You are on page 1of 41

BAB I PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. 1 Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dikeluarkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat bertahan hidup karena semakin tinggi berat badan anak sewaktu lahir, makin besar kemungkinannya untuk dapat terus hidup. Maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan di bawah umur 20 minggu kehamilan. 1 Menurut penelitian, insidens abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun dengan 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.1 Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia yang artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun dan sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia menemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan atas pelbagai faktor.9 Memandangkan insidennya yang banyak dan tingkat morbiditas dan motrilitas martenal yang tinggi disebabkannya, maka aborsi menjadi satu isu yang sangat perlu diperhatikan dalam mencari keberjayaan Program Making pregnancy safer seperti hamil apabila dilakukan penanganan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang timbul dapat diminimalkan. Namun, apabila abortus ini tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbulkan kematian ibu. Oleh karena itu, Missed abortion adalah topik yang penting dan menarik yang harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Abortus

a. Definisi Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.2 b. Epidemiologi Insiden abortus dipengarui oleh umur dan riwayat obstetric seperti seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia yang artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun dan sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia menemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan atas berbagai faktor.

c.

Etiologi Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut: 1. Faktor fetal Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom. Sembilan puluh lima persen kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh kegagalan gametogenesis maternal dan sisanya adalah kegagalan gametogenesis paternal. Abnormalitas dapaat dimulai dari

pembelahan meiosis dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini mitosis. Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid, misalnya trisomi autosom atau monosomi. Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan perkembangan zigot, embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut blighted ovum. Kelainan morfologi pertumbuhan terjadi pada 40% abortus spontan sebelum usia gestasi 20 minggu. Setelah trimester pertama, tingkat abortus dan kelainan kromosom berkurang.3

2. Faktor maternal Yaitu faktor yang berasal dari ibu, antara lain: a. Faktor anatomi Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.3 Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterun (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus. Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat meyebabkan abotus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang silent dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala

yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang

mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks. Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.4

b.

Faktor endokrin Ovulasi, impantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada

koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus. Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus. Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap impantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat diselamatkan. Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase

luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini. Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan. Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.

c. Faktor infeksi Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup. Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu proses impantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada

kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatonik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster. Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3 Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3 Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3 Spirokaeta: treponema pallidum.3 d. Faktor imunologi Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebahagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah: trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3 komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tnpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)

kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)

antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)3 aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih

dari 33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.4 d. Faktor trauma Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.5 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma . e. Faktor nutrisi dan lingkungan Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktorfaktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein. Merokok telah dipastikn dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1 Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang ber hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2 kali lipat

pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1 Pengambilan kafeine sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada kontrol.

f.

Faktor kontrasepsi berencana Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan

jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan. 3. Faktor paternal Faktor paternal adalah faktor yang ditimbulkan dari sang ayah. Faktorfaktor ini antara lain: 1. Ayah yang bersentuhan dengan mariyuana, rokok, timbal, alkohol, nikotin, dalam jumlah yang besar. Zat-zat yang disebutkan diatas akan menghasilkan produksi sperma yang abnormal 2. Konsumsi kokain. Kokain akan melekat pada sperma dan membuahi ovum, akan menyebabkan kelainan pada bayi. 3. Usia ayah yang telah lanjut. Sel pria bermutasi lebih banyak dari pada sel wanita. Mutasi ini menjadi faktor penyebab dalam 5 persen kasus sindrom down, sindrom marfan, dan dwarfism

(ketidaknormalan ukuran).

d.

Patologi Abortus Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian

diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Pedarahan jumlahnya tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama (missed abortion).5 Apabil mudigah yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka akan menjadi mola karneosa. Mola karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan janin karena cairan amnion berkurang akibat diserap, kemudian janin menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut janin dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh

cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.

e.

Klasifikasi abortus Abortus dapat dibagi atas dua golongan: 1. Abortus spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

1.

Abortus imminens Abortus imminens ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi

perdarahan pervaginam, ostium uteri tertutup dan hasil konsepsi masih dalam kandungan.

2.

Abortus insipiens Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung dimana

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.

10

3.

Abortus inkomplet Adalah sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, masih ada yang tertinggal.

4.

Abortus komplet Ialah keadaan dimana seluruh konsepsi telah keluar dari kavum uteri

11

5.

Missed abortion Missed abortion ialah abortus dimana embrio atau janin telah meninggal

dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.

6.

Abortus habitualis Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

berturut-turut.

7.

Abortus infeksiosa Abortus yang disertai dengan infeksi pada organ-organ genitalia.

8.

Abortus septik Abortus infeksiosa berat dengan penyebraan kuman atau toksin ke

peritonium dan peredaran darah.

Jenis

Demam

Nyeri/kram abdomen

Perdarahan

Jaringan /ekspulsi

Jaringan vagina

Pemeriksaan Ostium uteri Besar uterus Sesuai umur hamil

Iminens

Tak ada

Ringan

Ringan

Tak ada

Tak ada

Tertutup

Insipien

Tak ada

Sedang

Sedang

Tak ada

Tak ada

Terbuka, Ketuban

Sesuai umur

12

menonjol kehamil an Inkomplet Tak ada Sangat Sangat Teraba jaringan Mungkin masih ada Komplet Tak ada Tak ada Ringan Sudah lengkap Mungkin ada Terbuka Terbuka Sudah mengeci l Sudah mengeci l Missed Tak ada Tak ada Tak DIC ada/ Tak ada Tak ada Tertutup Sudah mengeci l Sepsis Ada Ada Ringan/ DIC Masih Jaringan/ lekorea baru Tertutup Terbuka bau Kecil dibandin gkan umur Habitual Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak hamil abortus Tiga kali lebih berturut an

2. Abortus Provokatus (induced abortion) Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan mapun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi: a. Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan

13

indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli b. Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. f. Diagnosis6 Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan : 1. Kriteria diagnosis a. Ada riwayat terlambat haid atau amenore yang kurang dari 20 minggu b. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi c. Rasa sakit atau kram perut di daerah sumprasimfisis

a. Abortus iminens Ditegakkan atas dasar adanya perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai dengan perasaan mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai dengan usia kehamilan, serviks belum membuka. Dan tes kehamilan positif. b. Abortus insipiens Didapatkan perdarahan melalui ostium uteri eksternum agak banyak, rasa mules biasanya lebih sering dan kuat, didapatkan dilatasi serviks uteri dan hasil konsepsi masih dalam uterus. c. Abortus inkomplit Sebagian hasil konsepsi telah keluar, kanalis servikalis terbuka dan jaringan sudah dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali sampai dapat menimbulkan syok dan perdarahan ini tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

14

d.

Abortus komplit Semua hasil konsepsi telah keluar dan diagnosis dipermudah

apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan semuanya sudah keluar dengan lengkap

e. Missed abortion Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus iminens yang kemudian menghilang scara spontan atau setelah pengobatan, hasil konsepsi tertinggal dalam rahim lebih dari 8 minggu atau biasanya test kehamilan negatif. f. Abortus infeksiosa Didapatkan febris, nyeri adneksa, dan fluor yang berbau. g. Abortus septik Didapatkan tanda-tanda sepsis pada umumnya dan tidak jarang disertai dengan syok. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, laboratorium rutin dan khusus seperti COT, pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abotion.

Radiologi Pemeriksaan USG dan Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup dan menentukan prognosisnya.

15

Perdarahan pervaginam
Anamnesis: Riwayat terlambat haid Riwayat truma Waktu, jumlah, dan sifat perdarahan Mules Riwayat keluarnya jaringan dari vagina Kenaikan suhu badan Keadaan umum lemah atau pingsan Hamil ? Pemeriksaan fisik: - Tanda vital: mencari tanda-tanda syok - Pada pemeriksaan ginekologis/obstetric: perhaitkan adanya darah, jaringan, bau, rasa nyeri, massa

Tidak hamil/tidak berkaitan dg kehamilan

Kehamilan < 20 minggu

Kehamilan >20 minggu

Diagnosis banding: Kanker serviks, Polip serviks, Erosi porsio, Perdarahan uterus, trauma

Diagnosis banding: Kehamilan ektopik Molahidatidoda abortus

Diagnosis banding: Solusio plasenta Plasenta previa

Molahidatidosa: - Darah coklat, keluar gelembung, - uterus lebih besar dari usia kehamilan - tidak teraba bagian janin, - BJJ tdk terdengar, - sonde dapat diputar tanpa tahanan, - beta HCG meningkat

Kehamilan ektopik: - Nyri perut bawah - Tampak pucat - Tanda syok - Nyeri pergerakan serviks - Uterus teraba membesar - Kavum Douglass menonjol berisi darah dan nyeri - Kuldosentesis: darah (+)

Abortus Iminens Insipiens Inkomplit Komplit Missed abortion

Hasil Konsepsi dalam uterus dalam uterus sebagian sudah keluar dalam uterus

Dilatasi Serviks tidak ada ada ada tidak ada tidak ada

Plasenta previa - Perdarahan - Merah, segar - Factor predisposisi - Tidak ada - Janin - Bagian terbawah janin blm masuk PAP, ada kelainan letak, kebanyakan masih hidup

Solusio plasenta - Merah tua, kehitaman - Ada - Kebanyakan telah mati

Bagan 2.1. penegakan diagnosis

16

g. Teknik abortus7 1. Teknik bedah untuk operasi Kehamilan dapat dikeluarkan secara bedah melalui serviks yang telah dibuka atau melalui abdomen dengan histerotomi atau histerektomi a. Dilatasi dan kuretase Abortus bedah dilakukan mula-mula dengan mendilatasi serviks dan kemudian mengosongkan uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) secara mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap), atau keduanya. Kemungkinan terjadinya penyulit termasuk perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak lengkap, dan infeksi meningkat setelah trimester pertama. Kuretase atau vakum sebaiknya dilakukan sebelum minggu ke-14. Untuk usia gestasi diatas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setelah janin seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D&X) serupa dengan D&E, kecuali bahwa pada D&X bagian janin perama kali diekstraksi melalui serviks yang telah membuka untuk mempermudah tindakan.

Dilator Higroskopik Trauma akibat dilatasi mekanik dapat dikurangi dengan menggunakan suatu alat yang secara perlahan membuka serviks. Alat ini menarik air dari jaringan serviks dan juga digunakan untuk pematangan serviks prainduksi. Batang laminaria sering digunakan untuk membantu membuka serviks. Alat ini dibuat dari tangkai Laminaria digitata atau Laminaria japonica, suatu ganggang laut coklat. Laminaria bekerja dengan cara menarik air dari kompleks

17

proteoglikan, sehingga kompleks ini mengalami penguraian dan menyebabkan serviks melunak dan membuka. Dilator higroskopik sintetik seperti Lamicel yaitu suatu spons polimer polivinil alkohol yang diberi magnesium sulfat anhidrose. Stornes dan Rasmussen (1991) melaporkan bahwa walaupun batang lamicel dan pesarium gemeprost efektif untuk dilatasi serviks sebagai persiapan untuk abortus trimester pertama, dilatasi lebih lanjut secara bermakna lebih udah pada pemakaian gemeprost.

Teknik pemasangan Serviks yang telah dibersihkan dipegang sebelah depan dengan sebuah tenakulum. Kanalis servikalis secara hati-hati disonde tanpa memecahkan selaput ketuban, untuk mengetahui panjangnya. Laminaria yang ukurannya secara kemudian dimasukkan sehingga ujungnya berada tepat di os internum dengan menggunakan forsep tampon uterus atau forsep kapsul radium. Kemudian, biasanya setelah 4sampai 6 jam, laminaria akan membengkak sehingga terjadi dilatasi serviks yang memadai sehingga dapat dilakukan dilatasi mekanik dan kutretase. Laminaria dapat menyebabkan kram.

Prostaglandin Selain menggunakan dilator higroskopik agar serviks melunak, dapat digunakan pesarium (supositaria) prostglandin

yang dimasukkan ke dalam vagina sampai ke serviks sekitar 3 jam sebelum upaya dilatasi dilakukan. Hasil yang baik dari penggunaan 1 mg prostaglandin E1 metil ester.

Teknik dilatasi dan kuretase

18

Bibir serviks anterior dijepit dengan tenakulum bergerigi. Anestetik lokal misalnya lidokain 1 atau 2 persen sebanyak 5ml disuntikkan secara bilateral ke dalam serviks. Cara lain, digunakan blok paraservikal. Uterus disonde dengan hati-hati untuk mengidentifikasi status os internum dan untuk memastikan ukuran dan posisi uterus. Serviks diperlebar lebih lanjut dengan dilator hegar atau Pratt sampai kuret isap aspirator vakum dengan ukuran diameter yang memadai dapat dimasukkan. Kuretase isap digunakan untuk mengaspirasi produk

kehamilan. Aspirator vakum digerakkan diatas permukaan secara sistematis agar seluruh uterus tercakup. Apabila hal ini telah dilakukan dan tidak ada lagi jaringan yang terhisap, dilakukan kuretase tajam dengan hati-hati apabila diperikrakan masih terdapat potongan janin atau plasenta. Pada kasus-kasus yang telah melewati usia gestasi 16 minggu, janin diekstraksi, biasanya dalam potongan-potongan dengan menggunakan forcep atau yang serupa dengan instrumen destruktif lainnya. Morbiditas dapat dijaga minimal apabila: 1. Serviks telah cukup membuka tanpa trauma sebelum mengupayakan pengeluaran janin dan jaringan ekstraksi. 2. Pengeluaran hasil konsepsi dilakukan tanpa menyebabkan perforasi uterus. 3. Semua jaringan kehamilan dikeluarkan

Laparotomi Pada beberapa kasus, hiterotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila terdapat penyakit yang cukup signifikan pada uterus, histerektomi mungkin merupakan terapi yang ideal. Apabila akan

19

dilakukan sterilisasi, mungkin diindikasikan histerotomi disertai ligasi tuba atau histerektomi karena induksi medis pada kehamilan rimester kedua gagal.

Induksi abortus secara medis 1. Oksitosin Pemberian oksitosin dosis tinggi dalam sedikit cairan intrvena dapat menginduksi abortus pada kehamilan trimester kedua. Salah satu regimen yang efektif adalah campuran 10 ampul oksitosin 1 ml (10 IU/ml) kedalam 1000 ml larutan Ringer laktat. Larutan ini mengandung 100 mU oksitosin per ml. Infus intravena dimulai dengan kecepatan 0,5ml/ mnt (50 mU/mnt). Kecepatan infus ditambah setiap 15 sampai 30 menit sampai maksimum 2 ml/mnt. Apabila pada kecepatan infus ini belum terjadi kontraksi yang efektif, konsentrasi oksitosin didalam cairan infus ditingkatkan. Sebaliknya larutan yang telah diinfuskan dibuang sebagian dan disisakan 500ml, yang mengandung konsentrasi 100mU oksitosin per ml. Ke dalam 500 ml ini ditambahkan lima ampul oksitosin. Larutan yang terbentuk sekarang mengandung oksitosin 200mU/ ml, dan kecepatan infus dikurangi menjadi 1 ml/mnt (200mU/mnt). Kecepatan infus kembali ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai 2 ml/mnt (400mU/mnt) dan kecepatan ini dibiarkan selama 4 atau 5 jam, atau sampai janin dikeluarkan. Pada penggunaan oksitosin pekat, frekuensi dan intensitas kontraksi uterus harus diperhatikan dengan cermat, karena setiap peningkatan kecepatan infus akan sangat meningkatkan jumlah oksitosin yang disalurkan. Apabila induksi awal tidak berhasil, induksi serial setiap hari selama 2 sampai 3 hari hampir selalu berhasil. Kemungkinan berhasilnya induksi dengan oksitosisn dosis tinggi sangat diperbesar oleh pemakaian dilator higroskopik seperti batang laminaria yang dimasukkan malam sebelumnya.

Larutan Hiperosmotik Intraamnion Agar terjadi abortus pada trimester kedua, dapat dilakukan penyuntikan 20 sampai 25 persen salin atau urea 30 sampai 40 persen ke dalam kantung amnion

20

untuk merngsang kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Cara ini jarang digunakan di Amerika Serikat dan menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (1987), cara ini telah digantikan oleh dilatasi dan evakuasi. Dalam suatu studi dari thailand, diantara 125 kehamilan yang menjalani terminasi midtrimester menggunakan salin hipertonik, rata-rata waktu dari induksi sampai pelahiran adalah 31,7 jam. Salin hipertonik dapat menimbulkan penyulit serius, termasuk kematian. Penyulit lain mencakup: 1. Krisis hiperosmolar akibat masuknya salin hipertonik ke dalam sirkulasi ibu. 2. Gagal jantung 3. Syok septik 4. Peritonitis 5. Perdarahan 6. Koagulasi intravaskular diseminata 7. Intoksikasi air.

Urea Hiperosmotik Urea 30 sampai 40 persen yang dilautkan dalam larutan dekstrosa 5 persen, disuntikkan kedalam kantung amnion, diikuti oleh oksitosin intravena dengan kecepatan ekitar 400 mU/ mnt. Urea plus oksitosin adalah abortifasion yang sama efektifnya seperti salin hipertonik, teapi lebih kecil kemungkinannya untuk menimbulkan toksisitas. Urea plus prostagalandin yang disuntikkan ke dalam kantung amnion juga sama efektifnya. Prostaglandin Karena kekurangan metode-metode medis lain dalam menginduksi abortus, prostaglandin dan beragam analognya digunakan secara luas untuk mengakhiri kehamilan, terutama pada trimester kedua. Senyawa yang sering digunakan secara luas untuk mengakhriri kehamilan, terutama trimester kedua. Mekanisme kerja prostaglandon,sebagai berikut:

21

1. Dimasukkan ke vagina sebagai supositoria 2. Diberikan sebagai gel melalui sebuah kateter kedalam kanalis servikalis dan baian paling bawah uterus secara ekstraovular 3. Disuntikan intramuskular 4. Disuntikan kedalam kantung amnion melali amniosintesis 5. Diminum peroral Pada kehamilan trimester pertama dan kedua awal, supositoria vagina prostaglandin yang dimasukan sampai serviks juga digunakan dalam dosis yang lebih rendahuntuk mematangkan atau melunakkan serta membuka serviks sebelum kuretase atau sebagai ajuvan pada terminasi dengan mifepriston. Mifepriston Antiprogesteron oral initelah digunakan untuk menimbulkan aborus pada gestasi dini, baik tersendiri atau dikombinasikan dengan

prostaglandin oral. Efektivitas obat ini sebagai abortifasien didasarkan pada afinitas reseptornya yang tinggi terhadap tempat pengikat progesteron. Dosis tunggal 600 mg yang diberikan sebelum gestasi 6 minggu menyebabkan abortus pada 85 persen kasus. Pada kehamilan trimester pertama yang tidak tumbuh, mifepriston dosis tungga 600mg memicu ekspulsi pada 82 persen wanita. Mifepriston sangat efektif untuk kontrasepsi pasca koitus darurat apabila diberikan dalam 72 jam. Setelah 72 jam, obat ini semakin kurang efektif. Penambahan berbagai prostaglandin pral, pervaginam, atau suntikan ke regimen ini menghasilkan angka abortus sebesar 95 persen atau lebih. Efek samping mifepriston adalah mual, muntah, dan kram pencernaan. Risiko utama yang terkait adalah perdarahan akibat ekspulsi kehamilan parsial dan akibat perdarahan intraabdomen dari kehamilan ektopik dini yang tidak diperkirakan sebelumnya. Durasi perdarahan pervginam adalah sekitar 2 minggu setelah mifepriston saja, dan sekitar 1 sampai 2 minggu setelah mifepriston dan prostglandin.

22

Epostan Inhibitor hidroksisteroid -3 dehidrogenase ini mnghambat sintesis progesteron endogen. Apabila diberikan dalam 4 minggu setelah hari pertama haid terakhir, obat ini akan memicu abortus sekitar 85 persen wanita. Mual adalah efek samping tersering dan apabila abortusnya tida komplet terdapat resiko perdarahan. Missed Abortion8

2.1.

a. Definisi Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan. b. Penegakan diagnosis a. Anamnesis 1. Ibu menyatakan bahwa tanda hamil muda menghilang seperti morning sickness, hiperemesis gravidarum, dan perkembangan payudara mulai berkurang dan bahkan menghilang sama sekali. 2. Perut dirasakan semakin mengecil b. Pemeriksaan fisik 1. Pada pemeriksaan luar, teraba fundus uteri tidak bertambah tinggi sesuai dengan usia kehamilan, malah dapat bertambah rendah. 2. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup, uterus teraba lunak, lebih kecil dari umur kehamilan. Tanda Hegar, Piskacek, dan Chadwick menghilang. c. Pemeriksaan penunjang 1. USG a. Uterus lebih kecil dari umur kehamilan b. Air ketuban berkurang c. Janin intrauteri makin kecil dan terkesan tumpang tindih , sehingga bentuknya tidak tampak dengan jelas

23

d. Tampak tanda spalding pada tulang kepala 2. Pemeriksaan laboratorium Tes kehamilan negatif.

Gambar 2.1. Dilatasai dan evakuasi

1. Penanganan spesifik Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :

Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.

Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.

Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah. Pengelolaan missed abortion harus diutarakan pada pasien dan

keluarganya secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena umumnya penderita merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu, tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau
24

kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin ataupun jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini kan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi ataupun kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding kavum uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pasca tindakan jika perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.8

25

Missed abortion

Persiapan terminasi missed abortion: Pemeriksaan Fisik umum Pemeriksaan laboratorium Faal hemostatsis darah a. Trombosit b. Bleeding/clothing time c. Jumlah fibrinogen darah

Besar uterus diatas 14 minggu: Persiapan: a. Estradiol 2x40 mg selama 3 hari b. Laminaria 24-48 jam Profilaksis antibiotika

Besar uterus kurang dari 14 minggu: Laminaria 12 jam D&C Oksitosis drip

Induksi terminasi: Prostaglandin Oksitosis drip -

Komplikasi yang mungkin: Perdarahan Infeksi perforasi

Ekspulsi spontan: Ikuti kuretase untuk menjamin bersih Laparotomi untuk evaluasi: Berikan transfusi masif Dapat dilakukan histerektomi

Bagan 2.2. Penataaksanaan Missed abortion

26

c.

Komplikasi Abortus Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,

infeksi, dan syok.

Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

Infeksi Syok Hipofibrinogenemia Untuk dapat memahami terjadinya hipofibrinogenemia pada missed abortion,

perlu dipahami dua mekanisme dibawah ini: 1. Mekanisme koagulasi intravaskular, yang dipicu oleh masuknya sejumlah tromboplastin jaringan yang berasal dari benda asing. Dalam hal ini, tromboplastin berasal dari hasil konsepsi yang telah mati intrauteri selama lebih dari 6 minggu. Koagulasi intravaskular ini mengkonsumsi fibrinogen yang diubah menjadi fibrin. 2. Perlindungan organ untuk mendapatkan aliran darah. Bersamaan dengan proses koagulasi terjadi proses lisis fibrin yang dilakukan oleh plasmin yang jumlahnya meningkat pada ibu hamil. Pengubahan plasminogen menjadi plasmin terjadi sebagai akibat dari: a. b. Tisue activator (t. PA) Plasminogen dan fibrin monomer Mata rantai proses pembekuan darah intravaskular dan proses fibrinolisis tejadi karena peningkatan jumlah plasmin dalam darah sehingga sebagian aliran darah yang menuju organ tidak terhalang

27

karena fibrin hancur. Oleh karena itu, pembuluh darah kecil dan kapiler terbuka kembali. Dampak dari dua proses yang berlangsung sekaligus ini adalah bahwa jumlah fibrinogen akan menurun sampai batas kritis (100mg/dl) dan akan memberikan dampak gangguan pada pembekuan darah sehingga perdarahan yang tidak terjadi dapat berhenti

Kematian intrauteri

Thromboplas tik ekstrinsik

Komplikasi trombosis organ vital, firbrinogen, produk pecahan

Tendensi perdarahan diatesis trombositopeni

Koagulasi intravaskular Pembentukan / timbunan: Fibrin fibrinogenolisis

Mengeluarkan material: Tromboksan A Prostasiklin Aktivator plasminogen

Terjadi pada organ vital: Nekrosis Edema perdarahan Kegagalan fungsi diikuti kesadaran turun, koma, kematian

Fibrinogen split product

Bagan 2.3. Patofisiologi hipogfibrinogenemia

28

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama Pasien Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. B : 38 tahun : Islam : SD : Ibu Rumah Tangga : Jl. Sersan Kelo Rt. 25 no 14 kelurahan sunhai bawah Palembang Nomor Rekam Medik : 104747

3.2 Anamnesis (autoanamnesis tanggal 4 Mei 2013) Os masuk ke bangsal kebidanan dan kandungan Rumah Sakit

Muhammadiyah Palembang pukul 08.00 melalui poliklinik dengan :

Keluhan Utama Os mengalami perdarahan per vaginam sejak 3 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang 2 bulan yang lalu, os mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar disertai gumpalan darah berwarna hitam, gelembung-gelembung (-). Perdarahan tidak terlalu banyak, os mengganti pembalut sebanyak 1x. Gumpalan berwarna putih seperti daging (-). mules (+), mual (+), muntah (+), lemah (+). Os berobat ke klinik dan dirawat inap selama 3 hari. Perdarahan berhenti dan kondisi janin dinyatakan masih baik. Pasien disarankan kontrol namun Sejak 3 hari yang lalu, os kembali mengalami perdarahan per vaginam warna merah kecoklatan. Perdarahan tidak aktif hanya beberapa tetes saja. Gelembung (-), Keluhan mual (-), muntah (-), lemas (-), perkembangan payudara (-). Pasien datang ke poliklinik kebidanan dan kandungan Rumah Sakit

Muhammadiyah Palembang.

29

Selama hamil pasien jarang melakukan ANC. Riwayat jatuh/terbentur, diurut, senggama dalam minggu-minggu terakhir disangkal. Keputihan selama hamil tidak ada. Pasien tidak merokok, namun perokok pasif di lingkungan sekitar. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat mengkonsumsi jamu atau obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit hati,ginjal, DM, hipertensi, asma, alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama, riwayat hipertensi, penyakit DM, asma disangkal.

Riwayat Haid[ Usia menarche : 16 tahun Siklus haid Lama haid Nyeri haid HPHT : 28 hari : 5-7hari : (-) : 11 Januari 2013

Riwayat Obstetri Pasien sudah memiliki 1 orang anak (G2P1A0). Saat ini anak pasien berusia 7 tahun Anak Tahun Lahir I 2006 Jenis Kelamin Perempuan Cara Lahir SC atas 2800 gram Dokter Berat Lahir Penolong

indikasi PPT

30

Riwayat ANC Os jarang melakukan kegiatan ANC.

Riwayat Perkawinan Lama Pernikahan Usia waktu nikah : 13tahun : 25tahun

Riwayat kontrasepsi Os tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi.

3.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis 1. Keadaan umum : baik. 2. Kesadaran : GCS : E4M5V6, composmentis 3. Tanda vital Nadi Suhu Respirasi 4. Kepala : Tekanan darah : 110/90 : 72x/menit, isi dan tekanan cukup, reguler : 37,3oC (axilla) : 22x/menit : simetris (+), rambut hitam (+), rambut hitam (+),mudah krepitasi (-). 5. 6. Leher Mata : pembesaran limfonodi (-) : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikerik (-/-), pupil isokor, d=2mm/2mm, reflek cahaya (+/+),kelopak mata edema (-/-), cekung (-/-) 7. 8. Hidung Telinga : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) : sekret (-/-),simetris (+/+),deformitas (-/-) dicabut (-), rontok (-), jejas (-),

31

9.

Mulut

: bibir sianosis (-), bibir kering(-), gusi berdarah (-), faring hiperemis (-)

10. Thorax Pulmo: Inspeksi Palpasi : bentuk dada normal, simetris (+/+), retraksi (-/-), : nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), stem fremitus hemithorax dextra=sinistra. Perkusi : sonor (+) pada pulmo dextra dan sinistra

Auskultasi: suara dasar : vesikuler pada kedua lapang paru suara tambahan: ronkhi halus (-/-),wheezing (-/-) Cor: Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak perkusi: batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

batas pinggang : ICS III linea parasternal sinistra batas kanan batas kiri : ICS V linea parasternal dextra :ICS V 2cm medial linea

midclavicula sinistra. palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V, linea midclavicula

sinistra di bawah papila mammae,thrill(-). auskultasi: S1- S2 reguler, bising (-)

11.

Abdomen Inspeksi : datar, parut bekas operasi (-), pelebaran vena (-), edema (-) Palpasi Auskultasi : nyeri tekan (-) : bising usus (+) normal

32

12. Extremitas

: Extremitas superior Extremitas Inferior -/-/-/<2detik/<2detik

Oedem Akral dingin Sianosis Capillary refill

-/-/-/<2detik/<2detik

Status Ginekologi Pemeriksaan Luar Pemeriksaan Dalam Inspekulo : tinggi fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), masaa (-) : : Portio tampak tebal dan mencucu, ostium uteri internum terbuka, fluksus (+), perdarahan tidak aktif, fluor (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-). Vaginal toucher : Portio kenyal, medial, pendataran o%, teraba kuncup mencucu, pembukaan 0 cm, ketuban, presentasi bayi, penururunan bayi dan denominator tidak dapat dinilai.

33

3.4 Pemeriksaan Penunjang 1. laboratorium

Test (4-5-2013) Darah lengkap Hemoglobin (Hb) Leukosit (WBC) LED DF CT BT Golongan Darah

Hasil

12,8 g% 5.500 5 1/0/1/52/34/12 8 2 B

Ultrasonografi (USG) Bayangan janin (+) Kantong gestasi (+) Gerakan janin (-) DJJ (-)

3.5 Diagnosa Kerja G2P1A0 hamil 20 minggu dengan Missed abortion.

3.6 Rencana Terapi - Observasi tanda vital ibu dan perdarahan. - IVFD RL gtt XX - Pasang laminaria 12 jam pro kuret - golongan prostaglandin yaitu misoprostol dosis 800g per vaginam - pro kuretase 4 5 2013
34

12.00WIB - Tindakan dimulai - Penderita dalam posisi litotomi, anestesi umum - Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada vulva dan sekitarnya -Dilakukan pemasangan sims atas dan bawah - Portio ditampakkan secara avoe - Dengan tenakulum, dilakukan penjepitan portio pada pukul 11.00 WIB - Sims atas dilepas, dilakukan sondase didapatka uterus 8 cm - Dilakukan kuretase sesuai sistematis pada endometrium dan didapatkan jaringan 50 cc, darah 50 cc - Setelah diyakinkan bersih tidak ada jaringan dan tidak ada perdarahan tenakulum dilepaskan - Portio dibersihkan dengan kasa betadin Pukul 12.30: - Tindakan Selesai Terapi post kuretase 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Evaluasi KU dan tanda vital Evaluasi perdarahan pervaginam (aktif/tidak) Evaluasi kontraksi uterus Evaluasi Lokea Mobilisasi Diet biasa IVFD RL + 2 ampul pitogen gtt XX Obat-obatan: - Obat: Antibiotik: - Ciprofolxacin 2 x 1 g -Analgetik: - asam mefenamat 3 x 500 mg

35

-Anti perdarahan: Asam tranexamat 3x250 mg - Tindakan selesai dan os diantar ke bangsal pukul 20.00WIB. 5 4 2013 07.00 WIB S : nyeri (-), keluar darah (-). O : KU : Baik Kesadaran : Compos Mentis TD : 100/70 mmHg Nadi : 82 x/menit Pernafasan : 22 x/menit Suhu : 36.20C Status ginekologi: Perdarahan aktif (-), kontraksi baik, nyeri tekan (-) A : P2A0 post Kuretase a/i missed abortion P : -Observasi KU + VS ibu -diet nasi biasa -Mobilisasi -IVFD RL 24 jam up -Terapi oral : Obat: Antibiotik: - Ciprofolxacin 2 x 1 g

-Analgetik: - asam mefenamat 3 x 500 mg -Anti perdarahan: Asam tranexamat 3x250 mg Pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

36

BAB IV PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 38 tahun yang masuk ke bangsal kebidanan pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 07.00 WIB kiriman poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan diagnosa masuk G2P1A0 hamil 20 minggu dengan missed abortion.

4.1 Penegakan Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu 2 bulan yang lalu,ada riwayat keluhan keluar perdarahan berwarna merah kehitaman per vaginam, tidak aktif, jaringan (-), gelembung (-), os mengganti pembalut sebanyak 1x sehari dan dirawat di klinik dinyatakan mengalami AB iminens. HPHT, yaitu tanggal 11 01 2013. Berdasarkan HPHT pada pasien ini usia kehamilannya 20 minggu. Os merasa heran tidak mengalami pembesaran di daerah perut padahal kehamilan semakin bertambah. Dari status ginekologi diperoleh pemeriksaan luar tinggi fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), masaa (-), Pemeriksaan Dalam Portio tampak tebal dan mencucu, ostium uteri internum terbuka, fluksus (+), perdarahan tidak aktif, fluor (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-). VT: Portio kenyal, medial, pendataran o%, teraba kuncup mencucu, pembukaan 0 cm, ketuban, presentasi bayi, penururunan bayi dan denominator tidak dapat dinilai. Hasil USG janin bayangn janin (+), kantong gestasi (+), gerakan janin (-), DJJ (-). Dari ketiga pemeriksaan tersebut dapat ditegakkan yaitu pasien mengalami missed abortion yang merupakan abortus dimana embrio atau janin telah meninggal dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih. Tanda-tanda kehamilan sekunder pun mulai menghilang pada pasien missed abortion seperti morning sickness, pertumbuhan payudara.

37

Sebelum dilakukan penatalaksanaan, perlu pemeriksaan pembekuan darah yaitu CT, BT. Karena pada pasien missed abortion komplikasi yang paling ditakutkan yaitu terjadinya hipofibrinogenemia yang menyebabkan DIC. Pasien ini mmpunyai CT dan BT yang normal sehingga memenuhinsyarat untuk dilakukan penatalaksanaan selanjutnya. Pada kasus ini dilakukan tindakan pemberian laminaria dan golongan prostaglandin hal ini bertujuan untuk mematangkan dan membuka serviks sehingga dapat dilakukan kuretase. Pasien datang ke ruang operasi pada pukul 12.00 WIB dan dilakukan tindakan kuretase sebagai berikut: Pasien berbaring posisi litotomi dan dibius dengan anestesi umum. Asepsis dan antisepsis. Pasang sims atas dan bawah. Pasang tenakulum arah pukul 11.00, sims atas dilepas. Dilakukan Sondase + 10 cm. Dilakukan kuretase searah jarum jam sampai benar-benar bersih, perdarahan + 50 cc Perdarahan (-) Bersihkan dengan kassa steril. Tindakan selesai Untuk meminimalisir perdarahan diberikan : methergin 1 amp iv Observasi 2 jam post kuret. Post kuretase pasien dipantau perdarahannya dan vital sign. Diberikan terapi antibiotik untuk profilaksis, analgetik untuk menghilangkan rasa sakit, dan anti perdarahan. Pada pukul 07.00 WIB keesokan harinya dilakukan follow up pada pasien dan pasien tidak mempunyai keluhan. Keadaan umum dan tanda vital pasien baik dan diberikan terapi oral. Dengan keadaan pasien yang stabil, maka pasien diperbolehkan pulang.

38

BAB V KESIMPULAN

1. Untuk menegakkan diagnosa Missed abortion dilakukan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seperti USG. 2. Tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi pada abortus bisa dilakukan dengan metode dilatasi dan kuretase. 3. Semakin cepat kita mendiaganosa abortus dan semakin cepat pula kita menatalaksana, maka semakin kecil kemungkinan untuk terjadi komplikasi.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno, Larry C., Iii, Md Gilstrap, John C., Md Hauth, Katharine D., Md Wenstrom, John C. Hauth, J. Whitridge Obstetrics Williams (Editor), Steven L. Clark, Katharine D. Wenstrom. Williams Obstetrics 23rd Ed: McGraw-Hill Professional

2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009

3. McBride, Dorothy E. Abortion in United State. ABC-CLIO.2008

4. Valley

VT.

Abortion,

Incomplete.

In:

Emedicine.

30

Mei

2006.

http://www.emedicine.com/emerg/OBSTETRICS_AND_GYNECOLOGY.htm (20 April 2013)

5. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal. 460-74.

6. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Kehamilan Tua. Dalam: Lutan D, editor. Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998

7. Branch DW, Scott JR. Early Pregnancy Loss. In: Scott JR, Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, editors. Danforths Obstetrics and Gynecology 9th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins, 2003.

40

8. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2002. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-13.

41

You might also like