You are on page 1of 18

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005). Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999). Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi

kecemasan.

B. Faktor Predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter

gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. C. Faktor Presipitasi Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil). b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya. D. Tanda dan Gejala Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut : 1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging gangguan (tinitus), berdebar-debar, sakit sesak nafas, gangguan dan pencernaan, sebagainya.

perkemihan,

kepala

E. Tingkatan Ansietas Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek

membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.

Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik. 1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot ringan - Sadar akan lingkungan - Rileks atau sedikit gelisah - Penuh perhatian - Rajin b. Respon kognitif - Lapang persepsi luas - Terlihat tenang, percaya diri - Perasaan gagal sedikit - Waspada dan memperhatikan banyak hal - Mempertimbangkan informasi - Tingkat pembelajaran optimal c. Respons emosional - Perilaku otomatis - Sedikit tidak sadar - Aktivitas menyendiri - Terstimulasi - Tenang 2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut: a. Respon fisik : - Ketegangan otot sedang - Tanda-tanda vital meningkat - Pupil dilatasi, mulai berkeringat - Sering mondar-mandir, memukul tangan - Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi - Kewaspadaan dan ketegangan menigkat - Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b. Respons kognitif - Lapang persepsi menurun - Tidak perhatian secara selektif - Fokus terhadap stimulus meningkat - Rentang perhatian menurun - Penyelesaian masalah menurun - Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan c. Respons emosional - Tidak nyaman - Mudah tersinggung - Kepercayaan diri goyah - Tidak sabar 3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot berat - Hiperventilasi - Kontak mata buruk - Pengeluaran keringat meningkat - Bicara cepat, nada suara tinggi - Tindakan tanpa tujuan dan serampangan - Rahang menegang, mengertakan gigi - Mondar-mandir, berteriak - Meremas tangan, gemetar b. Respons kognitif - Lapang persepsi terbatas - Proses berpikir terpecah-pecah - Sulit berpikir - Penyelesaian masalah buruk - Tidak mampu mempertimbangkan informasi - Hanya memerhatikan ancaman - Preokupasi dengan pikiran sendiri - Egosentris c. Respons emosional - Sangat cemas - Agitasi

- Takut - Bingung - Merasa tidak adekuat - Menarik diri - Penyangkalan - Ingin bebas 4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Flight, fight, atau freeze - Ketegangan otot sangat berat - Agitasi motorik kasar - Pupil dilatasi - Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun - Tidak dapat tidur - Hormon stress dan neurotransmiter berkurang - Wajah menyeringai, mulut ternganga b. Respons kognitif - Persepsi sangat sempit - Pikiran tidak logis, terganggu - Kepribadian kacau - Tidak dapat menyelesaikan masalah - Fokus pada pikiran sendiri - Tidak rasional - Sulit memahami stimulus eksternal - Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi. c. Respon emosional - Merasa terbebani - Merasa tidak mampu, tidak berdaya - Lepas kendali - Mengamuk, putus asa - Marah, sangat takut - Mengharapkan hasil yang buruk - Kaget, takut - Lelah

F. Sumber Koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005). G. Mekanisme Koping Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,

mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu : 1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan. a Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. b Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress. c Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut : a Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.

b Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian. c Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien. d Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H. Penatalaksanaan Ansietas Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut : 1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : a Makan makan yang bergizi dan seimbang. b Tidur yang cukup. c Cukup olahraga. d Tidak merokok. e Tidak meminum minuman keras. 2. Terapi psikofarmaka Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam. 3. Terapi somatic Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. 4. Psikoterapi Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan. c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat. e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. 5. Terapi psikoreligius Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. I. Asuhan Keperawatan I. Pengkajian Identitas Klien a. Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-laki, karena wanita lebih mudah stress dibanding pria. b. Umur c. Pekerjaan d. Pendidikan : Toddler - lansia : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar. : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan mengalami ansietas

II. Alasan Masuk Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.

III. Faktor Predisposisi (Stuart, 2007) 1. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. 2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. 3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan

4. Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi

IV. Fisik a. Tanda Vital: TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan. N S : Menurun : Normal (36C - 37,5C ), ada juga yang mengalami hipotermi tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya P : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik

terengah- engah b. Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien) c. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah. Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2007): B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah. B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, TD , denyut nadi . B3 : Refleks , reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang. B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati. B6 : Lemah.

V. Psikososial: A. Konsep diri: 1. Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat berlebihan. 2. Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat. 3. Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. 4. Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.

5. Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.

B. Hubungan Sosial: 1. Orang yang berarti: keluarga 2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. 3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +

C. Spiritual: 1. Nilai dan keyakinan 2. Kegiatan ibadah

VI. Status Mental: 1. Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya penampilannya tidak rapi. 2. Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras. 3. Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor. 4. Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir. 5. Afek : labil 6. Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga, kontak mata kurang. 7. Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. 8. Proses pikir : persevarsi 9. Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi 10. Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan orang (ansietas berat) 11. Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka pendek. 12. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi 13. Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan 14. Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang 1. Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat tinggal, dan perawatan. 2. Kegiatan hidup sehari-hari: a. Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas b. Perawatan diri c. Nutrisi d. Tidur

VIII. Mekanisme Koping Adaptif ( ansietas ringan ) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan panik). Menurut Stuart (2007) Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas berat dan sedang menimbulkan 2 jenis mekanisme koping : 1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara realistis 2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres.

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan 1. Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat. 2. Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas. 3. Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya. 4. Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai. 5. Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana alam, pengusuran dan kebakaran. 6. Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.

7. Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan petugas kesehatan.

X. Pengetahuan Kurang Tentang Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obatobatan, dan masalah lain tentang ansietas

XI. Aspek medik Diagnosa Medik: 1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax) 2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut: Ketegangan Motorik: a. Kedutan otot atau rasa gemetar b. Otot tegang/kaku/pegel linu c. Tidak bisa diam d. Mudah menjadi lelah Hiperaktivitas Otonomik: a. Nafas pendek/ terasa berat b. Jantung berdebar-debar c. Telapak tangan basah dingin d. Mulut kering e. Kepala pusing/rasa melayang f. Mual, mencret, perut tidak enak

g. Muka panas/ badan menggigil h. Buang air kecil lebih sering i. Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang a. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu b. Mudah terkejut/kaget c. Sulit konsentrasi pikiran d. Sukar tidur e. Mudah tersinggung 3. Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.

1.1.1 Pohon Masalah

Risti mencederai diri sendiri, orang lain, lingkunganAsam Lambung Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh anorexia Mual, muntah meningkat Isolasi sosial Defisit perawatan diri

Gangguan Persepsi sensori: halusinasi lihat

Gangguan proses pikir : Ansietas

Koping individu inefektif

Harga Diri Rendah

Kurang pengetahuan

Peristiwa Traumatik

1.1.2 Rencana Intervensi Diagnosa keperawatan : 1. Resiko tinggi mencederai diri, orla, dan lingkungan b.d halusinasi lihat. TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUK : Klien mampu mengontrol rasa cemasnya Intervensi Rasional Memperkenalkan diri dengan sopan a. BHSP dengan klien dan ekspresi wajah bersahabat Tanyakan nama klien Jabat tangan klien Terima dan dukung pertahanan klien Kenalkan realita yang berhubungan

b.

Pasien bahaya

akan terlindung

dari

dengan

mekanisme

koping

klien

Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping

c. Ciptakan

lingkungan

tenang

dan jauh dari kegaduhan d. Jauhkan klien dari benda yang berbahaya seperti benda tajam 2. Ansietas b.d harga diri rendah. TUM TUK Intervensi a. Monitor intensitas kecemasan : Klien dapat mengurangi dan mengontrol kecemasannya. : Klien mengenal cara- cara untuk mengurangi kecemasannya Rasional Dengan memonitor tingkat ansietas

pasien kita bisa menentukan seberapa tingkat ansietas pasien dan seberapa bahaya ansietas tersebut. b. Tetap bersama klien ketika Keselamatan klien merupakan suatu boleh ditinggal sendirirasa cemasnya akan meningkat. c. Pindahkan klien ke tempat yang Kemampuan klien untuk menghadapi tenang dengan stimulus minimal stimulus atau sedikit. yang berlebihan terganggu.

tingkat ansietasnya tinggi (berat prioritas. Klien yang sangat cemas tidak atau panik)

Penggunaan Perilaku cemas dapat meningkat akibat

ruangan kecil atau area siklusi stimulus eksternal. Ruangan yang lebih dapat diindikasikan kecil dapat meningkatkan rasa aman klien. Semakin besar are, klien akan semakin tersesat dan panik. d. Tetap tenang dalam menghadapi Klien akan merasa lebih aman jika klien. perawat tenang dan jika klien merasa bahwa perawat dapat mengendalikan situasi. e. Gunakan pernyataan yang Kemampuan klien untuk menghadapi abstraksi atau kompleksitas terganggu. dikomunikasikan secara

singkat, sederhana, dan jelas. f. Sadari perasaan dan

tingkat Ansietas

ketidaknyamanan atau ansietas interpersonal. Bersama klien yang cemas

perawat sendiri.

dapat meningkatkan tingkat ansietas perawat sendiri.

g. Dorong partisipasi klien dalam Latihan relaksasi merupakan cara yang latihan dapat relaksasi. mencakup Latihan ini efektif dan nonkimiawi untuk mengurangi

bernapas ansietas.

dalam, relaksasi otot progresif, medikasi, imajinasi terbimbing, dan pergi ke tempat yang tenang dan damai (untuk jiwa). 3. Koping individu inefektif b.d. harga diri rendah TUM TUK :Menunjukan koping yang efektif. :Menunjukan pengendalian impuls dengan mempertahankan pengendalian diri tanpa pengawasan secara konsisten. Intervensi Peningkatan koping : Rasional Membantu pasien untuk beradaptasi dalam beradaptasi menerima

- Nilai kesesuaian pasien terhadap untuk perubahan gambaran diri.

stressor, p[erubahan atau ancaman yang pada pemenuhan

- Nilai dampak kehidupan pasien berpengaruh terhadap hubungannnya lain. Dukung pembuatan keputusan : - Explorasi metode peran dengan orang

dan kebutuhan dan peran dalam kehidupan.

Memberikan informasi dan dukunagn yang pada pasien dalam membauta keputusan

digunakan pasien pada masa berkaitan dengan perawatan kesehatan. sebelumnya dalam mengatasi

masalah kehidupan. - Evaluasi kemampuan pasien

dalam mengambil keputusan. Health Education : - Memberikan informasi faktual

yang terkait dengan diagnose, pengobatan, prognosis. - Menganjurkan pasien Meningkatkan koping individu klien dan untuk keluarga, serta memandirikan.

mengguanakan tekhnik relaksasi sesuai kebutuhan. - Memberikan pelatihan

ketrampilan social yang sesuai. Kolaboratif : Melibatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam upaya penyembuhan dengan

memberikan emosional keluarga. untuk

dukungan Memaksimalkan pasien dan klien dengan

berkolaborasi

tenaga medis yang lain.

Fasilitasi pasien untuk mengenal kelompok yang mendukungnya, pemberi lainnya. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah, dan asam lambung meningkat. TUM TUK : Menunjukan perawatan diri ; aktivitas kehidupan sehari-hari. : Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri. Rasional layanan kesehatan

Intervensi Pengkajian : - Kaji kemampuan klien dalam

memenuhi kebutuhan nutrisinya. - Kaji deficit sensori kognitif atau fisik yang dapat menyulitkan Karena kemampuan dalam memenuhi nutrisi sensori, kognitif dapat

makan. Pengelolaan gangguan makan : Pencegahan dan penangan

berpengaruh pada proses pemenuhan nutrisi.

pembatasan diet yang berat dan aktivitas makan yang dalam berlebih jumlah atau

banyak

ndalam satu waktu. Pengelolaan nutrisi : Pasien dengan ansietas cenderung tidak nafsu makan, sehingga

Pemberian asupan diet makanan memiliki dan cairan yang seimbang.

pemberian makanan dalam porsi kecil mampu menjaga nutrisi

Pemberian makanan dalam porsi diharapkan kecil.

pasien agar tetap seimbang. Mencegah penurunan berat badan yang signifikan.

Bantuan menaikan berat badan : Fasilitasi pencapaian kenaikan berat badan.

Health Education : - Tunjukan penggunaan alat bantu dan aktivitas yang adaptif. - Ajarkan pasien menggunakan

metode alternative untuk makan atau minum Kolaboratif : - Rujuk pasien dan keluarga pada layanan mendapatkan kesehatan di rumah. - Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam social untuk pertolongan Sebagai upaya memandirikan klien dan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.

perencaan aktivitas perawatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. 1995. Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Aesculapius Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen. Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Yogyakarta : Penerbit MocoMedia. Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Viedebeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 7th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like