You are on page 1of 33

1

BAB I KONSEP DASAR MEDIK A. Pengertian Gagal ginjal kronik adalah jejas pada ginjal yang lebih bersifat perlahan-lahan sering tidak reversibel dan mengarah pada penghancuran nefron yang sifatnya progresif. (Issel Bacher, 2000) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Suddarth, 2000) Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Soeparman, 2001) Gagal ginjal kronik adalah ginjal yang progresif yang berakibat fatal yang ditandai dengan adanya uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya. (Dr. Nursalam, 2006) (Brunnerr dan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Etiologi Menurut Aru W Sudoyo (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi IV, faktor penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yaitu: a. Faktor presipitasi 1) Hipertensi Hipertensi dan gagal ginjal kronik saling berkaitan erat. Hipertensi merupakan penyakit primer yang menyebabkan kerusakan pada ginjal dan sebaliknya penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi fleutserpenur pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air. 2) Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus yang mulai sejak kanak-kanak 50% diantaranya berkembang menjadi gagal ginjal kronik. Waktu rata-rata diabetes sampai berkembang timbul uremia adalah 20 tahun. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteria pielonefritis dan nekrosis pada ginjal dan glomerulosklerosis. Glomerulosklerosis dikenal juga

dengan nama lesi kemadie suatu ciri khas diabetes. 3) Glomerulonefritis

Glomerulonefritis

kronik

ditandai

dengan

kerusakan

glomerulus yang progresif lambat akibat glomerulonefritis kronik maka ginjal akan tampak mengisut beratnya kurang lebih 50 gram dan permukaannya berbentuk granula, perubahan-perubahan ini disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron karena iskemis.

4) Poliarteritis Nodusa Poliarteritis Nodusa merupakan penyakit radang reterosis yang mencakup arteri-arteri ukuran sedang dan kecil diseluruh tubuh sehingga akan mengganggu perfusi atau aliran darah ke ginjal. 5) Nefropati toksik Ginjal mudah terserang efek-efek toksis, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan sebagai berikut: Ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar. Interatisia yang hiperusmatik memungkinkan zat kimia dan konsentrasi pada daerah yang relatif hipovaskuler. Ginjal merupakan ekteresi obligotorik untuk kebanyakan obat sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkanb

penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus. b. Faktor predisposisi 1) Infeksi Traktus Urinarius Infeksi traktus urinarius jarang memperburuk gagal ginjal kronik, kecuali infeksi yang sangat berat. Biasanya infeksi memperburuk faal ginjal bila disertai obstruksi sehingga perbaikannyapun harus terpadu.

2) Obstruksi Traktus Urinarius Obstruksi traktus urinarius dpat terjadi pada daerah intra renal sampai uretra. Obstruksi ini bila ditemukan harus sedapat

mungkin diperbaiki, dengan segera.

2. Patofisiologi Menurut Aru W Sudoyo (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi IV, patofisiologi terjadinya gagal ginjal yaitu:

Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya. Perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan memperhatikan hubungan antara proses kliren kreatinin dan kecepatan glomerulus dalam filtrasi (GFR). Sebagai presentase keadaan normal terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN). Waktu masa nefron secara

progresif dirusak oleh penyakit ginjal kronik. Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi 3 stadium yaitu: a. Stadium penurunan gagal ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, pasien asimptomatik gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan membebani kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti. b. Stadium insufisiensi ginjal Pada stadium ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada keadaan ini kadar BUN baru meningkat diatas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat diatas melebihi normal. Manifestasi klinis yang nampak adalah lelah, lemah, sakit kepala, mual dan pruritus. Pasien juga

mungkin mengalami nokturia, dan poliuri ynag disebabkan oleh penurunan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine. c. Stadium gagal ginjal atau stadium uremia Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal dan kliren kreatinin mungkin 5-10 ml/menit atau kurang . Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan mencolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan pada stadium akhir gagal ginjal, pasien mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah. Karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, pasien akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinik gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.

Patofisiologi penyakit gagal ginjal kronik secara umum adalah: Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus), diduga utuh sedangkan yang

lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertropi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai absorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal ini untuk berfungsi sampai dari nefron-nefron yang bisa diabsorbsi, akibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oliguri dapat timbul disertai retensi produksi sisa.

3. Manifestasi klinis Menurut Soeparman (2001) Ilmu Penyakit Dalam, gangguan sistem pada gagal ginjal kronik adalah a. Pada sistem gastrointestinal berupa: 1) Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan ganggauan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya zatzat tosik akibat metabolisme bakteri amonia dan metal guadinin serta lembabnya mukosa mulut. 2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteria di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia. timbulnya stomatitis dan parotitis. 3) Cegukan yang sebabnya belum diketahui. Akibat yang lain adalah

4) 5)

Gastritis erosive, ulkus peptikum. Konstipasi disebabkan karena alumunium hidroksida diberikan sebagai pengikat phosphate.

b. Pada sistem integumen 1) Kulit berwarna pucat akibat anemia. 2) Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit. 3) Kuku tipis mudah pecah karena protein berkurang. 4) Rambut kering dan mudah patah karena protein terbuang. c. Hematologi 1) Anemia normokrom normositer. Dapat disebabkan oleh beberapa faktor antala lain: a) Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang. b) Perdarahan pada saluran pencernaan dan kulit.

2) Gangguan fungsi trombosit a) Masa perdarahan memanjang.

3) Gangguan fungsi leukosit

a) Fagositosis dan kemotoksis berkurang hingga memudahkan timbulnya infeksi. b) Fungsi limfosit menurun menimbulkan imunitas yang menurun. d. Pada sistem saraf dan otot 1) Encelopati metabolik Misal: lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang-kejang. 2) Miopati Kelemahan otot terutama otot ekstremitas proximal. e. Pada sistem kardiovaskuler 1) Hipertensi akibat penuruna cairan dan garam. 2) Nyeri pada dada dan sesak napas akibat perikarditis, penyakit jantung, penimbunan cairan dan hipertensi. 3) Gangguan irama jantung akibat arterosklerosis dini dan gangguan elektrolit. 4) Edema akibat penimbunan cairan. f. Neurologi 1) Kecapekan, sakit kepala, gangguan tidur karena toksin ureum.

10

2) Iritabilitas otot karena ketidakseimbangan elektrolit. 3) Kejang-kejang karena pembengkakan otot akibat pergeseran cairan. g. Pada sistem endokrin 1) Gangguan toleransi glukosa. 2) Gangguan metabolisme lemak. 3) Gangguan metabolisme vitamin D. h. Gangguan sistem lain 1) Tulang: osteosklerosis dan klasifikasi metabolik. 2) Asam basa: asidosis metabolik akibat penimbunan asam

organik sebagai hasil metabolisme. 3) Elektrolit: hipokalsemia, hiferfosfatemia, hiperkalemia.

4. Pemeriksaan Penunjang Menurut Soeparman (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, pemerikasaan penunjang yang bisa dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik adalah: a. Pemeriksaan Laboratorium

11

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada tidaknya gagal ginjal tidak semua faal ginjal perlu diuji, untuk keperluan praktis yang lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. 1) Urine a) Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguri) atau b) urine tidak ada. c) Warna: urine keruh disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, phospate atau urat. d) Sedimen: kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, protein urea. e) Berat jenis: kurang dari 1.015 (menetap pada 1.010

menunjukkan kerusakan ginjal berat). f) Demokalitas: kurang dari 350 mosin/kg menunjukkan

kerusakan tabular. g) Natrium: lebih besar dari 40 MEQ/L karena ginjal tidak mampu mereanbsorbsi natrium.

12

h) Protein :

derajat tinggi (3-4) secara kuat menunjukkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan progimen juga ada. 2) Darah a) BUN: meningkat dalam proporsi. b) Hitung darah lengkap: hipertensi pada adanya anemia. c) Sel darah merah: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin PH menurun asidosis metabolik terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein bicarbonate menurun PCO2 menurun. d) Kalsium serum: peningkatan sehubungan retensi sesuai

dengan perpibdahan seluler (asidosis). e) Kalium: menurun. f) Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melaluo urine,

perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau penurunan sintensis karena kurang asam amino. g) Gula darah: meningkat karena adanya gangguan

metabolisme karbohidrat dapat terjadi pada penyakit gagal ginjal kronik.

13

b. Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropiventrikel kiri tanda tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolik (hiperkalemia, hipokalsemia). c. Ultrasonografi (USG) Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal ,kepadatan parenkim ginjal, anatomi, sistem pelviokalises, ureter proximal, kandung kemih serta prostate. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non invasif tak memerlukan persiapan apapun. d. Foto polos abdomen Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain foto polos yang disertai homogram memberi keterangan yang lebih baik.

e. Pielografi Intra Vena (PIV)

14

Pada gagal ginjal kronik tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat mengeluarkan kontras dan pada gagal ginjal kronis ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat saat ini sudah jarang dilakukan pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pielografi. pelviokalises dan ureter. f. Pemeriksaan Pielografi Retroged Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel. g. Pemeriksaan Foto Dada Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (flora over load) efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi oleh karena imunitasa tubuh yang menurun. h. Mencari Pemeriksaan Radiologi Tulang osteodistrofi (terutama tulang/jari) dan klasifikasi Untuk menilai sistem

metastatik.

5. Penatalaksanaan

15

Menurut Aru W Sudoyo (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi IV, usaha yang ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah perburukan faal ginjal terdiri atas: a. Pengaturan Minum Pemberian yang berlebihan dapat mengakibatkan penumpukan di dalam badan dan membahayakan karena menimbulkan

hipovolemia yang dulit diatasi. b. Pengendalian Hipertensi Dengan obat tertentu tekanan darah diturunkan tanpa mengurangi gagal ginjal, misal: Beta bloker dan vasodilator. c. Pengendsalian Kalium Darah Bila hiperglikemia sudah ada maka pengobatan adalah mengurangi sedapatnya intake kalium, pemberian Na-

bikarbonat IV, infuse glukosa hipertonis dengan insulin. d. Penanggulangan anemia Transfusi darah hanya diberikan bila ada indikasi yang kuat. e. Penanggulangan asidosis Pemberian melalui makanan dan obat-obatan harus dihindarkan Natrium bikarbonat dapat diberikan oral atau parenteral

16

hemodialisis dan dialisis peritoneal juga dapat mengatasi asidosis. f. Pengaturan protein dalam makanan Protein harus dikurangi, namun tindakan pemilihan

penggunaan protein akan lebih menolong. Dalam percobaan telah dibuktikan bahwa ureum darah dapat di metabolisme bila diberi asam amoniak essential, diet rendah protein, selain itu telah dibuktikan pula bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya glomerulus). beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi

Diet rendah protein diberikan bertahap mulai

dengan 60 gram protein/hari. Bila faal ginjal makin menurun atau gejala uremia menetap, jumlah protein diturunkan menjadi 40 gram kemudian 20 gram. Protein yang diberikan haruslah yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (40% asam amino essential). Diet rendah natrium dan furosemid diberikan bila terjadi hipertensi atau edema. g. Mengusahakan kenyamanan 1) Kebanyakan orang dengan tingkat akhir penyakit ginjal menderita pruritus. Usaha-usaha efektif untuk

pengendaliannya yaitu:

17

a) Mempertahankan kulit lembab dengan pemakaian lotion dan minyak. b) Mengendalikan suhu kamar agar mencegah panas. c) Obat-obat anti pruritus. 2) Insomnia dan kecapekan dapat diatasi dengan: a) Pengobatan anemia dapat mengurangi rasa kecapekan. b) Rencana aktivitas sehari-hari harus juga ada periode istirahat.

3)

Hygiene oral a) Membersihkan mulut beberapa kali sehari terutama sebelum makan. b) Pelumas mulut dapat mempertahankan kelembaban mulut.

h. Dialise Dialise adalah menggerakkan cairan dan partikel-partikel lewat membrane semi permeabel ini merupakan terapi yang bisa membantu mengembalikan cairan elektrolit yang normal, mengendalikan asam basa dan membuang zat-zat toksik dan

18

tubuh dapat mempertahnkan hidup dengan sukses, baik pada Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik. i. Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjal dilaksanakan untuk memperpanjang masa hidup orang dengan kegagalan ginjal kronis. Sesungguhnya orang yang menghadapi transplantasi ginjal intinya terjadi perubahan program ketidakmampuan dari hemodialisme kronis dengan kemungkinan masalah penolakan atau resection.

6. Komplikasi Menurut Soeparman (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, komplikasi Gagal Ginjal Kronik antara lain: a. Komplikasi kardiovaskuler dapat terjadi kongesti sirkulasi, hipertensi, anemia dan perikarditis. b. Komplikasi gastrointestinal: anoreksia, vomitus, nausea.

19

c. Hiperkalemia d. Asidosis metabolik e. Kejang yang disediakan terjadinya hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati.

C. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik menurut Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, antara lain: 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik. 2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status metabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer). 3. Resiko tinggi terhadap perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan kurang atau penurunan saliva, iritasi kima, perubahan urea dalam saliva jadi ammonia.

20

4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi toksin, asidosis metabolik, ketidakseimbangan elektrolit, klasifikasi metastatik pada otak. 5. Kurang pengetahuan(kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang mengingat, salah interpretasi informasi.

Diagnosa keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik menurut Carpenito, Lynda Juall. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, antara lain: 1. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulator sekunder akibat penyakit gagal ginjal akut atau kronik. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, sekunder akibat disfagia akibat dari efek obat oral yang diminum. 3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya saluran invasif dan penurunan daya tahan tubuh.

21

D. Fokus Intervensi Fokus Intervensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik menurut Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, antara lain: 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik. Kriteria hasil: Intervensi: a. Auskultasi bunyi jantung dan evaluasi adanya perifer dan keluhan dyspnea. Rasional: takikardi, frekuensi jantung teratur, dyspnea dan edema menunjukkan gagal ginjal. b. Kaji adanya/derajat hipertensi, awasi tekanan darah. Rasional: hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiotensin. c. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas. Tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal. Nadi perifer kuat.

22

Rasional: anemia.

kelelahan dapat menyertai gagal ginjak kronik juga

d. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: natrium kalsium), BUN. Rasional:

elektrolit (kalium

ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi

elektronikal dan fungsi jantung. Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung. e. Berikan obat anti hipertensi contoh: captopril, catapres. Rasional: menurunkan tahanan vaskuler sistematik dan atau

pengeluaran renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah gagal ginjal kronik.

2.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status metabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer). Kriteria hasil: Kulit utuh dan hangat kering. Memajukan perilaku/ teknik mencegah kerusakan/ cidera kulit. Turgor kulit baik.

23

Intervensi: a. Inspeksi turgor kulit, vaskuler, perhatikan kemerahan, eksoriasi, observasi terhadap eskimosis dan paru-paru terhadap perubahan. Rasional: menandakan area sirkulasi buruk/dapat menimbulkan

dekubitus atau infeksi. b. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa. Rasional: mendeteksi adanya dehidrasi yang berlebihan yang

mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. c. Inspeksi daerah edema. Rasional: jaringan edema lebih cenderung rusak. d. Ubah posisi dengan sering, gerakkan pasien dengan perlahan, beri bantalan pada benjolan tulang dengan pelindung siku/tumit. Rasional: menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk yang dapat menyebabkan iskemik. e. Berikan perawatan kulit, beri salep atau krim. Rasional: lotion atau krim mungkin dingin, karena untuk

menghilangkan kering dan robekan kulit. f. Pertahankan linen tetap kering. Rasional: menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

24

g. Anjurkan menggunakan pakaian longgar. Rasional: mencegah pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi.

3. Resiko tinggi terhadap perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan kurang atau penurunan saliva, iritasi kima, perubahan urea dalam saliva jadi ammonia. Kriteria hasil: - Mempertahankan integritas membran mukosa yang normal. - Pasien dapat mengidentifikasi/ melakukan intervensi femulus untuk meningkatkan kesehatan mukosa oral.

Intervensi: a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, adanya inflamasi, ulserasi. Rasional: memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan

mencegah infeksi. b. Berikan cairan sepanjang 24 jam, dalam batas yang ditentukan.

25

Rasional: mencegah kekeringan mulai berlebihan dari periode lama tanpa masukan oral. c. Berikan perawatan mulut, cuci dengan larutan aseptik 25%. Rasional: membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah, perawatan mulut menyejukkan, melumati dan membantu

nmenyegarkan rasa mulut yang sering tidak menyenangkan karena uremia. d. Anjurkan hygiene gigi yang baik setelah makan dan minum pada saat akan tidur. Rasional: menurunkan pertuimbuhan bakteria dan potensial

terhadap infeksi. e. Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/ pencuci mulut yang mengandung alkohol. Rasional: bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek menimbulkan ketidaknyamanan mengandung

meneringkan, alkohol.

4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi toksin, asidosis metabolik, ketidakseimbangan elektrolit, klasifikasi metastatik pada otak.

26

Kriteria hasil: - Mengkompensasi gangguan kognitif/defisit memori. Intervensi: a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi. Rasional: efek sindrom uremik dapat terjadi dengan kekacauan

peka minor dan berkembang keperubahan kepribadian. b. Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya. Rasional: memberikan perbandingan untuk mengevaluasi

perkembangan/perbaikan gangguan. c. Berikan lingkungan tenang. Rasional: menurunkan meminimalkan kelebihan rangsangan lingkungan kekacauan untuk saat

sensori/peningkatan

mencegah deprivasi sensori. d. Komunikasi sederhana. Rasional: dapat membantu menurunkan kekacauan dan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan

meningkatkan kemungkinan bahwa komunikasi akan dipahami/ diingat. e. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.

27

Rasional: gangguan tidur dapat menggangu kemampuan kognitif. f. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar glukosa). Rasional: perbaikan peningkatan/ ketidakseimbangan dapat

mempengaruhi kognitif atau mental. g. Kolaborasi dalam pemberian O2 sesuai indikasi. Rasional: perbaikan hipoksia dapat mempengaruhi kognitif/mental.

5. Kurang pengetahuan(kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang mengingat, salah interpretasi informasi. Kriteria hasil: - Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan. - Menunjukkan perubahan pola hidup yang penuh. - Berpartisip[asi dalam propgram pengobatan. Intervensi: a. Kaji ulang proses penyakit dan kemungkinan yang akan dialami. Rasional: memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat

membuat pilihan berdasarkan informasi.

28

b. Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari karbohidrat. Rasional: penyimpanan protein, mencegah pengguanaan dan

memberikan energi. c. Pantau demam, menggigil, perubahan karakteristik urine/sputum, pembengkakan jaringan, ulkus oral. Rasional: uremia dan penurunan absorpsi kalsium dapat

menimbulkan neuropati perifer. d. Pantau kram/kesemutan pada jari, abdominal/kram otot. Rasional: depresi sistem imun, anemia, malnutrisi, semua

meningkatkan neuropati perifer. e. Pantau pembengkakan sendi/nyeri tekan, penurunan ROM,

penurunan kekuatan otot. Rasional: hiperfosfatemia dengan pergeseran kalsium dapat deposisi kelebihan fosfat kalsium sebagai

mengakibatkan klasifikasi.

f. Pantau sakit kepala, penglihatan kabur, mata memerah. Rasional: dugaan terjadinya/control hipertensi buruk perubahan

warna mata disebabkan oleh kalsium.

29

Fokus Intervensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik menurut Carpenito, Lynda Juall. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, antara lain: 1. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulator sekunder akibat penyakit gagal ginjal akut atau kronik. Kriteria hasil: Intervensi: a. Pantau dan dokumentasikan masukan dan haluaran cairan. Rasional: penting pada pengakajian fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. b. Timbang berat badan pasien tiap hari. Rasional: perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan Berat badan stabil. Edema berkurang atau tidak ada. Nilai laboratorium elektrolit dalam batas normal.

gangguan keseimbangan cairan. c. Pantau peningkatan tekanan darah.

30

Rasional:

peningkatan tekanan darah diatas normal dapat

menunjukkan kelebihan cairan khususnya bila terjadi tiba-tiba. d. Pantau elektrolit darah, laporkan hasil laboratorium abnormal atau tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit. Rasional: nilai elektrolit berubah sebagai respon diuretik dan

gangguan oksigenasi. e. Kaji adanya edema. Rasional: retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan

pembendungan vena dan pembentukan edema. f. Kelola pemberian diuretik. Rasional: meningkatkan volume pengeluaran urine.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, sekunder akibat disfagia akibat dari efek obat oral yang diminum. Kriteria hasil: - Individu mampu meningkatkan masukan oral. - Berat badan ideal. - Nafsu makan meningkat, makan habis 1 porsi.

31

Intervensi: a. Timbang berat badan setiap hari. Rasional: perubahan berat badan menunjukkan status nutrisi. b. Ajarkan pasien untuk beristirahat sebelum makan. Membantu menurunkan kelemahan sewaktu makan. c. Pertahankan kebersihan mulut yang baik sebelum dan sesudah makan. Rasional: menjaga kebersihan mulut pasien. d. Tawarkan makan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung. Rasional: memberikan nutrisi secara continue. e. Pantau hasil laboratorium. Rasional: hasil laboratorium dapat menunjukkan adanya perubahan nutrisi pasien. f. Kolaborasi ke ahli gizi, diet yang sesuai indikasi. Rasional: menentukan kebutuhan kalori sesuai dengan kebutuhan pasien.

32

3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya saluran invasif dan penurunan daya tahan tubuh. Kriteria hasil: - Individu akan terbebas dari proses infeksi. - Pasien dapat menjaga kebersihan diri. - Tidak ada tanda-tanda infeksi. - Suhu dalam batas normal. Intervensi: a. Monitor daerah tusukan infus. Rasional: untuk mendeteksi awal adanya tanda-tanda infeksi. b. Observasi suhu pasien. Rasional: tanda-tanda infeksi mempengaruhi suhu tubuh. c. Monitor tetesan infus. Rasional: tingkat tetesan digunakan untuk mendeteksi adanya

pembengkakan. d. Berikan perawatan tempat tusukan infus dengan teknik aseptik setiap hari.

33

Rasional: mencegah terjadinya infeksi pada tempat tusukan infus. e. Anjurkan pada pasien untuk membatasi pergerakan tangan yang terpasang infus. Rasional: mencegah terjadinya kebocoran dan pergeseran. f. Pertahankan kebersihan lingkungan. Rasional: mencegah terjadimya infeksi nasokomial. g. Kolaborasi dalam pemberian antiboitik. Rasional: antibiotik berfungsi sebagai anti inflamasi.

You might also like