Professional Documents
Culture Documents
Mendengar
ucapan-ucapan
permohonan
sedemikian itu, penakluk raja Kesin, yang juga sangat sedih, lalu menjawab sebagai berikut : Baik, semoga demikianlah hendaknya ! Sepotong jawaban itu diucapkan dengan suara cukup keras sehingga sangat melegakan hati mereka yang mendengarnya. Dengan ucapan itu saja sudah cukup menjadikan siapa saja yang berada di ruang dalam istana itu menarik nafas lega bagaikan suatu siraman air sejuk dicurahkan kepada orang yang menderita kepanasan. Beliau langsung menuju ruang peraduan, tempat ayahanda paduka O Janamejaya, dilahirkan. Ruangan itu sudah disucikan, dihiasi dengan bunga-bunga berwarna putih, tempayantempayan tempat air bersih terisi penuh, airnya sangat jernih. Juga terlihat tumpukan arang kayu Tinduka yang sudah dicelupkan ke dalam
minyak mentega dan tempat-tempat yang berisi biji mustard. Di dalam kamar itu terlihat juga senjata-senjata pusaka berbaris rapi bersih mengkilat dan api sudah menyala di segenap penjuru, sehingga suasana di dalam kamar itu terasa hangat dan menyenangkan. Telah duduk disana menunggu pelayan-pelayan tua yang kasih dan rapi, siap menjalankan perintahperintah nenenda paduka. Sekelompok tabib ahli sudah siap pula di dalam yang itu. Di suatu sudut di dalam ruangan itu terlihat alat-alat serta sarana perusak yang biasa dipergunakan oleh golongan rakasa, diletakkan ditempatnya dengan rapi dan diawasi oleh mereka yang mengetahui dengan pasti segala seluk-beluknya. Melihat ruangan dalam dan yang sedemikian Ka sempurna dihias diperlengkapi
mengucapkan kata-kata itu dengan wajah cerah, Draupad masuk dengan tergesa-gesa dan berkata kepada putri raja Wira, katanya : O ananda, wanita nan berbahagia, ramandamu, penakluk rakasa Madhu sudah berada di ruangan ini. Beliau itu mahri terbesar sejak awal penciptaan, beliau itulah yang kekal ! Uttar menghapus air matanya, menahan tangisnya yang masih tersendat karena sedu sedan yang lemah, merapikan penutup tubuhnya, lalu menunggu dengan perasaan halnya penuh kebaktian sebagaimana menantikan
kehadiran Dewat yang paling dipuja-puja ! Wanita itu lemah tak berdaya, hatinya hancur luluh, dan setelah melihat Gowinda mendekati dirinya. Ia segera menyembah dan mengadukan nasibnya dengan suara gemetar tersendat-sendat menahan tangis : Aduhai junjungan bermata cerah bagaikan kembang padma, inilah kami
berdua, Abhimanyu dan hamba yang kehilangan anak. O Janrdana harapan kami, baik Abhimanyu maupun hamba sendiri, sudah samasama mati tak bernyawa lagi! O junjungan pelindung kami bangsa Wi wahai penakluk rakasa Madhu, terimalah sembah sujud hamba ini O pahlawan ! Paduka tolonglah anak hamba yang hangus terkena pengaruh ledakan senjata putra Droa itu ! Apabila maharaja Yudhihira, atau Bhmasena, atau paduka sendiri pada waktu itu menyatakan : Biarlah rumput-rumput yang telah diolah menjadi senjata Brahma oleh Awatthm itu menghancurkan ibu yang pingsan itu !, maka pastilah hamba sudah hancur dan kenyataan pahit seperti sekarang ini tidak akan pernah terjadi ! Wahai, manfaat apakah yang diharapkan oleh Avatthm dengan berlaku sekejam ini ?. Memusnahkan bayi tak berdosa, bahkan masih di dalam rahim
ibunya dengan senjata Brahma yang dahsyat itu ! O pahlawan perkasa ! Perkenankan hamba yang menyesali diri sendiri ini bersujud di hadapan paduka ! Hamba akan mencabut nyawa hamba, apabila ternyata anak hamba itu tidak bisa dihidupkan kembali! Hamba telah menggantungkan seluruh harapan hidup hamba kepada anak satu-satunya yang baru lahir ini. Dan apabila semua harapan hamba itu dihancurkan oleh putra Droa, apalagikah gunanya hamba hidup di dunia ini O Keawa Yang selamanya hamba idam-idamkan hanyalah menimang anak di pangkuan. Tetapi ternyata harapan itu kini telah hancur berantakan Wahai mahluk paling utama, dengan tewas nya keturunan Abhimanyu ini, maka semua harapan yang memenuhi dan melegakan hati itu, musnah !. Dan Abhimanyu, O penakluk rakasa Madhu, merupakan kekasih paduka pula. Dan lihatlah O,
anak kekasih paduka itu telah dicabut nyawanya oleh senjata Brahma !, Wahai, anak ini, yang tidak tahu membalas budi, tidak mempunyai rasa betas kasihan, sama saja dengan ayahnya, ternyata sangat meremehkan kesentausaan dan kemakmuran Pawa, dan ia bahkan memilih tempat permukiman Yama ! Dahulu hambapun sudah mengucapkan sumpah O Keawa, bahwa apabila Abhimanyu tewas, hamba tidak akan menunggu waktu lagi untuk mengikutinya! Tetapi alangkah kejamnya hamba ini. Hamba tidak menepati sumpah hamba itu karena kecintaan hamba terhadap kehidupan ini. Sekarang hamba telah siap untuk menyusulnya, sesungguhnyalah hamba ingin tahu, apa nanti kata putra Phalguna itu di alam sana setelah hamba menyusul kesana !