You are on page 1of 2

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 2, Agustus 2008 : Hal.

131 - 133

I S S N . 1 6 9 3 - 2 5 8 7

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 2, Agustus 2008

132

Jurnal Oftalmologi Indonesia

JOI

Cryotherapy for Patient with Descemetocele

JOI

KRIOTERAPI PADA PENDERITA DESCEMETOCELE PASCA ULKUS KORNEA


tinggi diantara bidang es dan permukaan probe. Pencairan (thawing) akan terjadi seketika pada penghentian pendinginan melalui transfer panas dari jaringan berdekatan. Gradien temperatur kornea lebih kecil daripada badan silier dan sangat mirip dengan temperatur retina yang diperoleh pada kriopeksi transsklera. Krioterapi dapat berguna pada penatalaksanaan kondisi-kondisi patologis kornea.5 LAPORAN KASUS Seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat dan terdapat penonjolan pada mata 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak didapatkan nyeri. Awalnya terkena debu 1 bulan sebelumnya, terasa mengganjal sehingga mata dikucek-kucek. Kemudian mata menjadi merah dan nyeri. Penderita sempat berobat ke bidan dan dokter di daerah tempat tinggalnya. Dari pemeriksaan didapatkan visus mata kanan light perception positip dengan proyeksi iluminasi baik segala arah dan visus mata kiri 6/6. Pada pemeriksaan segmen anterior terdapat hiperemia konjungtiva dan perikornea, kornea keruh dan descemetocele pada jam 7 dengan ukuran 3 x 3 mm. Segmen anterior lainnya serta segmen posterior sulit dievaluasi karena adanya kekeruhan kornea. Sedangkan segmen anterior maupun posterior mata kiri dalam batas normal. Hasil pemeriksaan USG mata kanan didapatkan retina on place dan vitreus echofree. Pada pemeriksaan scrapping mata kanan didapatkan sedikit sel polimorfonuklear, sedikit sel mononuklear, dan tidak didapatkan kuman. PENATALAKSANAAN Sebelum krioterapi, dilakukan irigasi dengan anestesi topikal xylocain 2% nonpreservatif. Saat krioterapi, dilakukan freezing selama 8-9 detik untuk sekali krio. Dilakukan pada tepi defek dahulu pada empat titik, diulang dua kali. Selanjutnya di tengah defek yang masih ada keratosit diulang dua kali. Freeze-thaw cycle prinsipnya adalah jarak tepi probe dengan jejas es sejauh 2 mm, lalu stop pedal, dan ditunggu sampai bunga es di probe krio hilang. Posisi probe ditidurkan agar mencapai sikatriks yang agak luas. Gambar 1. Krioterapi pada tepi defek

Dini Irawati, Daddy Armand, Gatut Suhendro Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRACT Objective: To report the result of cryotherapy for patient with descemetocele after corneal ulcer. Methods: A case report; a 13-years-old boy suffered from descemetocele in his right eye. Best corrected visual acuity in the right eye was light perception and left eye was 6/6. The examination of right eye anterior segment revealed hazy cornea due to corneal scar and thinning process as descemetocele with 3 x 3 mm in size, and the others were difficult to be evaluated. Ultrasonography of right eye was normal and there were no inflammations and infections in the scrapping result. Cryotherapy was performed twice on the affected eye. Results: One month after second cryotherapy, descemetocele was covered by cicatrical tissue. And six months after surgery, descemetocele was disappeared. Conclusion: Cryotherapy was beneficial to prevent corneal perforation by making cicatrical tissues and minimizing descemetocele size in patient suffered from descemetocele after corneal ulcer. Keywords: descemetocele, cryotherapy. Correspondence: Dini Irawati, c/o.: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakuktas Kedokteran Unair/RSU Dr. Soetomo. Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286. E-mail : dini_ira@yahoo.co.id

Gambar 2. Krioterapi pada tengah defek

PENDAHULUAN Membran descemet adalah membran elastik jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron dan merupakan membran dasar endotelium kornea yang tersusun atas kisi-kisi halus fibril kolagen, ketebalannya hanya 3 m saat baru lahir hingga 10-12 m saat dewasa.1,2 Kondisi dimana terjadi penipisan dan perforasi kornea melibatkan proses-proses penyakit seperti infeksi, inflamasi, trauma, dan degenerasi. Membran Bowman dan stroma kornea bukan barier yang efektif terhadap mikroorganisme, namun membran descemet merupakan barier efektif yang mencegah perforasi kornea selama beberapa hari. Membran descemet mungkin lebih resisten terhadap lisis dibandingkan stroma. Ketika sebagian besar

stroma lisis, membran descemet tetap bertahan dan menonjol ke depan, terbentuk descemetocele.3,4 Prinsip umum untuk penatalaksanaan penipisan kornea ialah sama tanpa menghiraukan kausanya. Penatalaksanaan diarahkan pada penyembuhan defek epitelial, inhibisi melting stroma, dan stimulasi fibroplasia serta vaskularisasi stroma.3 Prosedur pembedahan krio ialah penggunaan heat-conducting probe yang didinginkan oleh agen kriogenik seperti karbondioksida. Probe ditempatkan pada lokasi yang akan dibekukan dengan pendinginan (cooling) sebagai inisiasi. Perkembangan cepat dari temperatur rendah dalam probe akan menghasilkan pembekuan cepat dari jaringan yang berdekatan dengan probe serta memberikan peningkatan gradien temperatur yang

HASIL DAN DISKUSI Setelah dilakukan dua kali krioterapi, satu bulan kemudian descemetocele tertutup oleh jaringan sikatriks di atasnya. Dan enam bulan berikutnya descemetocele telah menghilang, hanya terdapat jaringan sikatriks.

Gambar 3. Sebelum krioterapi

1 131

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 2, Agustus 2008

133

Cryotherapy for Patient with Descemetocele

JOI

Gambar 4. Setelah krioterapi I

Gambar 5. Satu bulan setelah krioterapi II

periode vaskularisasi. Keratoplasti mungkin diperlukan untuk memperbaiki transparansi kornea dan menjadi pertimbangan untuk dilakukan apabila media optik di belakang kornea masih jernih, namun tindakan ini agak sulit dilakukan dan harus menunggu hingga ada donor, padahal terjadinya prolaps spontan isi bola mata tidak dapat diduga.1,2 Krioterapi merupakan alternatif tindakan yang relatif murah, bisa dilakukan apabila epitelisasi yang terjadi kurang memuaskan. Krioterapi juga dilakukan bila keratoplasti tidak dapat dilakukan atau harapan perbaikan tajam penglihatan tidak dapat dicapai dengan keratoplasti, misalnya akibat adanya kekeruhan dan kerusakan pada segmen posterior, serta ancaman prolaps isi bola mata akibat tipisnya descemetocele. Pada penderita ini dilakukan krioterapi pada area kornea yang mengalami descemetocele, untuk membentuk suatu sikatriks yang menambah ketebalan lapisan kornea sehingga lebih mampu menahan terjadinya prolaps spontan isi bola mata. Krio yang digunakan adalah alat kriopeksi yang sering digunakan pada operasi ablasio retina. KESIMPULAN Krioterapi memiliki keuntungan dapat memperkecil ukuran descemetocele dan dapat mencegah terjadinya prolaps spontan isi bola mata dengan cara membentuk jaringan sikatriks.

Gambar 6. Enam bulan setelah krioterapi II Penatalaksanaan descemetocele yakni dengan bandage contact lens, conjunctival flap, cyanoacrylate adhesive dan keratoplasti.1,2 Bandage soft contact lens mendorong penyembuhan dengan cara melindungi regenerasi epitel kornea secara mekanis dari gesekan konstan kelopak mata. Conjunctival flap terutama cocok untuk kasus-kasus unilateral kronis yang mana prognosis dalam pemulihan penglihatan buruk.2 Cyanoacrylate adhesive digunakan pada jaringan kornea yang mengalami penipisan atau ulserasi dapat mencegah penipisan lebih lanjut dan menyokong stroma melalui perbaikan dan

DAFTAR PUSTAKA 1. Sutphin, Jr. JE, Dana MR, Florakis GJ, Hammersmith K, Reidy JJ, Lopatynsky M. Basic and clinical science course: external disease and cornea. Section 8. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2006-2007. p. 12, 144-442. 2. Kanski JJ. Clinical ophthalmology: a systematic approach. 5th ed. Edinburgh: ButterworthHeinemann; 2003. p. 96, 102. 3. Raju VK. Management of corneal thinning and perforation. Indian J Ophthalmol [serial online] 1983 [cited 2008 July 25]; 31(5):667-8. Available from: URL: http://www.ijo.in/ 4. Coster DJ. Fundamentals of clinical ophthalmology: cornea. London: BMJ Books; 2002. p. 9. 5. Amoils SP. Cryosurgery in ophthalmology. London: Pitman Medical Publishing Company; 1975.

You might also like