You are on page 1of 9

I.

Tujuan Menentukan cara kerjanya (sifat bakterisid dan bakteriostatik) antibiotik tetrasiklin terhadap mikroba uji Staphylococcus aureus melalui metode turbidimetri.

II.

Teori Dasar Antibiotik dapat dibedakan berdasarkan cara kerjanya yaitu bakterisid dan bakteriostatik. Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid. Penggunaan kedua antibiotik dengan cara kerja yang berbeda ini perlu dipertimbangkan untuk pemilihan antibiotik yang tepat. Pada kondisi tubuh yang sangat lemah dimana antibodi rendah diperlukan antibiotik bakterisida. Bakterisida dapat digunakan pada pengobatan infeksi akut atau kronis pada saat pertahanan tubuh sedang atau lemah. Hal yang harus diperhatikan pada penggunaan bakterisid ialah bila bakteri mati dan hancur, maka dapat terjadi pelepasan endotoksin atau antigen dari bakteri tersebut sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi atau anafilaktik. Antibiotik bakterisida digunakan dalam beberapa kondisi diantaranya : a. Pada bayi yang baru lahir terutama bayi prematur, pasien dengan pembentukan antibodi yang lemah, telah menderita infeksi kronis atau infeksi virus. b. Pada pasien yang telah diobati dengan sitostastika atau hormon kortikosteroid atau telah mengalami penyinaran. c. Pada pasien dengan endokarditis lenta. Penggunaan bakteriostatik hanya terbatas pada infeksi sedang dan ringan. Bakteriostatik hanya akan efektif bila dibantu dengan pertahanan tubuh. Bakteriostatik bekerja hanya menghambat pertumbuhan bakteri, untuk memusnahkan bakteri harus dibantu dengan antibodi. Antiseptik atau desinfektan umumnya bersifat bakterisida dan disebut bakterisida primer karena langsung membunuh mikroba dengan jalan destruksi protein atau sel. Antibiotik bersifat bakterisid sekunder karena sifatnya mencampuri proses aktif mikroba yaitu dengan cara menghambat sintesis dinding sel atau mengganggu membran sitoplasma dan tidak langsung membunuh baakteri.

Berikut ini merupakan kurva pengaruh bakterisida-bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri

1 3

Log pertumbuhan

2 5

Keterangan : 1. Kurva pertumbuhan mikroba fase logaritmik 2. Kurva pertumbuhan mikroba pada keadaan istirahat 3. Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya zat bakteriostatik 4. Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya zat bakterisida primer (tipe desinfektan) 5. Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya zat bakterisida sekunder (tipe antibiotik) Sifat bakterisid dan bakteriostatik dapat ditentukan dengan menggunakan metode : 1. Turbidimetri 2. Menghitung jumlah koloni sel

III. Alat dan Bahan Alat Spektronic 21D Tabung reaksi Rak tabung reaksi Pipet mikro Pembakar spirtus Inkubator Bahan Suspensi Staphylococcus aureus Medium Nutrient Broth Larutan Tetrasiklin 1000g/mL Kapas berlemak

Oven Jarum Ose Vortex

IV. Cara Kerja 1. Alat, air suling dan medium Nutrient Broth disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada 115oC selama 20 menit. 2. Inokulum bakteri dibuat dalam air kaldu, diinkubasi pada 37C selama 18-24 jam. 3. Transmitan bakteri diukur dengan menggunakan alat Spektronic 21D pada 530 nm dan diatur T 25% dengan ditambahkan medium kaldu. 4. Medium Nutrient Broth disiapkan dalam 12 tabung (6 tabung untuk kontrol, 6 tabung untuk antibiotik uji) dengan volume tiap tabung sebanyak 9 mL 5. Pada masing-masing tabung ditambahkan 0,5 mL suspensi bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian semua tabung diinkubasi pada suhu 37C selama 30 menit. 6. Pada 6 tabung kontrol ditambahkan 0,5 mL medium Nutrient Broth, dan pada 6 tabung uji ditambahkan 0,5 mL larutan Tetrasiklin dengan konsentrasi 1000 g/mL. 7. Absorbansi tabung 1 kontrol dan tabung 1 uji diukur dengan menggunakan alat Spektronik 21D. 8. Pengukuran dilakukan lagi saat menit ke 20, 40, 60, 80, dan 100 pada tabung berikutnya (bukan tabung yang sudah diukur absorbansinya).

V.

Data Pengamatan Kelompok 6


Tabel Hubungan Absorbansi terhadap Waktu

Waktu (menit) 90 120 150 180 0.162 0.163 0.156 0.158

Akontrol 0.162 0.165 0.157 0.158 0.162 0.172 0.165 0.163

Rata -rata Akontrol Log Akontrol 0,162 0,167 0,159 0,160 -0,790 -0,778 -0,798 -0,797

Waktu (menit)

Auji

Rata -rata Auji

Log Auji

90 120 150 180 Keterangan

0.148 0.158 0.146 0.146

0.157 0.159 0.15 0.15

0.164 0.153 0.152

0,153 0,160 0,150 0,149

-0,817 -0,795 -0,825 -0,826

: Tidak ada pengamatan pada menit ke 30 dan 60 karena pada saat pengerjaan kelompok 6 salah posisi kuvet sehingga data tidak valid. Data t = 0 tidak ada.

Kurva Log Absorbansi terhadap waktu


-0.770 0 -0.780 Log Absorbansi -0.790 -0.800 -0.810 -0.820 -0.830 Waktu (menit) Kontrol Uji 50 100 150 200

Keterangan : Kurva biru Kurva merah = log pertumbuhan bakteri pada tabung kontrol = log pertumbuhan bakteri pada tabung uji

VI. Pembahasan Senyawa-senyawa antibakteri dapat digolongkan sebagai bakteriostatik atau bakterisid. Secara umum, obat-obat yang aktif pada dinding sel bakteri ialah obat yang digolongkan sebagai bakterisida dan obat-obat yang bekerja menghambat sintesis protein ialah obat yang tergolong sebagai bakteriostatik. Obat-obatan yang bekerja sebagai bakteriostatik akan menghambat pertumbuhan bakteri namun tidak

membunuhnya. Pemusnahan bakteri dari tubuh terjadi oleh proses pertahanan tubuh dari pasien itu sendiri. Sebaliknya, obat-obatan yang bekerja sebagai bakterisida akan merusak sel bakteri secara ireversibel. Senyawa bakterisida primer (misalnya polimiksin) tidak membunuh bakteri yang sedang berproliferasi sedangkan bakterisida sekunder (misalnya antibiotika -laktam) hanya berkhasiat terhadap bakteri yang

sedang berproliferasi. Bakterisid juga ada yang tergantung konsentrasi dan ada yang tergantung waktu. Yang tergantung konsentrasi kemampuan bakterisidalnya meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi, sedangkan yang tergantung waktu peningkatan konsentrasi tidak menyebabkan peningkatan aktivitas baktersidal yang mempengaruhi adalah waktu kontak antibiotik kepada mikroba. Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid. Penggunaan kedua antibiotik dengan cara kerja yang berbeda ini perlu dipertimbangkan untuk pemilihan antibiotik yang tepat. Pada kondisi tubuh yang sangat lemah dimana antibodi rendah diperlukan antibiotik bakterisida. Bakterisida dapat digunakan pada pengobatan infeksi akut atau kronis pada saat pertahanan tubuh sedang atau lemah. Hal yang harus diperhatikan pada penggunaan bakterisid ialah bila bakteri mati dan hancur, maka dapat terjadi pelepasan endotoksin atau antigen dari bakteri tersebut sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi atau anafilaktik. Antibiotik bakterisida digunakan dalam beberapa kondisi diantaranya : a. Pada bayi yang baru lahir terutama bayi prematur, pasien dengan pembentukan antibodi yang lemah, telah menderita infeksi kronis atau infeksi virus. b. Pada pasien yang telah diobati dengan sitostastika atau hormon kortikosteroid atau telah mengalami penyinaran. c. Pada pasien dengan endokarditis lenta. Penggunaan bakteriostatik hanya terbatas pada infeksi sedang dan ringan. Bakteriostatik hanya akan efektif bila dibantu dengan pertahanan tubuh. Bakteriostatik bekerja hanya menghambat pertumbuhan bakteri, untuk memusnahkan bakteri harus dibantu dengan antibodi. Antiseptik atau desinfektan umumnya bersifat bakterisida dan disebut bakterisida primer karena langsung membunuh mikroba dengan jalan destruksi protein atau sel. Antibiotik bersifat bakterisid sekunder karena sifatnya mencampuri proses aktif mikroba yaitu dengan cara menghambat sintesis dinding sel atau mengganggu membran sitoplasma dan tidak langsung membunuh baakteri.

Bactericidal Antibiotics Contentration-dependent Aminoglikosida Kuinon Basitrasin Time-dependent -laktam Isoniazid Metronodazol Polimiksin Pirazinamid Rifampisin Vankomisin

Bacteriostatic Antibiotics Kloramfenikol Klindamisin Etambutol Makrolida Novobiosin Sulfonamida Tetrasiklin Trimetoprim

Pada penentuan sifat bakteriostatik dan bakterisid yang dilakukan pada percobaan digunakan Tetrasiklin sebagai antibiotik yang diuji.

Tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas yang memiliki kerja bakteriostatik dengan menghambat sintesis protein, menghambat pengikatan aminoasil tRNA pada akseptor ribosom 30 S.

Senyawa ini bersifat bakteriostatik terhadap berbagai bakteri Gram positif dan Gram negatif, termasuk anaerob, Rickettsiae, Chlamydiae, Mycoplasma, serta aktif pula terhadap protozoa contohnya Amoeba. Tetrasiklin memasuki mikroorganisme sebagian melalui difusi pasif dan sebagian melalui suatu proses transpor aktif. Terdapat resistensi alam terhadat tetrasiklin yaitu Proteus, Providencia, Ps. Aeruginosa , dan Serratia marcescens. Resistensi karena adanya plasmid sehingga penetrasi tertrasiklin menurun, kecepatan penetrasi melalui pori menurun dari yang peka, dan secara difusi pasif melalui membran sitoplasma juga menurun. Untuk menentukan aktivitas bakteriostatik atau bakterisid dari suatu antibiotik dapat digunakan metode turbidimetri atau penghitungan jumlah koloni dari bakteri. Pada percobaan dilakukan penentuan dengan metode turbidimetri, bakteri dibiakkan dalam medium Nutrient Broth kemudian ke dalamnya ditambahkan sejumlah antibiotik yang akan ditentukan sifatnya. Bakteri yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.

.Pertumbuhan bakteri dalam medium berisi antibiotik diamati dengan mengukur absorbansi cairan (berisi bakteri, medium dan larutan antibiotik). Besarnya absorbansi menyatakan pertumbuhan bakteri pada medium. Makin besar absorbansi maka makin banyak pula bakteri yang terdapat dalam medium. Setelah ditambahkan antibiotik pada tabung berisi bakteri dalam medium kemudian diamati pertumbuhan dan hambatan pertumbuhan bakteri oleh adanya antibiotik. Hasil yang didapatkan berupa absorbansi kemudian diubah menjadi bentuk logaritmanya dan diplotkan terhadap waktu. Hasil tersebut akan berupa kurva, dan dari kurva tersebut dapat ditentukan sifat dari antibiotik uji.

Kurva Log Absorbansi terhadap waktu


-0.770 0 -0.780 Log Absorbansi -0.790 -0.800 -0.810 -0.820 -0.830 Waktu (menit) Kontrol Uji 50 100 150 200

Kurva hubungan Log Mikroba hidup dengan waktu (dari pustaka)

Kurva hasil plot dari percobaan dapat dilihat dari menit ke 90, hasil absorbansi pada menit ke 30 60 tidak ada karena terjadi kesalahan pengerjaaan, selain ituu juga data pada t = 0 tidak ada. Hasil kurva jika dibandingkan dengan kurva dari literatur terlihat bahwa tetrasiklin memberikan aktivitas bakterisidal karena setelah menit ke 120

jumlah mikroba hidup semakin menurun. Tetapi jika dilihat di kontrol yang tidak diberi antibiotik yang menggambarkan pertumbuhan normal bakteri juga menunjukkan angka yang menurun setelah menit ke 120, untuk itu tidak dapat disimpulkan sifat dari antibiotik yang diuji yaitu tetrasiklin. Jika tanpa dibandingkan dengan kontrol, kurva menggambarkan kerja bakterisidal, sedangkan jika dibandingkan dengan kontrol kesimpulan tidak dapat diambil karena konsentrasi awal pada menit ke 90 pun dari kontrol dan hasil sama-sama menunjukkan penurunan konsentrasi, selain itu juga tidak ada data t = 0 sehingga tidak bisa dibandingkan apakan dari awal konsentrasi mikroba sama pada kontrol dan uji (walaupun seharusnya sama). Hasil yang tidak bagus tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengerjaan prosedur yang tidak sesuai pada awal pengerjaan yaitu pada saat pengukuran absorbansi kuvet terbalik sehingga hasilnya juga tidak valid dan waktunya tidak dari t = 0 Namun berdasarkan referensi yang diperoleh, cara kerja tetrasiklin bergantung pada dosis yang digunakan. Tetrasiklin dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan dapat bersifat bakterisid pada konsentrasi yang lebih tinggi. Dengan metode turbidimetri dapat dilihat kekeruhan sel yang mengambarkan miroba yang hidup yaitu yang tidak lisis. Selain dengan metode turbidimetri dapat dilakukan juga dengan cara menghitung jumlah koloni pada cawan petri setelah waktuwaktu tertentu, lalu dengan membuat kurva antara log jumlah dengan waktu dapat ditentukan sifat bakteriostatik dan bakterisid.

VII.

Kesimpulan Mekanisme kerja tetrasiklin dari percobaan tidak dapat ditarik kesimpulan.

VIII. Daftar Pustaka Brunton, Laurence L., John S. Lazo, and Keith L. Parker. 2005. Goodman and Gilmans the Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition. USA: McGraw Hill. Mutschler, Ernst. 1986. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi edisi kelima. Bandung: Penerbit ITB.

You might also like