You are on page 1of 7

(DIC) adalah gangguan darah dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan

Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS); yang berakhir dengan kematian. Aorta (pembuluh darah utama tubuh yang mengalikan darah dari jantung ke organorgan tubuh) akan diklem/dijepit selama operasi bypass jantung agat tidak mengalirkan darah selama operasi berlangsung sehingga darah yang kaya oksigen dialirkan melalui mesin jantung-paru ke organ-organ tubuh. Kadang, beberapa penyumbatan atau penyempitan dapat di-bypass dalam satu operasi Atelektasis (Atelectasis)adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Merupakan campuran beberapa fosfolipid, protein dan ion. Dihasilkan oleh sel epitel alveolar tipe II. Fungsi surfaktan ini melawan tegangan permukaan sehingga alveoli tidak mengempis/kollaps. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya : Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.

Patofisiologi 1. 2. Pada fase 1, cedera mengurangi aliran darah normal ke dalam paru-paru. Trombosit mengadakan agregasi dan melepaskan Histamin (H), serotonin (S), serta brdikinin (B). Pada fase 2, substansi yang dilepaskan menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada membran kapiler alveoli sehingga terjadi peningkatan permeabiltas kaplier. Kemudian cairan berpindah ke dalam ruang interstisial.

3. 4.

Pada fase 3, permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi kebocoran protein serta cairan sehingga meningkatkan tekanan osmotik interstisial dan menimbulkan edema paru. Pada fase 4, penurunan aliran darah dan cairan dalam alveoli akan merusak surfaktan dan merusak kemampuan sel untuk memproduksi lebih banyak surfaktan lagi. Kemudian terjadi kolaps alveoli yang merusak pertukaran gas.

5. 6.

Pada fase 5, oksigensasi akan mengalami kerusakan, tetapi karbondioksida dengan mudah melewati membran alveoli dan dibuang keluar melalui ekspirasi. Kadar O2 dan CO2 darah rendah. Pada fase 6, edema paru semakin bertambah parah dan inflamasi menimbulkan fibrosis. Pertukaran gas mengalami hambatan lebih lanjut.

Tanda Dan Gejala 1. Pernapasan yang cepat serta dangkal dan dispnea, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari pasca cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat pnumotaksis. Retraksi interkostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru yang kaku. Ronchi basah dan kering yang terdengar dan terjadi karena penumpukan cairan di dalam paruparu. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak mengalami hipoksia. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi oksigen kepada sel dan organ vital. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam darah dan kadar oksigen menurun. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi. 1. DEFINISI Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)

Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001) Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut ) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel sel tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar. 2. ETIOLOGI 1. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. 2. Kelainan neurologis primer Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi. 3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. 4. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat

mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar. 5. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas. 3. PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

4. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis utama pada kasus ARDS : 1.Peningkatan jumlah pernapasan 2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis 3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan 4.Penurunan kesadaran mental 5. Takikardi, takipnea 6.Dispnea dengan kesulitan bernafas 7. Terdapat retraksi interkosta 8. Sianosis 9. Hipoksemia 10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing 11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop 5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan laboratorium a. Frekuensi pernafasan per menit b. Volume tidal c. Ventilasi semenit d. Kapasitas vital paksa e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik f. Daya inspirasi maksimum g. Rasio ruang mati/volume tidal h. PaCO2, mmHg 2. Pemeriksaan status oksigen 3. Pemeriksaan status asam-basa 4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35. 5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2 6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan 1. Pemeriksaan fungsi ventilasi

7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien. 8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya. 9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia. b. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah : 1. Hipoksemia ( pe PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi 2. Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi 3. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini 4.Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut c Pemeriksaan Rontgent Dada : 1.Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru 2.Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli d. Tes Fungsi paru : 1.Pe komplain paru dan volume paru 2. Pirau kanan-kiri meningkat 6. PENATALAKSANAAN ARDS Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP Inhalasi nebulizer Fisioterapi dada Pemantauan hemodinamik/jantung Pengobatan Brokodilator Steroid Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan 7. KOMPLIKASI Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah : - Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara ) - Defek difusi sedang - Hipoksemia selama latihan

- Toksisitas oksigen - Sepsis

You might also like