You are on page 1of 1

Penjelasan Tes Fungsi Hati

Tes laboratorium sering kali digunakan untuk memastikan diagnosis (bersama-sama dengan riwayat kesehatan dan pemeriksaan jasmani) serta untuk memantau penyakit dan pengobatan. Banyak tes laboratorium untuk mengukur kadar enzim. Ini karena bila jaringan rusak, sel mati dan enzim dilepas ke dalam darah. Kadar enzim ini diukur, dan tes ini sering kali disebut tes fungsi hati. Sistem organ yang serumit hati akan sering dinilai dengan menggunakan beberapa tes. Ini karena lebih dari satu sistem dapat melepaskan enzim yang sama bila jaringan rusak. Oleh karena itu, untuk menentukan bagaimana hati bekerja, dan apa yang mungkin menyebabkan masalah, ada beberapa tes yang mungkin dilakukan bersama dan secara kolektif yang disebut tes fungsi hati. Tes fungsi hati yang umum adalah AST (aspartate transaminase), yang di Indonesia lebih sering disebut sebagai SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase), dan ALT (alanine transaminase) yang biasanya di Indonesia disebut sebagai SGPT (serum glutamic-pyruvic transaminase). SGOT dan SGPT akan menunjukkan jika terjadi kerusakan atau radang pada jaringan hati. SGPT lebih spesifik terhadap kerusakan hati dibanding SGOT. Adalah hal yang biasa bila terjadi sedikit peningkatan (hingga dua kali angka normal) kadar SGOT dan SGPT. Namun, kadar SGOT dan SGPT lebih dari dua kali angka normal, umumnya dianggap bermakna dan membutuhkan pemeriksaan lebih jauh. Alkaline phosphatase adalah tes lain yang mungkin dilakukan jika ada perhatian mengenai hati, dan dapat menunjukkan sumbatan dalam sistem saluran pembuangan dari empedu. LDH (lactic acid dehydrogenase) adalah enzim non-spesifik yang dapat meningkat bila hati rusak. GGT (gamma glutamyl transferase) adalah enzim yang kadarnya diukur untuk skrining penyakit hati dan untuk memantau sirosis (pengerasan atau parut/sikatrik pada hati, terutama akibat kecanduan alkohol). Ini juga bermanfaat untuk mendiagnosis sumbatan pada saluran yang mengalirkan cairan empedu dari hati ke usus. Selain itu, bilirubin juga dipakai untuk menilai hati. Bilirubin bukanlah enzim. Senyawa ini adalah hasil penguraian sel darah merah oleh hati. Kadar bilirubin dapat meningkat jika hati tidak berfungsi atau ada kelebihan sel darah merah yang dihancurkan. Kadarnya juga dapat meningkat jika ada sumbatan pada saluran yang mengalirkan cairan empedu dari hati. Tes air seni terhadap urobilinogen, hasil sampingan dari metabolisme bilirubin dalam saluran pencernaan, dapat bermanfaat untuk menentukan apakah gejala yang dirasakan berhubungan dengan penghancuran sel darah merah, penyakit hati atau saluran yang tersumbat. Tes virus hepatitis (A, B, C dan D) dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi virus. Tes ini mencari virus dan antibodi dalam darah. Sementara tes laboratorium melihat apa yang terjadi dalam sel, tes pemotretan digunakan untuk melihat anatomi organ. Ultrasonografi (memotret dengan memakai getaran bunyi di atas batas pendengaran manusia) sering kali digunakan untuk mencari batu empedu dan radang hati dan kantung empedu. Ini juga dapat mendeteksi gumpalan yang mungkin ada dalam atau di sekitar hati. Demikian pula, CT (computerized tomography) memberikan gambaran di dalam tubuh. Biopsi digunakan untuk memeriksa jaringan secara langsung dengan mengambil potongan kecil dan memeriksanya dengan mikroskop. Ada pola yang muncul dari hasil tes ini yang digunakan untuk menentukan bagaimana hati berfungsi, dan apa saja yang mungkin menjadi penyebab masalah. Jangan ragu untuk berbicara dengan dokter Anda mengenai tes apa pun yang dilakukan, atau untuk menanyakan apa maksudnya, (pemantauan atau diagnosis), apa hasilnya, dan bagaimana hasil itu ditafsirkan.
Sumber: Seattle Treatment Education Project STEP Ezine, 1 November 2000 URL: http://www.thebody.com/step/ezine_110100/function.html Diterjemahkan oleh WartaAIDS #95 Juli 2001, diterbitkan oleh Yayasan Spiritia

Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/

You might also like