You are on page 1of 13

ASKEP PENYAKIT KUSTA

A. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Reaksi : Morbus hansen, Hamseniasis Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv

disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita. B. Kasus Kusta Di Indonesia Penyakit kusta hingga kini masih menghantui 14 provinsi di Indonesia, empat provinsi di antaranya yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dilaporkan ada lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya. "Program pengendalian penyakit kusta nasional melaporkan ada sekitar 17.00018.000 kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi penyakit kusta belum menunjukkan kecenderungan menurun. Karena itu, penyakit kusta masih menjadi prioritas program," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedya-ningsih dalam "Pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) dan Eradikasi Frambusia", di Jakarta, Selasa (31/8). Menkes menambahkan, Indonesia merupakan negara ketiga di dunia setelah India dan Brasil yang memiliki kasus kusta baru terbanyak. Secara nasional, Indonesia sebenarnya telah mencapai tingkat eliminasi terhadap kusta dengan angka prevalensi kurang dari satu per 10.000 pada tahun 2000. "Namun dengan tingkat populasi yang cukup besar, maka jumlah penderita kusta baru sebanyak 18.000 orang per tahun terbilang cukup besar," katanya. Menurut Endang Rahayu, program pengendalian kusta telah berhasil mengobati dan menyembuhkan sebanyak 375.119 penderita melalui Multi-Drug Therapy (MDT) sejak 1990 dan telah menurunkan 80 persen jumlah penderita dari 107.271 pada tahun 1990 menjadi 21.026 penderita pada tahun 2009. Namun, diakui Menkes, beban akibat kecacatan akibat kusta masih tinggi yaitu sekitar 1.500 kasus cacat tingkat 2 masih ditemukan tiap tahunnya.

"Secara kumulatif, sejak tahun 1990-2009 terdapat sekitar 30.000 kasus cacat tingkat 2 yang antara lain mata tidak bisa menutup karena syaratnya terganggu, jari tangan atau kaki bengkok/kiting atau adanya luka pada telapak tangan dan kaki akibat mati rasa," tutur Menkes. Besarnya beban akibat kecacatan kusta itulah, lanjut Endang Rahayu, mendorong Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan target menurunkan 35 persen angka cacat tingkat 2 pada tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010.

C. Etiologi M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo. D. Patogenesis Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis. M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit. Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan. Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera

diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar. E. Klasifikasi Kusta Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran

klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi : 1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( ) dan uji lepramin ( + ) kuat. 2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + ) 3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat.

Gambaran khas lesi punched out dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya. Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan

kulit dan uji lepromin ( ). 1. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( ). 2. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil,

jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( ). WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT 2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL F. Gambaran Klinis Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling 1.

Tipe Tuberkoloid ( TT )

Mengenai kulit dan saraf.

Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi,

atau, kontrol healing ( + ).

Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan

psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon

imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta. 2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )

Hampir sama dengan tipe tuberkoloid Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris. Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline ( BB )


Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk macula infiltrate. Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe

BT, cenderung simetris.


Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada

bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini. 4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL ) Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi. 5. Tipe Lepromatosa ( LL )

Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas

tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

o o o o o

Distribusi lesi khas : Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah. Stadium lanjutan : Penebalan kulit progresif Cuping telinga menebal Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis,

intis dan keratitis.


o o o o o

Lebih lanjut Deformitas hidung Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi. Penyakit progresif, makula dan popul baru. Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus. Stadium lanjut

Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki. 6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)

Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal. Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat

ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.


Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta. Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain


Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

Lidah : ulkus, nodus Larings : suara parau Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi Kelenjar limfe : limfadenitis Rambut : alopesia, madarosis Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pada pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Aktivitas/ istirahat. Tanda : penurunan kekuatan otot, gangguan massa otot dan perubahan tonus otot. 2. Sirkulasi. Tanda : Penurunan nadi perifer 3. Vasokontriksi perifer. 4. Integritas ego. Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan, Tanda : Ansietas, menyangkal, menarik diri. 5. Makanan/cairan. 6. Anoreksia. 7. Neurosensori. Gejala : kerusakan saraf terutama saraf tepi, penekanan saraf tepi. Tanda : peruubahan perilaku, penurunan refleks tendon. 8. Nyeri kenyamanan. Gejala : Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak merasakan nyeri. 9. Pernapasan. Gejala : Pentilasi tidak adekuat, takipnea.

10. Keamanan. Tanda : lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat berpariasi tetapi umumnya berupa macula, papula dan nodul.

Pemeriksaan klinis a. Inspeksi, pasien diminta memejamakan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan

tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya macula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis). b. Pemeriksaan sensibilitas. Pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri, serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu). c. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: nervus Auricularis

magnus,Nervus ulnaris,Nervus radialis, Nervus medianus, nervus peroneus dan nervus tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidaksaraf-saraf diraba. No. Intervensi Rasional garis dasar dimana

1 Kaji kulit setiap hari. Catat warna, Menentukan turgor, sirkulasi lesi dan dan

sensasi. perubahan pada status dapat dibandikan amati dan lakukan intervensi yang tepat.

Gambarkan perubahan.

2 Pertahankan/intruksikan dalam Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan hygiene kulit, misalnya membasuh meningkatkan kenyamanan. kemudian mengerinkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan losion atau krim. 3 Gunting kuku secara teratur Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan resiko kerusakan dermal.

4 Dapatkan kultur dari lesi kulit Dapat mengidentifikasi bakteri patogen terbuka. dan pilihan perawatan yang sesuai. 5 Gunakan/berikan obat topical atau Digunakan pada perawatan lesi kulit. sistemik sesuai indikasi. 6 Lindungi lesi dengan antibiotic sesuai petunjuk. d. salep Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan.

Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu: memeriksa ada tidaknya kekeringan

pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji gunawan). 2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit/ mencapai penyembuhan tepat waktu.

b. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit. Tujuan : Untuk mengurangi rasa gatal sehingga tercapai kenyamanan pasien. No. 1 Upayakan Intervensi untuk menemukan Membantu Rasional mengidentifikasi untuk tindakan

penyebab gangguan rasa nyaman. yang

tepat

memberikan

kenyamanan

2 Mencapai hasil-hasil observasi secara Deskrifsi yang akurat tentang erupsi kulit rinci dengan memakai terminology diperlukan diagnosis dan pengobatan. deskriftif. Banyak kondisi tampak serupa tapi mempunyai etiologi yang berbeda. 3 Mengantisipasi reaksi alergi yang Lesi yang menyeluru terutama dengan mungkin terjadi. awitan yang mendadak dapat

menunjukkan reaksi alergi terhadap obat. 4 Pertahankan kelembaban kira-kira Dengan kelembaban yang rendah kulit 60%. Gunakanlah alat pelembab. akan kehilangan air. 5 Pertahankan lingkungan dingin. Kesejukan mengurangi (Neutrogena, aveno ). gatal.

6 Gunakan sabun ringan (dove) atau Upaya ini mencakup tidak adanya larutan sabun yang dibuat untuk kulit detergen, zat pewarna atau bahan pengeras. sensitive 7 Lepaskan kelebihan pakaianatau Meningkatkan lingkungan yang sejuk. peralatan ditemp[at tidur. 8 Cuci linen tempat tidur dan pakaian Sabun yang keras dapat menimbulkan dengan sabun ringan iritasi kulit.

9 Hentikan pemajanan berulang Setiap substansi yang menghilangkan air, terhadap detergen ,pembersih dan lipid atau protein dari epidermis akan pelarut. mengubah fungsi barier kulit. penyembuhan. 10 Membantu pasien menerima terapi Tindakan koping biasanya akan yang lama yang diperlukan pada tahap meningkatkan kenyamanan. tampa resep dokter. 11 Menasehati pasien untuk menghindari Masalah pasien dapat disebabkan oleh pemakaian salep atau lotion yang iritasi atau sensitisasi karena pengobatan diberi sendiri.

c.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan priritus.

Tujuan : Untuk mencapai istirahat tidur yang cukup. No. Intervensi Rasional

1 Menasehati pasien utk menjaga Udara yang kering menimbulkan rasa kamar tidur agar tetap memiliki gatal. Lingkungan yang nyaman ventilasi dan kelembaban yg baik. meningkatkan relaksasi. 2 Menjaga agar kulit agar selalu Tindakan ini mencegah kehilangan air. lembab . Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat dikendalikan tetapi dapat disaembuhkan. 3 Menjaga jadwal tidur yang Dengan jadwal tidur yang teratur akan teratur.Pergi tidur pada saat yang terpenuhi kebutuhan tidur klien. sama dan bangun pada saat yang sama. 4 Menghindari minuman yang Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam mengandung kafein menjelang tidur sesudah dikomsumsi. malam hari. 5 Melaksanakan gerak badan secara Gerak badan memberikan efek yang teratur menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada malam hari. 6 Mengerjakan hal-hal yang ritual dan Tindakan ini memudahkan peralihan dari

rutin menjelang tidur.

keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kuilit yang tidak baik. Tujuan : Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri No. Intervensi Rasional

1 Kaji adanya gangguan pada citra Gangguan citra diri akan menyertai setiap diri pasien (menghindari kontak penyakit atau keadaan yang tampak nyata mata, ucapan yang merendahkan bagi pasien. Kesan seseorang terhadap diri sendiri, ekspresi perasaan muak dirinya sendiri akan berpengaruh pada terhadap kondisi kulitnya. 2 Identifikasi stadium tahap perkembangan. konsep diri.

psikososial Terdapat hubungan antara stadium perkenmbangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasioen terhadap kondisi kulitnya.

3 Berikan kesempatan untuk Pasien membutuhkan pengalaman pengungkapan. Dengarkan (dengan didengarkan dan dipahami. Mendukung cara yang terbuka, tidak upaya pasien untuk memperbaiki citra menghakimi) untuk mengespresikan diri. berduka atau anseitas tentang perubahan citra tubuh. 4 Bersikap pengobatan, kesehatan. realistic selama Meningkatkan kepercayaan dan pada penyuluhan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.

5 Berikan harapan dalam parameter Meningkatkan perilaku positif dan situasi individu: jangan memberikan memberikan kesempatan untuk menyusun keyakinan yang salah. tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita. 6 Dorong interaksi keluarga dengan tim rehabilitasi. dan Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga.

e.

Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan

tubuh menurunun. Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi No. Intervensi Rasional imformasi data dasar,

1 Ukur tanda-tanda vital termasuk Memberikan

peningkatan suhu secara berulang-ulang

suhu

dari

demam

yang

terjadi

untuk

menujukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru, dimana obat tidak lagi secara efektive mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan. 2 Tekankan pentingnya tekhnik cuci Mengcegah kontaminasi tanganyang baik untuk semua menurungkan resiko infeksi. individu yang dating kontak dengan pasien silang;

3 Gunakan saputangan , masker dan Mengcegah terpajan pada organisme tekniik aseptik selama perawatan infeksius dan berikan pakaian yang steril atau baru 4 Observasi lesi secara periodic Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi.

5 Berikan lingkungan yang bersih dan Mengurangi patogen pada system berventilasi yang baik. Periksa integument dan mengrangi kemungkinan pengunjung atau staf terhadap tanda pasien mengalami infeksi nosokomial. infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi. 6 Berikan preparat antibiotic yang Membunuh atau mencegah pertumbuhan diresepkan dokter. mikroorganisme penyebab infeksi.

f.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya imformasi terhadap

perawatan kulit. Tujuan : Klien mendapatkan imformasih yang adekuat tentang No. Intervensi Rasional data dasar untuk

1 Tentukan apakah pasien mengetahui Memberikan (memahami dan salah

mengerti) mengembangkan rencana penyuluhan.

tentang kindisi dirinya. 2 Jaga agar pasien mendapatkan Pasien harus memiliki perasaan bahwa informasi yang benar, memperbaiki ada sesuatu yang dapat mereka kesalahan persepsi /imformasi. perbuat. Kebanyakan pasien merasakan mamfaat dan merasa lebih. 3 Berikan imformasi yang spesifik dalam Imformasi tertulis dapat membantu bentuk tulisan misalnya jadwal dalam

minum obat.

mengingatkan pasien.

4 Jelaskan penatalaksanaan minum obat: Meningkatkan partisipasi klien, dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya mematuhi aturan terapi dan mencegah terapi dalam jangka waktu lama. putus obat. 5 Berikan nasehat pada pasien untuk Stratum korneum memerlukan air agar menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibilitas kulit btetap terjaga.. fleksibel dengan tindakan hidrasi serta pemberian lotion untuk melembabkan lotion kulit. kulit akan mencegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak dan bersisik. 6 Dorong pasien agar mendapat status Penampakan kulit mencerminkan nutrisi yang sehat. kesehatan umum seseorang.perubahan pada kulit dapat mendakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan. 7 Tekankan perlunya atau pentingnya Dukungan jangka panjang dengan mengevaluasi perawatan atau evaluasi ulang kontinu dan perubahan rehabilitasi. terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.

g.

Ansietas berhubungan dengan poerubahan status kesehatan.

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerimah perubahan status kesehatannya dengan cara sehat. Berikan penjelasan yang sering dan imformasi tentang prosedur No. Intervensi Rasional

1 Berikan penjelasan yang sering dan Pengetahuan diharapkan menurunkan imformasi tentang prosedur ketakutan dan ancietas, memperjelas perawatan. kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama. 2 Libatkan pasien atau orang terdekat Meningkatkan rasa control dan dalam proses pengambilan kerjasama, menurunkan perasaan tak keputusan. berdaya atau putuis asa. 3 Kaji status mental terhadap penyakit Pada awalnya pasien dapat men ggunakan penyangkalan untuk menurungkan dan menyaring imformasi secara keseluruhan. 4 Berikan orientasi konsisten. konstan dan Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.

5 Dorong pasien untuk bicara tentang Pasien perlu membicarakan apa yang penyakitnya. terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang

menakutkan. 6 Jelaskan pada pasien apa yanga Pernyataan kompensasi menunjukkan terjadi. Berikan kesempatan untuk realitas situasi yang dapat membantu bertanya dan berikan jawaban pasien atau orang terdekat menerima terbuka atau jujur. realitas dan mulai menerima apa yang terjadi. 7 Identifikasi metode koping atau Perilaku masalalu yang berhasil dapat penanganan stuasi stress sebelumnya. digunakan untuk membantu situasi saat ini. 8 Dorong keluarga atau orang terdekat Mempertahankan kontak dengan realitas mengunjungi dan mendiskusikan keluarga, membuat rasa kedekatan dan yang terjadi pada keluarga. kesinambungan hidup. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang. 9 Berikan sedative indikasi. ringan sesuai Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis.

3. Implementasi Keperawatan Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan mencatat setiap tidakan yang dilakukan pada pasien.

4. Evaluasi Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

You might also like