You are on page 1of 5

LAPORAN PENDAHULUAN Dengue Hemorhagic Fever (DHF) 1.

DEFINISI
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya tanda tanda dan gejala demam serta perdarahan (Depkes RI, 2000). Dengue Hemorhagic Fever adalah merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit arbovis. Arbrovis adalah singkatan dari arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, sengkerit atau lalat (Soedarmo, 2005.hal. 4). Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegyepti (betina) (Effendy, Christiantie: 1995) Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

2.ETIOLOGI
Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 C. 3.PATOFISIOLOGI Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

4.MANIESFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 15 hari, rata rata 2 8 hari. Penderita biasanya mengalami ; - Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 7 hari). - Sering disertai menggigil - Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena - Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan - Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi - Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyero otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh. - Hepatomegali, splenomegali

5.DATA PENUNJANG
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF meliputi: a. Laboratorium Darah lengkap 1) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih) Normal : pria 40-48 % 2) Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm) Normal : 150000-400000/ui 3) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin 4) Asidosis 5) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia b. Uji tourniquet positif Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm. Pada DHF biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji tourniquet bias saja

negatif atau hanya positif ringan selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase shok. c. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi karena adanya rembesen plasma. d. Urine : albuminuria ringan e. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal. f. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan komplemen (complemen fixation test/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml g. USG : hematomegali-splenomegali

6.PENATALAKSANAAN
Medik A. DHF tanpa Renjatan Beri minum banyak ( 1 2 Liter / hari ) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat B. DHF dengan Renjatan Pasang infus RL Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 30 ml/ kg BB ) Tranfusi jika Hb dan Ht turun Keperawatan Pengawasan tanda tanda vital secara kontinue tiap jam Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam Observasi intik output Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 liter 2 liter per hari, beri kompres Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt. 1. Resiko Perdarahan Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena Catat banyak, warna dari perdarahan Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal 2. Peningkatan suhu tubuh Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik Beri minum banyak Berikan kompres

7.DIAGNOSA
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit 2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 3) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. 4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.

8.INTERVENSI
DX : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit Intervensi : 1. Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7) Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4. Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh. 6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. DX : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Intervensi : 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan . 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 7. Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien DX : Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

Intervensi : 1. Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien. 2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat. 4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien. Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. DX : Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Intervensi : 1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya. 2. Observasi tanda-tanda syock. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok. 3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah. 4. Anjurkan pasien untuk banyak minum. Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh. 5. Catat intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan. 9.DAFTAR PUSTAKA -Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002. -Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995 -Prinsip Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 267

You might also like