Professional Documents
Culture Documents
DIAGNOSIS MALARIA
1. MIKROSKOPIS 2. QBC 3. IMUNODIAGNOSIS : - DEEP STICK - IFAT 4. DNA-BASED : -SEMI NESTED PCR -HIBRIDISASI
1. BTK CINCIN KECIL, SITOPLASMA HALUS 2. SPT CINCIN / SPT BURUNG TERBANG di PINGGIR 3. ERITROSIT (BTK ACCOLE) 4. INTI WARNA MERAH 1 / 2 bh INTI PD SATU CINCIN
1. SITOPLASMA MULAI MENEBAL / LEBIH PADAT, / BENTUK AMUBOID LEBIH TERATUR 2. INTI, BELUM MEMBELAH KADANG SUDAH JADI 2 BH 3. PIGMEN MALARIA KADANG MULAI TAMPAK 4. DLM ERITROSIT ADA TITIK-TITIK MAURER 5. JARANG DITEMUKAN PD SEDIAAN DARAH TEBAL
1. 2. 3. 4. 5.
MENGISI KIRA-KIRA SEPARUH ERITROSIT BENTUK AGAK MEMBULAT INTI MULAI MEMBELAH PIGMEN MAL MULAI TAMPAK DI ANTARA INTI TITIK MAURER DLM ERITROSIT HILANG
1. 2. 3. 4.
SITOPLASMA TIDAK MENGISI SLRH ERIT INTI SUDAH MEMBELAH JADI 15-30 BH MEROZOIT SUDAH TAMPAK PIGMEN MALARIA , MENGGUMPAL DI TENGAH MEROZOIT
1. 2. 3. 4.
BTK GINJAL/PISANG GEMUK PLASMA MERAH MUDA INTI BESAR TERSEBAR, PUCAT PIGMEN MAL TERSEBAR DI ANTARA INTI
1. 2. 3. 4.
BENTUK LANGSING SPT PISANG AMBON PLASMA WARNA BIRU INTI PADAT KOMPAK, LETAK DI TENGAH PIGMEN MAL TERSEBAR DI SEKITAR INTI
Pengobatan Malaria
IKUTIPETUNJUK DOKTER
1. 2. 3. 4. 5.
BTK CINCIN, INTI MERAH SITOPLASMA BIRU, DI DLM ADA VAKUOLA PLASMA DIHADAPAN INTI MENEBAL PRST LETAK SENTRAL DLM ERITROSIT BIASANYA HANYA 1 PRST DLM 1 ERITROSIT
1. BENTUK AMUBOID 2. SITOPLASMA TAMPAK TIDAK TERATUR 3. CIRI KHAS, TAMPAK TITIK-TITIK SCHUFFNER
1. 2. 3. 4. 5.
BENTUK BULAT, MENGISI HAMPIR SEPAROH ERITROSIT PLASMA PADAT, TAK BERVAKUOLA INTI MULAI MEMBELAH DIANTARA INTI , ADA BUTIR-BUTIR HEMATIN (PIG MAL) ADA TITIK-TITIK SCHUFFNER
1. INTI SUDAH MEMBELAH 12 - 24 2. TIAP PEMBELAHAN INTI, DIIKUTI PEMBELAHAN SITOPLASMA SHG MEROZOIT SDH TAMPAK : 12 - 24 BH 3. PARASIT MENGISI PENUH ERITROSIT
1. BENTUK BULAT BESAR, LEBIH KECIL DARI GAMETOSIT BETINA 2. INTI BESAR PUCAT, TAKKOMPAK, LETAK SENTRIS 3. PLASMA PUCAT KELABU MERAH MUDA 4. PIGMEN MALARIA TERSEBAR
1. BENTUK LONJONG / BULAT, MENGISIHAMPIRSEL URUH ERITROSI 2. INTI KECIL KOMPAK, EKSENTRIS 3. PLASMA BIRU 4. PIGMEN MALARIA TERSEBAR
Malaria
Malaria merupakan penyakit yang endemik di negara tropis termasuk Indonesia. Malaria yang menyerang manusia adalah malaria falciparum, malaria vivax , malaria malariae dan malaria ovale. Di Indonesia yang dominan adalah malaria falciparum (malaria tropika, malaria tertiana maligna) dan malaria vivax (malaria tertiana benigna).
Yang banyak mengalami kegagalan pengobatan sampai kematian adalah malaria falciparum yang sering menimbulkan komplikasi ke berbagai organ termasuk otak.
banyak faktor yang berhubungan dengan timulnya malaria misalnya dari segi pengobatan, penanggulangan vektor, penanganan lingkungan yang membantu perkembang biakan nyamuk, perilaku manusia sendiri terhadap malaria, dan pelaksanaan program penanggulangan malaria.
Pengobatan penderita malaria merupakan salah satu segmen dari penanggulangan malaria dengan tujuan mengurangi jumlah penderita sebagai sumber penularan. Diagnosa yang benar, pengobatan yang tepat dan kepatuhan minum obat sangat diperlukan untuk keberhasilan penanggulangan malaria. Petunjuk pengobatan standar untuk malaria telah dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) dan Departemen Kesehatan
Depkes telah menyediakan 4 macam obat standar antimalaria yang masih dipakai sampai saat ini.yaitu klorokuin, sulfadoxin/pirimetamin (S/P atau Fansidar), primakuin dan kina. Pemakaian obat antimalaria yang lama yang tidak terkontrol telah menyebabkan adanya drug pressure di masyararakat sehingga menyebabkan timbulnya banyak kegagalan pengobatan atau bahkan resistensi terhadap beberapa obat antimalaria tersebut.
Obat standar yang termasuk sisontosida darah adalah klorokuin (lini pertama), Fansidar (lini kedua) dan kina (lini ketiga). Obat-obat tersebut akan membunuh sison di eritrosit sehingga gejala klinis dan parasitemia akan berangsur hilang dengan cepat.
Dosis yang tepat adalah syarat yang utama yang harus dipenuhi. Kekurangan dosis akan menyisakan parasit dalam densitas (parasitemia) rendah sekali yang akan beredar di dalam d arah dan tidak terdeteksi secara mikroskopis (subpaten).
Lambat laun parasitemia akan berkembang sampai suatu saat terdeteksi secara mikroskopis dan menyebabkan rekrudesensi. Akibat yang lain adalah akan memacu adanya siklus gametogoni, sehingga di dalam darah perifer perderita terdapat banyak gametosit yang berbahaya bagi penularan malaria.
Gametosit dapat ditanggulangi dengan obat-obat standar tersebut, misalnya klorokuin sendiri akan membunuh gametosit P. vivax , P. ovale, P. malariae dan P. falciparum muda.
Siklus selanjutnya terjadi di hati setelah nyamuk menggigit manusia, sebagian besar akan mengalami siklus sisogoni (ekstraeritrositer). Sebagian kecil dari parasit tidak langsung mengalami sisogoni dan akan tidur (dormant) menjadi hipnosoit sebagai sumber terjadinya relaps. Hipnosoit kelak akan menjadi aktif meneruskan siklus sisogoni dan terjadilah relaps.
Stadium ini juga harus diberantas dengan obat sisontosida jaringan, yaitu primakuin (derivat 8-aminokuinolin) sehingga tidak terjadi relaps. Melihat target stadium parasit tersebut maka pengobatan dengan obat malaria standar sebenarnya telah mencakup semuanya,membunuh sison di darah, sison di hati dan gamtositnya.
Kloroquin (derivat 4-aminokuinolin): Formulasi obat berbentuk tablet 100 mg atau 150 mg basa klorokuin sulfat atau fosfat 1.sisontosida darah yang cepat 2.gametositosidal untuk P. falciparum yang muda (stadium1-3) dan gametosit jenis Plasmodium yang lainnya 3.tidak mempunyai efek terhadap sporosoit dan sison di hepar (hipnosoit)
Dosis sebagai sisontosidal darah: dosis total 25 mg/ kilogram (kg) berat badan (bb) selama 3 hari: (10 mg/kg bb) pada hari ke 1 dan 2, diikuti 5 mg/kg bb pada hari 3) atau (10 mg/kg bb pada hari ke 1 diikuti 5 mg/kg bb pada 6-8 jam berikutnya), kemudian 5 mg/kg bb pada hari ke 2 dan 3).
Parenteral
Bila diperlukan pemberian parenteral misalnya pada keadaan koma, maka diberikan dosis 200 mg klorokuin basa IM, dosis pada setiap bokong. Dosis boleh diulang setiap 6 jam dengan syarat dalam 24 jam tidak melebihi 800 mg klorokuin basa. Pengobatan parenteral harus segera dihentikan bila obat telah dapat diberikan per oral (Sukarban dan Zunida, 1998).
Parenteral anak-anak
Chloroquine HCl 5 mg basa/kg BB, IM setiap 6 jam sampai terapi oral memungkinkan (Markell et al, 1986)
Kina:
Obat ini dipakai pada daerah dengan resistensi terhadap klorokuin dan terhadap kombinasi sulfadoxinpirimetamin (Fansidar). Kina sebaiknya dipakai bersama dengan antimalarial yang lain terutama pada daerah yang sudah menunjukkan tanda resistensi terhadap kina seperti beberapa daerah di Indonesia, misalnya Papua.
Untuk meningkatkan kepatuhan dan mempertahankan efikasi, kina biasanya kina dikombinasikan dengan antibiotik seperti tetrasiklin atau doksisiklin (kontra indikasi untuk ibu hamil dan anak-anak, sehingga dapat diganti dengan klindamisin).
Efek kina:
1.sisontosida darah untuk semua spesies 2.tidak aktif terhadap sison di hati 3.aktif terhadap gametosit P. vivax, P. ovale dan P. malariae dan P falciparum yang muda 4.tidak aktif terhadap sporosoit
DosisKina
Daerah yang masih sensitif terhadap kina: 8 mg basa /kg bb 3X sehari selama 7 hari Daerah yang menunjukkan kegagalan dengan kina: 8 mg basa/kg bb 3X sehari selama 7 hari dikombinasi dengan antibiotika tetrasiklin 250 mg 4X sehari selama 7 hari atau doksisiklin 100 mg basa setiap hari selama 7 hari
kina: 8 mg basa/kg bb 3X sehari selama 7 hari dikombinasi dengan klindamisin 300 mg 4X sehari selama 5 hari (baik untuk ibu hamil dan anak-anak).
Apabila pemberian secara oral tidak memungkinkan (penderita tidak sadar/ malaria berat) maka diberikan secara intravena secara perlahan dalam cairan isotonic atao 5% glukosa selama 4 jam atau intramuskular memakai cairan kina dengan konsentrasi 60 mg/ml dibagi dalam 2 bagian, masing-masing diberikan pada sisi depan paha kanan dan kiri. Apabila penderita sudah dapat minum obat maka pemberian kina diteruskan secara peroral sampai dosis penuh tercapai.
Loading dose diperlukan untuk diberikan pada mangemen malaria berat yang memerlukan konsentrasi obat yang optimal secara cepat dalam beberapa jam. Efek samping kina: Pemberian kina dengan dosis terapetik pada ibu hamil tidak memacu kelahiran dini seperti yang ditakutkan, yang sebenarnya disebabkan karena efek panasnya dan efek lain dari malarianya sendiri. Hipoglikemia mungkin akan terjadi setelah pemberian kina sebab obat ini menstimulasi sel beta para kelenjar pancreas.
Kegagalan pengobatan
Penyebab kegagalan pengobatan: 1.dosis diberikan secara tidak benar 2.obat dimuntahkan sebelum 1 jam (ulangi lagi pemberian dosis tadi) 3.penyerapan obat yang tidak baik 4.parasit sudah resisten terhadap obat 5.kualitas obat yang kurang baik kepatuhan (compliance) pemakai obat
Pencegahan malaria.
1.Ibu hamil. Pencegahan malaria pada ibu hamil sangat penting karena malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian janin, aborsi spontan, berat bayi lahir rendah atau kematian ibu.. Sampai saat ini belum ada bukti klinik bahwa Fansidar menyebabkan gangguan pada perkembangan fetus.
Pemberian klorokuin 5 mg/kg bb dosis tunggal setiap minggu atau 10 mg/kg bb setiap minggu dibagi menjadi 6 dosis harian. Masalahnya adalah kepatuhan minum obatnya selama kehamilan yang biasanya membuat kegagalan.
Untuk meningkatkan kepatuhan maka dapat dilakukan dengan pemberian Fansidar dosis pengobatan penuh kepada ibu hamil pada kunjungan antenatal pertama pada trimester 2 dan diulangi sekali lagi pada trimester 3; hal ini sangat efektif untuk eliminasi parasit di plasenta atau pencegahan infeksi plasental dan parasitemia di darah perifer pada malaria falciparum.
Penelitian terbaru pemberian 30 mg (2 tablet) primakuin setiap hari dapat diberikan bagi wisatawan atau militer yang akan mengunjungi/ bertugas di daerah yang resisten terhadap klorokuin.