You are on page 1of 26

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Disusun Oleh : YUNA MUSTAFA 2120101855 / 3C

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2013

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA A. Konsep dasar lansia 1. Pengertian Lansia Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006). 2. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia. a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003). d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003). 3. Karakteristik Lansia Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan). b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif. c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008). 4. Tipe Lansia Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain: a. Tipe arif bijaksana Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik. d. Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan. e. Tipe bingung Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008). 5. Tugas Perkembangan Lansia Menurut Erickson, diri kesiapan terhadap lansia tugas untuk beradaptasi usia atau lanjut menyesuaikan perkembangan

dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut : a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun. b. Mempersiapkan diri untuk pensiun. c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya. d. Mempersiapkan kehidupan baru. e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai. f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008). B. Konsep dasar Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001) Menurut WHO tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. 2. Klasifikasi Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140

mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : 1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. 2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain. 3. Etiologi Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan perubahan pada : 1. Elastisitas dinding aorta menurun. 2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku. 3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. 4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

2. Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) c. Kebiasaan hidup d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah : e. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ) f. Kegemukan atau makan berlebihan g. Stress h. Merokok i. Minum alcohol j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ) Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah : 1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor. 2. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis,

Aneurisma, Emboli kolestrol, dan Vaskulitis. 3. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed 4. Saraf ; Stroke, Ensepaliti. 5. Obat obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid 4. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,

2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya hipertensi palsu disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

5. Tanda dan gejala Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : 1. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh

dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun. 6. Pemeriksaan penunjang 1. Hemoglobin / hematocrit Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. 2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal. 3. Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan hipertensi). 4. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi. 5. Kolesterol dan trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler). 6. Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi. 7. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes. oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan

8. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi Steroid urin. 9. Foto dada Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung. 10. CT scan Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat. 11. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. 7. Penatalaksanaan Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi a. Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh. b. Penurunan berat badan c. Menghentikan merokok d. Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu. 2. Edukasi Psikologis a. Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks. b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaannya 3. Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi : pasien tentang penyakit dapat hipertensi dan sehingga pasien mempertahankan

hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

1. Step 1 Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor. 2. Step 2 Alternatif yang bisa diberikan : Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama. Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator. 3. Step 3 Alternatif yang bisa ditempuh. Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain. 4. Step 4 Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4 Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi. Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. C. Konsep dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas 1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. 2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b. Sirkulasi 1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi. 2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ tertunda. c. Integritas Ego 1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan. 2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. d. Eliminasi 1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu). e. Makanan/cairan 2) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic 3) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.

f. Neurosensori 1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis). 2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan. g. Nyeri/ ketidaknyaman 1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakitkepala. h. Pernafasan 1) Gejala: Dispnea yang berkaitan batuk dari kativitas/kerja dengan/tanpa

takipnea,ortopnea,dispnea,

pembentukan sputum, riwayat merokok. 2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis. i. Keamanan 1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural. 2. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, ventricular b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi

c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik. g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

3.

Rencana Tindakan 1) Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam. Kriteria hasil : 1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD 2. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima 3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil Intervensi : 1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas 4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler 5. Catat edema umum 6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.

7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi 8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan 9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur. 10. Anjurkan pengalihan 11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah 12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi Kolaborasi 1. Untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi 2) Diagnosa Keperawatan: Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Kriteria hasil : 1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala 2. Pasien tampak nyaman 3. TTV dalam batas normal Intervensi : 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan 2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan 3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan 4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin 5. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas

6. Hilangkan

minimalkan

vasokonstriksi

yang

dapat

meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk Kolaborasi 1. Pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium ) 3) Diagnosa Keperawatan Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Kriteria Hasil : 1. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal, haluaran urin 30 ml/ menit 2. Tanda-tanda vital stabil Intervensi : 1. Pertahankan tirah baring 2. Tinggikan kepala tempat tidur 3. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia 4. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan 5. Amati adanya hipotensi mendadak 6. Ukur masukan dan pengeluaran 7. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program 8. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program 4) Diagnosa Keperawatan Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output Tujuan :

Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Kriteria hasil : Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari hari Menunjukkan penurunan gejala gejala intoleransi aktifitas Intervensi : 1. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. 2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan 3. Instruksikan pasien tentang penghematan energy 4. Kaji respon pasien terhadap aktifitas 5. Monitor adanya diaforesis, pusing 6. Observasi TTV tiap 4 jam 7. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu 8. istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore 5) Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Kriteria hasil : 1. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 8 jam per hari 2. Tampak dapat istirahat dengan cukup 3. TTV dalam batas normal Intervensi : 1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman 2. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur 3. Evaluasi tingkat stress 4. Monitor keluhan nyeri kepala

5. Lengkapi jadwal tidur secara teratur 6. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat 7. Lakukan masase punggung 8. Putarkan musik yang lembut 6) Diagnosa Keperawatan Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik. Tujuan: Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Kriteria hasil : 1. Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan 2. Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri Intervensi : 1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri 2. Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas 3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri 4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya 7) Diagnosa Keperawatan Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 Jam Kriteria hasil : 1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang 2. Ekspresi wajah rilek 3. TTV dalam batas normal

Intervensi : 1. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan 2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya 4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan 5. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup 6. Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal 7. Observasi TTV tiap 4 jam 8. Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya 9. Berikan support mental pada klien 10. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 . Jakarta: EGC. Darmojo Boedi, Martono Hadi. 1999. Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC. Rokhaeni, dkk, (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovasculer. Edisi I. Bidang Pendidikan & Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Stanley, M., & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. Wahjudi, Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC

Kasus :

Ny A usia 78 tahun mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan, nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5 dan badannya terasa lemah. Ketika kecapekan Ny A sering mengalami mata berkunang-kunang ketika bangun dari duduk dan dadanya sering terasa sesak. Sejak 14 tahun yang lalu Ny A mengalami hipertensi dan mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, tetapi tetap saja masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak. Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab. Tekanan darahnya 160/100 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36,80C. RR 22x/menit. PENGKAJIAN Data Subjektif 1. Ny A mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan 2. Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5 3. Ny A mengeluhkan Badannya terasa lemah, mata berkunangkunang dan dadanya sering terasa sesak. 4. Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak Data Objektif 1. Tekanan darahnya 160/100 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36,80C. RR 22x/menit. 2. Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu 3. Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab 4. Ny A masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak

ANALISA DATA

No 1. DS : merasa

Data

Etiologi Vasokontriksi ketika

Masalah Resiko penurunan curah jantung

1. Ny A mengeluhkan sering pusing A kecapekan 2. Ny mengeluhkan dan badannya terasa lemah, mata berkunang-kunang DO : TD : 160 / 100 mm Hg Nadi : 96 x/ menit 2. Suhu 36,80C. RR 22x/menit. DS : Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, DO : TD : 160 / 100 mm Hg Nadi : 96 x/ menit Suhu 36,80C 3 DS: Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak DO: 1. Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu 2. Ny A sering kontrol ke Dokter Bisprolol dan mendapat fumarate 1x1tab Pola Perawatan Kesehtan Keluarga terasa berdenyut skala nyeri 5 Peningkatan tekanan vaskular serebral dadanya sering terasa sesak

Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri

dan Adelat1x1 tab 3. Ny A masih sering makanan mengkonsumsi dan berlemak

yang mengandung garam

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskular serebral ditandai dengan Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5, TD : 160 / 100 mmHg, Nadi : 96 x/ menit, Suhu 36,80C 2. Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri berhubungan dengan Pola Perawatan Kesehtan Keluarga ditandai dengan Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu, Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab, Ny A masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak. 3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan Vasokontriksi ditandai dengan Ny A mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan, Ny A mengeluhkan badannya terasa lemah, mata berkunangkunang dan dadanya sering terasa sesak, TD : 160 / 100 mmHg, Nadi : 96 x/ menit, Suhu 36,80C. RR 22x/menit. INTERVENSI KEPERAWATAN No Dx Tujuan Intervensi

Gangguan Nyaman berhubungan dengan Peningkatan tekanan serebral

Rasa setelah dilakukan tindakan Nyeri keperawatan selama 3x24 jam Nyeri (sakit kepala) hilang atau vaskular berkurang dengan kriteria hasil: 1. Klien mengungkapkan

1. Observasi tanda-tanda vital klien 2. Kaji skala nyeri 3. Kaji tindakan yang sudah pernah dilakukan 4. Beri terhadap dilakukan 5. Berikan skala nyeri 6. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk manajemen nyeri dengan beristirahat 1. Kaji pengetahuan klien tentang Hipertensi 2. Bantu Keluarga menyiapkan diit rendah garam untuk klien 3. Beri penyuluhan pada klien dan keluarga mengenai hipertensi 4. Berikan informasi mengenai Diit Rendah Garam informasi mengenai klien untuk positif yang mengurangi nyeri reinforcement tindakan

skala nyeri berkurang 2. Klien tampak nyaman 3. Tekanan mengalami (140/90 mmHg) darah penurunan

2.

Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan berhubungan dengan Perawatan Kesehtan Keluarga

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Diri Ketidakefetifan Kesehatan Diri Manajemen berkurang

Pola dengan kriteria hasil: 1. Klien mampu mematuhi diit rendah garam 2. Keluarga mendukung mampu manajemen

Kesehatan Diri Klien Resiko penurunan Setelah dilakukan tindakan curah dengan Vasokontriksi jantung keperawatan selama 3x24 jam Resiko jantung penurunan berkurang curah dengan berhubungan

1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, 2. Berikan gunakan manset dan tehnik yang tepat lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi

kriteria hasil: 1. Mempertahankan TD

jumlah pengunjung.

dalam rentang yang dapat diterima (120/80 mmHg) 2. Memperlihatkan dan stabil frekuensi irama jantung

3. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti tidur/kursi 4. Bantu 5. Pantau melakukan respon aktivitas obat perawatan diri sesuai kebutuhan terhadap untuk mengontrol tekanan darah 6. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi 7. Kolaborasi untuk pemberian obatobatan sesuai indikasi istirahat ditempat

You might also like