemberian fungisida hingga 7,5 g per kg benih jagung persentase tanaman terinfeksi bulai semakin tinggi dan tidak berbeda nyata dengan kontrol tanpa fungisida, Oleh karena itu fungisida berbahan aktif metalaksil tidak dianjurkan lagi untuk pengendalian penyakit bulai di Bengkayang Kaimantan Timur karena sudah terjadi resistensi P. Maydis terhadap fungisda metalaksil (Wakman et al. 2009). Tabel 2. Persentase penyakit bulai pada masing-masing petak perlakuan takaran fungisida Saromil 35SD. Takaran Fungisida (g/kg benih) 0 2,5 5,0 7,5 Sumber: Wakman et al. (2009). ALTERNATIF KOMPONEN PENGENDALIAN BULAI Dengan diketahuinya bahwa telah terjadi resistensi P. Maydis terhadap fungisda metalaksil di Bengkayang Kalimantan Barat maka perlu komponen pengendalian lainnya untuk mengatasi penyakit bulai di daerah tersebut. Alternatif komponen pengendalian yang dapat dilakukanantara lain : 397 Bulai (%) 89,7 91,7 96,3 98,0

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

1. Menanam varietas unggul tahan bulai. Menanam varietas unggul tahan bulai untuk mengendalikan penyakit bulai adalah cara pengendalian yang mudah dilakukan, murah, dan ramah terhadap lingkungan. Varietas jagung yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit bulai lebih tinggi dari varietas lainnya adalah : BISI 816, BMD 2, BIMA 3 Bantimurung, Lagaligo, Motor GTO, dan BISMA (Wakman et al., 2009). Untuk menentukan varietas mana dari varietas tersebut di atas yang paling beradaptasi baik dan memberikan hasil tertinggi di Bengkayang Kalimantan Timur maka perlu diuji adaptasi terlebih dahulu. 2. Menanam pada waktu yang tepat. Fase pertumbuhan tanaman jagung sangat peka terhadap serangan penyakit bulai mulai saat berkecambah sampai umur empat minggu atau satu bulan setelah tanam. Menurut Khaeruni (2009) penyakit bulai biasanya berkembang pada saat terjadi peralihan musim, dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dari musim hujan ke musim kemarau. Oleh karena itu upayakan tanaman jagung yang ditanam telah berumur lebih satu bulan pada saat terjadi peralihan musim. 3. Menanam secara serempak. Jamur penyebab penyakit bulai hanya dapat hidup dan berkembang pada tanaman yang masih hidup, tidak dapat hidup di dalam tanah. Sehingga kalau tanaman sudah mati atau panen maka jamur ini juga ikut mati atau tidak dapat lagi melanjutkan kehidupan dan perkembangannya. Oleh karena itu menanam jagung secara serempak pada areal yang luas, maka serangan penyakit bulai dapat ditekan karena fase pertumbuhan tanaman relatif sama (Khareuni, 2009). Namun menurut metode pengendalian dengan menanam secara serempak pada areal yang luas agak sulit diterapkan di Kalimantan Barat karena memiliki iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun (Wakman et al., 2009). 4. Eradikasi tanaman terinfeksi bulai Eradikasi atau menghilangkan tanaman jagung yang terinfeksi bulai bertujuan untuk menghilangkan sumber inokulum penyakit sehingga penyebaran penyakit dapat ditekan. Apabila ditemukan tanaman yang memperlihatkan gejala penyakit bulai di antara pertanaman jagung maka segera dicabut kemudian dibakar atau dibenamkan ke dalam tanah. Jangan hanya dibuang saja disekitar pertanaman karena akan menjadi sumber inokulum penyakit ke pertanaman yang masih ada. Menurut Wakman et al. (2009), petani di Kalimantan Barat telah menerapkan metode ini dengan cara membentuk tim eradikasi di tiap kelompok tani. Tim Eradikasi terdiri dari 5 orang setiap kelompok diketuai oleh ketua kelompok tani. Tugas Tim Eradikasi adalah melaksanakan eradikasi atau pencabutan tanaman jagung terserang bulai di sekitar lokasi yang akan ditanami pada periode waktu antara 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah penanaman baru. Setiap anggota kelompok tani yang akan menanam jagung diwajibkan melapor ke Tim Eradikasi atau Ketua Kelompok Taninya mengenai hari penanaman dan lokasinya dimana, dan Tim Eradikasi melakukan eradikasi di sekitar lokasi penanaman tersebut pada pertanaman jagung yang telah lebih dahulu ditanam pada radius 200 m. Menurut Khaeruni (2009) penyebaran penyakit bulai sangat cepat dan sangat dipegaruhi oleh angin. Dalam kondisi tidak ada angin, spora jamur ini menyebar hingga radius 16 meter. 398

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Sedangkan dalam kondisi yang berangin, maka penyebarannya bisa mencapai 5 sampai 11 kilometer. KESIMPULAN Penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman jagung dan meresahkan petani di Bengkayang Kalimantan Barat. Akibat serangan penyakit ini menyebabkan banyak petani jagung mengalami gagal panen di daerah tersebut. Pengendalian penyakit bulai yang diandalkan selama ini adalah perlakuan benih (seed treatment) dengan fungisida yang berbahan aktif metalaksil, ternyata tidak efektif lagi di Bengkayang Kalimantan Barat atau telah terjadi resistensi P. Maydis terhadap fugisida metalaksil. Oleh karena itu, untuk mengendalikan penyakit bulai di daerah tersebut dianjurkan menggunakan varietas unggul tahan bulai, menanam pada waktu yang tepat, menanam secara serempak pada areal yang luas, dan eradikasi tanaman jagung yang terinfeksi bulai. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1994. Evaluasi kerusakan tanaman jagung karena organism pengganggu tahun 1993. Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Jakarta. BPS. 2009. Badan Pusat Statistik. Jakarta Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Beberapa hasil pengujian pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung tahun 1979-1981. Khaeruni, A. 2009. Penyakit bulai sang penyebar terror hingga radius belasan kilometer. Majalah Pertanian Abdi Tani, Wahana Informasi Pertanian. Vol. 10 No. 3 Edisi XXXVI, Juli-September 2009. Hal. 12-14. Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. (Food crop diseases in Indonesia). Gadjah Mada University Press. 449 p. Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan benih palsu pada pertanaman jagung hibrida di Lampung. Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. Jagung. Puslitbangtan Bogor. Triharso, T. Martorejo, and L. Kusdiarti. 1979. Recent problems and studies on downy mildew of maize in Indonesia. The Kasetsart Journal. Vol. 10, No.2:101-105. Thailand. Wakman, W. dan M. Said K. 1986. Penggunaan fungisida ridomil untuk pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Agrikam 1(2):41-44. Wakman, W., M.S. Kontong, dan S. Rahamma. 1999. Perbedaan ketahanan terhadap penyakit bulai dan kehilangan hasil 12 varietas/galur jagung. Prosiding Seminar Nasional. Hasil Pengkajian dan Penelitian Teknologi Pertanian Menghadapi Era Otonomi Daerah. Palu, 3-4 Nopember 1999. Hal. 57-62. Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 8 Oktober 2007. Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2008. Pengendalian penyakit bulai pada jagung di Bengkayang Kalbar. Seminar Mingguan Balitsereal, Jumat, 14 Juli. Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2009. Efektifitas fungisida saromil yang berbahan aktif metalaksil dalam pengendalian penyakit bulai pada jagung di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar. Laporan Hasil Penelitian Kelti Hama Penyakit. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

399

You might also like