You are on page 1of 3

jaan Amanuban Dibawah Dinasti Nope di Kabupaten Timor Tengah Selatan (2-habis) Usi Nino Matheos Nope Dipilih

Perwakilan 10 Sonaf

Proses pergantian usif atau raja dalam kerajaan Amanuban memang tidak mudah. Dibutuhkan musyawarah di tingkat keluarga besar Nope serta perwakilan dari sonaf-sonaf di wilayah tersebut. Setelah bersepakat, baru kemudian Usif terpilih dikukuhkan. CARLENS BISING, Soe DINASTI yang berkuasa atas kerajaan Amanuban boleh dibilang sangat luas, bahkan terluas di Kabupaten TTS. Betapa tidak, untuk memilih kembali atau pengganti Usif, setidaknya menghadirkan perwakilan kerabat dari 10 sonaf. Di dalam Dinasti Nope terdapat lebih dari 60 marga yang tersebar di seluruh wilayah Amanuban, bahkan di beberapa daerah. Secara administratif pemerintahan, kini, Amanuban telah terbagi menjadi 16 kecamatan, termasuk sebagian kecamatan Kota Soe. Proses penentuan Usi Nino Matheos Nope yang dilaksanakan 13 Mei 2012 lalu memang diakui sebagi suatu tanda kebangkitan swapraja Amanuban. Pasalnya, jika diurai, ternyata kepemimpinan dalam kerajaan Banam sudah vakum sejak 1958 lalu. Hal ini sesuai sejarah singkat kerajaan Amanuban yang menyebutkan bahwa Usif Kusa Nope merupakan raja terakhir yang memimpin kerajaan tersebut. Usif Kusa Nope yang merupakan putera dari raja Amanuban ke-11 mulai memimpin kerajaan Amanuban sejak tahun 1948. Pada tahun 1952 hingga 1958, Usif Kusa Nope diangkat menjadi Kepala Daerah Swapraja Amanuban yang selanjutnya terbentuklah daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Usif Kusa Nope kemudian diangkat menjadi bupati pertama di Kabupaten TTS sekaligus melengkapi kejayaan Dinasti Nope selama tiga periode. Sementara Kepala Daerah Swapraja Amanuban dilanjutkan oleh Usi B. Th. Nope dari tahun 1959 hingga 1962. Sehingga keluarga mengakui, kerajaan Amanuban sejak ditinggalkan Usif Kusa Nope, tidak lagi memiliki raja. Pasalnya, sejak saat itu, keluarga Dinasti Nope belum mengadakan masyawarah untuk menentukan siapa pengganti Usif Kusa Nope. Dan, seiring berjalannya waktu serta untuk menjawab dan menepati kesepakatan sejarah Banam masa lalu sekaligus mengacu pada Permendagri nomor 39 tahun 2007.

Usi Nino Matheos Nope dipilih secara mufakat oleh keluarga dan perwakilan kerabat dari 10 sonaf, yakni Sonaf Sona Naek, Leonboko, Sonkolo, Sonaf Fau, Noemeto, Sonbesi, Noemeto Unu, Sonaf Mei, Sonaf Nono dan Sonaf Besa. Namun sedikit menjadi pertanyaan adalah bahwa pertemuan keluarga yang dilakukan 15 Mei lalu itu berlangsung di Sonaf Taehue. Padahal menurut sejarah, pusat kerajaan Amanuban terakhir berada di Niki-Niki, tepatnya di Sonaf Sonbesi. Tidak cukup sampai di situ. Acara pengukuhan pun berlangsung di Sonaf Taehue SoE. Namun menurut keluarga, hal tersebut dilakukan untuk menghormati Usif ke-13, yakni Usif Kusa Nope. Pasalnya, isteri ketiga dari Kusa Nope sampai saat ini mendiami sonaf tersebut. Acara pengukuhan yang berlangsung secara adat itu dihadiri sejumlah pejabat, misalnya Bupati TTS, Paulus VR Mella bersama beberapa anggota Forkopimda, Wakil Ketua DPRD TTS, Ampere Seke Selan. Hadir pula Anggota DPR RI, Beny K. Harman, anggota DPRD NTT, Stanis Tefa serta Wellem Nope yang merupakan bagian dari keluarga Nope. Wellem Nope sendiri merupakan salah satu mantan bupati TTS yang kini menjadi anggota DPRD NTT dari Partai Demokrat. Hadir pula salah satu mantan Bupati TTS, Daniel Banunaek yang juga mewakili Usif Onam atau kerajaan Amanatun serta Usif Mollo, Mesakh Mella. Ada pula perwakilan dari beberapa sonaf di Kabupaten TTU, Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote, Sabu dan Flores. Selain itu, hadir pula tokoh-tokoh adat dari wilayah tersebut serta ratusan keluarga, kerabat dan warga sekitar. Secara aturan, sebelumnya untuk mengangkat atau menggantikan seorang raja, harus berdasarkan usulan dari rakyat kepada para amaf, meo kemudian atas persetujuan raja yang sedang berkuasa. Namun karena saat ini tidak ada raja Banam yang sedang berkuasa sepeninggal Usif Kusa Nope tahun 1980 silam, keluarga dan para utusan sonaf bersepakat mengangkat Usi Nino Matheos Nope sebagai Usif Banam. Ini juga sebagai jawaban atas kesepakatan yang diambil bersama keluarga empat fetor yang diambil saat pergantian raja ke-12 ke raja ke-13. Bupati TTS, Paulus Mella yang hadir pada kesempatan itu mengakui adanya ikatan kekeluargaan yang erat antara sesama keluarga kerajaan. Bahkan sebagai salah satu anggota keluarga besar kerajaan Mollo, Paul mengharapkan hubungan adat-istiadat harus tetap dijaga. Sehingga melalui pengukuhan salah satu usif tersebut diharapkan dapat mempererat hubungan kekerabatan antar semua elemen. Prosesi pengukuhan Usi Nino Matheos Nope tergolong sederhana. Bahkan tidak menggunakan ritual-ritual adat yang sakral. Sebelum dikukuhkan, Usi Nino yang tertitel Doktorandus itu menempati kursi undangan utama berdampingan dengan bupati dan para legislator. Dan, kemudian para amaf dipersilahkan untuk memberikan natoni dilanjutkan dengan penyematan mahkota kepada Usi Nino oleh salah satu tokoh adat. Selain pengukuhan secara adat, hadirin juga mendapat siraman rohani. Bahkan Usi Nino

Matheos Nope juga diambil sumpah dan dikukuhkan secara rohani. Usi Nino kemudian diarak dari tempat duduknya oleh tokoh adat dan penari ke atas kursi atau singgahsana. Usi Nino juga dikawal dua pengawal hingga ke atas kursi kehormatan.

You might also like