You are on page 1of 4

Pada percobaan pembuatan sediaan gel pertama dan kedua, digunakan gelling agent yaitu, Na-CMC atau NATRII

CARBOXYMETHYLCELLULOSUM (Na-CMC), dan zat aktif yang digunakan adalah asam salisilat. Natrium Karboksimetilselulosa adalah garam natrium polikarboksimetil eter selulosa. Mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih dari 9,5 % Na, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kekentalan larutan 2 gram dalam 100 mL air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100 cP atau kurang, tidak kurang dari 80 % dan tidak lebih dari 120 % dari ketentuan yang tertera pada etiket; untuk zat yang mempunyai kekentalan lebih dari 100 cP, tidak kurang dari 75 % dan tidak lebih dari 140 % dari ketentuan yang tertera pada etiket.
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Asam salisilat digunakan untuk mengobati gangguan kulit seperti psoriasis, jerawat, ketombe, dermatitis, seboroik pada kulit dan kulit kepala, kapalan, dan kutil plantar.

Dalam percobaan yang ketiga dan keempat, dilakukan pembuatan gel dimana dipilih bahan aktif berupa asam salisilat yang merupakan suatu antifungi dan keratolitik, dengan dosis 1% dari sediaan yang dibuat. Menurut Farmakope Indonesia III, kadar bahan obat untuk sediaan unguentum yang tidak mengandung obat keras atau narkotik adalah 10%. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan gel ini adalah Carbopol dan TEA. Carbopol pada sediaan topikal banyak digunakan sebagai pensuspensi dan penambah viskositas. Carbopol berfungsi sebagai basis serta gelling agent pada konsentrasi 0,5-2% (dalam percobaan ini carbopol digunakan dengan konsentrasi 1% dan 2% dari komposisi sediaan gel). Carbopol ini digunakan karena relatif bersifat tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada kulit manusia sehingga cocok digunakan sebagai basis gel. Selain itu, dengan digunakannya basis Carbopol, masa gel yang dihasilkan juga diharapkan memberikan bentuk serta penampakan yang baik, jernih dan tidak keruh. Triethanolamin merupakan suatu alkalizing agent. Carbopol akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat- zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropilamin (Lachman et al., 1994). Untuk penggunaan bersama Carbopol, alkalizing agent seperti TEA biasa digunakan sebanyak 1.5% dari sediaan yang ingin dibuat. Adapun proses pembuatan gel diawali dengan mengembangkan basis gel yaitu Carbopol di dalam mortir dengan bantuan stamper. Hal yang perlu diingat adalah untuk mengembangkan

Carbopol ini perlu menggunakan air panas agar basis yang terbentuk larut secart merata dan basis yang terbentuk lebih mengembang. Setelah itu asam salisilat dimasukkan kedalam mortir sedikit demi sedikit sambil terus digerus agar asam salisilat bercampur dengan basis gel secara homogen. Setelah bahan bahan tercampur rata dalam basis gel, maka selanjutnya ditambahkan ke dalam campuran bahan tambahan lagi berupa alkalizing agent yaitu TEA (trietanolamin) dengan tujuan agar massa gel yang didapat nanti lebih mengembang dan terbentuk konsistensi yang baik. Hal terakhir yang ditambahkan adalah penambahan sisa air tadi sehingga terbentuk massa gel. Setelah gel terbentuk, maka dilakukan uji viskositas terhadap sediaan gel tadi. Pengujian dilakukan menggunakan viskometer Brookfield DV-E. Dengan menggunakan spindle no.41 dengan kecepatan 10 rpm, 2 gram sediaan gel diuji. Sediaan gel ketiga yang diuji adalah gel dengan kandungan carbopol sebanyak 1%. Setelah diuji, konsentrasi gel yang tertera pada layar viskometer adalah sebesar 763.4 cP sedangkan untuk sediaan gel keempat dengan konsentrasi carbopol sebanyk 2% dari komposisi sediaan, viskositas yang ditunjukkan viscometer adalah sebesar 913.6 cP. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin banyak gelling agent yang digunakan pada sediaan gel, maka semakin besar pula nilai viskositas sediaan tersebut.

Daftar pustaka Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi ke 1. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Setelah sediaan gel selesai dibuat, maka gel dituang kedalam gelas beker kecil dan ditimbang diatas timbangan digital sebanyak 2 gram, untuk diukur viskositasnya. Alat yang digunakan untuk mengukur viskometer adalah viskometer brookfield. Viskometer brookfiel merupakan viscometer dengan prinsip sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan
yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan. Viscometer Brookfield merupakan viscometer jenis rotational, yaitu viscometer dapat menunjukkan nilai viskositas dengan mengukur gaya puntir sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sample. Pada pengukuran viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield ini harrus diperhatikan beberapa hal, yaitu :

Jenis Spindle

Kecepatan putar Spindle Type Viscometer Suhu sample Shear Rate (bila diketahui) Lama waktu pengukuran (bila jenis sample-nya Time Dependent)

Selanjutnya, Dua gram gel tersebut dituang kedalam wadah sampel dan dipasang ke viskometer brookfield, dengan cara diputar hingga wadah tidak jatuh lagi, dan agar rotator pada viskometer telah menyentuh sediaan gel yang ingin diuji. Setelah itu, atur kecepatan putaran per menit (rpm) pada kecepatan 10 rpm, dan jenis spindel yang digunakan adalah S41. Setelah, menekan tombol start, lihat pada layar viskometer, apakah nilai viskositas yang ditunjukkan sudah konstan atau belum, jika belum konstan, maka harus ditunggu hingga nilai yang ditunjukkan menjadi konstan. Namun perlu diperhatikan juga, nilai persen yang ditunjukkan di layar. Metode uji yang berhasil
akan memberikan pembacaan % torsi antara 10 dan 100%. Namun bila hasil pembacaan menunjukkan

angka 7-9,9%, hal itu masih dapat ditoleransi, karena nilainya mendekati 10%. Berdasarkan pengujian konsistensi(kekentalan) gel yang telah praktikan lakukan, didapat hasil sebagai berikut :

Pada sediaan gel pertama,didapat nilai viskositas dari gel sebesar 717,2 cp. Dengan % torsi 7,2%. Meski persen torsi yang ditunjukkan tidak mencapai angka 10%, namun masih ditoleransi karena nilai 7% tidak terlalu jauh dari 10%

Pada sediaan gel kedua, didapat nilai viskositas sebesar 1542 cp, dengan % torsi sebesar 15,7cp.

Pada sediaan gel ketiga, pengujian viskositas gel dilakukan sebanyak dua kali, karena, gel yang dibuat terlalu encer karena penambahan trietanolamin yang terlalu sedikit, sehingga pembacaan viskositas pada viskometer menjadi tidak akurat, karena % torsi yang ditunjukkan sangat kecil. Pada percobaan yang kedua, barulah didapat hasil viskositas 763,4 cp dan % torsi 7,3%. Meski persen torsi yang ditunjukkan tidak mencapai angka 10%, namun masih ditoleransi karena nilai 7% tidak terlalu jauh dari 10%

Pada sediaan gel keempat, didapat nilai viskositas sebesar 913,6 cp dan persen torsi 9,3%.

Terlihat dari hasil pengujian konsistensi(kekentalan) gel, pada gel pertama dan gel kedua, terdapat peningkatan viskositas. Hal ini disebabkan karena gelling agent yang digunakan, yaitu Na-CMC konsentrasinya berbeda, pada gel pertama konsenstrasi Na-CMC adalah 2.5%, dan pada gel kedua sebesar 5%. Perbedaan konsentrasi Na-CMC yang digunakan iniliah yang mengakibatkan gel kedua memiliki nilai viskositas yang lebih besar dibanding gel pertama. Hal yang sama juga terlihat dari gel ketiga dan keempat. Kedua gel tersebut menggunakan carbopol sebagai gelling agent, dimana gel ketiga memiliki konsentrasi karbopol sebesar 1%, dan gel keempat memiliki konsentrasi karbopol 2%. Perbedaan konsentrasi karbopol inilah yang mengakibatkan nilai viskositas pada gel keempat lebih besar dibanding gel ketiga.

You might also like