You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah seksualitas merupakan hal yang sensitif untuk diperbincangkan.

Akan tetapi dalam sejarah masyarakat-masyarakat di Nusantara pernah ada penulisan dan pencitraan yang lugas dan terbuka mengenai seks dan seksualitas. Serat Centhini dan banyak sekali naskah Jawa semasa dari abad ke-18 dan 19, misalnya, dengan ceria dan berseni menggambarkan dua orang santri yang sesudah melakukan hubungan seks oral, mandi junub, dan kemudian salat subuh (Emka, 2002: IX) Masa remaja adalah masa-masa yang paling indah. Pencarian jati diri seseorang terjadi pada masa remaja. Bahkan banyak orang mengatakan bahwa remaja adalah tulang punggung sebuah negara. Pernyataan demikian memanglah benar, remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Di tangan remajalah tergenggam arah masa depan bangsa ini. Namun melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kuaitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal dan menyimpang di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Telah banyak remaja yang terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depan. Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan perkembangan yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur.

Di antara berbagai macam kenakalan remaja, seks bebas selalu menjadi bahasan menarik dalam berbagai tulisan selain kasus narkoba dan tawuran pelajar. Dan sepertinya seks bebas telah memiliki wajah tersendiri. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan. Semakin merebaknya seks bebas, merupakan hal yang sungguh dilematis mengingat Indonesia merupakan negara yang masih memegang nilai-nilai kebudayaan timur. Oleh karena itu makalah ini bisa dijadikan sebagai refleksi bagi para pembacanya untuk mawas diri agar tidak terjerumus dengan pergaulan yang dapat merugikan diri sendiri. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan seks bebas? 2. Bagaimana seks bebas dan perkembangannya di kalangan masyarakat Jawa? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian tentang seks bebas 2. Menunjukkan seks bebas dan perkembangannya di kalangan masyarakat Jawa

BAB II KAJIAN TEORI Anthony Giddens dalam bukunya The Tranformation of Intimacy (1992), menjelaskan bahwa ia memusatkan perhatian pada tranformasi keintiman terusmenerus yang menunjukkan gerakan menuju konsep penting lain dalam pemikirannya mengenai dunia modern, yakni konsep hubungan murni atau situasi di mana hubungan sosial berlangsung demi kepentingan hubungan sosial itu sendiri, demi sesuatu yang bakal didapatkan oleh setiap orang dari meneruskan hubungan dengan orang lain, dan hubungan itu hanya dilanjutkan sejauh diperkirakan oleh kedua belah pihak dapat memberikan kepuasan yang cukup bagi setiap orang yang berhubungan tersebut (Santoso.2008 : 560). Dalam teori Modernitas dan Intimasi ini dijelaskan bahwa dalam hal keintiman, hubungan murni ditandai oleh komunikasi emosional dengan diri sendiri dan dengan orang lain dalam konteks hubungan seksual dan kesamaan emosional. Demokratisasi hubungan intim tak hanya dapat menimbulkan demokratisasi hubungan antar pribadi pada umumnya, tetapi juga demokratisasi hubungan dalam susunan kelembagaan makro. Perubahan sifat hubungan intim, di mana wanita makin penting peranannya dan lelaki tertinggal, membawa implikasi revolusioner bagi masyarakat secara keseluruhan. Dalam kehidupan modern1, keintiman dan seksualitas telah terasingkan. Tetapi, meski keterasingan membebaskan berbagai jenis perasaan dari keintiman dalam masyarakat tradisional, keterasingan ini juga merupakan sebuah penindasan. Upaya reflektif untuk menciptakan hubungan intim murni harus dilakukan dalam konteks yang terpisah dari masalah etika dan moral yang lebih luas. Tetapi, tatanan kehidupan modern ini mendapat tekanan karena orang, khususnya wanita, berupaya merenungkan diri mereka sendiri dan orang lain. Giddens tak bermaksud untuk mengusulkan kebebasan seksual atau pluralisme seksual, tetapi lebih mendesakkan perubahan moral dan etika yang lebih besar,
1

Gagasan modern berasal dari sebutan terhadap institusi, ide dan perilaku yang muncul dari kemerosotan masyarakat pertengahan (medieval society) di Eropa, lihat Pip Jones. 2009 hal.32

sebuah perubahan yang ia lihat telah berlangsung dalam hubungan intim. Emansipasi seksual dapat menjadi perantara dalam mereorganisasi emosional kehidupan sosial. Remaja dengan segala perubahan dan fakta-fakta remaja lainnya memang selalu menarik untuk dibahas. Masa remaja adalah masa yang paling berseri, karena di masa remaja terjadi proses pencarian jati diri. Ini bertentangan dengan persepsi umum yang mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang biasanya tidak berada dengan kelompok manusia yang lain, ada yang berpendapat bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Karena sebenarnya remaja merupakan kelompok manusia yang penuh dengan potensi berdasarakan catatan sejarah remaja Indonesia yang penuh vitalitas, semangat patriotisme yang menjadi harapan penerus bangsa Kita juga tidak boleh lupa bahwa masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan halhal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Di saat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan (Mulyono. 1995 : 63). Dalam kehidupan para remaja sering kali diselingi hal-hal yang negatif dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman temannya di sekolah maupun lingkungan pada saat dia di rumah. Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Dan di sanalah para remaja banyak yang terjebak dalam beberapa perilaku menyimpang yang lazim disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang

dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Perilaku menyimpang di kalangan remaja atau yang biasa disebut dengan kenakalan remaja bentuknya bermacam-macam seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah. Bentuk-bentuk kenakalan yang demikian biasa disebut juga dengan pergaulan bebas (Willis. 1994 : 110). Perilaku yang penuh dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang sangat mencemaskan. Sangat menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan tingginya jumlah penyimpangan di kalangan remaja. Penyimpangan-penyimpangan yang kasusnya makin marak dan menarik untuk dibahas adalah pergaulan bebas atau lebih spesifiknya disebut seks bebas. Dari tahun ke tahun kasus seks bebas di negeri ini makin banyak saja jumlahnya, dan tak dapat dipungkiri bahwa sebagian pelakunya adalah remaja (pelajar dan mahasiswa). Di berbagai media pemberitaan baik media massa ataupun media elektronik, yang namanya kasus seks bebas selalu saja muncul. Inilah indikasi bahwa seks bebas kasusnya makin marak. Seperti banyak orang bilang bahwa masa remaja merupakan masa yang rentan, seorang anak dalam menghadapi gejolak biologisnya. Apalagi ditunjang dengan era globalisasi dan era informasi yang sedemikian rupa menyebabkan remaja sekarang terpancing untuk coba-coba mempraktekkan apa yang dilihatnya. Terlebih bila apa yang dilihatnya merupakan informasi tentang indahnya seks bebas yang bisa membawa dampak pada remaja itu sendiri. Nah dari sinilah kasus seks bebas di negeri ini semakin hari semakin meningkat. Di tambah lagi kasus video mesum tiga artis belakangan ini, yang tentunya semakin mengingatkan kita akan betapa tingginya aktivitas seks bebas ini terjadi di negara kita.

BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Seks Bebas Secara maknawi, seks bebas mengandung pengertian sebuah tindakan atau aktivitas intim dari sepasang manusia yang terlepas dari berbagai jaring simbolisasi pembatas yang selama ini disebarkan oleh dominasi wacana dan pandangan kelas menengah, agama dan negara. Keintiman dalam seks bebas dapat melingkupi berbagai hal mulai dari berciuman bibir, berpelukan, bercumbu, menyentuh anggota tubuh yang sensitif, hingga melakukan hubungan kelamin atau intercourse (Anderson. 2007 : 213). Istilah seks bebas sering dilawankatakan dengan seksualitas dalam bingkai pernikahan dan juga seks komersial (di mana hubungan seksual harus membayar). Seks bebas memang mempunyai unsur ke arah utopianisme. Di mana ia jauh dari kehidupan malam yang penuh dengan timbal balik secara transaksi layaknya di wilayah prostitusi. Secara istilah, seks bebas merupakan salah satu identifikasi perilaku seksual modern. Meskipun demikian dari sudut pandang prakteknya ia sudah sangat tua. Bahka dilakukan oleh beberapa penganut animisme dan agama lokal.

Gambar 3.1 : Pasangan yang melakukan hubungan intim. (Google gambar.)

Seks bebas dapat menjadi sesuatu yang biasa sebagai tanda modernitas dan proses pendekonstruksian terhadap tatanan keluarga dan masyarakat. Kini telah berkembang sebuah kebiasaan pada masyarakat yang menganggap sesuatu yang
6

pada mulanya sebagai hal luar biasa kemudian menjadi biasa. Sebagai contoh dahulu jika hamil sebelum menikah dianggap sebagai malapetaka besar, namun kini orang menikah dengan perut membuncit dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Menghamili pasangan perempuan terlebih dahulu merupakan bagian strategi atau jalan keluar yang jitu terhadap ketidaksetujuan orang tua. B. Seks Bebas dan Perkembangannya di Kalangan Masyarakat Jawa Menurut Suwardi dalam bukunya Rasa Sejati: Misteri Seks Dunia Kejawen (2006), pembicaraan seks yang terbuka, oleh orang Jawa masih dianggap vulgar. Menurut mereka, seks hanya boleh dibicarakan dalam suasana tertentu oleh orang yang telah berkeluarga. Sebab, orang Jawa justru takut apabila anak remaja telah diberi pendidikan seks sejak dini justru dikemudian hari ingin cobacoba. Pendek kata, orang tua Jawa lebih banyak melakukan strategi pendidikan seks sebagai kuratif dibanding preventif. Maksudnya, jika pada anaknya telah terjadi sesuatu yang merugikan barulah orang tua menjelaskan. Orang tua juga bersifat pasif, dan baru aktif menjelaskan apabila anak-anak bertanya. Pendidikan seks disampaikan secara terselubung melalui larangan-larangan norma kemasyarakatan. Berarti seks disampaikan menggunakan simbol, bukan melalui penjelasan secara riil. Yang menarik, hadirnya simbol dan larangan itu kadangkadang kurang dipahami oleh anak. Akibatnya tidak sedikit terjadi penyimpangan seks diluar nikah. Dominasi pengalaman memang banyak mewarnai pendidikan seks di Jawa. Disini anak-anak dibiarkan melakukan try out sendiri setelah melewati janur mlengkung (perkawinan). Hal ini bukan berarti orang tua lepas tangan atau masa bodoh dalam seks. Orangtua justru memegang teguh tradisi, dengan dihinggapi rasa sungkan dan malu. Rasa ini akan terus berlanjut sampai seorang anak menemukan jati diri dalam seks. Janur mlengkung adalah idiomatik seksual Jawa yang khas. Idiom ini merujuk pada peristiwa besar bagi umat manusia Jawa yang sulit dilupakan, yaitu jenjang pernikahan. Pada saat itu, mempelai akan melewati janur mlengkung yang digunakan sebagai tarub. Janur mlengkung adalah rerenggan taman ria manten.

Ini merupakan gambaran batas kewajaran seksual manusia. Orang Jawa dinyatakan bebas melakukan pengalaman batin lewat seks, setelah melalui janur mlengkung. Maka, janur mlengkung menjadi sebuah momen seksual yang dinantinantikan oleh setiap pasangan. Budaya Jawa, memiliki banyak pola pikir yang berkaitan dengan seks. Semisal, orang Jawa meyakini bahwa anak wanita adalah satru mungging cangklakan (musuh dalam selimut atau musuh yang dekat dan tidak terlihat). Maksudnya, wanita amat rentan terhadap gangguan naluri seks. Hal ini dikarenakan wanita itu wadah, dia akan menerima daya seksual beserta akibatakibatnya. Persepsi orang tua apabila terjadi penyimpangan seks bukan karena tidak diberikannya pendidikan seks tetapi lebih pada kurangnya moral dan lemahnya iman, serta kurangnya pengawasan. Adat Jawa juga menyatakan jika ada anak perempuan tiba-tiba tumbuh kelamin sekundernya (payudara), kemudian menstruasi pertama kesakitan, barulah orang tua menjelaskan seks agak sedikit riil. Hal ini berbeda dengan masyarakat priyayi (keraton) memang ada ritual-ritual seks, seperti upacara tarapan khusus bagi perempuan yang haid pertama kali. Dari sini anak perempuan akan muncul kesadarannya tentang seks melalui tradisi. Sedangkan anak-anak desa era sekarang sudah tidak lagi mengenal ritual-ritual yang dapat mengenalkan seks kepadanya. Hal yang tidak kalah penting, yakni mengenai prinsip dimana bagi orang Jawa, mengaduk kopi yang digoyangkan adalah sendoknya. Hal ini berbeda dengan orang non Jawa, dimana yang digoyangkan adalah cangkirnya. Prinsip ini merupakan prinsip yang berkaitan dengan seks. Dunia seks, di kalangan masyarakat Jawa sangat dikenal melalui pola pikir orang Jawa yang disebut othak-athik mathuk. Banyak yang di othak-athik mathuk, seperti peribahasa, syair lagu, nama-nama asing, seni dalam Jawa (bunyi kentongan, bunyi gendang) serta adanya iklan-iklan jamu tradisional (jamu kuat). Seks juga merambah pada seni suara, dimana ada beberapa lagu yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi lagu yang berbau seksual. Musik

dangdut juga mulai menunjukkan andil dalam semakin merebaknya seks, dilihat dari lagu-lagu dangdut serta para penyanyi yang mengenakan pakaian menjurus ke arah seksual. Banyak seni tradisional Jawa yang di dalamnya berisi hal yang menceritakan seks bebas seperti dalam Babad Demak (pupuh X tembang Asmarandana, bait ke-30 sampai dengan ke-33), yaitu tentang motif pria yang mengintip gadis yang sedang mandi dan kemudian bermain asmara. Dalam episode lain, yaitu kisah percintaan antara seorang gadis dengan seekor buaya digambarkan dalam tembang sinom bait ke-6 dan ke-7 serta bait ke-13 hingga bait ke-15 (pupuh VI). Kutipan lain yang mengacu pada aktivitas seksual serupa terdapat dalam pupuh XV Kinanthi bait ke-34 dan 35 yang menggambarkan adegan seksual antara Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Kutipan beberapa itu, ditulis dalam bahasa kawi yang terkesan indah, tetapi setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia tampak sangat tidak senonoh dan cabul. Dalam cerita seks itu juga terdapat beberapa makna simbolisnya. Misalnya tokoh buaya putih merupakan simbol dari laki-laki hidung belang. Sedangkan sang putri yang mandi telanjang merupakan simbol seorang pelacur pada masa itu. Adapun sungai atau telaga merupakan simbol dari lokalisasi. Bentuk seks bebas pada masa Jawa dahulu, tertera dalam Serat Centini dimana diterangkan tentang kepasrahan wong cilik pada priyayi dalam kaitan ini, ada seorang emban centhi yang menyatakan bahwa pada saat aku dijadikan selir, harus meladeni sang kanjeng, aku berserah diri. Padahal waktu itu aku belum lama menjadi pengantin baru. Dari pengakuan di atas berarti di era masa kerajaan wanita benar-benar menjadi pelayan seks. Wanita harus menurut kehendak penguasa. Dalam istilah Jawa ada yang disebut dikersakake artinya diminta melayani seks, wanita dari kalangan wong cilik akan berserah diri. Berkaitan dengan keterangan di atas, penguasa sebagai seorang priyayi luhur seakan-akan memiliki hak seisi kekuasaanya. Bagi wong cilik, kalau tak menuruti kehendak penguasa ada perasaan takut, dianggap tidak setia. Figur wong cilik maupun wong gedhe, memegang teguh kosep penuh Jawa. Konsep hidup pasrah sumarah, mewarnai dunia seks dikarenakan wong cilik mengandung pada

wong gedhe, berarti tawar menawar dan balas budi akan terjadi. Akibatnya, seks menjadi sebuah upah atau komoditi paling aman. Dunia seks di Jawa selanjutnya banyak merambah di cerpen-cerpen berbahasa Jawa asli. Banyak cerpen Jawa yang mendeskripsikan kegiatan seksual yang semakin panas. Beberapa cerpen yang menggunakan kata mak-mek (gerayangan), jelas memancing emosi seksual pembaca. Estetika kata seperti nikmate turu, wudo, adus bareng oleh kalangan Jawa tua dianggap telah melampaui batas. Namun, bagi kaum muda Jawa mungkin justru lebih menarik perhatian. Selanjutnya, dikala era semakin berjalan dan terus berganti, banyak karya yang baru yang menjadi sebuah reportasi mini dari alam remang-remang kota besar, ternyata menjadi saksi pula, bahwa masyarakat memang telah sampai di penghujung kenikmatan. Kenikmatan seksual telah diburu kapan dan dimana saja. Sejumlah idiom seksual khas telah memoles gerakan erotik, seperti callgirl, sriptease, order, full service, agency, one short time, dan lain-lain. Sejumlah istilah tersebut berbau Barat, meskipun dilakukan oleh orang Jawa. Hal ini berarti bahwa kehidupan seksual orang Jawa telah melaju jauh ke depan. Seks yang awalnya harus sembunyi-sembunyi, kini telah mengglobal, seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi. Tuntutan jaman memang semakin melilit ke persoalan seks. Kuli-kuli bangunan yang jauh istri atau suami pegawai-pegawai yang merantau jauh dari istri/suami, serta petualang cinta, merupakan wajah-wajah yang gemar masuk ke dunia seks pincukan. Maksudnya, ibarat orang jajan nasi pincuk (pada daun pisang), jika telah makan isinya pincuk dibuang, tak ada bekas apa-apa. Kini banyak tersedia dagangan dari harga berapapun. Inilah yang memunculkan PSP (Pekerja Seks Panggilan). Seorang PSP, tentu beda dengan PSK. Jika PSK berapapun yang didapat, meskipun ada transaksi, tetap diterima dengan senang hati. Sedangkan dunia PSP, lebih bla-bla-bla lagi. Perkembangan di kalangan masyarakat jawa semakin melaju, dimana jika awalnya seks di Jawa banyak mewarnai dunia seni tradisional, kehidupan yang

10

serba sepi, kini telah merangsek berbeda. Seks telah bergulat dengan istilah baru seperti losmen, hotel, cafe, salon, bar, tipsy, big-bos, ladies night, fesyen, dance floor, soft drink, dan lain-lain yang ke arah pemanjaan manusia. Dulu seks di Jawa memang serba dibawah tanah, artinya model kumpul kebo. Kini kumpul kebo telah berkembang pesat. Permainan seks underground semakin di lokalisasi, hingga mempengaruhi pola pikir konsumtif terhadap seks. Adanya perkembangan yang semakin melaju pesat ini tidak lain dikarenakan dalam pornografi selalu mengandung erotisme meskipun tidak semua yang erotis itu pornografis (Hoed, 1994:3). Kesulitan yang sama terjadi pula untuk menemukan teks bersifat erotis/pornografis ataukah tidak. Hal itu terjadi karena budaya dan masyarakat pada masa tertentu (masyarakat dan budaya Jawa pada masa sekarang) yang berlainan di dalam menanggapi suatu teks, faktorfaktor pribadi pada setiap individu dalam budaya dan masyarakat yang sama pada periode tertentu juga berlainan. Oleh karena itu, pembicaraan erotisme dalam sastra Jawa klasik merupakan kisaran tingkat yang bergeser dari satu titik yang lain (erotis dan pornografis).

Gambar 3.2 : Pendidikan seks sangatlah bagi remaja (Google gambar)

Jika ditilik lagi, pada dasarnya orang Jawa enggan pada ekspresi seks ke arah porno. Pornografi dipandang dari sisi etika Jawa jelas bertentangan. Berbagai gambar, relief candi, dan sejumlah ornamen biasanya memang ada yang telanjang. Namun, hal ini belum tentu dapat dikategorikan porno. Seluruh kategori akan didasarkan pada konteks. Manakala konteks kultural menghendaki memang perlu ketelanjangan, tentu sulit dinyatakan porno.

11

Orang Jawa dari segala sikap dan perilaku pun enggan dinyatakan porno. Buktinya, pada saat mandi di sungai atau belik kecil, jarang diantara mereka yang berani telanjang bulat. Apalagi kalau mereka mandi di tempat umum, tentu akan berhati-hati. Itulah sebabnya, dalam perilaku seks pun hanya sebagian saja yang berani meniru model Barat. Padahal, mereka jelas berhubungan seks di tempat sepi (rahasia terjamin), namun bingkai etika sering melekat pada diri masingmasing. Perkembangan akhir-akhir ini, orang Jawa telah terkena penyakit ngeces. Ngeces, adalah kondisi psikologis ketika menyaksikan sesuatu. Ketika melihat pertunjukan yang hot, orang Jawa dapat terjangkiti ngeces. Yakni terwujud lewat merembesnya air liur dilidah dan air liur dilidah bawah. Sungguh tak terduga jika orang Jawa juga telah gemar dengan model Barat, yaitu menyaksikan adegan film biru. Menurut Kristi (2004: 104-106), VCD yang tergolong hangat itu melanda dunia Jawa sampai keberbagai lapisan, termasuk mahasiswa. Awalnya, VCD banyak diorbitkan ke dunia player. Namun selanjutnya, sasaran utama VCD lalu menjadi pengguna PC (Personal Computer). Pengguna PC memang dapat dikatakan masyarakat menengah keatas, dan ruang lingkupnya meluas menjangkau kaum akademisi seperti mahasiswa. Namun, di kalangan orang Jawa biasa pun banyak pula yang ikut menonton VCD lewat apa saja. Ada juga yang gemar pada film-film panas di televisi, yang biasa ditulis 17+ (khusus 17 tahun keatas). Yang unik, selanjutnya pinjam-meminjam VCD itu telah berkembang menjadi tradisi. Transaksi VCD panas semakin sulit dikendalikan. Bahkan sewamenyewa VCD, kopi-mengkopi, dan beli-membeli telah semakin ramai. Apalagi dunia komputer dan sejenisnya juga semakin canggih, tentu komoditi VCD seks semakin menjadi fenomena menarik. Bahkan tak jarang pula yang memanfaatkan HP sebagai wahana kehidupan seksual. Gambar-gambar di HP sebagai wahana kehidupan seksual. Gambar-gambar di HP serta SMS tak ubahnya sebagai sebuah permainan seks yang indah.

12

Penyebaran teknologi yang semakin

canggih dan semakin murah

menyebabkan banyak orang mudah mengakses VCD film biru. Setiap rental VCD dapat dipastikan mempunyai persediaan film jenis ini, minimal kategori film semi. Peredaran film jenis ini sangatlah cepat, karena setiap hari dapat dipastikan ada barang baru. Seks dalam kehidupan orang Jawa, jelas semakin kompleks. Hidup orang Jawa telah dililit dengan aneka kepentingan. Ada perubahan pada orang Jawa, dimana pada masa awal orang Jawa masih memanfaatkan tradisi lisan dalam hal seks, kini telah banyak menggunakan tulisan. Tidak sedikit orang Jawa yang telah menggunakan HP untuk tujuan seksual. Jika masa lalu, kencan dilakukan secara langsung, hubungan dapat melalui tontonan, kini telah ada HP. Semakin merebaknya globalisasi dan maraknya internet menjadikan segala hal dapat diakses. Tentang internet, dimana banyak situs porno yang berisi video porno, cerita seks dan foto-foto syur dapat membuat seseorang penasaran dan kemudian melakukan seks seperti dalam internet. Dulu sebelum situs-situs porno marak, seks bebas sangatlah tertutup dan tersembunyi keberadaannya. Namun setelah banyak video porno beredar di internet, justru membuat banyak remaja maupun kalangan dewasa yang dengan sengaja merekam adegan mereka saat berhubungan seks dengan pasangannya. Dewasa ini, awalnya dari erotis, selanjutnya berkembanglah pornografi. Pornografi sering didefinisikan sebagai karya yang bertujuan untuk merangsang yang melihat atau membaca adegan seks. Pornografi merupakan sesuatu yang melekat di masyarakat Jawa. Setiap peradaban menciptakan sesuatu yang disebut pornografi berdasarkan akar budaya mereka. Seperti di India dengan Kamasutranya dan Arab dengan Perfurned Garden. Demikian pula dengan masyarakat Jawa dengan Serat Centhini dan Suluk Gatolotjo-nya. Generasi masa kini mempunyai bentuk pornografi sendiri, yaitu film biru. Jadi setiap masyarakat mempunyai standar sendiri-sendiri. Pada umunya, perubahan sikap masyarakat untuk menerima seks secara terbuka, secara revolusi adalah sejak abad 20 ini. Sebelum itu seks selalu dipandang oleh banyak masyarakat sebagai perilaku yang tertutup, yaitu sebagai

13

wilayah kehidupan rumah tangga, dimana perilaku seks hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri sebagai bagian dari kehidupan rumah tangga. (Bungin, 2001:32) Di jaman yang semakin modern seperti sekarang ini pergaulan di kalangan remaja pasti juga akan semikin bebas. Dampak negatif dari keamajuan teknologi salah satunya ialah semakin maraknya seks bebas. Seks bebas memang sudah ada sejak dulu, tapi bentuknya berbeda dengan seks bebas jaman sekarang. Remaja yang sering melakukan seks bebas ini akan melahirkan pekerja seks yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi. Dari perspektif sosial kultural akan terlihat berbagai nuansa yang sudut pandang dan hitungan ekonomi. Pekerja seks lahir dari berbagai latar belakang sosial kultural yang menstimulirnya seperti permisifitas kultural, tekanan keluarga, aspirasi material oleh individu hingga lahirnya pemujaan simbol akibat hasrat konsumsi yang tinggi (Anderson, 2007: 178). Permasalahan ekonomi yang sangat menyesakkan bagi remaja yang tidak memiliki akses ekonomi yang mapan. Jalan pintas mereka tempuh sehingga lebih mudah untuk kemudahan mencari uang. Faktor ini bukan faktor utama seorang remaja melakukan seks bebas. Hal ini merupakan tuntutan hidup praktis mencari uang sebanyak-banyaknya bermodal tubuh atau fisik. Mereka melakukannya bukan hanya demi dirinya sendiri, tapi mungkin juga untuk demi keluarganya. Selain faktor ekonomi faktor pendidikan juga menentukan mengapa seks bebas merajalela. Mereka yang tidak bersekolah, mudah sekali untuk terjerumus ke lembah maksiat. Daya pemikiran yang lemah menyebabkan mereka melakukan seks bebas tanpa rasa malu. Mungkin kebodohan telah menuntun mereka untuk menekuni hal ini. Ada juga faktor sakit hati, maksudnya, seperti gagal pacaran karena sang pacar selingkuh, akibat pemerkosaan (Bachtiar dan Purnomo. 2007 : 83). Bagi mereka yang melakukan seks bebas karena alasan ekonomi, bukan untuk mendewa-dewakannya, tapi sekali lagi karena adanya peluang. Mereka beralasan karena masih muda dan dikaruniai wajah cantik serta badan bagus (Indra & Ariestanty. 2006 : 131).

14

Sebagian remaja melakukan seks bebas, ternyata bukan melulu karena faktor uang tapi karena kenikmatan. Ekshibisionis, itulah ujungnya. Dalam terminologi seksolog kata itu diartikan sebagai penyimpangan pemuasan seksual dengan mempertontonkan keindahan tubuhnya atau auratnya pada orang lain. Dengan ditonton pasangannya, secara seksual ia akan mencapai kepuasan. Namun dalam perkembangannya sekarang, Ekshibisionis sudah menjadi lifestyle yang mewabah (Bachtiar dan Purnomo. 2007 : 84).

Gambar 3.3. : akibat seks bebas (Google gambar)

Mereka melakukan seks bebas karena pengaruh dari komunitas golongannya. Awalnya mereka hanya dikasih tahu oleh temannya bahwa seks itu enak, kemudian diejek dan akhirnya mau melakukannya. Jadi dewasa ini seks bebas di kalangan remaja itu sudah menjadi suatu kebiasaan yang sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi seperti jaman dulu sekitar tahun 80-an. Kesimpulannya alasan para anak muda melakukan seks bebas bukan didominasi karena masalah ekonomi belaka melainkan sudah bergeser menjadi alasan trend budaya modern. Kini mulai munculnya pemakluman dari masyarakat sekitar dan selanjutnya masalah pergaulan antar mahasiswa juga membawa pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan seksualitas seorang pelajar. Moammar Emka (2002) dalam bukunya yang berjudul Jakarta Undercover: Sex n the City, mengatakan bahwa seseorang yang abangan akan mengikuti arus yang ada di depannya. Sehingga dapat dilihat bahwa orang yang secara psikis masih bersifat mentah, maka akan lebih mudah terbawa dengan lingkungan dan komunitasnya.

15

Semakin lunturnya budaya malu inilah yang menyebabkan budaya seks bebas yang dianut para remaja pelajar ini semakin hari, semakin memprihatinkan. Kebudayaan seks bebas sudah dianggap menjadi suatu kebutuhan oleh sebagian pelajar yang berada di kota besar. Dengan demikian, hal-hal yang sepuluh atau lima belas tahun lalu diianggap sebagi suatu hal yang tabu dan tidak mengikuti adat ketimuran, sekarang sudah dianggap hal yang wajar dan lumrah sebagian kalangan. Mereka cenderung mengikuti budaya Barat yang mengedepankan kebebasan tanpa merasa bahwa budayanya sendiri yaitu budaya Jawa yang mengedepankan sopan santun lebih utama. Selain dua segi besar yang mempengaruhi munculnya seks bebas dewasa ini, sebenarnya banyak hal yang yang juga menyebabkan maraknya seks bebas. Berikut akan dikaji sebab lain maraknya seks bebas yang berbeda sekali dengan periode 70-an sampai 90-an. Terkait hal seperti ini, iman seharusnya berperan mencegah terjadinya penyimpangan seperti seks bebas. Perhatian orang tua disini sangat berperan untuk meberikan pendidikan agama maupun pendidikan seks kepada anakanaknya. Seperti yang diceritakan narasumber, sejak beranjak dewasa, orang tuanya, terutama ibunya yang berprofesi sebagai Guru Agama, memberinya beberapa pengetahuan tentang seks yang dihubungkan dengan norma-norma agama. Seperti misalnya, jika melakukan seks itu hukuman/ dosa yang akan ditanggungnya seperti apa, kalau berpacaran itu harusnya bagaimana, dan banyak lagi nasehat tentang mencegah kenakalan remaja. Disini, orang tua dituntut untuk memberikan perhatian dan pendidikan ke anak. Inilah tuntutan jaman sekarang, dulu orang tua Jawa sangat tabu untuk menjelaskan tentang seks kepada anak, namun menghadapi keadaan sekarang, maka orang tua dituntut untuk tidak tabu lagi sehingga anak sudah mengetahui lebih dini tentang seks dan bahayanya. Selain pengetahuan agama, baik orang tua maupun sekolah seharusnya mencanangkan adanya pendidikan seks kepada anak. Pendidikan seks yang banyak diberikan di sekolah-sekolah luar negeri (contohnya saja Amerika Serikat) seharusnya juga ada di Indonesia. Hal ini bukan untuk hal yang negatif tetapi untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seks dan bagaimana dampak atau bahayanya seks bebas.

16

Jika

penjelasan

sebelumnya

menjelaskan

banyaknya

seks

bebas

dikarenakan kurangnya ekonomi maka disini justru disebutkan kelebihan ekonomi (uang) juga turut menciptakan adanya seks bebas. Seperti dalam observasi yang dilakukan, pengakuan seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Malang, dia yang berdomisili di daerah Lawang, Malang, mengaku bahwa setiap bulan mendapat uang saku sebesar Rp. 800.000,00, menggunakan uangnya untuk menyewa villa di daerah Songgoriti, Batu dan digunakan untuk melakukan hubungan seks dengan kekasihnya. Banyak juga pelajar yang karena mempunyai uang yang cukup sehingga dia dapat membeli pekerja seks sesukanya. Hal ini jelas sangat berbeda jauh dengan kehidupan remaja pada sekitar tahun 70-an atau 80-an yang lebih sederhana dan religius. Selain itu pengaruh penemuan terbaru seperti alat-alat pemuas seks seperti vibrator, penis silikon, boneka buatan juga mempengaruhi terjadinya seks bebas yang semakin populer di kalangan remaja. Kontak budaya dengan kebudayaan baru (Barat) atau difusi juga merupakan hal yang utama untuk mempengaruhi budaya seks bebas di Indonesia (Soekanto. 2006 : 283).

BAB III

17

PENUTUP A. Kesimpulan Seks bebas mengandung pengertian sebuah tindakan atau aktivitas intim dari sepasang manusia mulai dari berciuman bibir, berpelukan, bercumbu, menyentuh anggota tubuh yang sensitif, hingga melakukan hubungan kelamin. Seks bebas jaman dulu itu cenderung lebih tertutup dari pada jaman sekarang. Di masa kerajaan wanita benar-benar menjadi pelayan seks. Wanita harus menurut kehendak penguasa. Dalam istilah Jawa ada yang disebut dikersakake artinya diminta melayani seks, wanita dari kalangan wong cilik akan berserah diri. Kalau dulu seks bebas itu cenderung dilakukan oleh orang yang sudah menikah dengan jalan selingkuh tapi kalau sekarang seks bebas banyak dilakukan oleh para remaja pranikah, jadi lebih terbuka atau tidak ada lagi rasa malu dikalangan masyarakat Jawa. Faktor penyebab remaja melakukan seks bebas, diantaranya adalah menonton film porno, pengaruh pergaulan bebas, dan kurangnya peran dan perhatian orang tua kepada anaknya, kurangnya dasar ilmu agama, dan pola pikir yang dangkal. Selain itu masalah ekonomi, gaya hidup, serta pengaruh lingkungan juga merupakan salah satu pendorong untuk para remaja terjerumus kepada pergaulan bebas. B. Saran Peran orang tua sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan dan sopan-santun untuk membimbing anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Di masa modern seperti sekarang ini seharusnya para orang tua juga memberikan wawasan terhadap anak-anaknya yang sudah semakin dewasa tentang pendidikan seks agar tahu bagaimana dampaknya jika melakukan hal tersebut. Peran guru dalam sekolah juga tidak kalah penting, selain mengajarkan pengetahuan umum mereka juga harus mengajarkan nilai-nilai adat ketimuran serta pendidikan keagamaan.

DAFTAR RUJUKAN

18

Anderson, B. 2007. Tangan Kuasa dalam Kelamin. Yogyakarta: Insis Press. Bachtiar, R & Purnomo, E. 2007. Bisnis Prostitusi : Profesi yang Menguntungkan. Yogyakarta : Pinus Book Publisher. Bungin, B. 2001. Erotika Media Massa. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Emka, M. 2002. Jakarta Undercover: Sex n the City. Yogyakarta: Galang Press. Endraswara, S. 2006. Rasa Sejati : Misteri Seks Dunia Kejawen. Yogyakarta: Narasi. Indra, D & Ariestanty, W. 2006. In Bed With Models. Jakarta : Gagas Media. Jones, P. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial : dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme . Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Santoso, T.W.B. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana. Soekanto, Suryono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Mulyono,B.1995. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius. Wijayanto, I. 2003. Sex in the Kost: Realitas dan Moralitas Seks Kaum Pelajar . Yogyakarta: CV. Qalam. Willis, S. 1994. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Penerbit Angkasa.

19

You might also like