You are on page 1of 5

TUGAS HUKUM KESEHATAN

PENDAHULUAN Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah merupakan masalah besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita, angka kematian ibu 325 / 100.000 kelahiran hidup (SDKI, tahun 2006). Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik. Bidan adalah salah satu tenaga profesi yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan ataupun memberikan pelayanan kesehatan baik kepada individu, kelompok, maupun masyarakat, khususnya kaum ibu dan bayi. Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan, dan pemberdayaan masyarakat bersama sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapanpun dan di manapun berada. Untuk menjamin kualitas tersebut dibutuhkan standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan kebidanan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, bidan berpedoman pada Kep. MenKes No. 900 / tahun 2002 dan standar pelayanan profesi bidan yang diatur dalam Kep. MenKes No. 369 / SK / III / tahun 2007.

KASUS I Pada tanggal 02 03 2008, Pengurus IBI Ranting Tanah Abang melakukan supervisi pada salah satu bidan praktek swasta, sebut dengan Bidan Y yang beralamat di jalan pertamburan IV RT 05 RW 04 Kel. Pertamburan, Kec. Tanah Abang, berkaitan dengan kualifikasi Bidan Delima. Pengurus IBI Ranting Tanah Abang ( termasuk saya, Siti Maskanah) melihat seorang pasien dalam keadaan impartu, tiduran dengan posisi setengah duduk (semi fowler) tangan kirinya pasien terpasang infus. Kami Bidan Pengurus IBI Ranting Tanah Abang bertanya kepada bidan yang merawatnya pada pukul 11.00 WIB. Pertanyaannya adalah : 1. Pasien impartu ini anak ke berapa? Dia menjawab anak ke-3 (G3P2A0) 2. Pasien ini sudah pembukaan berapa? Dia menjawab pembukaan 5 cm 3. Kenapa pasien impartu ini diberi infuse? Dia menjawab sudah KPD 4. Dari pukul berapa pecah ketuban? Dia menjawab dari pukul 06.00 WIB 5. Mana lembar partograpnya? Dia menjawab belum dibuat

Pembahasan : 1. Pasien ini adalah G3P2A0 impartu dengan pembukaan 5 cm dan belum dimasukkan ke partograp (salah). Yang benar pasien impartu kala I dengan pembukaan 5 cm harus sudah dimasukkan dalam partograp karena sesuai SOP, pasien impartu mulai pembukaan 4 cm sudah dimasukkan dalam lembar partograp untuk menilai kemajuan persalinan sedangkan dalam kasus ini belum ada partograpnya, berarti dia melanggar hukum malpraktek disiplin terkait dengan tidak adanya lembar partograp yang berarti tidak sesuai dengan SOP Bidan. Pencegahannya adalah pada pertemuan bidan me-review kembali ilmu yang berkaitan dengan partograp. 2. Pasien pada kasus ini dipasang infus dengan alasan KPD (salah), karena dikatakan KPD apabila ketuban pecah > 24. Pasien dipasang infus harus jelas indikasinya misal pendarahan, pasien shock yang ditandai dengan nadi cepat, keluar keringat dingin dan lain lain. Untuk kasus KPD tidak perlu ada infus terkecuali bila sudah terjadi febris (suhu > 38 derajat). Terapi yang benar adalah diberi antibiotik misalnya amoxilin. Pada kasus ini dikatakan malpraktek terkait dengan malpraktek perdata : ada kerugian, karena seharusnya pasien belum perlu diberikan cairan intravena (infus) yang akan menambah biaya persalinan.

Pencegahannya adalah pada saat pertemuan bidan bidan sekecamatan Tanah Abang ada semacam penyuluhan dan me-review kembali SOP dan standar profesi bidan.

KASUS II Saya bekerja di RB Puskesmas Kec. Tanah Abang sebagai koordinator RB tersebut. RB Puskesmas Kec. Tanah Abang memberi pelayanan kesehatan dasar yang meliputi : 1. 2. 3. 4. Pertolongan persalinan normal Pelayanan rawat inap untuk ibu post partum Pelayanan pemeriksaan kehamilan setiap hari selasa dan kamis Pelayanan kontrol nifas 7 hari

Pada hari kamis, tanggal 10 07 2008, ada seorang pasien katakanlah bernama H, umur 33 tahun, pendidikan SMP dan suaminya Tn. O, umur 26 tahun, pendidikan SMP dengan alamat, Jalan Tanah Rendah RT 05/03 Kel. Melati ini memiliki keluhan batuk dan kram pada tangan. BB : 64 kg, TD : 150/100 mmHg, nadi : 88x / menit, RR : 22x / menit, FUT : 35 cm, persentasi kepala belum masuk PAP djj + 132 x / menit, diagnosis dibuat G1P0A0 hamil 39 minggu, Therapi : SF 1x1 dan vitamin C 2x1.

Pembahasan : 1. Therapi salah, karena tidak sesuai dengan SOP yang dibuat RB. Yang benar (seharusnya) adalah pasien dengan TD 150/100 mmHg dikonsulkan ke dokter. Therapi yang diberikan atas petunjuk dokter atau advis dokter, karena TD 150/100 mmHg adalah termasuk patologis. Jenis malpraktek adalah : a. Malpraktek disiplin alasan tidak sesuai dengan SOP yang dibuat RB b. Malpraktek perdata : kerugian tejadi apabila terjadi hal hal yang lebih berat akan menyebabkan biaya perawatan akan menjadi mahal akibat kelalaian (13366 KUHP). Pencegahannya adalah pada pertemuan bidan bidan di RB yang setiap bulan 1x dibicarakan kembali masalah SOP yang telah dibuat.

You might also like