You are on page 1of 56

http://erfansyah.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.

html

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan Asfiksia neonatus akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab pentiong morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini. Aspirasi melonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit, yang sering terjadi pasca asfiksia. Pada penderita asfiksia dapat pula ditemukan penyakit lain yaitu gangguan fungsi jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, atau kelainan gastrointestinal. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah benyak berperan dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan neonatus. Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan 28 hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.

B. 1.

Tujuan Penulisan Tujuan Umum

Untuk mengetahui rencana proses keperawatan pada anak dengan asfiksia neonatorum 2. a. b. c. d. e. f. g. h. Tujuan Khusus Agar Mahasiswa dapat mengetahui defenisi asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernapasan Agar Mahasiswa dapat mengetahui etiologi asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat mengetahui pathway hiperemesis gravidarum Agar Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis asfiksia neonatorum

i. j.

Agar Mahasiswa dapat mengkaji pada pasien asfiksia neonatorum Agar Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa pada pasien asfiksia neonatorum

k. Agar Mahasiswa menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien asfiksia neonatorum

C.

Sumber data

Adapun sumber data yang digunakan adalah : 1. Metode dokumentasi yaitu mencari data dengan mengumpulkan data informasi

2. Metode literatur dimana penulis mengumpulkan bahan bacaan yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.

D.

Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi, isi terdiri dari tiga bab yang tersusun sebagai berikut : 1. BAB I : PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, tujuan umum dan tujuan khusus, sumber data dan sistematika penulisan. 2. BAB II : ISI MAKALAH ( TINJAUAN TEORITIS )

Terdiri dari definisi sindrom nefrotik, anatomi fisiologi sistem perkemihan (urinary system), etiologi, patofisiologi, pathway/ WOC, manifestasi klinik, komplikasi serta penatalaksanaan medik RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Terdiri dari Pengkajian : riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, dignosa, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. 3. BAB V : PENUTUP Mencakup kesimpulan dan saran 4. DAFTAR PUSTAKA

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM A. 1. Tinjauan Teoritis Definisi

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001) Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

2.

Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan

Pernafasan (respirasi) merupakan pristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. ( Syaifuddin. 2006 )

Sistem respirasi terdiri dari: 1 Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan 2 Saluran nafas bagian bawah

Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas kealveoli Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung

Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi di belakang hidung luar. Hidung luar terdiri dari tulang rawan dan os nasal di bagian atas, tertutup pada bagian luar dengan kulit dan bagian dalam dengan membran mukosa. Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisahkan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagian luar terdiri dari kulit, lapisan tegah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernafasan oleh leucosit yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa) atau hidung.

b.

Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan vertebra cervicalis. Keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (Koana) kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah) Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Bagian anterior menuju laring, bagian posterior menuju esophagus

Saluran Nafas Bagian Bawah

a.

Laring

Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan esophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara. b. Trakhea

Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vetebra tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basa oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan. c. Bronchus

Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vetebra thorakalis lima yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah : bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.

d.

Bronchiolus

Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus suda memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru. e. Paru paru ( pulmo )

Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, Pembuluh darah besar trachea bronchus dan esophagus. Disebelah depan, dibelakang dan lateral Paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal. Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler kapiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah

90 m2 atau 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.( Sylvia A,1995 ). Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam diding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak di leher adalah peleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra renalis ( fasia gison ) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia. Diantara kedua lapiasan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapu tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan mengelurkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua proses : 1. Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar. 2. Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alvioli memisahkan oksigen dari darah, Oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawah ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas.( Sylvia A,1995 ).

3.

Etiologi

Asfiksia terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan paa bayi terdiri dari : a. Faktor Ibu

Hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam. b. Faktor Janin

1) Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi. 2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesia / analgetika yang diberikan kepada ibu.

3) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya : perdarahan intracranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain. 4) Kelainan kongenital, misalnya : hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru, dan lain-lain. c. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain. d. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4.

Klasifikasi Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:

a.

Asphyksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

b.

Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

c.

Asphyksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

Tanda

1 Kurang dari Lebih

2 dari

Jumlah Nilai

Frekwensi Tidak ada jantung Usaha bernafas Tonus otot Refleks Tidak ada Lumpuh Tidak ada

100 X/menit

100 X/menit

Lambat, tidak Menangis teratur Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan sedikit Menangis kuat Gerakan aktif

Warna

Biru / pucat

Tubuh kemerahan, ekstremitas biru

Tubuh

dan

ekstremitas kemerahan

nilai 0-3 nilai 4-6 nilai 7-10

: asfiksia berat : asfiksia sedang : normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)

5.

Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primarg gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/ pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/ tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

5.

Pathway

6. a.

Manisfestasi Klinis Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. 1) 2) 3) b. 1) 2) 3) 4) 5) 6) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat Pada bayi setelah lahir Bayi pucat dan kebiru-biruan Usaha bernafas minimal atau tidak ada Hipoksia Asidosis metabolik atau respiratori Perubahan fungsi jantung Kegagalan sistem multiorgan

7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis. 7. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d.

Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak 8. Penatalaksanaan Medis

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : a. 1) 2) 3) b. 1) Memastika saluran nafas terbuka : Meletakan bayi dalam posisi yang benar Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka Memulai pernapasan : Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi. 2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3) 4)

Mempertahankan sirkulasi darah Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : Tindakan khusus :

a.

Asphyksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.

b.

Asphyksia sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana

dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
B. 1. a. 1) 2) ringan a. 1) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pengkajian Identitas klien dan keluarga Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu Pengukur hasil nilai apgar score bila nilainya 0-3 asfiksia berat,bila nilainya 4-6 asfiksia

Pemeriksaan fisik Sirkulasi

a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV. c) d) 2) a) b) c) d) 3) a) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena. Eliminasi Dapat berkemih saat lahir. Berat badan : 2500-4000 gram Panjang badan : 44-45 cm Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi) Neurosensori Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma). c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang) 4) a) b) Pernafasan Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi. 5) Keamanan

a) Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi). b) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal) b. Pemeriksaan Diagnostik

1) PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.

2)

Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.

3) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. 4) Fungsi Lumbal

Untuk menunjukan adanya cairan spinal yang bercampur darah atau xantokrom disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa. 5) USG

Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.

2. a. b. c.

Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. e. f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

3.

Intervensi Keperawatan

No

Diagnosa

Tujuan / kriteria hasil

Intervensi

Rasional

Bersihan

jalan Tujuan :

1.

Tentukan kebutuhan

Membantu oral/ proses

dalam

nafas tidak efektif 1. b.d produksi mukus banyak. 2.

Tidak menunjukkan demam. 2. Tidak menunjukkan cemas.

pemenuhan

suction tracheal.

kebutuhan

Auskultasi suara Mengidentifikasi nafas dan sebelum perubahan bersihan sesudah jalan napas Membantu dalam untuk proses

3.

Rata-rata

repirasi suction .

dalam batas normal. 3. 4. Pengeluaran Beritahu

keluarga tentang pemulihan sputum melalui jalan suction. nafas. 5. Tidak nafas ada 4. suara Bersihkan daerah tambahan. tracheal suction dilakukan. Mengurangi 5. Monitor oksigen status hemodinamik status pasien, dan dalam sesak setelah napas selesai Membantu mempercepat bagian kebersihan jalan dalam

membantu pernapasan

secara normal

segera selama

sebelum, dan

sesudah suction.

Pola efektif

nafas

tidak Tujuan : b.d 1. Pasien menunjukkan

1.

Pertahankan kepatenan

Untuk memudahlan jalan dalam bernapas

hipoventilasi/ hiperventilasi.

pola

nafas

dengan

nafas yang efektif. 2. Ekspansi simetris. 3. Tidak ada 2. bunyi dada

melakukan Mengidentifikasi pengisapan perubahan lender. terjadi pada kondisi Pantau pernafasan status dan pasien yang

nafas tambahan. oksigenasi sesuai 4. Kecepatan irama dan dengan respirasi kebutuhan. Auskultasi jalan nafas mengetahui adanya penurunan ventilasi. 4. Kolaborasi Jika terjadi keadaan dengan untuk dokter darurat untuk Mengetahui analisa gas darah Mengetahui adanya mukus dalam paru paru

dalam batas normal. 3.

pemeriksaan AGD pemakaian bantu nafas 5. Siapkan untuk mekanik perlu. 6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan pasien ventilasi bila dan alan Agar tidak terjadi keracunan oksigen

Kerusakan pertukaran gas b.d 1. ketidakseimbangan 2. perfusi ventilasi.

Tujuan : Tidak sesak nafas

1.

Kaji bunyi paru, Upaya frekuensi nafas, memperbaiki

untuk jalan

kedalaman nafas napas Fungsi paru dalam dan batas normal sputum. Menunjukkan kadar 2. Pantau O2 dengan Mengidentifikasi oksimetri kenormalan oksigen 3. Pantau Analisa Darah hasil Gas dalam darah saturasi oksigen dalam darah produksi

Risiko cedera b.d Tujuan : anomali kongenital terdeteksi atau tidak pemajanan agen-agen infeksius. 3. 1.

1.

Cuci setiap dan

tangan Upaya sebelum menghindari

untuk dari

Bebas dari cidera/

tidak komplikasi. 2. Mendeskripsikan

sesudah kuman dari luar Agar tidak terjadi

merawat bayi. Pakai

2. teratasi aktivitas yang tepat pada dari level

sarung infeksi Upaya agar tidak

tangan steril. Lakukan pengkajian secara terhadap baru perhatikan pembuluh tali pusat darah dan fisik rutin bayi lahir,

perkembangan anak 3. Mendeskripsikan teknik pertama. pertolongan

terjadi cedera

Memandirikan pasien dan keluarga dalam hal merawat

adanya anomali. 4.

Ajarkan keluarga bayi tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi Memberikan pertahanan yang

pelayanan kesehatan. 5. Berikan agen

lengkap pada bayi sesuai dengan waktu

imunisasi sesuai yang indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu tetapkan

telah

di

mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).

Risiko ketidakseimbangan 1. suhu tubuh b.d

Tujuan : Temperatur

1. badan

Hindarkan pasien kedinginan Tempatkan pada

Agar tidak terjadi dari demam, mengontrol dalam tubuh dalam panas dan panas

dalam batas normal. Tidak 2. terjadi

kurangnya

suplai 2. O2 dalam darah.

distress pernafasan. 3. 4. Tidak gelisah. Perubahan kulit. 3. warna

lingkungan yang Membantu hangat. Monitor yang berhubungan gejala menetralkan dalam tubuh

Perhatikan tanda tanda terjadinya

5.

Bilirubin batas normal.

dalam dengan hipotermi, misal fatigue, apatis,

tambahan kelainan

perubahan warna kulit dll. 4. Monitor temperatur warna kulit. Menunjukkan dan adanya ketidaksesuaian dalam panas tubuh Mengetahui adanya 5. 6. Monitor TTV. suatu masalah Monitor adanya Menunjukkan bradikardi. lemahnya nad 7. Monitor pernafasan. jalan napas status Melihat keefektifan

Proses

keluarga Tujuan : 1. Percaya

1. dapat

Tentukan

tipe Memilih merawat

dalam

terhenti b.d pergantian status

proses keluarga.

dalam mengatasi masalah. 2. Kestabilan prioritas. 3. Mempunyai 3.

Identifikasi efek Menunjukkan pertukaran peran dalam proses keluarga. Bantu anggota Menambah motivasi penerimaan penolakan dan

kesehatan 2.

anggota keluarga

rencana darurat. 4. Mengatur ulang

keluarga

untuk dalam berkeluarga

hal

menggunakan mekanisme support yang ada.

cara perawatan.

Memandirikan 4. Bantu keluarga anggota untuk dalam merencanakan kehidupan keluarga dalam

merencanakan strategi normal dalam situasi. segala

4. a. 1) 2) 3) b. 1) 2) 3) c. 1)

Implemetasi Keperaawatan Gangguan pemenuhan oksigen b/d immaturitas organ pernafasan menghiisap pada daerah hidungdan orofaring dengan hati-hatisesuai kebutuhan (5-10 detik) meningkatkan istirahat,minimalkan rangsangan dan pengeluaran energi memberikan terapi oksigen 2-3 liter/menit Resiko tinggi terhadap hipotermi b/d sistem thermoregulasi yang belum matur mengobservasi suhu tubuh bayi menempatkan bayi pad penghangat (incubator) mempertahankan kelembapan relative 50-80% Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d reflek hisap lemah mengkaji maturitas reflek berlebihan dengan pemberian makan,misalnya menghisap,menelan dan batuk

2) d.

melakukan auskultasi terhadap adanya bising usus,kaji status fisik dan status pernapasan Antisipasi berduka b/d kelahiran bayi berisiko tinggi yang di perkirakan,prognosis kematian atau kematian bayi :

1)

memberi kesempatan pada keluarga untuk menggendong bayi mereka sebelum kematian dan,bila mungkin,ada ditempat pada saat kematian terjadi

2) 3) 4) 5)

mengatur atau melakukan ritual agama untuk bayi membiarkan tubuh bayi tetap ditempatnya untuk beberapa jam membiarkan foto yang diambil sebelum dan setelah kematian bayi pada keluarga menginformasikan keluarga tentang semua pilihan yang tersedia

5.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa tindakan keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai atau tidak. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap proses keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien, agar : a. b. c. d. Kebutuhan oksigen terpenuhi Hipotermi teratasi dan bebas dari tanda-tanda stress dingin Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir terpenuhi Keluarga berduka atas kematian bayi dengan tepat.

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau

tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

B.

Saran Adapun saran yang dapat tim penyusun sampaikan untuk mahasiswa Prodi S1 Keperawatan agar dapat memahami masalah pada anak dengan asfiksia neonatorum, agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,LJ.1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Jakarta : EGC.

http://linrin.blogspot.com/2009/05/askep-asfiksianeonatorum.html http://healthreferenceilham.blogspot.com/2008/07/kondas-asfiksianeonatus.html http://kusuma.blog.friendster.com/2008/10/askepasfiksia/ http://perawatmalut.tblog.com/post/1969846033 http://medlinux.blogspot.com/2007/09/asfiksianeonatorum.html http://www.thesisfull.com/asfiksia-neonatorum-2/


Jumiarni, dkk. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus Gde. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html http://nursingforuniverse.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-pasien-anakdengan_09.html

DEFINISI Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

B.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan paa bayi terdiri dari : 1. a. Faktor ibu Hipoksia ibu Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. b. Gangguan aliran darah uterus Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkutangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dsb. 2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta dsb. 3. Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll. 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan

intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.

C. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

TANDA DAN GEJALA Hipoksia RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas Bradikardia tonus otot berkurang Warna kulit sianotik/pucat

D.

PATOFISIOLOGI Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi

sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan selsel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).

E.

KLASIFIKASI Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:

1.

Vigorous Baby Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2.

Mild Moderate asphyksia /asphyksia sedang Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3.

Asphyksia berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

F. 1. 2. 3.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Analisa Gas darah Elektrolit darah Gula darah

4. 5.

Baby gram (RO dada) USG (kepala)

G.

MANAJEMEN TERAPI Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastika saluran nafas terbuka : Meletakan bayi dalam posisi yang benar Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka 2. Memulai pernapasan : Lakukan rangsangan taktil Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif 3. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. a. b. c. Tindakan umum Pengawasan suhu Pembersihan jalan nafas Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

2. a.

Tindakan khusus Asphyksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.

b.

Asphyksia sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut,

ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

H. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL Bersihan nafas tidak efektif Pola nafas bayi tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan Risiko infeksi b.d prosedur infasif Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan PK : Asidosis Hipotermia b.d pajanan lingkungan yang dingin, bayi baru lahir

Daftar Pustaka

Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta. Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 1999, Standar Pelayanan Medis RSUP. Dr. Sardjito, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Indonesia. Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby, St. Louis. Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia. Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta

http://mydocumentku.blogspot.com/2012/08/asuhan-keperawatan-anak-asfiksia.html

Asuhan keperawatan Anak Asfiksia Neonatorum

Tinjauan Teori

I. Pengertian Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya

terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya Diabetes Melitus, Pre Eklamsia berat atau Eklamsia, Eritroblastosis Fetalis,

kelahiran kurang bulan ( < 34 minggu), kelahiran lewat waktu, Plasenta Previa, Solusio Plasentae, Korioamnionitis, Hidramnion dan Oligohidramnion, gawat janin, serta pemberian obat anastesi atau narkotik sebelum kelahiran. ( Kapita Selekta

Kedokteran, 2000 ). Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau depresi dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan normal. ( FK. UGM, 2000 ). II. Etiologi

Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995, ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi

terjadinya asfiksia antara lain sebagai berikut: 1. Faktor Ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anastesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain. 2. Faktor Plasenta Yang meliputi Solusio Plasenta, pendarahan pada Plasenta Previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel pada tempatnya. 3. Faktor Janin dan Neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, dan kelainan kongenital.

4. Faktor Persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lainlain. ( Ilyas Jumiarni, 1995 ). III. Gejala Klinik Gejala klinik Asfiksia Neonatorum meliputi:

1. Pernafasan terganggu

2. Detak jantung berkurang

3. Reflek atau respon bayi melemah

4. Tonus otot menurun

5. Warna kulit biru atau pucat

IV.

Diagnosis Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk

menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi

asfiksia,

maka

ada

beberapa

hal

yang

perlu

diperhatikan: 1. Denyut jantung janin Frekuensi Normal 120 sampai 160 denyutan / menit, selama HIS frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar HIS kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai di bawah 100/menit dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. 2. Mekanisme dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala

mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat

merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan PH pada janin Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa PH-nya, adanya asidosis menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai di bawah 7,2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

Penilaian PH Darah Janin


No. Hasil skor APGAR Derajat Asfiksia Nilai PH

1.

0-3

Berat

< 7,2

2.

4-6

Sedang

7,1-7,2

3.

7-10

Ringan

> 7,2

Sumber: Wirjoatmodjo, 1994

4. Dengan menilai APGAR skor Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian APGAR. APGAR

mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir

mempunyai APGAR terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan

tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai APGAR lima menit untuk menentukan prognosa dan

berhubungan

dengan

kemungkinan

terjadinya

gangguan neurologik di kemudian hari. Ada 5 tanda ( sign ) yang dinilai APGAR seperti frekuensi jantung / pulse, usaha bernafas / respiratory effort, tonus otot / activity, refleks / grimance dan warna kulit / appearance.
Sign 1. Appearance (warna kulit) 2. Pulse (bunyi jantung) 3. Grimance (reflek) 4. Activity (tonus otot) 5. Respiratory effort (usaha bernafas) Nilai : 0 Seluruh tubuh biru atau putih Tidak ada Tidak ada atau lunglai Tidak ada Lambat atau tidak ada

Nilai Badan merah, kaki biru

Kurang dari 100 x/meni

Menyeringai, fleksi eks

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut. Ada tiga derajat Asfiksia dari hasil APGAR diatas yaitu: 1. Nilai APGAR 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi

dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Nilai APGAR 4-6, Mild Moderat atau asfiksia sedang Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Nilai APGAR 0-3, asfiksia berat Pada pemeriksaanditemukan frekuensi jantung

kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. V. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium AGD Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen yang adekuat dan

membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau

mengekresi

ion-ion

bikarbonat

untuk

mempertahankan PH darah yang normal. 2. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik 3. Foto rontgen dada (baby gram) Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent

karenanya ketebalan atau densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan cara

pemeriksaan rontgen. 4. Elektrolit darah 5. Gula darah 6. Pulse Oximetry Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahahn

saturasi oksigen yang kecil / mendadak. VI. Komplikasi

1. Sembab otak 2. Pendarahan otak 3. Anuria atau Oliguria 4. Hyperbilirubinemia 5. Obstruksi usus yang fungsional 6. Kejang sampai koma 7. Komplikasi Pneumothorax (Wirjoatmodjo, 1994 : 168) VII. Prognosa 1. Asfiksia ringan / normal : baik. 2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan akibat resusitasinya sendiri:

penatalaksanaan, bila cepat prognosa baik. 3. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama / kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang

permanent

misalnya

cerebral

patsy,

mental

retardation. (Wirjoatmojdo, 1994).

VIII. Diagnosa Banding 1. Pneumothorax 2. Hipoksia 3. Emfisema IX. Penatalaksanaan Penatalaksaan resusitasi 1. Mmbuka jalan nafas Bertujuan untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas. 2. Mencegah kehilangan suhu tubuh atau panas Bertujuan untuk mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangna panas. 3. Pemberian tindakan VTP (Ventlasi Tekanan Positif) Bertujuan untuk membentu bayi baru lahir memulai pernafasan.

4. Pemberian obat-obat penunjang Obat-obatan diperlukan bila frekuensi jantung bayi tetap 80 x/menit walaupun telah dilakukan 100%) dan

ventilasi

adekuat

(dengan

oksigen

kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik / frekuensi jantung nol. Obat juga diperlukan pada bayi Asfiksia: Adrenalin Natrium Bikabonat (NaHCO3) Infus NaCl 6,9 % / RL 10 ml/kg Berat Badan Asuhan Keperawatan Teori Pada Asfiksia Neonatorum Diagnosa yang mungkin muncul pada klien antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan

dengan kelemahan otot pernafasan NOC:

Respiratory status: Ventilation

Respiratory status: Airway Patency Vital Sign status

Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips). Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama nafas klien teratur, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal). Tanda-tanda vital dalam rentang normal (nadi, pernafasan dan suhu tubuh). NIC: Airway Management Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift / jaw thrust bila perlu. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada bila perlu Keluarkan secret dengan batuk / suction Auskultasi tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab Atur intake cairan untuk mengoptimalkan suara nafas, catat adanya suara

keseimbangan Monitor respirasi dan status O2. Oxygen Therapy Bersihkan mulut, hidung dan secret trakhea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen

Pertahankan posisi pasien Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi Monitor oksigenasi Vital Sign Monitoring Monitor nadi, suhu dan RR Monitor kualitas nadi Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor suara paru Monitor pola pernafasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik). Identifikasi penyebab dari perubahan Vital Sign 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif adanya kecemasan pasien terhadap

berhubungan dengan obstruksi lendir NOC:

Respiratory status: Airway Patency Kriteria Hasil: Menunjukkan jalan nafas yang paten ( irama nafas klien teratur, frekuensi pernafasan dalam rentang normal dan tidak ada suara nafas abnormal ). NIC: Airway Management Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift / jaw thrust bila perlu. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada bila perlu Keluarkan secret dengan batuk / suction Auskultasi tambahan Lakukan suction pada mayo suara nafas, catat adanya suara

Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab Atur intake cairan untuk mengoptimalkan

keseimbangan Monitor respirasi dan status O2. 3. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan

dengan ingest / digest NOC:

Nutritional status Nutritonal status: food and fluid intake Nutritional status: nutrient intake Weight control

Kriteria Hasil: Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan BB ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Menunjukkan peningkatan BB yang berarti NIC: Nutrition Management Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein, dan Vitamin C Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi. Berikan makanan yang terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi). Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Nutrition monitoring BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan BB

Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak / orang tua selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kaar Ht Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nutrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah dan cavitas oral Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

4.

Hipotermi berhubungan dengan paparan

lingkungan dingin BBL NOC: Thermoregulation Thermoregulation : Neonate Kriteria Hasil: Suhu tubuh, nadi, RR dalam rentang normal NIC: Temperatur Regulation Monitor suhu minimal setiap 2 jam Rencanakan monitoring suhu secara kontinue Monitor nadi dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor tanda-tanda Hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan Ajarkan indikasi dari Hipotermi dan

penanganan yang diperlukan Berikan antipiretik bila perlu. Vital Sign Monitoring Monitor nadi, suhu dan RR Monitor kualitas nadi Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor suara paru Monitor pola pernafasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer

Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik). Identifikasi penyebab dari perubahan Vital Sign

You might also like