You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan. Panjang anus adalah kira-kita 4-5 cm. Anus memainkan peranan penting untuk defekasi. Sekiranya terjadi kelainan,defekasi tidak dapat berlangsung normal.Terdapat beberapa otot yang membantu anus agar defekasi lancar seperti m.puborektal merupakan bagian dari otot levator ani,sfingter ani eksternus (otot lurik) dan sfingter ani internus (otot polos). Perdarahan arteri didapatkan dari a.hemoidalis superior,a.hemoidalis media dan a.hemoidalis inferior. Venanya pula terdiri dari v.hemoidalis superior dan v.hemoidalis inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit. Kelainan congenital yang didapatkan pada anus adalah atresia ani,yaitu kegagalan pembentukan lubang anus,yang disebabkan kelainan genetic. Pada orang dewasa,kelainan yang sering didapatkan adalah hemoroid.Hemoroid terjadi karena pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis. Hemoroid terdiri atas dua tipe,yaitu hemoroid interna dan eksternal. Anus juga dapat terkena infeksi,yang sering menular melalui hubungan seksual seperti kondiloma akuminata.Infeksi antara lain boleh menyebabkan timbulnya abses pada anus.Selain kelainan jinak,keganasan dapat timbul pada anus,seperti karsinoma basoselular dan karsinoma planoselular.

I.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami tentang kelainan ano rektal.

1.2.2 Tujuan Khusus a. b. c. d. Untuk mengetahui struktur dan fungsi dari anus dan rektum yang normal. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi kelainan pada anus dan rektum Mengetahui bagaimana cara menegakan diagnosis dan Mengetahu dan bisa menerapkan penatalaksanaan pada kasus

I.3 Manfaat I.3.1 Bagi Penulis a. Penulis mengetahui dan dapat memahami mengenai kelainan ano rektal

I.3.2 Bagi Institusi b. Memberikan pustaka materi mengani kelainan anorektal beserta diagnosis dan penatalaksanaannya.

BAB II

PEMBAHASAN II. 1 Anatomi dan Fisiologi Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.

Gambar I.1. Anatomi anorektum

Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsang nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena diatas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3cm. Batas antara kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. linea pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus. Otot-otot yang berfungsi mengatur mekanisme kontinensia adalah : 1. 2. 3. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani Sfingter ani eksternus (otot lurik) Sfingter ani internus (otot polos) Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia. Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada 4

laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.

Pendarahan arteri. arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan sebuah diperempat lateral kiri. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna, sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik didaerah percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna kebiruan.

Pendarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan kearah kranial kedalam v.mesenterika inferior dan seterusnya melalui v.lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan ronggga perut menentukan tekanan di dalamnnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena didalam hati, sedangkan embolus septik dapat menyebabkan pileflebitis, v.hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v.pudenda interna dan v. hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid. Penyaliran limf. pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v.hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit. Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.

Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan didalam anus, tekanan didalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin 7

sukar untuk menahannya didalam usus. Tekanan pada suasana istirahat didalam anus berkisar antara 25-100mmHg dan didalam rektum antara 5-20mmHg. Jika sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses sukar dipertahankan. Defekasi. Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid kedalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bola isi sigmoid masuk kedalam rektum, dirasakan oleh rektum dan menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemauan khas untuk mengenai dan memisahkan bahan padat, cair dan gas. Sikap badan sewaktu defekasi yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat refleks peristalsis rektum, dibantu oleh mengedan dan relaksasi sfingter anus eksternal. Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh, peristalsis kolon dan rektum tidak terganggu, dan struktur anatomi organ panggul yang utuh. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum. Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen. II.2 Kelainan ano rektal, Penegakan diagnosis dan penatalaksanaannya II.2.1 HEMOROID 1. Definisi 8

Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan. Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh peritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka timbulah perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi. Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke 9

kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna

Gambar II. 1 Rektum dan anus normal 2. Etiolog i dan Faktor Resiko Faktor resiko a) Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya. b) Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis. c) Keturunan : dinding pembuluh darah lema h dan tipis d) Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid. e) Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi. f) Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin. g) Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis.

10

3. Patofisiologi Hemoroid terjadi akibat kongesti dan pembesaran fibrovasculer cushion (bantalanfibrovaskuler) sepanjang mukosa anus. Dalam keadaan normal, bantal an fibrovaskuler ini berfungsi mempertahankan mekanisme kontinens defekasi. pada saat tekanan intrarektal meningkat. Apabila seseorang batuk, bersin, mengedan, kelompok fibrovaskuler ini mengalami kongesti dan membesar, untuk turut menahan muncratnya feses bersama mekanisme sfingter. Bantalan fibrovaskuler ini juga perlu dalam menerima sensasi massa rektal yang melewatinya,apakah cair, solid, atau gas . Telah disepakati bahwa keseringan mengedan /chronic straining akibat konstipasi , diare, merupakan penyebab patologis hemoroid. Akibat keseringan mengedan yang kronik, daya lekat bantalan fibrovaskuler tersebut dengan dinding anorektal dibawahnya sehingga terjadi prolaps jaringan hemoroid interna melalui kanalis ani. Nutrisi rendah serat, konstipasi, pregnansi dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan tekanan haemorrhoidial, mengakibatkan distensi vena haemorrhoidal. Ketika rectal ampulla membentuk tonjolan, abstruksi vena terjadi. Sebagai akibat dari terulangnya dan terjadi dalam waktu lama peningkatan tekanan dan obtruksi,dilatasi permanen vena haemorrhoidal terjadi. Akibat dari distensi itu, trombosis dan perdarahan terjadi. utama selama defekasi dapat adalah adalah menyebabkan volume darah resiko yang Komplikasi trauma pada vena resiko itu

perdarahan trombosis dan stragulasi haemorrhoid. Perdarahan hebat dari menurun dan dapat juga menyebabakan bebrapa resiko yang butuk, yaki menimbulkan resiko kekurangan cairan dan dari perdarahan terjadi resiko inj uri yangmengakibatkan resiko infeksi. Trombosis dapat terjadi sewaktu waktu dimanifestasikan oleh intensitas nyeri, dapat menimbulkan takut untuk BAB yang menyebabkan feses mengeras dan terjadi Strangulasi haemorrhoid resiko konstipasi. prolap haemorrhoid dalam penyedian darah

merupakan bagiandari spingter anal yang dapat menjadi trombosis ketika dar ahdalam haemorrhoid membeku. Sementara itu, kongesti hemoroid juga .menyebabkan penipisan/perapuhan mukosa di atasnya sehingga vaskularisasi meningkat. Secara anatomis, koneksi arteriovenosa, adalah normal tejadi 11

di bantalan hemoroid tersebut. Dengan semakin menipisnya mukosa diatasbantalanfibrovaskuler disertai kongesti, jaringan vaskuler pecah dan me nimbulkan perdarahan yang segar (hematoskesia). pada saat defekasi yang disertai feses keras/mengedan. 4. Klasifikasi Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 7), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer tesebut. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus. Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar dan merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

12

Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu : Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah perdarahan Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah selesai defekasi. Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri. Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

Gambar II.2. Hemoroid interna dan eksterna 5. Penegakan Diagnosis Beberapa gejala klinis yang tampak terjadi pada penderita hemoroid seperti: Dubur mengalami pendarahan (darah jernih dan menetes) Nyeri di sekitar anus dan rektum Iritasi dan gatal-gatal Tonjolan atau benjolan di anus

13

Pemeriksaan Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkantekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan. Pemeriksaan Colok Dubur Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Pemeriksaan Anoskopi Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena 14

hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar. 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi. a. Non-farmakologis Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan. b. Farmakologi Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu: 1. Obat yang memperbaiki defekasi. Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar. 2. Obat simptomatik. Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. 3. Obat penghenti perdarahan. 15

Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. 4. Obat penyembuh dan pencegah serangan. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps. c. Minimal Invasif Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan Tindakan Operatif Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis. Rubber band ligation terbuat dari karet dan ditempatkan di sekitar dasar wasir dalam dubur. Sclerotherapy adalah salah satu bentuk pengobatan tertua. Suatu larutan kimia disuntikkan langsung ke dalam wasir atau daerah di sekitarnya. Larutan ini menyebabkan reaksi lokal yang merusak aliran darah dalam wasir. Teknik laser atau teknik elektrokoagulasi kedua teknik ini menggunakan perangkat khusus untuk membakar jaringan hemoroid. Cryotherapy teknik ini menggunakan suhu dingin untuk menghilangkan vena dan menyebabkan inflamasi dan jaringan parut. Hal ini memakan waktu lebih lama, terkait dengan rasa sakit setelah terapi, dan kurang efektif dibanding perawatan lainnya. Oleh karena itu, prosedur ini tidak umum digunakan. Hemorrhoidectomy Kadang-kadang, wasir meluas atau parah, entah itu hemoroid internal atau hemoroid eksternal, yang mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya, operasi ini disebut sebagai hemorrhoidectomy. Metode ini adalah yang terbaik untuk menghilangkan hemoroid secara

16

permanen. Hemorrhoidectomy adalah pengobatan untuk hemoroid derajat tingkat tiga dan empat. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif o Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya. o Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Membantu mencegah prolaps. Pencegahan Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jalankan pola hidup sehat Olah raga secara teratur (ex.: berjalan) Makan makanan berserat Hindari terlalu banyak duduk Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll. Minum air yang cukup Jangan menahan kencing dan berak Jangan menggaruk dubur secara berlebihan Jangan mengejan berlebihan dan duduk pada air hangat

Prognosis Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.

17

II.2.2 FISURA ANUS 1. Definisi Fissura Anus atau fissure ani merupakan robekan di dinding lubang dubur.( dr Budi Setyadi SpB, Spesialis bedah RS Surabaya International). Fissura Ani merupakan retaknya pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya feses yang keras.(Fatofisiologi konsep klinis proses penyakit edisi 6,halaman 468) Fissura Anus (Fissure in ano, Ulkus anus) merupakan suatu robekan atau luka dengan nanah pada daerah anus dekat perbatasan dengan kulit, luka sering terjadi pada bagian belakang walau terkadang lebih jarang juga dapat ditemukan pada bagian depan, lebih jarang lagi pada bagian samping (bila terjadi harus dipikirkan penyebab penyakit lain). (Dr.Heru Wiyono,SpPD) Fissura ani merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus, biasanya tunggal & terletak di garis tengah posterios (>90%). (Departemen bedah). Fisura ini merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus. fisura biasanya tunggal dan terletak digaris tengah posterior. Kadang terjadi infeksi disebelah oral dikripta antara kolumna rektum pada muara kelenjar rektum. Papila di kolumna menunjukkan udem yang berkembang sampai merupakan hipertropi papila. Keadaan ini harus dibedakan dari polip rektum. Daerah disebelah aboral fisura kulit juga mengalami radang kronik dengan bendungan limf dan akhirnya fibrosis. Kelainan kronik dikulit ini disebut umbai kulit (skin tag) yang menjadi tanda pengenal fisura anus. Fisura anus dengan papilla hipertropik disebelah dalam dan umbai kulit di sebelah luar merupakan trias. Fisura anus dapat terjadi karena iritasi akibat diare, penggunaan laksans, cedera partus, atau latrogenik. Sering penyebabnya tidak jelas.

18

2.

Etilogi dan Faktor resiko Fissura ani disebabkan oleh Idiopatik,iritasi akibat diare,Penggunaan laksans, Cidera partus, Iatrogenik, Inflamatory bowel diseases, Sexually transmitted disease tetapi lebih umum lagi di sebabkan cedera karena buang air besar yang keras dan besar. Fissura menyebabkan otot melingkar (sfingter) dari anus mengalami kejang dan hal ini akan menyulitkan penyembuhan. Otot polos yang melingkari dubur berfungsi sebagai katup penutup sehingga kotoran bersifat padat, cair dan gas tidak keluar. Otot ini bersifat involunter, sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh kehendak kita. Dalam keadaan duduk lama atau stress akan bertambah tegang, bila kemudian terdapat gangguan buang air besar akan mempermudah timbulnya luka pada selaput lendir. Pada selaput lendirdekat perbatasan dengan kulit banyak terdapat saraf perasa (sensorik), sehingga bila ada luka kecil saja akan menyebabkan rasa sakit. Kemudian terjadi lingkaran setan (circulus vitiosus), otot polos semakin menegang dan pasien menjadi semakin takut untuk buang air besar sehingga menahan untuk BAB. Pada akhirnya pasien semakin menahan buang air besar , kotoran semakin keras dan luka semakin luas. Secara epidemiologi lebih banyak terjadi pada wanita, mungkin karena wanita lebih sering mengalami sembelit. Faktor resiko fisura ani : Pola diet yang menyebabakan feces menjadi keras Sexual Jenis kelamin, umunya wanita lebih sering Melahirkan Trauma fisik atau mekanik

3.

Patofisiologi

Keighley membagi fissura ani menjadi: 1. 2. Fissura ani primer Akut Kronis Fissura ani sekunder 19

Fissura ani primer tampak sebagai suatu superficial ulcer pada mukosa anal di bawah linea dentata,apabila letaknya lebih ke proksimal hampir dapat dipastikan merupakan fissura ani sekunder akibat penyakit lain.

Apabila feces yang keras melewati anal canal akan terjadi perenggangan dan merobek mucosa anal.

Fissura ani biasanya terjadi pada bagian anterior dan posteriordi duga daerah ini merupakan daerah lemah.ketika feses melewati anal canal, massa akan disalurkan ke bagian anterior dan posterior oleh karena adanya otot pada bagian lateral.

Fissura

akan

meningkatkan

kontraksi

internal

anal

sphincter

dan

meningkatkan tekanan istirahat pada anal canal.peningkatan tekanan menyebabkan iskemia pada area disekitar fissura.adanya spasme yang berulang pada anal canal dan adanya iskemia yang berlanjut akan menyebabkan fissura menjadi kronis oleh karena ulkus yang tidak dapatsembuh.

Dasar fissura ani akut merupakan suatu lapisan tipis putih yang melapisi jaringan ikat submucosa

dan otot longitudinal,yang menyebar dari intersphinteric groove kemudian melapisi otot sirkular sphincter interna. Sedangkan dasar dari fissura ani kronis

tampak serat otot sphincer interna. Pada fissura ani akut didapatkan ulkus tampak berbatas tegas,tidak terdapat indurasi,odema atau kavitasi sedangkan pada fissura ani kronis tampak tepi ulkus mengalami indurasi dan apabila proses berlanjut ulkus akan bertambah luas dan bagian luar tampak odematous oleh karena adanya obstruksi lymphatik,skin tag dan hypertropi papila anus dapat di temukan dalam keadaan fissura ani kronis. Infeksi dapat terjadi dan dapat menyebar ke atas menimbulkan abses submukosa atau intersphincteric abses atau ke bawah menjadi perianal abses di bawah skin tag. Adanya perianal abses yang persisten dapat menimbulkan fistula 20

superficial yang berjalan dari bagian bawah fissura dan keluar pada skin tag. Fissura ani sekunder disebabkan krena beberapa kelainan patologis seperti Crohns disease, tuberkulosa anus, AIDS, atau setelah tindakan operasi pada daerah anus. Fissura ani akibat komplikasi Crohns disease atau tuberkulosa biasanya tidak terasa nyeri. 4. Klasifikasi

Klasifikasi fisura anus dibagi menjadi 2, yakni fisura anus akut dan fisura anus kronik. 1) Akut : Baru terjadi pertama kali atau belum lama berselang, belum terjadi penebalan dan penggantian menjadi jaringan ikat (fibrosis). Umumnya menyembuh dalam beberapa hari. 2) Kronis : Terjadi berulang dalam waktu cukup panjang, sering terjadi penebalan pada daerah tepi dan sekitar luka, dapat terbentuk benjolan kenyal di sebut skintag pada benjolan bawah dan hipertrofi papilla pada bagian atas. Kadang-kadang disalahtafsirkan sebagai hemorid/wasir.

5.

Penegakan diagnosis Biasanya anamnesis didapatkan konstipasi, feses keras, setiap defekasi nyeri sekali, dan darah segar dipermukaan tinja. Umumnya ada spasmesfingter: konstipasi desebabkan ketakutan defekasi sehingga ditunda terus menerus. Umbai kulit dapat dilihat pada inspeksi. Colok dubur dapat dilakukan dengan menekan sisi di seberang fisura setelah pemberian anestesi topik berulang kali. Proktoskopi juga dilakukan dengan cara yang sama yaitu anestesi topik dan tekanan pada sisi kontralateral. Diagnosis banding terdiri atas luka atau rekah anus lainnya, seperti tuberkulosis, sifilis, aids, atau proktitis. Fisura anus kadang disertai hemoroid intern. Bila ada keluhan nyeri pada penderita hemoroid biasanya ada fisura, sebab hemoroid intern tidak menyebabkan nyeri.

21

Gambar II.3. Fisura anus 6. Penatalaksanaan Agar defekasi lancar dengan feses lunak dianjurkan diet makanan kaya serat dengan minum cukup banyak. Obat topikal yang mengandung anestetik dapat berguna. Bila pengobatan ini tidak berhasil dapat dilakukan sfingterotomi intern, tanpa mengganggu sfingter ekterna. Sfingter dalam dibelah disisi samping kiri atau kanan. Fisura biasanya dibiarkan, sedangkan umbai kulit dikeluarkan. Dilatasi sfingter seluruhnya (termasuk sfingter ekstern) menurut Lord tidak dianjurkan sebab kadang mengakibatkan inkontinensia. Fisura anus merupakan kelainan yang kronik, yang sering kambuh atau menunjukan eksaserbasi. Penanganan konservatif berhasil baik, sedangkan 22

tindakan sfingterektomi intern akan bermanfaat bila terapi konservatif tidak berhasil. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus ini meliputi penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis, seperti dibawah ini : a. Non-farmakologis Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan. b. Farmakologi Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis dapat dibagi atas empat macam, yaitu: I. Obat yang memperbaiki defekasi Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll). II. Obat simptomatik Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, 23

Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. III. Obat penghenti perdarahan Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. IV.Obat penyembuh dan pencegah serangan Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps. II.2.3 ABSES ANOREKTAL 1. Definisi Abses anorektal disebabkan oleh radang di ruang para rektum akibat infeksi kuman usus. Umumnya pintu infeksi terdapat dikelenjar rektum di kripta antar kolumna rektum. Penyebab lain adalah infeksi dari kulit anus, hematom, fisura anus, dan skleroterapi. Abses diberikan nama sesuai dengan letak anatomik seperti pelvirektal, iskiorectal, antarsfingter, marginal, yaitu disaluran anus dibawah epitel, dan perianal. Dalam praktek sehari-hari abses perianal paling sering ditemukan. Abses ditandai dengan adanya kumpulan nanah. 2. Etiologi dan Faktor resiko Abses anorektal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum, dimana sebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari kelenjar dan sekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam kelenjar anal. Biasanya, absesterbentuk awal awal dalam ruang intersfingterik dan kemudian ke ruang potensial yang berdekatan. Faktor resiko tesering adalah infeksi oleh miikroorganisme dari saluran pencernaan atas, mikroorganisme tersering adalah staphilococcus dan

24

stafilokokus juga Escherichia coli adalah penyebab paling umum. Infeksi jamur kadang-kadang menyebabkan abses.

3.

Patofisiologi Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari saluran kelenjar tersebut olehtinja, corpus alienum atau trauma akan menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang intersfingterik. Dari sini proses infeksi dapat menyebar secara distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses perianal, ataudapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat menerobos otot longitudinal keruang supralevator sehingga menyebabkan sebuah abses supralevator. Setelah absesterdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi abnormal antara lubang anusdan kulit perianal disebut fistula ani. Selain pergerakan ke atas, ke bawah, dan lateral, proses supuratif dapat menyebar melingkari anus. Jenis penyebaran dapat terjadi pada tiga lapangan; ruang ischiorektal, ruang intersfingterik, dan ruang supralevator. Penyebaran ini dikenal sebagai Horseshoeing . Organisme tersering yang dihubungkan dengan pembentukkan abses antara lain ialahEscherichia coli, Enterococcus spesies, dan Bacteroides spesies; tetapi, belum ada bakteriumspesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab tunggal terjadinya abses.Penyebab abses anorektal yang harus juga diperhatikan sebagai diagnosis bandingialah tuberculosis, karsinoma sel skuamosa, penyakit adenokarsinoma, Crohns, trauma, aktinomikosis, leukemia dan limfogranulomavenereum, limfoma. Kelainan ini

seringmenyebabkan fistula-in-ano atipikal atau fistula yang sulit yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional. 25

Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah: 1.Perianal 4050% 2.Ischiorektal 2025% 3.Intersfingterik 25% 4.Supralevator 2.5% 4. Klasifikasi

Abses dibagi menjadi 4, yakni : a. Abses Perianal Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya absesanorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rectum atau lebih lateralyaitu di bokong. Abses perianal biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau sepsis pada pasien dengan imunitas yang baik. Dengan penyebaran dan pembesaran abses yang mengakibatkan abses mendekati permukaankulit, nyeri yang dirasakan memburuk. Nyeri memburuk dengan mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses intersfingter. Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan atau duduk. b. Abses Ischiorectal Abses ischiorektal biasanya sangat nyeri tetapi hanya memberikan beberapa gejala pada pemeriksaan fisik, namun dengan bertambah besarnya abses, abses menjadi merah danmenonjol lebih lateral dibandingkan dengan abses perianal. Pasien biasanya terlihat sangat tidak nyaman dan disertai demam. Pada pemeriksaan colok dubur, akan teraba masa yang nyeri, dengan dasar eritematosa serta fluktuatif atau tidak. Pada pemeriksaan penunjang,dapat disertai leukositosis. c. Abses intrasfingter

26

Abses intersfingter menyebabkan nyeri pada defekasi, dapat disertai dengan demam. Pada pemeriksaan colok dubur, dapat teraba massa yang nyeri padakanalis rectal, yang sering pada bagian tengah belakang. d. Abses Supralevator Abses supralevator, pada sisi yang lain, biasa memberikan gejala yang nyata karena keluhan pasien pada bokong atau nyeri pada sekitar rectum. Demam, leukositosis, dan retensiurin jarang terjadi. Terjadinya limfadenopati inguinalis seringkali menjadi gejala yang khas pada abses supralevator, yang biasanya tidak terdapa pada abses maupun fisura perianal.Abses supralevator seringkali teraba pada pemeriksaan color dubur maupun colok vagina. 5. Penegakan Daignosis Abses anorektal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum, dimana sebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari kelenjar dan sekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam kelenjar anal. Biasanya, abses terbentuk awal awal dalam ruang intersfingterik dan kemudian ke ruang potensial yang berdekatan. Nyeri timbul bila abses terletak atau di sekitar anus atau kulit perianal. Gejala dan tanda sistemik radang biasanya cukup jelas seperti demam, leukositosis, dan mungkin kadang toksik. Tanda dan gejala lokal tergantung pada letaknya. Pada colok dubur atau pemeriksaan vagina dapat dicapai gejala dalam seperti abses iskiorektal atau pelvirektal. Umumnya tidak ada gangguan defekasi. Abses perianal biasanya jelas karena tampak pembengkakan yang mungkin biru, nyeri, panas, dan akhirnya berflluktuasi. Penderita demam dan tak dapat duduk di sisi pantat yang sakit. Komplikasi terdiri dari perluasan ke ruang lain dan perforasi kedalam, ke anorektum, atau keluar melalui kulit perianal.

27

Gambar II.4. Lokasi terjadinya abses

6.

Penatalaksanaan. Penanganan abses terdiri dari penyaliran. Umumnya sudah ada pernanahan sewaktu penderita datang. pemberian antibiotik kurang berguna karena efeknya hanya untuk waktu terbatas dengan risiko keluhan dan tandanya tersamarkan. Rendam duduk dan analgesik memberikan pertolongan paliatif. Umumnya setelah perforasi spontan atau insisi abses untuk disalirkan, atau terbentuk fistel. Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan. Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung. Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati abses 28

perianal atau perirektal. Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membanru dalam kasus-kasustertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaianterhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap asbebischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan adanya obat anestesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaanvisualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasikasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik endoskopik, tingkat dankonfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telahdilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasiendengan kelainan perirektal karena rendahnya risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksarespon pasien terhadap terapi. Pemeriksaan Laboratorium Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien tertentu,seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karenamemiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari absesanorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting. Pemeriksaan R adiologi Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses anorektal,namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI, atau ultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir yang harus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya.

29

USG

juga

dapat

digunakan

secara

intraoperatif

untuk

membantumengidentifikasi abses atau fistula dengan lokasi yang sulit. Abses perianal

Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor, klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. Dog ear" yang timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya.

Abses ischiorektal

Abses ischiorektal dapat menyebabkan pembengkakan yang luas pada fossaischiorektal yang melibatkan satu atau kedua sisi, membentuk abses horse shoe. Absesiskio rektalis sederhana didrainase melalui sayatan pada kulit di atasnya. Abses tapal kuda membutuhkan drainase sampai ke ruang postanal dalam dan sering membutuhkan insisi lebih dari satu atau pada kedua ruang iskiorektalis. Abses inters f ingterik

Abses intersfingter sangat sulit untuk didiagnosa karena mereka hanya menghasilkan sedikit pembengkakan dan tanda-tanda infeksi perianal. Nyeri biasanya digambarkan sebagai nyeri yang jauh di dalam lubang anus, dan biasanya diperburuk oleh batuk atau bersin. Rasa nyeri tersebut begitu hebat sehingga biasanya menghalangi pemeriksaan colok dubur. Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi dan biasanya membutuhkan pemeriksaan di bawah anestesi. Setelah teridentifikasi, abses intersfingerik dapat di drainase melalui sfingterotomi internal yang posterior. Abses Supralevator

Jenis abses ini jarang ditemui dan biasanya sulit didiagnosa. Karena kedekatannya dengan rongga peritoneal, abses supralevator dapat meniru kelainan pada

30

intraabdomen. Pada pemeriksaan colok dubur bisa didapatkan massa yang menonjol diatas cincin anorektal. Asal dari sebuah abses mesti dipastikan sebelum memberikan pengobatan. Ini penting oleh karena apabila abses supralevator terbentuk sekunder dari suatu abses intersfingerik yang bergerak ke atas, maka abses mesti di drainase melewati rektum. Bila abses di drainase melewati fossa ischiorektal maka fistula suprasfingterik dapat terbentuk. Bila suatu abses supralevator terbentuk sekunder dari suatu abses ischiorektal yang bergerak ke atas, maka abses mesti di drainase melewati fossa ischiorektal. Drainase dari abses in melewati rectum dapat membentuk fistula ekstras fingterik. Apabila abses supralevator terbentuk sekunder darisuatu penyakit intra abdomen , maka penyebab mesti diobati dan abses di drainase melewati rute paling langsung (transabdominal, rektal atau melalui fossa ischiorektal).

II.2.4 PROLAPSUS REKTUM 1. Definisi Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dinding rektum melewati anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisan dinding rektum, prolaps ini disebut prosidensia. Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetus prolaps rektum, antara lain peningkatan tekanan intra abdomen, gangguan pada dasar pelvis, infeksi, dan pengaruh struktur anatomi, serta kelainan neurologis. Kausa prolaps rektum pada orang dewasa pada umumnya akibat kurangnya daya tahan jaringan penunjang rektum yang terdiri dari mesenterium dorsal, lipatan peritonium, berbagai fasia dan muskulus levator rektum. Bagian puborektum dari muskulus levator melebarkan rektum sehingga rektum dan anus membentuk sudut tajam. Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita dengan perbandingan 1: 6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus. Berbeda dari wanita, kejadian prolaps rektum pada pria tidak meningkat seiring dengan usia dan tetap konstan sepanjang hidup. Meskipun dapat terjadi pada segala usia, insiden puncak diamati pada usia dekade keempat dan ketujuh kehidupan. Pada anak-anak biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun, dengan puncak insidens pada tahun pertama kehidupan. Pada 31

populasi anak kejadian prolaps rektum merata antara laki-laki dan perempuan. 2. Etilogi dan Faktor resiko Penyebab dari prolapsus rektum seringkali berhubu ngan dengan berbagai keadaan berikut: Enterobiasis Trikuriasis Fibrosis kistik Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak) Sembelit. Faktor Resiko : Kebiasaan mengedan saat defekasi Melahirkan Kelainan genetik Usia dan jenis kelamin Adapun beberapa faktor yang tak kalah penting yang mendasari prolasp ani antara lain : Beberapa faktor yang diperkirakan berperan sebagai etiologi terjadinya prolaps rektum antara lain: 1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi, diare, BPH, PPOK, pertusis; 2. Gangguan pada dasar pelvis; 3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis; 4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan rektosigmoid 5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor spinal, multipel sklerosis. 3. Patofisiologi Patofisiologi prolaps rektum tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat 2 teori utama yang menjadi dasar mekanisme terjadinya prolaps rektum. Teori pertama mengatakan bahwa prolaps rektum merupakan pergeseran hernia 32

akibat defek pada fasia panggul. Teori kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai sebagai intususepsi internal yang melingkar dari rektum mulai 6-8 cm proksimal ambang anal. Seiring dengan waktu peregangan ini berkembang menjadi prolaps dari seluruh tebal dinding rektum, meskipun tahap ini tidak selalu dilampaui oleh setiap pasien. Patofisiologi dan etiologi prolaps mukosa kemungkinan besar berbeda dengan prolaps seluruh tebal dinding rektum dan intususepsi internal. Prolaps mukosa terjadi ketika jaringan ikat pada mukosa dubur melonggar dan tertarik, sehingga memungkinkan jaringan prolaps melalui anus. Hal ini sering terjadi sebagai kelanjutan dari penyakit hemoroid yang lama dan mengalami hal serupa. Seringkali, prolaps dimulai dengan prolaps internal dinding rektum anterior dan berkembang menjadi prolaps seluruh tebal dinding rektum.

4.

Penegakan diagnosis Prolapsus rektum menyebabkan rektum berpindah keluar, sehingga lapisan rektum terlihat seperti jari berwarna merah gelap dan lembab yang keluar dari anus.

Gambar II.5. Prolapsus ani (kiri) dan prolapsus rektum (kanan)

33

Untuk menentukan luasnya prolapsus, dilakukan pemeriksaan pada saat penderita berdiri atau jongkok dan mengedan. Melalui perabaan otot melingkar anus (otot sfingter ani) dengan menggunakan sarung tangan, sering ditemukan adanya penurunan dari tonus (ketegangan) otot. Melalui pemeriksaan sigmoidoskop dan barium enema usus besar, bisa ditemukan penyakit yang mendasarinya (misalnya adanya kelainan pada saraf dari otot sfingter ani). Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit berlangsung, massa menonjol lebih sering, terutama ketika mengedan dan manuver Valsava seperti bersin atau batuk. Akhirnya, prolaps terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti berjalan dan dapat berkembang menjadi prolaps kontinu. Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi tertarik spontan, dan pasien mungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini kemudian dapat berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke posisinya dan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien tidak dapat mengembalikan rektum. Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga mengalami prolaps rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami sistokel terkait. Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain massa menonjol dari anus, pasien sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan (inkntinensia alvi) pada sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan. Pertama, anus melebar dan membentang oleh rektum menonjol, mengganggu fungsi sfingter anal. Kedua, mukosa rektum yang berhubungan dengan lingkungan dan terusmenerus mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien merasa basah dan inkontinensia. Mengetahui riwayat inkontinensia, konstipasi, atau keduanya penting karena berperan dalam menentukan prosedur bedah yang tepat. 1. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda fisik dari prolaps rektum adalah sebagai berikut:3 Penonjolan mukosa rektum 34

Penebalan konsentris cincin mukosa Terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rektum Ulkus rektum soliter (10-25%) Penurunan tonus sfingter anal

Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus ditegakkan saat pasien datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun berbaring miring dan mengedan, lalu periksa adanya prolasp rektum. Jika tidak prolaps hanya dengan mengedan, pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-anak, gliserin supositoria dapat digunakan sebagai pengganti. Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa. Dalam kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara prolaps mukosa dan prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial bukan berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi. Defecogram adalah tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas. 2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat tidak spesifik dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia dan komorbiditas. Tidak ada pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam evaluasi prolaps rektum itu sendiri. Pertimbangkan pemeriksaan feses dan kultur agen infeksius, khususnya pada pasien anak. Pemeriksaan imaging 1. Barium Enema dan Kolonoskopi Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps rektum, penting untuk mengevaluasi seluruh usus besar untuk mengecualikan setiap lesi kolon lainnya yang harus ditangani secara simultan. Kehadiran lesi tersebut dapat mempengaruhi pilihan prosedur yang akan dilakukan. Evaluasi usus besar

Laboratorium

35

dapat dicapai dengan cara kolonoskopi atau enema barium. Barium enema adalah indikator yang lebih baik dari redundansi dari usus besar. 2. Video Defekografi Defecography Video digunakan untuk membantu prolaps dokumen internal atau untuk membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa jika tidak jelas secara klinis. Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps full-thickness dubur secara klinis didiagnosis. Defecography dapat mengungkapkan intususepsi dari usus proksimal atau obstruksi panggul. Radiopak materi (biasanya pasta barium) yang ditanamkan ke dalam rektum, dan pasien diminta untuk buang air besar di toilet radiolusen. Spot film dan rekaman video yang dibuat dan dapat digunakan untuk menentukan apakah intussuscepts rektum pada buang air besar. 3. Rigid Proctosigmoidoscopy Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk menilai rektum untuk lesi tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di sekitar 10-25% dari pasien dengan prolaps baik internal maupun full-thickness. Jika ulserasi hadir, daerah muncul sebagai ulkus tunggal atau sebagai borok beberapa di dinding rektum anterior. Tepi sering menumpuk, dan daerah dapat berdarah. Biopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk mengecualikan patologi lainnya. Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi oleh ahli patologi yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa tetapi sebaliknya histologis normal. Tes lainnya Anal-rektal manometri kadang-kadang digunakan untuk mengevaluasi otot sfingter anal. Di hampir semua pasien, hasil menunjukkan penurunan tekanan beristirahat di sfingter internal dan tidak adanya refleks penghambatan anorektal. Arti penting dari hasil ini tidak jelas, dan kebanyakan ahli bedah tidak menggunakan tes ini. Penelitian penanda Sitz kadang-kadang digunakan untuk mengukur perjalanan kolon pada pasien dengan konstipasi dan prolaps rektum untuk membantu menentukan kebutuhan untuk reseksi kolon. 5. Penatalaksanaan A. Medikamentosa

36

Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum, prolaps internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan agen bulking, pelunak tinja, dan supositoria atau enema. B. Non-medikamentosa Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien diinstruksikan untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan menghindari dorongan untuk buang air saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum proksimal ke arah distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan berkurang begitu juga dengan intususepsi. C. Pembedahan Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan dan bendungan mukus serta keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan hipotonik sehingga terjadi inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui pembedahan. Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum didasarkan pada komorbiditas pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi pembedahan. Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum: abdominal dan perineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah dan menjaga kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai risiko lebih dan memiliki insiden konstipasi yang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur perineum tidak berisiko terjadinya anastomosis namun mengurangi rektum, sehingga kapasitas penyimpanan rektum, namun memiliki angka kekambuhan lebih tinggi. Prosedur abdominal umumnya lebih disukai dalam pasien aktif yang berisiko rendah yaitu usia di bawah 50 dan pada mereka yang memerlukan prosedur abdomial lain secara bersamaan. Pembedahan mana yang terbaik masih menjadi kontroversi karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendekatan laparoskopi untuk memperbaiki prolaps rektum telah menjadi semakin populer. Pendekatan ini telah 37

mengintensifkan kontroversi karena terdapat penurunan angka morbiditas dari untuk prolaps rektum pada kandidat yang tepat. Hasil jangka panjang dari pendekatan laparoskopi masih diteliti. Inkarserasi prolaps rektum jarang terjadi. Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuh mekanik dan antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV) harus selalu diberikan sebelum operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan, administrasi pascaoperasi antibiotik juga dapat dipertimbangkan. A. Prosedur Bedah Abdominal Sebagaimana telah disebutkan di atas, perbaikan abdominal biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda, sehat dengan yang harapan hidup lebih panjang. Untuk pasien ini, prosedur dengan tingkat kekambuhan lebih rendah namun dengan morbiditas yang lebih tinggi. Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau prolaps rektum dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid dengan atau tanpa rectopexy dan rectopexy saja. Kedua operasi, baik rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi lengkap dari seluruh rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal. Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan sakral. Ini dapat dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti polypropylene mesh (Marlex), Gore-tex, atau asam polyglycolic atau mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak penelitian telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan bahan prostetik, tingkat kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaan dalam angka kekambuhan, menjadikan suture rectopexy lebih dianjurkan. Suture rectopexy dilakukan dengan jahitan tak diserap, menempelkan rektum ke cekungan sakral. Jahitan ditempatkan melalui ligamen lateral atau melalui propria muskularis dari rektum. Prosedur bedah rectopexy laparoskopi bedah telah dikembangkan dan memiliki hasil sebaik prosedur abdominal terbuka dan berhubungan dengan lama waktu rawat inap lebih pendek dan kenyamanan pasien yang lebih besar. Anterior reseksi Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus berlebihan, dan beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini

38

konstipasi membaik dan mengurangi kambuhnya prolaps rektum. Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum, rektum yang dimobilisasi untuk tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan (sigmoid) direseksi. Usus besar kiri kemudian dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Anastomosis ini dilakukan tanpa kelemahan pada kolon sehingga rektum tetap pada posisinya dan tidak terjadi prolaps lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit melakukan prosedur ini, karena tidak berpikir untuk mengatasi kelainan anatomi seperti fiksasi rektum yang lemah. Marlex rectopexy Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh bagian rektum dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral ligamen lateralis, dan bagian anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau spons Ivalon, difiksasi pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam keadaan tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam posisinya. Untuk mencegah obstruksi melingkar, dinding anterior rektum tidak tercakup dengan spons atau mesh. Refleksi peritoneal kemudian tertutup untuk menutupi benda asing. Mesh Marlex atau spons menyebabkan reaksi inflamasi yang intens terbentuk jaringan parut dan memfiksasi rektum pada posisinya. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki konstipasi signifikan atau kolon sigmoid yang sangat berlebihan, karena gejala cenderung memburuk. Jika rektum yang sengaja masuk selama mobilisasi, bahan asing tidak boleh ditanamkan, karena risiko infeksi. Sementara laju erosi Marlex ke dalam rektum rendah, manajemen sangat sulit, dan, untuk alasan ini, banyak ahli bedah lebih memilih reseksi dengan suture rectopexy untuk fiksasi Marlex.

39

Gambar 3. Marlex Rectopexy Suture rectopexy Suture rectopexy pada dasarnya sama dengan Marlex rectopexy, kecuali bahwa rektum difiksasi ke fasia presakral dengan bahan jahitan bukan dengan mesh atau spons Ivalon. Reseksi rectopexy Sebuah reseksi dengan rectopexy disebut juga prosedur Frykman-Goldberg merupakan kombinasi dari reseksi anterior dan rectopexy Marlex, yang merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan konstipasi yang signifikan. Rektum benar-benar dimobilisasi ke tulang ekor posterior, pada ligamen lateral yang lateral, dan ke cul-de-sac anterior.

40

Gambar 4. Fiksasi Mesh pada Promontorium Sakrum. Kolon sigmoid yang berlebihan kemudian direseksi, dan usus sisanya dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Ligamen lateral (atau fasia rektum) kemudian dijahit ke fasia presakral dengan rektum dibuat menjadi tegang, yang menjaga rektum pada posisinya dan mencegah kembalinya prolaps rektum. Rectopexy ini dicapai dengan jahitan bukan mesh nonabsorbable karena usus dibuka untuk anastomosis dan mesh dapat menjadi terkontaminasi.

Gambar 5. Fiksasi Mesh pada Dinding Rektal.

41

B. Prosedur Bedah Perineum Prosedur perineum memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi tetapi morbiditas yang lebih rendah dan sering dilakukan pada orang tua atau pada pasien dengan kontraindikasi anestesi umum. Anal Encirclement Pada prosedur anal encirclement, sebuah band nonabsorbable ditempatkan subkutan di sekitar anus. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menjaga rektum dari prolaps dengan membatasi ukuran lumen anus. Meskipun prosedur awalnya menggunakan kabel, sekarang dipergunakan bahan lain seperti, Silastic Tube dan bahan jahit tak terserap sebagai gantinya. Anal encirclement efektif dalam mencegah mekanis rektum dari prolaps, tetapi tidak mengobati gangguan yang mendasarinya.Komplikasi dari prosedur ini meliputi obstruksi dengan impaksi tinja dan erosi dari kawat dengan infeksi. Anal encirclement tidak lagi umum dilakukan, biasanya hanya disediakan untuk pasien yang paling lemah dan untuk pasien dengan risiko bedah tertinggi, di antaranya dengan tujuan paliatif. Anal encirclement membawa risiko impaksi tinja yang sangat tinggi. Reseksi Delorme Dalam reseksi Delorme mukosa, sayatan melingkar dibuat melalui mukosa prolaps rektum dekat garis dentate, dengan elektrokauter tersebut, mukosa tersebut dilucuti dari anus ke puncak prolaps dan dipotong. Otot prolaps gundul kemudian lipit dengan jahitan dan reefed up seperti akordion, dan ujung-ujungnya transeksi dari mukosa dijahit bersama-sama. Prosedur ini sering digunakan untuk prolapses kecil tetapi juga dapat digunakan untuk yang besar.

42

Gambar 6. Prosedur Delorme. Altemeier Perineum Rectosigmoidectomy Dalam prosedur rectosigmoidectomy Altemeier perineal, sayatan tebal penuh melingkar dibuat dalam rektum prolaps sekitar 1-2 cm dari garis dentate. Mesenterium usus prolaps diligasi sedikit demi sedikit sampai tidak ada usus berlebihan lagi yang dapat ditarik ke bawah. Usus transeksi dan baik dijahit tangan ke lubang anus distal atau dijepit dengan stapler melingkar. Sebelum anastomosis, beberapa ahli bedah uji coba penerapan otot levator ani anterior, yang dapat membantu meningkatkan kontinensia.

43

Gambar 7. Prosedur Alteimer. Reseksi Stapled Perineum Prolaps Prosedur ini dilakukan dengan menarik keluar prolaps sepenuhnya pada pukul 3 dan 9, dalam posisi litotomi, memotong dengan arah aksial terbuka dengan stapler linear. Reseksi dilakukan dengan stapler Transtar Contour melengkung.

Gambar 8. Reseksi Stapled Perineum Prolaps.

44

Setelah prosedur abdominal untuk prolaps rektum, pasien biasanya mengalami nyeri dan ileus insisional. Cairan IV dipertahankan sampai cairan yang dimulai dengan kembalinya fungsi usus atau sebelumnya, tergantung pada apakah suatu anastomosis telah dilakukan. Sebagai meningkatkan fungsi usus, diet dapat maju. Pasien dengan anastomosis yang diselenggarakan pada diet rendah serat selama 23 minggu dan kemudian mulai pada suplemen serat untuk membantu mencegah kembalinya konstipasi dan mengejan. Pasien tanpa anastomosis yang dapat dimulai pada diet tinggi serat cepat. Sebuah kateter Foley ditempatkan perioperatif dan dibiarkan di tempat selama beberapa hari karena diseksi rektum dapat menghambat fungsi kandung kemih. Lama waktu rawat inap di rumah sakit rata-rata 3-7 hari dan biasanya tergantung pada kembalinya fungsi usus dan pengendalian rasa sakit insisional. Pasien yang telah menjalani prosedur perineum melakukannya dengan baik pasca operasi, dengan rasa sakit yang minimal dan tinggal di rumah sakit singkat. Awalnya, mereka menerima apa-apa melalui mulut selama kurang lebih 12-24 jam. Setelah periode ini, cairan yang dilembagakan, dan pasien dengan cepat maju ke diet biasa. Fungsi usus kembali dengan cepat karena tidak ada sayatan abdominal, dan pasien sering dapat habis 24-72 jam setelah prosedur. II.2.5 Fistula Anal 1. Definisi Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel. Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus (ataupun ke organ lain se perti ke vagina). Pada permukaan kulit bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula tersebut dapat keluar nanah ataupun kotoran saat buang air besar. 2. Etiologi dan Faktor Resiko Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 40 tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula. Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam 45

ruang intersphinteric. Diawali kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil terbentuk di daerah intersfincter. Abses ini kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk Ketidakmampuan di bagian abses untuk luar kelenjar dari anus di garis tersebut kripte. akan keluar kelenjar

mengakibatkan proses pe radangan yangmeluas sampai perineum, anus atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan kemudian menjadi fistula. Fistula ani juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS), diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal. 3. Klasifikasi

Selain fistula simple, Parks membagi fistula ani menjadi 4 type: 1) Intersphinteric fistula Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus. 2) Transphinteric fistula Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna, kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau dua inchi di luar lubang anus, membentuk huruf U dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe) 3) Suprasphinteric fistula Berawal dari ruangan diantara m. sfingter eksterna, dan interna dan membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan m.levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus. 4) Ekstrasphinteric fistula Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah, melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula ini biasa disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohns Disease. 46

4.

Patofisiologi Obstruksi pada duktus kelenjar yang disebabkan material fekal, benda asing,atau trauma dapat menyebabkan stasis dan infeksi. Infeksi dimulai daricryptoglandular yang berkembang hingga mencapai lapisan dindingmusculus spincter anal sehingga terbentuk abses anorektal. Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Kelenjar intersfingterik terletak antara sfingter internal dan eksternal anus dan seringkali dikaitkandengan pembentukan abses. Fistula anorektal timbul oleh karena obstruksi dari kelenjar dan/atau kripta anal, dimana ia dapat diidentifikasi dengan adanya sekresi purulen darikanalis anal atau dari kulit perianal sekitarnya. Etiologi lain dari fistula anorektal adalahmultifaktorial dan termasuk penyakit divertikular, IBD, keganasan, dan infeksi yangterkomplikasi, seperti tuberkulosis. Klasifikasi menurut Parks dan persentase fistula anorektal adalah: 1.Intersfingerik 70% 2.Transfingterik 23% 3.Ekstrasfingterik 5% 4.Suprasfingterik 2% Fistula intersfingterik ditemukan antara sfingter internal dan eksternal. Fistula transfingterik memanjang dari sfingter eksternal ke fosa

ischiorektalis. Fistula extrasfingterik menghubungkan rektum ke kulit melalui m. levator ani. Fistula suprasfingterik memanjang dari potongan intersphincteric melalui otot puborectalis, keluar kulit setelah melintasi m. levator ani. 5. Penegakan diagnosis Pasien biasanya mengeluhkan beberapa gejala yaitu : Nyeri, yang bertambah pada saat bergerak, defekasi, dan batuk. Keluar darah atau nanah dari lubang fistula.

Iritasi atau ulkus di kulit di sekitar lubang fistula. Gatal sekitar anus dan lubang fistula. 47

Benjolan (Massa fluktuan) bila masih berbentuk abses. Demam, dan tanda tanda umum infeksi. Pada pemeriksaan fisik pada daerah anus, dapat ditemukan satu atau lebih external opening atau teraba fistula di bawah permukaan. Pada colok dubur terkadang dapat diraba indurasi fistula dan internal opening. Pemeriksaan Penunjang Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula. Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter. MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk memperbaiki rekurensi. CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal. Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus. Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter ani. 6. Pengobatan Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami kekambuhan). Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian anal getik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. Terapi pembedahan:

48

Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan terbuka,sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.

Fistulektomi:Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.

Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.

Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.

Pasca Operasi Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, ter utama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca ope rasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.

49

II.2.6 Pruritus Ani Definisi Pruritus Ani Pruritus Ani adalah masalah umum tapi membuat sangat tidak nyaman . Pruritus ani lebih sering terjadi pada pria, dan, sebagian besar waktu, penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. Pruritus ani terjadi di sekitar dan di dekat anus. Faktor-faktor yang membuat orang yang paling berisiko untuk gatal-gatal pada anus adalah sebagai berikut: faktor makanan diabetes Penggunaan antibiotik terakhir Kondisi kulit kering kronis seperti psoriasis dan seborrhea berkeringat banyak Penyebab Pruritus Ani Ketika penyebab dapat ditemukan, gatal biasanya disebabkan oleh iritasi kulit di sekitar anus. Beberapa yang paling umum iritasi meliputi: Parfum, bahan kimia, atau membersihkan anal dengan menggunakan kertas toilet sehinga dapat menyebabkan reaksi alergi. Kelembaban dari keringat atau diare dapat menyebabkan gatal-gatal. Jika kulit anal tetap basah, kulit mulai rusak. Beberapa makanan mengiritasi anus ketika mereka diusir saat buang air besar. Penyebab paling umum adalah kafein, coklat, bir, kacang-kacangan, produk susu, dan makanan pedas. Infeksi seperti cacing kremi, ragi, dan genital warts dapat menyebabkan gatalgatal. Wasir, yang menyebabkan pembengkakan yang menyakitkan dari pembuluh darah di daerah anus, bisa menyebabkan gatal-gatal. Kanker, dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin menjadi penyebab gatal-gatal anus.

50

Gejala Gejala yang paling umum adalah gatal terutama pada malam hari dan setelah buang air besar. Mungkin ada ruam di daerah anal dengan kerusakan kulit atau BAB menangis. Gejala yang lain pada pruritus ani atau gatal dubur dikaitkan adanya jenis ruam, benjolan, lendir, perdarahan, atau demam. Jika anak-anak kecil yang mengalami kesulitan tidur di malam hari karena rasa gatal, ini bisa menjadi tanda cacing kremi dan akan memerlukan perhatian medis. Diagnosa Sebagian besar kasus gatal anus dapat didiagnosis dengan anamnesa yang tepat dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika tampaknya ada infeksi, lakukanlah kultur untuk menentukan jenis kuman yang menyebabkan masalah. Penatalaksanaan Lakukan Perawatan Diri di Rumah Cobalah untuk tidak mengiritasi kulit bahkan lebih dengan menggosok daerah dengan sabun. Ini hanya akan menyebabkan iritasi dan gatal-gatal. Pembersih lembut dengan air membantu daerah sembuh. Terapi rumah lain meliputi:. Tidak membersihkan anal dengan kertas toilet, jika kertas toilet terasa terlalu kasar, coba bersihkan dengan tisu bayi diberi wewangian atau kapas yang dibasahi dengan minyak mineral. Keringkan dengan kapas sesudahnya untuk menghilangkan uap air apapun. Pakailah longgar katun pakaian yang memungkinkan keringat untuk menguap. Jangan memakai pakaian ketat . Hindari iritasi makanan dan makan diet tinggi serat Obat yang digunakan untuk pruritus ani Krim hidrokortison (1%) diterapkan secara lokal untuk tidak lebih dari dua minggu (untuk menghindari kerusakan kulit). Cacing kremi dan infeksi bakteri diobati dengan obat cacing. Infeksi ragi dan banyak ruam membaik dengan krim. 51

Lesi kulit seperti kutil atau wasir dihapus dengan prosedur bedah minor. Pencegahan Beberapa strategi sederhana dapat membantu Anda mencegah gatal anus: Hindari iritasi makanan dikenal. Jangan memakai pakaian ketat. Jangan gunakan parfume atau kertas toilet yang dapat mengiritasi Keringkan daerah anus setelah berkeringat berlebihan.

52

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Dubur (Latin: nus) adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan.Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi yang merupakan fungsi utama anus. Pada orang dewasa, anus memiliki panjang hingga 4 sampai 5 cm. Penyakit pada anus dapat dibagikan kepada beberapa tipe,yaitu kelainan congenital (atresia ani),tumor ganas (karsinoma planoselulare dan karsinoma basoselulare) serta penyakit di anus dan perianal ( hemoroid,fistula,fisura ani,prolapsus rectum,abses,inkontinensia,infeksi,trauma dan impaksi). Sebagai sebagian dari saluran pencernaan,fungsi anus sangat besar walaupun ukurannya kecil.Sekiranya terdapat kelainan pada anus,sistem pencernaan tidak dapat berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan pelbagai penyakit kepada penderita. Untuk mengetahui penyakit berkaitan anus,pemeriksa harus meneliti daripada anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan baik agar penyakit dapat dideteksi dan masalah dapat dirawat dengan sebaik mungkin.

53

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. de Jong, Wim, Sjamsuhidajat R. (ed.). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta. 1997. 615-681 Carter DC, Russel RC (eds). Rob & Smith's Operative Surgery, 4th eds. London: Butterworths, 2008; 721-792. Pena, A. Imperforate Anus and Cloacal Malformation. Pediatric Surgery. 3 rd edition. WB Saunders. 2000. page 473-92. Doherty, Gerard. Current Surgical Diagnosis & Treatment, 12 th eds. USA: The McGraw-Hill Companies, 2006. 615-681. Anatomy And Physiology Of The Colon, Rectum, And Anus.Article by Judith Trudel.American Society of Colon &Rectal Surgeons. http://www.fascrs.org/physicians/education/core_subjects/2003/anatomy_col on_rectum_anus/ accessed on 20 February 2013. 6. Anal abcess/fistula.Article by Michael Buckmire. American Society of Colon & 20 February 2013. 7. Hemorhoids. Mayo Foundation for Medical Education and Research. http://www .mayoclinic.com/health/hemorrhoids/ DS00096.accessed on 22 February 2013. 8. Anal cancer:the basic.Article by Christine Hill-Kayser, The Abramson Cancer Center of the University of Pennsylvania. cfm? http://www.oncolink.org/types/article1. c=119&id=9497#.UTEnyB2mhTk.accessed on 20 February 2013. 9. Anal stenosis.University of Southern California Department of Surgery. http://www.surgery.usc.edu/colorectal/diseases-analstenosis.html.accessed on 21 February 2013. 10. Anal Atresia by Diana Kohnle.NYU Langone Medical accessed Center. on 23 http://www.med. February 2013. 54 nyu.edu/content?ChunkIID=179675 Rectal Surgeons. http://www.fascrs.org/patients/conditions/anal_abscess_fistula/ accessed on

11. Medlineplus. Dapat ditinjau pada:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/001519.htm 12. Perianal abscess.pdf MedscapeReference. Dapat ditinjau
13. Perianal Abscess, oleh Andre Hebra, MD; Chief editor: John Geibel, MD,

di: http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview 14. Chapter 297. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, oleh Susan L. Gearheart, Harrisons online. Dapat ditinjau di: http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx? aID=9132775&searchStr=perianal+abscess#9132775

55

56

You might also like