You are on page 1of 34

I.

IDENTITAS PENDERITA Nama Penderita Jenis kelamin Tempat & tanggal lahir Golongan Darah Umur Tanggal dirawat Tanggal diperiksa Ayah : Nama Umur Golongan Darah Pendidikan Pekerjaan Alamat Ibu : Nama Umur Golongan Darah Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. Triswanti : 31 tahun :O : S1 Ekonomi : Swasta : Komp. Taman Holis Indah Blok B5 No.47, Bandung : Tn. Eko : 35 tahun : AB : S1 Komputer : Polri : Komp. Taman Holis Indah Blok B5 No.47, Bandung : By. Ny. Triswanti : Laki-laki : Bandung, 20 Juni 2012 :B : 5 hari : 20 Juni 2012 : 25 Juni 2012

II. ANAMNESIS 2.1. Heteroanamnesis diberikan oleh : Ibu pasien dan perawat Tanggal : 25 Juni 2012 2.2. Keluhan Utama : Kuning dalam 24 jam pertama setelah kelahiran 2.3. Riwayat perjalanan penyakit : Bayi lahir spontan dari seorang ibu G 2P1A0 pada jam 03.30 WIB dengan letak kepala, tunggal, jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir 3600 gram dan panjang badan lahir 52 cm. Bayi memiliki anus dan tidak memiliki kecacatan. Ketika bayi lahir dilakukan penghisapan dari mulut dan hidung sampai bersih, bayi segera menangis. Nilai APGAR 1=9, 5=10, kemudian bayi diletakkan dalam inkubator. Tali pusat dirawat dan ditutup dengan menggunakan kain kassa betadine. Injeksi Neo-K dan tetes mata diberikan. Meconium (+), inisiasi menyusui dini (+). Dalam 24`jam setelah lahir, bayi tampak kuning pada bagian kepala dan leher (ikterik Kramer I), yang semakin lama semakin bertambah. Ikterik menyebar hingga ke seluruh tubuh termasuk kedua ekstremitas sampai telapak tangan dan kaki. Menurut ibu pasien, pasien masih terlihat aktif, menangis kuat, dan menyusu kuat. Keluhan kuning tidak disertai panas badan, kejang, batuk, pilek, muntah, serta penurunan kesadaran. BAK : warna kuning, jumlah dan frekuensi dalam batas normal BAB : warna kuning, frekuensi dan konsistensi dalam batas normal RPK : tidak ada anggota keluarga yang sakit kuning 2.4. Riwayat kehamilan dan persalinan Anak: ke-2. Lahir hidup: 2 Lahir mati: 0 Abortus: 0 Lahir: aterm, spontan Berat badan lahir: 3600 gr. Panjang badan lahir: 52 cm Riwayat kehamilan : Riwayat PNC teratur, ibu penderita menyangkal minum obat atau jamu secara teratur selama kehamilan, pernah ditransfusi darah selama kehamilan, menggunakan obat terlarang, pergi ke endemis hepatitis, kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya, serta menderita infeksi lainnya selama masa kehamilan. Riwayat persalinan : pasien lahir cukup bulan pada usia kandungan 40 minggu, lahir spontan, langsung menangis, air ketuban normal. Riwayat imunisasi : pasien belum mendapat imunisasi

2.5. Gigi geligi Belum ada 2.6. Susunan Keluarga No. 1. 2. 3. 4. Nama Umur L/P L P P L Jelaskan: Hubungan keluarga, sehat, sakit (apa) meninggal (umur, sebab) Ayah (sehat) Ibu (sehat) Kakak pasien (sehat) Pasien

Tn. Eko 35 thn Ny. Triswanti 31 thn An. Ellya F. 1,5 thn By. Ny. 5 hari Triswanti

2.7. Makanan Usia 0 sekarang : ASI/PASI 20-30 cc, setiap 3 jam 2.11. Penyakit keluarga Asma TBC Ginjal Lain-lain : + (ibu) :::Penyakit darah Penyakit keganasan Kencing manis :::-

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1. Keadaan Umum : compos mentis, menangis kuat, aktif, menyusu kuat, ikterik kramer IV, sianosis -, dismorfik -. 3.2. Tanda Vital Nadi Respirasi Suhu Tensi : 1210 x/mnt, regular, ekual, isi cukup : 64x/mnt, tipe abdominothorakal : (aksiler) 36 oC :-

3.3. Pengukuran Berat badan : 3620 gram

Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar perut : 33 cm : 32 cm : 35 cm

: 52 cm

Status perkembangan berdasarkan New Ballard Score Maturitas Neuromuscular : 25 Maturitas Fisik Total : 20 : 45

Perkiraan usia kandungan : 42 minggu Status pertumbuhan berdasarkan kurva Lubchenco

BB : 3600, perkiraan usia kehamilan 42 minggu AGA(Appropiate Gestational Age)

3.4. Pemeriksaan sistematik

3.4.1. Rambut Kulit 3.4.2. Kepala Mata Hidung Telinga Mulut 3.4.3. Leher KGB 3.4.4. Dada Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 3.4.5. Perut Inspeksi Palpasi 3.4.6. Genital

: hitam, distribusi merata :ikterik (+), lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai pergelangan tangan (Kramer IV) : simetris, kiri = kanan, fontanel 2x3 cm, kaput suksedaneum -, hematom sefal : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+, pupil bulat isokor 2mm, reflek cahaya +/+ : PCH (-), sekret (-) : sekret (-), kembali cepat : bibir dan mukosa mulut basah, langit-langit (+) normal : tidak teraba membesar; tortikolis (-) : B/P simetris kiri = kanan, retraksi (-) : pergerakan simetris kiri = kanan, tidak ada fraktur claviculae maupun costae, ictus cordis di ICS LMCS : tidak dilakukan : frekuensi denyut jantung 120 x/menit, bunyi jantung murni, regular, murmur (-), BBS +/+, Rh -/-, Wh -/: cembung : lembut, hepar teraba 1 cm BAC, 1 cm BPX, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata; lien tidak teraba

Testis sudah turun, rugae cukup jelas 3.4.7. Anus dan rectum Anus (+), tidak ada kelainan 3.4.8. Anggota gerak dan tulang Tidak ada kelainan, tonus otot baik, pergerakan motorik aktif, akral hangat, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis Refleks primitif: Refleks Moro: (+) Refleks sucking: (+) Refleks rooting: (+) Refleks plantar grasp: +/+ Refleks palmar grasp: +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium tanggal 21 Juni 2012 Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek : 15,34 mg/dl : 0,35 mg/dl :14,99 mg/dl

Hasil Laboratorium tanggal 23 Juni 2012 Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek : 16,09 mg/dl : 0,44 mg/dl :15,65 mg/dl

V. RESUME Seorang bayi laki-laki, lahir spontan dari seorang ibu G2P1A0, lahir aterm, berumur 5 hari, dengan BB 3620 gram, PB 52 cm, status pertumbuhan berdasarkan kurva Lubchenco baik, status perkembangan berdasarkan New Ballard Score sesuai dengan usia kehamilan 42 minggu. Keluhan kuning dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. Ketika bayi lahir dilakukan penghisapan dari mulut dan hidung sampai bersih, bayi segera menangis. Nilai APGAR 1=9, 5=10, kemudian bayi diletakkan dalam inkubator. Tali pusat dirawat dan ditutup dengan menggunakan kain kassa betadine. Injeksi Neo-K dan tetes mata diberikan. Meconium (+), inisiasi menyusui dini (+). Riwayat kehamilan : Riwayat PNC teratur, ibu penderita menyangkal minum obat atau jamu secara teratur selama kehamilan, pernah ditransfusi darah selama kehamilan, menggunakan obat terlarang, pergi ke endemis hepatitis, kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya, serta menderita infeksi lainnya selama masa kehamilan. Riwayat persalinan : pasien lahir cukup bulan, spontan Dalam 24 jam setelah lahir, bayi tampak kuning pada bagian kepala dan leher (ikterik Kramer I), yang semakin lama semakin bertambah. Ikterik menyebar hingga ke seluruh tubuh termasuk kedua ekstremitas sampai telapak tangan dan kaki. Menurut ibu pasien, pasien masih terlihat aktif, menangis kuat, dan menyusu kuat. Keluhan kuning tidak disertai panas badan, kejang, batuk, pilek, muntah, serta penurunan kesadaran. BAK : warna kuning, jumlah dan frekuensi dalam batas normal BAB : warna kuning, frekuensi dan konsistensi dalam batas normal RPK : tidak ada anggota keluarga yang sakit kuning Pemeriksaan fisik : Kulit Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Dada Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Perut Inspeksi Palpasi : ikterik (+), lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai pergelangan tangan (Kramer IV) : simetris, kiri = kanan, fontanel 2x3 cm, kaput suksedaneum -, hematom sefal : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+ : PCH (-), sekret (-) : sekret (-), kembali cepat : bibir dan mukosa mulut basah, langit-langit (+) normal : KGB idak teraba membesar; tortikolis (-) : B/P simetris kiri = kanan, retraksi (-) : tidak ada fraktur claviculae maupun costae, ictus cordis di ICS LMCS :: frekuensi denyut jantung 120 x/menit, bunyi jantung murni regular, murmur (-), BBS +/+, Rh -/-, Wh -/: cembung : lembut, hepar teraba 1 cm BAC, 1 cm BPX, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rata, lien tidak teraba

Genital Testis sudah turun, rugae cukup jelas Anus dan rectum Anus (+), tidak ada kelainan Anggota gerak dan tulang Tidak ada kelainan, tonus otot baik, pergerakan motorik aktif, akral hangat, CRT < 2 detik Pemeriksaan Neurologis Refleks primitif: Refleks Moro: (+) Refleks sucking: (+) Refleks rooting: (+) Refleks plantar grasp: +/+ Refleks palmar grasp: +/+ Pemeriksaan penunjang : Hasil Laboratorium tanggal 21 Juni 2012 Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek : 15,34 mg/dl : 0,35 mg/dl : 14,99 mg/dl : 16,09 mg/dl : 0,44 mg/dl :15,65 mg/dl

Hasil Laboratorium tanggal 23 Juni 2012

VI. DIAGNOSIS Diagnosis banding 1. Neonatus Aterm Neonatus Preterm Neonatus Posterm 2. AGA SGA LGA 3. Neonatal Bilirubinemia Patologis Neonatal Bilirubinemia Fisiologis Diagnosis kerja : Neonatus Aterm, AGA (sesuai masa kehamilan), Neonatal Bilirubinemia Patologis . VII. USUL PEMERIKSAAN Hematologi rutin

Kadar bilirubin serum secara berkala Golongan darah ibu dan bayi sistem ABO dan Rhesus SADT Coombs test Pemeriksaan skrining defisiensi enzim G6PD VIII. PENATALAKSANAAN Pertahankan suhu tubuh 36,5oC-37,5oC Fototerapi dengan blue lamps (420-450 nm pada jarak 30-40 cm) Berikan minum ASI dini dan sering Monitor kadar bilirubin total, direct dan indirect

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

X. PENCEGAHAN Edukasi kepada ibu pasien agar kelak tidak terjadi hal serupa bila memiliki anak lagi 1. Pemeriksaan kehamilan secara teratur 2. Menghindari obat-obatan yang dapat membuat bayi menjadi kuning pada masa kehamilan dan kelahiran (missal: sulfafurazol, novobiocin) 3. Ibu makan makanan yang bergizi 4. Teratur minum vitamin 5. Bila ibu sakit berobat ke dokter kandungan 6. Pencegahan infeksi dengan menjaga hygiene, pemberian vaksinasi Jika anak masih tampak kuning setelah pulang dari RS: jemur bayi di bawah matahari pagi selama setengah jam. Follow up : kontrolkan pasien ke dokter sesuai jadwal untuk mencegah morbiditas yang mungkin akan terjadi pada pasien

XI. FOLLOW UP HARIAN KU, PF compos mentis, menangis kuat, aktif, menyusu kuat, ikterik kramer I, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) 21 Juni 2012 HR : 124x/menit RR : 50x/menit S : 36,70C compos mentis, menangis kuat, Periksa lab bilirubin aktif, menyusu kuat, ikterik kramer IV, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) 22 Juni 2012 HR : 140x/menit RR : 60x/menit S : 36,10C compos mentis, menangis kuat, Hasil Lab 21 Juni : aktif, menyusu kuat, ikterik Bil total : 15,34 Bil direk : 0,35 Bil indirek : 14,99 kramer IV, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi 23 Juni 2012 HR : 110x/menit RR : 56x/menit S : 36,40C Pulpus 3x1 compos mentis, menangis kuat, Periksa lab bilirubin aktif, menyusu kuat, ikterik kramer V, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi 24 Juni 2012 HR : 108x/menit RR : 54x/menit S : 36,40C Pulpus 3x1 compos mentis, menangis kuat, Hasil Lab 23 Juni : aktif, menyusu kuat, ikterik Bil total : 16,09 Bil direk : 0,44 Bil indirek : 15,65 kramer V, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi Pulpus 3x1 Lab

20 Juni 2012 HR : 120x/menit RR : 60x/menit S : 36,80C

25 Juni 2012 HR : 120x/menit RR : 64x/menit S : 360C

compos mentis, menangis kuat, aktif, menyusu kuat, ikterik kramer IV, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi Pulpus 3x1 compos mentis, menangis kuat, Periksa lab bilirubin aktif, menyusu kuat, ikterik kramer III-IV, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi Pulpus 3x1 compos mentis, menangis kuat, Hasil Lab 26 Juni : aktif, menyusu kuat, ikterik Bil total : 13,70 Bil direk : 0,50 Bil indirek : 13,20 kramer III, sianosis -, pucat BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi Pulpus 3x1 compos mentis, menangis kuat, Periksa lab bilirubin aktif, kramer ikterik BAB (+) BAK (+) Th/ : Fototerapi Pulpus 3x1 Pasien diizinkan rawat jalan IKTERUS NEONATORUM menyusu III, terutama kuat, terlihat ikterik Hasil Lab 28 Juni : pada Bil direk : 0,45 Bil indirek : 10,20 ikterik berkurang, Bil total : 10,65

26 Juni 2012 HR : 118x/menit RR : 60x/menit S : 36,20C

27 Juni 2012 HR : 144x/menit RR : 48x/menit S : 36,20C

28 Juni 2012 HR : 140x/menit RR : 40x/menit S : 360C

punggung, sianosis -, pucat

Definisi

Ikterus neonatorum adalah keadaan diskolorisasi kulit, mukosa, dan sklera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum (>2 mg/dl). Ikterus secara klinis akan tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl. Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern icterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Klasifikasi 1. Ikterus Fisiologis Kriteria diagnosis: a. Pada bayi cukup bulan umumnya ikterus tampak pada hari ke-2 atau hari ke-3 kehidupan akibat peningkatan bilirubin indirek, kecepatan akumulasi bilirubin <5 mg/dl/24 jam dengan kadar puncak bilirubin sekitar 10-12 mg/dl dan ikteus mulai menghilang pada hari ke-5 atau hari ke-6 kehidupan. b. Pada bayi prematur umumnya ikterus tampak pada hari ke-3 atau hari ke-4 kehidupan, yang juga disebabkan karena peningkatan bilirubin indirek, kecepatan akumulasi bilirubin <5mg/dl/24 jam dengan kadar puncak bilirubin sekitar 15 mg/dl dan ikterus mulai menghilang pada hari ke-7 atau hari ke-9 kehidupan. Etiologi: a. Peningkatan produksi bilirubin Disebabkan karena neonatus cenderung memiliki jumlah eritrosit yang lebih banyak dengan masa hidup yang lebih singkat sehingga peningkatan degradasi eritrosir di RES. b.Kapasitas metabolisme hati terhadap bilirubin yang masih rendah dan belum sempurna. Disebabkan karena masih rendahnya kadar ligandin protein pengikat yang berperan dalam uptake bilirubin oleh hepatosit, dan juga masih rendahnya aktivitas enzim glukoronil transferase, enzim yang berperan dalam proses konjugasi. c. Peningkatan sirkulasi enterohepatik Disebabkan karena berkurangnya pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan neonatus sehingga motilitas usus akan menurun, akibatnya terjadi peningkatan

reabsorbsi bilirubin yang sebelumnya telah diekskresikan ke dalam usus. Peningkatan ini juga dikarenakan masih rendahnya jumlah mikroba usus pada neonatus, dimana mikroba usus dapat merubah bilirubin mrnjadi bentuk yang tidak dapat direabsorpsi lagi. 2. Ikterus patologis Secara umum kriteria untuk menentukan ikterus patologis yaitu, ikterus yang tampak pada 24 jam pertama kehidupan bayi, kecepatan akumulasi bilirubin >5 mg/dl/24 jam dengan kadar bilirubin serum total mencapai lebih dari 17 mg/dl dan ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan dan atau disertai kadar bilirubin indirek >2 mg/dl. Ikterus patologis dapat disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk. Etiologi peningkatan bilirubin indirek: 1. Hemolitik a. Intrinsik: Kelainan morfologi eritrosit, kelainan enzimatik eritrosit (defisiensi G6PD), kelainan sintesis hemoglobin (thalasemia alfa dan beta). b. Ekstrinsik: Sistem ABO, Rhesus, golongan darah lainnya. 2.Non hemolitik: Hipotiroid, sepsis, asfiksia, polisitemia, sefalohematom, DIC, obstuksi intestinal, inborn errors of metabolism. Etiologi peningkatan bilirubin direk: 1. Hepatik a. Infeksi: sepsis, hepatitis virus, TORCH b. Metabolik: galaktosemia, def 1-antitripsin, kistik fibrotik c. Obat-obatan hepatotoksik (parasetamol, halotan, antibiotika) 2. Post hepatik (kolestasis): atresia biliaris, stenosis biliaris, kista kholedokus. Ikterus karena Inkompatibilitas Darah Inkompatibilitas ABO Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh antibodi anti A dan anti B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi dengan antigen A atau B pada permukaan sel darah merah. Pada mereka yang memiliki darah tipe A atau B secara alami terdapat anti B atau A dalam bentuk molekul IgM sehingga tidak dapat melewati plasenta. Sebaliknya, pada mereka yang bergolongan darah O, antibodi terutama terdiri dari molekul IgG. Dengan alasan ini, maka inkompatibilitas ABO

biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan fetus bergolongan A atau B. Adanya IgG anti A atau anti B pada ibu tipe O dapat menjelaskan hemolisis yang disebabkan inkompatibilitas ABO sering terjadi pada kehamilan pertama tanpa diperlukan sensitasi terlebih dahulu. Inkompatibilitas ABO jauh lebih ringan daripada inkompatibiltas rhesus, gejala hiperbilirubinemia tidak berat. Bila memerlukan transfusi tukar, darah yang digunakan adalah golongan darah O yang Rh negatif dan kalau mungkin dalam plasma golongan AB. Inkompatibiltas Rhesus Terdapat 5 antigen Rhesus yaitu RhD, RhC, Rhc, RhE, dan Rhe. Yang paling sering menyebabkan inkompatibilitas adalah RhD dan RhC. Kelima antibodi tersebut terdapat pada 2 alel, yaitu gen RHCE yang mengkode C, c, E, dan e, sedangkan RHD hanya mengkode D. Fenotip Rh (-) disebabkan adanya delesi dari RhD-RhD pada kedua kromosom. Pada sebagian besar kasus, fenotip Rh(-) juga diasosiasikan dengan Rhc dan Rhe. Fenotip Rh(+) bisa terjadi pada homozigot dari DD dan heterozigot Dd. Jumlah darah fetus yang diperlukan untuk menyebabkan inkompatibilitas rhesus bervariasi. Kadang-kadang 1 ml darah dapat membuat sukarelawan dengan darah rhesus negatif menjadi tersensitisasi. Studi lain menunjukkan bahwa 30% dari individu dengan rhesus negatif tidak terjadi inkompatibilitas rhesus walaupun diberikan jumlah darah rhesus positif yang cukup banyak. Setelah tersensitisasi diperlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk antibodi rhesus yang dibentuk ibu masuk dalam sirkulasi fetus. Pada 90% kasus, sensitisasi ini terjadi selama persalinan. Oleh karena itu, anak pertama dengan rhesus positif dari ibu rhesus negatif tidak terpengaruh oleh karena paparan yang sangat singkat dari paparan ke persalinan sehingga tidak cukup untuk membentuk IgG ibu yang bermakna. Risiko dan parahnya respon sensitisasi meningkat sesuai dengan kehamilan berikutnya bila bayi rhesus positif. Pada wanita yang berisiko terhadap inkompatibiltas rhesus, kehamilan kedua dengan janin rhesus positif, sering menyebabkan bayi anemia ringan, namun kehamilan berikutnya (ketiga, dst) dapat menyebabkan janin meninggal dalam kandungan akibat anemia hemolitik. Risiko terjadi sensitisasi tergantung dari ketiga faktor berikut : volume perdarahan transplasental, cakupan respons imun hormonal, inkompatibilitas ABO yang terjadi bersamaan. Kejadian inkompatibilitas Rh pada ibu Rh negatif dan dengan inkomoatibilitas ABO menurun secara bermakna menjadi 1-2% dan tetap terjadi karena serum ibu mengandung antibodi terhadap golongan darah ABO janin. Beberapa sel darah merah

janin yang bercampur dengan sirkulasi ibu dihancurkan sebelum sensitisasi Rh terjadi. Untungnya, inkompatibilitas ABO biasanya tidak menyebabkan gejala sisa yang serius. Diagnosis dapat dilakukan secara antenatal dengan cara melihat optical density (OD) dari cairan amnion. Peningkatan titer IgG anti D ibu dapat menandakan ibu telah tersensitisasi, tetapi tidak dapat memperkirakan beratnya gejala yang akan timbul yang lebih baik memeriksa secara spektrofotometri jumlah pigmen bilirubin dalam cairan amnion. Bila OD cairan amnion berada di zona 3 maka bayi memiliki resiko yang besar untuk meninggal/terjadi hidrops fetalis yang berat. Bila berada di zona 2 menandakan adanya hemolisis yang ringan atau sedang. Zona 1 menentukan bahwa bayi tidak tersensitisasi atau hanya berupa hemolisis yang sangat ringan. Hidrops fetalis dapat didiagnosis secara dini dengan menggunakan alat USG dengan resolusi tinggi. Terapi utnuk inkom,patibilitas rhesus tergantung pada berat ringannya gejala yang terjadi. Pada gejala berat, dapat dilakukan transfusi intrauterine. Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI (Breast-feeding jaundice dan breast milk jaundice) Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI dan tampak pada hari ke-2 hingga hari ke-4 disebut sebagai Breast-feeding jaundice dan ikterus yang muncul kemudian (setelah hari ke-5 atau hari ke-7 disebut breast milk jaundice). Pada breast milk jaundice peningkatan kadar bilirubin indirek serum yang signifikan terjadi pada sekitar 2% bayi yang diberi ASI setelah hari ke-7 kehidupan, dengan kadar serum puncak mencapai 10-30 mg/dl. Jika pemberian ASI dilanjutkan, kadar bilirubin serum akan secara bertahap turun tetapi dapat menetap selama 3-10 minggu. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat hingga nilai normal dalam beberapa hari. Etiologi dari breast milk jaundice diduga karena adanya glukuronidase pada ASI dan pada beberapa wanita, ASI nya mengandung metabolit progesterone yang disebut 3--20- pregnandiol, yang dapat menghambat kerja enzim UDPGT sehingga proses konjugasi bilirubin terhambat. Pada Breast-feeding jaundice biasanya terjadi pada minggu pertama kehidupan dimana peningkatan kadar bilirubin serum indirek terjadi pada 13% bayi yang disusui oleh ibunya. Peningkatan kadar bilirubin serum tersebut disebabkan karena berkurang asupan ASI pada awal-awal kehidupan sehingga terjadi penurunan asupan kalori. Dengan berkurangnya asupan kalori akan terjadi stimulus peningkatan sirkulasi enterohepatik. Selain itu akibat asupan ASI yang kurang maka motilitas usus juga

berkurang sehingga ekskresi bilirubin melalui saluran cerna berkurang dan terjadi peningkatan reabsorpsi bilirubin masuk dalam sirkulasi enterohepatik. Metabolisme Bilirubin

Keterangan : Perbedaan utama metabolisme ini adalah pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut : 1. Produksi Sebagian besar bilirubin terbentuk akibat degradasi hemoglobin pada system retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang berumur lebih tua. 1 gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek adalah bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den bergh) yang bersifat tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.

2. Transportasi Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membrane sel kedalam sel hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama dengan ligandin (-protein Y, glutation S- transferase ) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk dalam hepatosit dikonjugasi dan dieksresi kedalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat peningkatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3. Konjugasi Didalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun sebagian kecil ada dalam bentuk bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah

monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama ifosfatglukoronide transferase (UDPG-T) yang mengkatalisa pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan eksresi diglukoronide terjadi di membrane kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hydrogen seperti bilirubin natural IX dapat dieksresi langsung kedalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4. Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus entero hepatic. Pada neonatus karena aktifitas enzim B gulkoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan terabsorbsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada minggu ke 36 37. Pada inkompabilitas darah RH kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menentukan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama banyaknya tetapi kemampuan hepar untuk mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan dieksresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisioliogis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin disertai ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matangatau terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis, bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya sangat rendah sehingga kada bilirubin indirek yang bebas dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Ini menjadi dasar pemberian albumin atau plasma untukmencegah kern icterus. Bila kadar bilirubinin direk mencapai 20mg% pada umumnya kapasitas maximal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. Faktor Predisposisi Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat bilirubin : Asidosis Asfiksia Hipoalbuminemia Infeksi Prematuritas

Hipoglikemi

Obat yang menghambat daya kerja glukoronil transferase : novobiosin Patofisiologi 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal tetapi supply bilirubin tak terkonjugasi akan lebih besar dibandingkan kemampuan hati, sehingga kadar bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat. Bilirubin tak terkonjugasi ini tidak larut dalam air dan tidak dieksresikan ke urin., tetapi terdapat peningkatan pembentukan urobilinogen yang dieksresikan ke urine akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan mengakibatkan peningkatan eksresi sterkobilin ke feses.Pembentukan bilirubin yang berlebihan misalnya pada keadaab penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi selo darah merah. Ikterus yang terjadi sering disebut sebagai ikterus hemolitik. 2. Defek pengambilan bilirubin Gangguan pengambilan bilirubin akibat berkurangnya ligandin, pengikatan aseptor y dan z protein oelh anion lain atau pada keadaan asupan kalori yang menurun pada 24 jam sampai 72 jam kehidupan pertama 3. Defek konjugasi bilirubin Gangguan konjugasi dalam sel hati terjadi akibat berkurangnya aktivitas enzim glukoronil transferase, dapat bersifat : Total Jika defisiensi terjadi secara total dapat menyebabkan empedu tidak berwarna dan konjugasi bilirubin tidak dapat berlangsung. Kadar bilirubin serum dapat melebihi 20mg/100ml, sehingga terjadi kern icterus yang menyebabkan kematian. Parsial Ikterus sering tidak tampak sampai usia remaja dan prognosa biasanya baik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat sementara biasanya timbul pada hari kedua sampai kelima kehidupan, yang diduga akibat imaturitas enzim. Pengobatan dengan fenobarbital dapat meningkatkan

aktivitas enzim glukoronil transferase sehingga dapat menghilangkan gejala ikterus. 4. Eksresi bilirubin menurun Gangguan eksresi bilirubin dapat disebabkan factor fungsional atau obstruktif. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi yang larut dalam air dan dapat dieksresikan ke urin, sehingga timbul bilirubinuria. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat dosertai kegagalan eksresi hati lainnya seperti garam empedu. Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatal (dalam sel hati kanalikuli atau kolangiol) atau ekstrahepatal (mengenai saluran empedu diluar hati). Pada keadaan ini terjadi perubahan warna kulit dan mukosa yaitu kuning jingga sampai kuning hijau pada kasus obstruksi total saluran empedu. 5. Campuran Peningkatan kadar bilirubin terjadi karena produksi yang berlebihan dan sekresi yang menurun. Keadaan ini ditemukan misalnya pada keadaan : sepsis, infeksi intra uterin, asfiksia, dll. Manifestasi Klinis Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya 6mg/dl atau 100 mikromol/L (1 mg/dl = 17,1 mikromol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kekuningan pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat tempat yang tulangnya menonjol seperti pada tulang hidung, dada, lutut, dll. Tempat yang ditekan akan tampak kuning atau pucat Perkiraan kadar bilirubin pada tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,muntah-muntah) Pucat

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. Trauma lahir Bruising, sefal hematom (perdarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, letargik dan gejala sepsis lainnya Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) Omfalitis (peradangan umbilikus) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) Feses dempul disertai urin warna coklat

Efek Hiperbilirubinemia Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.

Klinis : Ikterometer Kramer atau dengan bilirubinometer Derajat ikterus I II III Perkiraan Daerah ikterus Kepala dan leher Dada sampai umbilikus Umbilikus sampai lutut Lutut sampai pergelangan IV kaki, bahu sampai pergelangan tangan Kaki dan tangan, termasuk telapak kaki dan tangan 14,62 mg/dl kadar bilirubin 5,85 mg/dl 8,77 mg/dl 11,7 mg/dl

>15 mg/dl

PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar bilirubin serum berkala SADT, hitung jenis dan morfologi dan hitung jumlah retikulosit bertujuan untuk mendeteksi apakah ikterus berasal dari anemia hemolitik. Golongan darah ibu dan bayi: Inkompabilitas ABO dan Rhesus dapat didiagnosis dengan membandingkan golongan darah bayi dan ibu. Coomb Test (Tes antibodi direk): Dapat positif pada bayi dengan gangguan isoimunisasi. Tes ini tidak berhubungan dengan beratnya ikterus.

Pemeriksaan penyaring G-6-PD. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.

Penatalaksanaan Menetapkan penyebab ikterus tidak mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk memperkirakan penyebabnya. Pendekatan ini dikemukakan oleh Harper dan Yoon, yaitu : A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut : 1. Inkompabilitas darah RH, ABO, atau golongan lain 2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues, kadang2 bakteri). 3. Kadang kadang defisiensi G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah : Kadar bilirubin serum berkala Darah tepi lengkap Golongan darah ibu dan bayi Uji coombs Pemeriksaan penyaring defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsy hepar bila perlu B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir 1. Biasanya ikterus fisiologis 2. Masih ada kemungkinan inkompabilitas darah ABO atau RH atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5mg%/24 jam 3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin 4. Polisitemia 5. Hemolisis 6. Hipoksia 7. Sferositosis, eliptositosis, dll perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahanhepar subkapsuler, dll).

8. Dehidrasi asidosis 9. Dehidrasi enzim eritrosit Pemeriksaan yang perlu dilakukan : Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan jadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya. C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama 1. Biasanya karena infeksi (sepsis) 2. Dehidrasi asidosis 3. Defisiensi enzim G6PD 4. Pengaruh obat 5. Sindrom Criggler-Najjar 6. Sindrom Gilbert D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya 1. Biasanya karena obstruksi 2. Hipotiroidisme 3. Breast milk jaundice 4. Infeksi 5. Neonatal hepatitis 6. Galaktosemia Pemeriksaan yang perlu dilakukan : Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) secara berkala Pemeriksaan darah tepi Pemeriksaan penyaring enzim G6PD Biakan darah, biopsi hepar bila ada infeksi Pemeriksaan penyebab Ikterus yang kemungkinan besar berkembang menjadi patologis ialah : 1. Ikterus yang terjadi 24 jam pertama 2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12, 5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10mg% pada neonatus kurang bulan. lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan

3. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg%/hari 4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama 5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui 6. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%

Terapi 1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital. Obat ini bekerja lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai 2. Menambahkan bahan yang kurang dalam metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan

untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan walaupun tidak terdapat hipobilirubinemia. Tetapi perlu diingat adanya zat zat yang merupakan competitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat obat lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya Karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1g/kg BB, sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar. 3. Mengurangi sirkulasi enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini 4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Terapi sinar dilakukan pada penderita : Setiap saat apabila bilirubin indirek lebih dari 10 mg% Pra transfusi tukar Pasca transfusi tukar Terdapat ikterus pada hari pertama yang disertai dengan proses hemolisis Melihat indikasi di atas, jelas bahwa terapi sinar dilakukan untuk mengobati dan mencegah hiperbilirubinemia agar tidak mencapai tingkat yang mengharuskan dilakukannya transfusi tukar. Hal ini dikarenakan transfusi tukar beresiko kern ikterus. Sebaiknya dihindarkan penggunaan terapi sinar pada penderita ikterus hemolisis yang jelas memerlukan transfusi tukar. Pada keadaan tertentu seperti adanya asidosis, hipoksia, prematuritas, hipoalbuminemia dan lain lain, terkadang diperlukan pertimbangan secara individual untuk menentukan dimulai atau dihentikannya tindakan terapi sinar untuk mencegah ataupun dimulainya tindakan yang lebih efektif pada penderita tersebut. Terapi sinar tidak mempunyai manfaat banyak pada penderita dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna, bayi yang tidak mendapatkan makanan secara adekuat. Hal ini dikarenakan penurunan peristaltik usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi

enterohepatik bilirubin, sehingga secara klinis seolah olah terapi sinar tidak bekerja efektif. Menurut penelitian, terapi sinar tidak memperlihatkan hal yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi. Baik komplikasi segera ataupun efek lanjut yang terlihat selama ini bersifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar. Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain : Peningkatan insensible water loss pada bayi Hal ini terutama akan terlihat pada bayi kurang bulan. Oh dkk. (1972) melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2 -3 kali lebih besar dari keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu diperhatikan dengan sebaik baiknya. Frekuensi defekasi yang meningkat Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukakan karena meningkatnya peristaltik usus ( Windorfer dkk., 1975 ). Bakken ( 1976 ) mengemukakan bahwa diare terjadi karena efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim laktase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum dapat dibuktikan secara pasti karena masih sering dipertentangkan ( Chung dkk., 1976 ). Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut flea bite rash di daerah muka, badan, dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome ( Kopelman dkk., 1972 ). Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi. Gangguan retina Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan ( Noell dkk.,1966 ). Penelitian Dobson dkk., ( 1975 ) tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi pada retina demikian pula fungsi mata pada umumnya. Walaupun demikian penyelidikan selanjutnya masih terus dilakukan.

Gangguan pertumbuhan Pada percobaan binatang ditemukan gangguan pertumbuhan ( Ballowics dkk., 1970 ). Lucy dkk., ( 1972 ) dan Drew dkk. (1976) secara klinis tidak dapat menemukan gangguan tumbuh kembang bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat selama waktu yang diperlukan.

Kenaikan suhu Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan kenaikan suhu. Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan.

Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang kadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan menghilang dengan sendirinya.

Beberapa kelainan lain yang sampai sekarang belum diketahui secara pasti ialah kelainan gonad, terjadinya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain

5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar Indikasi transfusi tukar dini : Hidrops fetalis Adanya riwayat penyakit yang berat Adanya riwayat sensitisasi

Tujuan transfusi tukar : Mengoreksi anemia Menghentikan hemolisis Mencegah peningkatan bilirubin

Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfusi tukar dini adalah : Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4,5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar

Kadar hemoglobin antara 10 13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0,5 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan seperti yang sedang berlangsung Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain ( misal : terapi sinar )

Tindakan transfusi tukar lanjut dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah menjadi toksik. Pengulangan transfusi tukar dapat terjadi apabila : Setelah transfusi tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin masih juga menunjukkan kecepatan kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap.

Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar bilirubin setelah transfusi tukar pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan transfusi tukar ulangan dalam 8 12 jam berikutnya. Sesudah transfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1500 g dan tanda tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

Pencegahan Ikterus dapat dicegah dan dihentikan dengan: 1. Pengawasan antenatal yang baik 2. Menghindari obat yang dapat menyebabkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnyas sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dll 3. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus 4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus 5. Iluminasi bangsal yang baik pada bayi yang baru lahir 6. Pemberian makanan yang dini 7. Pencegahan infeksi.

Komplikasi Komplikasi utama dari hiperbilirubinemia indirek adalah kern ikterus (ensefalopati bilirubin), merupakan kumpulan gejala neurologis yang disebabkan deposisi bilirubin indirek pada ganglia basalis dan nukleus batang otak. Stadium 1 : Reflex moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry, kejang Stadium 2 : Opistotonus, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung deviasi ke atas Stadium 3 : Spastisitas menurun, apda usia 1 minggu Stadium 4 : Gejala sisa lanjut, spastisitas, atetosis, tuli parsial / komplit, retardasi mental, paralysis bola mata ke atas, displasia dental. Prognosis Ikterus neonatorum mempunyai prognosis buruk bila terjadi kern icterus. TERAPI SINAR Mekanisme kerja Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. Terapi sinar konvensional Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru, walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan.

Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum Usia Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 dan seterusnya
a

Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risikoa mg/dL mol/l mg/dL mol/l Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb 15 260 13 220 18 310 16 270 20 340 17 290

faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan

dan sepsis.
b

kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan (gr) < 1000 1000 1500 1500 2000 2000 2500 Komplikasi Terapi Sinar Kelainan Bronze baby syndrome Diare Hemolisis Dehidrasi Ruam kulit Kadar Bilirubin (mg/dL) Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama 79 10 12 13 15 Mekanisme yang mungkin terjadi Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin Bilirubin indirek menghambat laktase Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%) karena menyerap energi foton Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin TRANFUSI TUKAR Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel,

1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia. Indikasi transfusi tukar : o Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg% o Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam. o Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung. o Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif. Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum
Usia Bayi Cukup Bulan Sehat mg/dL 15 25 30 30 Dengan Faktor Risiko mg/dL 13 15 20 20

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 dst

Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah


Berat Badan (gram) < 1000 1000 1500 1500 2000 2000 2500 Keterangan: a. b. c. Kadar Bilirubin (mg/dL) 10 12 12 15 15 18 18 20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 11 gr/dL Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 13 gr/dL

d.

Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar nekrotikan Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis

Perawatan pasca tranfusi tukar Lanjutkan dengan terapi sinar Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

You might also like