Professional Documents
Culture Documents
Raja
Janamejaya : Utaka
Waisampyana
keistimewaan
beliau itu terbebas dari kutukan Wiu dan bahkan mencapai apapun yang dicita-citakan dan apakah yang menjadi sumber kekuatannya itu ? Waisampyana menjelaskan : O Raja, Utaka itu memang mempunyai kekuatan dari hasil bertapa yang luar biasa ! Pertama-tama yang sangat mengagumkan adalah bahwa beliau itu sangat hormat dan taat kepada Gurunya. Dengan sepenuh ketaatannya yang hebat itu beliau tidak mau menghormat atau tunduk kepada siapapun juga kecuali Guru atau atas petunjuk Gurunya. Sampai sekarangpun ketaatan Utaka itu menjadi ukuran dan cita-cita para murid dan putra-putra para pertapa di seluruh dunia. Karena itu, kecintaan gurunya, Gautama,
kepada murid yang satu ini sungguh sangat besar. Gautama sangat puas kepada murid yang selalu memperlihatkan tingkah laku yang teratur, jujur, dan lugu, ditambah dengan tenaga jasmani serta bathinnya yang hebat itu, ia selamanya mengabdikan diri kepada Gurunya. Ribuan anak dan pemuda Brhmaa sudah diterima menjadi muridnya dan sudah kembali ke rumah masingmasing setelah menamatkan pelajaran mereka. Tetapi karena keistimewaan sifat Utaka dan karena kecintaan Guru Gautama kepada dirinya, maka beliau itu rama. tidak diperkenankan tuapun ia meninggalkan Sampai
menunjukkan kesetiaan itu kepada Gurunya. Dan Utaka sungguh tidak menyadari bahwa dirinya sudah dikeringkan oleh waktu. Dalam pikirannya ia hanya mempunyai satu tekad, yaitu setia kepada Guru.
Pada suatu hari beliau mengambilkan kayu bakar untuk Gurunya itu ke dalam hutan. Beliau kembali dengan seikat besar kayu api dijunjung di atas kepalanya. Hari itu beliau sudah bekerja berat, kembali ke rama menjunjung beban sangat berat, letih dan lapar. Semua itu tidak dihiraukan olehnya. Sesampai di tempat penyimpanan kayu bakar, beliau menjatuhkan ikatan kayu yang berat itu dan bersamaan dengan bergedebuknya kayu, terlepas pula semua rambut yang bergelung di kepalanya Rambut yang digelung ke atas sebagaimana lazimnya para pendeta, yang sudah rekat melekat menjadi satu, tercabut seluruhnya dan menggelinding di tanah. Gumpalan rambut tu putih seluruhnya. Beliau lalu berdiri terpaku, kepalanya tunduk, perut lapar dan badan letih luar biasa. Baru disadarinya bahwa usianya sudah tua. Mengenangkan itu, air matanya
meleleh membasahi pipi dan kemudian mengalir deras. Dia tidak mampu menenangkan pikirannya kembali. Selama hidupnya baru kali ini ia menangis dan tangis itu tidak dapat dibendungnya. Beliau tersedu-sedan hingga jelas terdengar. Gautama, gurunya, mempunyai seorang putri yang pada waktu itu sudah dewasa. Putri itu sungguh cantik jelita. Atas perintah ayahnya, gadis ini menghibur Utaka. Dengan kasihnya gadis berbudi itu menyeka air mata Utaka itu dengan tangannya. Astaga ! Air mata itu panas dan tangan gadis itu serasa terbakar! Cepat-cepat air mata yang melekat ditangannya itu dikibaskannya ke tanah. Dan Bumi itu sendiripun tidak mampu menahan panas air mata Utaka yang akti itu. Diam-diam Gautama merasa bangga mempunyai murid berkekuatan hebat seperti itu. Guru Gautama lalu menghampiri muridnya dan dengan kata-kata
lemah-lembut beliau membujuk dan bertanya: Wahai muridku anakku, mengapa ananda sesedih ini? Tenanglah, tenang! Katakan apa yang terjadi O i! Ceriterakan dengan terus terang ! Utaka menahan sedu-sedannya dan menghaturkan sembah katanya : Selama ini dan sampai kapanpun juga hamba hanya mempunyai satu tekad, yaitu berbhakti kepada paduka O Guru ! Hamba melakukan apa saja yang dapat membahagiakan paduka dan sesungguhnyalah hanya paduka yang bermukim di hati hamba. Sampai tua hamba mengabdikan diri. Dan hambapun baru saat ini menyadari bahwa hamba sudah tua. Saat ini baru hamba menyadari bahwa sudah lama nian hamba mengabdi tanpa mengenal apa yang dinamakan kesenangan dan kebahagiaan dunia. Dan padukapun rupanya berteguh hati tidak memperkenankan hamba pergi meninggalkan rama agar dapat mengenal
dunia luar. Mungkin seratus tahun sudah hamba tinggal di tempat ini, namun sekalipun paduka tidak memperkenankan hamba pergi untuk membebaskan diri. Banyak sudah murid-murid paduka, yang datang untuk belajar jauh di belakang hamba, sudah menyelesaikan pelajaran dan kembali ke tempat permukiman masingmasing. Sesungguhnyalah beratus-ratus murid, bahkan ini dan mungkin paduka ke ribuan banyaknya para Brhmaa mendapatkan pengetahuan di rama memperkenankan mereka Dan kembali tempat masing-masing.
merekapun sudah menjadi Guru-guru pula !. Gautama menjawab : O Utaka muridku, ketahuilah bahwa aku sangat menyayangi dirimu. Engkau adalah muridku yang paling utama hatimu tulus dan pengabdianmu kepada diriku tidak tercela! Sesungguhnyalah aku
sendiripun tidak menyadari bahwa ananda sudah lama sekali berada di tempat ini. O Brhmaa nan berhati mulia, apabila kepergianmu dari tempat ini dapat membahagiakan dirimu, nah mengapa tidak berangkat hari ini juga ? Terimalah, wahai, perkenan dari Gurumu ini! Utaka menghaturkan sembah : O Guru, junjungan hamba, apakah yang patut hamba persembahkan kehadapan paduka? Tunjukkan kepada hamba apa yang layak Gulah hamba persembahkan kehadapan paduka. Hanya setelah persembahan itu paduka terima, barulah hamba akan mohon pamit atas perkenan paduka pula! Terhadap ucapan Utaka itu Gautama menjawab sebagai berikut: Memang, orang bijaksana menyatakan bahwa apa yang dapat memuaskan persembahan hati seorang Guru yang adalah terakhir. Dakia
dengan tingkah-lakumu saja. Aku puas dengan ketekunan tahun pengabdianmu. saat ini Seandainya bahkan saja tidak ananda merupakan seorang pemuda enam belas pada aku berkeberatan menjodohkan dirimu dengan anak gadisku satu-satunya. Aku kira, tidak ada lagi wanita Dan yang ajaib! pantas Setelah mendampingi Brhmaa ananda Gautama mengingat kesaktianmu yang sangat hebat itu! mengucapkan kata-katanya yang terakhir itu. Utaka telah berubah menjadi muda kembali. Sungguh sesuai untuk mendampingi serta menjaga putri cantik Brhmaa Gautama itu. Setelah diperkenankan oleh Gurunya, Utaka lalu menikah dengan gadis remaja yang hebat itu. Setelah melakukan upacara pernikahan,
Gurunya,
sambil
menyembah
ia
berkata:
Apakah O menurut ibunda yang pantas hamba persembahkan kehadapan Guru yang mulia? Perintahkanlah kepada hamba, betapapun berat hamba akan menunaikan kewajiban hamba itu. Sekalipun ibunda Guru meminta jiwa hamba sendiri, tentu hamba tak akan mundur, karena itu katakanlah apa yang patut hamba persembahkan. Adakah suatu permata indah tak ternilai harganya di dunia ini? Perintahkanlah hamba untuk mencarinya, pasti akan hamba persembahkan kehadapan paduka! Dengan bekal kemampuan yang hamba miliki sekarang, berkat menuntut pelajaran dan bertapa itu, pastilah perintah paduka dapat hamba laksanakan. Hamba yakin dengan kekuatan yang sudah hamba punya sekarang !.
Ahalya, isteri gurunya itu lalu berkata : Aku sungguh puas dan bangga kepadamu O Brhmaa nan cerdas. Kebaktian dan ketaatan ananda kepada Guru tak pernah pudar. Bagiku hal itu sudah cukup. Nah, berbahagialah dan berangkatlah kemanapun yang ananda kehendaki !. Tetapi Utaka tidak puas, dan sekali lagi mendesak : Tidak ibunda Guru! Hamba tetap mohon agar Ibunda suka menugaskan hamba! Memang sudah selayaknya hamba melakukan sesuatu untuk kesenangan Guru ! Ahalya lalu berpikir sejenak, kemudian berkata : Wahai, sedemikian keras kemauanmu!. Baiklah, berbahagialah kamu Carikan untukku antinganting yang pada saat ini sedang dipakai oleh permaisuri tuntas raja Saudasa! anting-anting kepada itu, gurumu Dengan lunas disini! mempersembahkan hutangmu
! demikian, Utaka lalu berangkat dengan satu tekad, mendapatkan anting-anting itu untuk dipersembahkan kepada isteri Gurunya yang sangat dimuliakannya itu. Cepat sekali Utaka berjalan menuju tempat raja Saudasa yang sedang menjalani hukuman karena kutuk i Wasiha. Raja itu sudah berubah menjadi manusia liar dan biadab yang gemar memakan daging mentah. Setelah Utaka lama berangkat, Brhmaa kelihatan. Gautama lalu bertanya dia ? kepada Isterinya istrinya : Sepanjang hari ini Utaka tidak Kemanakah memberitahukan bahwa muridnya itu sedang pergi untuk mendapatkan anting-anting bertuah kepunyaan memandangi isteri raja Saudasa. dengan Gautama dan isterinya tajam
kemudian berkata : Adinda kurang bijaksana. Raja Saudasa itu sedang menjalani kutuk yang ditimpakan kepadanya oleh i Wasishta. Seka-
rang raja itu menjadi manusia biadab pemakan daging manusia. Aku khawatir, kalau-kalau Utaka itu dibunuhnya ! Ahalya menjawab : Maafkan hamba O kakanda. Sungguh hamba tidak mengetahui adanya kutukan itu, sehingga hamba menugaskan Utaka untuk menghadap kepadanya. Namun demikian, adinda yakin, berkat doa restu kakanda, anak menantu yang akti dan berbudi luhur itu pasti akan selamat! Gautama singkat menjawab : Mudah-mudahan demikianlah hendaknya !