Professional Documents
Culture Documents
Para Brhmaa sekarang dan sejak jaman dahulu kala, sudah menyadari serta yang mengungkapkan kebenaran-kebenaran,
antara lain juga menyatakan bahwa berpantang itu sama dengan tapa-brata. Dan para Brhmaa yang ada di dalam Weda yang bersumber dari Brahman itu, menyadari pula bahwa Pengetahuan adalah Brahman yang mahatinggi! Perjalanan menuju Brahman itu sangat jauh, dan untuk sampai ke tempat itu, sangat tergantung dari pengetahuan tentang Weda-weda. Dia yang maha tinggi itu terbebas dari sifat kembar yang bertentangan, bahkan tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat, kekal, namun penuh dengan berbagai macam sifat yang tidak mungkin dapat dipikirkan. Dia menikmati tanpa keinginan untuk menikmati. Menguasai segala-galanya, mendapatkan segala-galanya, menikmati segala-
galanya. Dia itu yang maha tinggi. Adalah dengan tapa-brata dan pengetahuan orang-orang bijaksana itu dapat menyadari adanya zat yang tertinggi itu. Sesungguhnyalah, orang-orang yang pikirannya bersih, orang yang sudah terbebas dari tindihan dosa-dosa, yang sudah menguasai semua dorongan yang nafsunya, selalu menghalaukan kegelapan pikirannya, akan dapat memahaminya. Mereka mengendalikan diri, memahami Weda-weda, tentu akan berhasil mendapatkan pengetahuan dan pengertian tertinggi itu, dan akhirnya bersatu dengan Yang Maha Tinggi, yang identik dengan Jalan Kebahagiaan dan Kedamaian. Berpantang dan menahan diri adalah merupakan cahaya. Tingkah laku mengarahkannya kepada kesederhanaan cara hidup. Dan berkali-kali sudah dikatakan bahwa Pengetahuan adalah yang paling utama. Berpantang dan mengekang
diri adalah bentuk tapa-brata yang paling utama. Tanpa berpantang dan mengendalikan diri, citacita yang manapun tidak mungkin dapat dicapai. Berpantang itu adalah daya tahan untuk menghadapi tekanan dan hidup ini adalah tekanan! Orang yang memahami dirinya dengan berlandaskan penguasaan terhadap semua bentuk masalah, yang tidak goyah iman, yang identik dengan Pengetahuan, dan yang ada di dalam semua wujud, akan berhasil ke manapun ia pergi. Orang bijaksana itu, yang memahami kaidah-kaidah persenyawaan dan penguraian, memahami hukum-hukum kesatuan di dalam perbedaan, akan terbebas dari segala penderitaan. Ia tidak lagi menginginkan apapun juga, tidak melakukan pemalsuan terhadap apapun juga, akan berhasil, meskipun masih hidup di dunia ini, bersatu dengan Brahman. Orang yang memahami kebenaran tentang sifat
Pradhna, dan menyadari bahwa Pradhna itu berada di dalam semua perwujudan, terbebas dari keakuan dan egoisme, tidak diragukan lagi, pastilah akan mencapai Kebebasan Abadi itu. Orang yang tidak lagi dipengaruhi oleh semua pasangan sifat kembar yang bertentangan, yang tidak menyerah kepada siapapun juga dalam mempertahankan keteguhan kebenaran itu, tidak terikat oleh segala macam upacara Swadh dengan ketentraman jiwanya, akan berhasil mencapai tempat di mana sifat kembar yang bertentangan tidak mempunyai fungsi lagi, yang kekal dan penuh dengan berbagai macam sifat untuk dinikmati. Ia meninggalkan semua kegiatan dan perbuatan yang biasa dilakukan, yang baik dan yang buruk yang berkembang dari adanya sifat-sifat, menjauhkan semuanya, yang benar maupun yang palsu, orang seperti itu, pastilah akan mencapai Kebebasan Abadi itu.
Yang tidak nampak itu sebagai benihnya, pengertian sebagai batangnya, prinsip besar egoisme sebagai cabang dan rantingnya, alat-alat perasa sebagai tempat tumbuhnya tunas, lima unsur besar sebagai cabang-cabang utamanya, perwujudan yang dirasakan sebagai cabangcabang kecil, dengan daun dan bunga-bunga yang tak pernah pudar, berbuah lebat, manis dan masam dan ada yang busuk. Itulah pohon perlambang Brahman, yang menunjang kehidupan semua mahluk. Untuk menebang pohon itu diperlukan sarana yang tidak lain dari Pengetahuan Kebenaran. Orang bijaksana akan membebaskan diri dari segala ikatan yang menyebabkan kelahiran kembali yang penuh dengan tekanan dan penderitaan, cacat jasmani dan kematian. Dengan demikian ia harus membebaskan diri dari rasa kemilikan dan egoisme, meninggalkan ikatan-ikatan untuk
mendapatkan Kebebasan. Rasa kemilikan dan egoisme itu merupakan dua ekor burung yang tidak dapat dibunuh, bersahabat yang satu dengan yang lain, yang keduanya itu dikenal sebagai kebodohan. Bertentangan dengan rasa kemilikan dan egoisme itu adalah Kecerdasan atau pengetahuan. Apabila badan rohani yang tidak menyadari hubungannya dengan alam, tidak mengetahui hukum-hukum alam, jadi masih tertutup kegelapan, kemudian menjadi sadar dan mampu menguasai alam, menguasai Ketra, jadi menguasai segala sifat dan wujud karena berpengetahuan hingga dapat memahami segala-galanya, maka seketika itu iapun dapat membebaskan dirinya dari beban dosa-dosa yang menindihnya.