You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba fallopii dan ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan dikarenakan merrupakan suatu infeksi serius

dan sangat membahayakan. Satu dari 7 wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M.D., profesor pada Division of Gynegology Oncology,University of Floridadi Jacksonville. Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran lainnya, serangan infeksi ini diketahui meningkatkan risiko seorang wanita untuk menjadi infertil Ketika bakteribakteri yang menyerang menembus tuba fallopii, mereka dapat menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang lunak, menyebabkan sukarnya (atau tidak memungkinkannya) sel telur masuk ke dalam rahim. Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang mengkhawatirkan yaitu setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%. Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, dapat diperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun.

Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan sebesar enam kali lipat. Alasannya karena tuba falopii sering mendapatkan parut (bekas luka) yang timbul karena infeksi ini, telur yang turun mungkin akan macet dan hanya tertanam di dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di luar kandungan per tahun dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Pelvic Inflammatory Disease (PID) ? 2. Bagaimana pengaruh Pelvic Inflammatory Disease (PID) terhadap organ genitalia ? 3. Bagaimana upaya kuratif (pengobatan) yang dapat dilakukan terhadap Pelvic Inflammatory Disease (PID) ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian Pelvic Inflammatory Disease (PID). 2. Mengetahui pengaruh Pelvic Inflammatory Disease (PID) terhadap organ genitalia. 3. Mengetahui upaya kuratif (pengobatan) yang dapat dilakukan terhadap Pelvic Inflammatory Disease (PID) 1.4 Manfaat Penulisan 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai Pelvic Inflammatory Disease (PID).

2. Menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengaruh Pelvic


Inflammatory Disease (PID) terhadap organ genitalia.

3. Menginformasikan
(PID).

kepada

masyarakat

mengenai

upaya

kuratif

(pengobatan) yang dapat dilakukan terhadap Pelvic Inflammatory Disease

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pelvic Inflammatory Disease (PID) Pelvic inflammatory disease atau yang dikenal dengan penyakit radang panggul (PRP) adalah infeksi pada alat genital atas. PID juga dikenal sebagai suatu kelainan yang manifestasinya dapat merusak sistem kesehatan reproduksi wanita dikarenakan naiknya mikroorganisme dari vagina dan endoserviks ke endometrium, tuba fallopii, ovarium, dan organ sekitarnya, sehingga spektrumnya merupakan kelainan inflamasi dari traktus genitalis bagian atas termasuk endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarial, dan pelvisperitonitis. Infeksi intrauterina dapat bersifat primer bila ditularkan langsung melalui sexually transmitted disease (STD) atau bersifat sekunder sebagai akibat dari pemasangan IUD atau prosedur-2 sirurgik misalnya terminasi kehamilan. Namun, meskipun IUD selama ini dikaitkan dengan makin meningkat PRD, IUD modern yang diciptakan akhir-akhir ini risikonya semakin kecil. (Mbouw and Foster, 2000) Kurang lebih 15% kasus PID terjadi setelah tindakan seperti biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi, dan insersi AKDR. Delapan puluh lima persen kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia reproduksi yang secara seksual aktif. Seperti endometritis, PID disebabkan penyebaran infeksi melalui serviks. Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat genital bawah tetapi prosesnya polimikrobial. Salah satu teori patofisiologi adalah bahwa organisme menular seksual seperti N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis memulai proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atau serviks ke alat genital atas.

Secara epidemiologik di Indonesia insidensinya diekstrapolasikan sebesar lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun. PID merupakan infeksi serius paling biasa pada perempuan umur 16 sampai 25. Dalam dua dekade terakhir ini di seluruh dunia terjadi peningkatan insidensi PID yang menyebabkan terjadinya gangguan pada outcome kehamilan. 2.1.1 Faktor Risiko Riwayat PID sebelumnya. a. Banyak pasangan seks, didefinisiskan sebagai lebih dari dua pasangan dalam waktu 30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan risiko yang meningkat. b. Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15 pasien dengan gonorea anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera sesudah menstruasi. c. Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga sampai lima kali. Risiko PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama setelah pemasangan.

2.1.2

Gejala dan Diagnosis Keluhan atau gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri aabdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina atau pendarahan, demam, dan menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% sampai 80% kasus. Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan sangat bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks , uterus, dan adneksa, PID didiagnosis denga akurat hanya sekitar 65%. Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnostik dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi.

Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut (ketiga-tiganya harus ada) a. Nyeri tekan serviks b. Nyeri tekan uterus c. Nyeri tekan adneksa Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifisitas kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID. a. b. c. Suhu oral > 38,3C Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen Lekosit dalam jumlah banyak mikroskop sekret vagina dengan salin. d. e. f. Kenaikan laju endap darah Protein reaktif-C meningkat Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis. Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi : a. Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis pada pemeriksaan

endometritis. b. USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-ovarial atau pemeriksaan Dopler menyarankan infeksi panggul (misal hiperemi tuba) c. Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsisten dengan PID.

2.2 Pengaruh Pelvic Inflammatory Disease (PID) terhadap Organ Genitalia Pada dasarnya, infeksi alat kandungan terbagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Infeksi rendah b. Infeksi tinggi (PID)

Infeksi rendah menyerang bagian dari vulva, vagina, dan serviks. Infeksi rendah ini tidak seberapa mempengaruhi keadaan umum dan kurang berbahaya jika dibandingkan dengan infeksi tinggi. Sedangkan infeksi tinggi atau yang dikenal dengan Pelvic Inflammatory Disease (PID) menyerang dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum. Batas antara kedua golongan ini ialah ostium uteri internum. Infeksi tinggi atau PID biasanya disebabkan karena naiknya infeksi yang tadinya bersarang pada tractus genitalis pada bagian bawah. Yang paling sering terkena ialah tuba yang kemudian dapat merambat ke ovaria atau ke peritoneum panggul kecil. Akan tetapi, infeksi jarang terjadi di rongga perut (peritoneum) dikarenakan sifat bactericide dari vagina yang mempunyai pH rendah dan lendir yang kental dan liat pada canalis cervicalis yang menghalangi naiknya kuman-kuman. Sedangkan uterus sendiri biasanya resisten terhadap infeksi. Infeksi tinggi sangat besar pengaruhnya pada kesehatan. Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Infertilitas terjadi sampai 20%. Perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6 sampai 10 kali lebih tinggi risiko kehamilan ektopik atau kehamilan di luar rongga rahim. Selain itu, telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul kronik dan dispareunia. Sindrom Fitz-Hugh-Curtis adalah terjadinya perlengketan fibrosa perihepatik akibat proses peradangan PID. Ini dapat menyebabkan nyeri akut dan nyeri tekan kuadran kanan atas. Adapun pembagian dari PID itu sendiri adalah sebagai berikut : a. Radang akut, disebabkan oleh: Gonorrhoe (60% disebakan Go) Kuman-kuman lain : streptococcus aerob maupun yang anaerob staphylococcus.

b. Radang kronis : dari radang akut, tbc. Naiknya infeksi dipermudah oleh : Menstruasi (sering timbul setelah menstruasi)

Partus atau abortus Operasi ginekologis (kuret)

Berturut-turut terjadi : - Endometritis - Metritis - Parametritis - Salpingitis pyosalpinx - Oophoritis pyovarium Salpingitis dan oophoritis disebut adnexitis yang dapat menimbulakan infertilitas atau kehamilan ektopik. - Pelveoperitonitis dengan akibat perlekatan-perlekatan atau abses. 2.2.1 Endometritis A. Endometritis Akut Terutama terjadi postpartum atau postaborium. Pada endometritis post partum regenarasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke -9. Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus provocatus. Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil. Gejala-gejala - Demam - Lochia berbau : pada endometritis postabartum kadang-kadang keluar fluor yang purulent (bernanah). - Lochia lama berubah berdarah malahan terjadi metrorrhagi. - Kalau radang tidak menjalacr ke parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri. Terapi - Uterotonika

- Istirahat, letak fowler - Antibiotika - Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.

B. Endometritis Kronisa Gejala: - Fluor albus yang keluar dari ostium. - Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi. Terapi : - Perlu dilakukan kuretase untuk DD dengan carcinoma corpus uteri, polyp atau myoma submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan endometritis tuberculosa. Kuretase juga bersifat therapeutis. 2.2.2 Myometritis Biasanya endometritis, tidak berdiri sendiri dan tetapi lanjutan dari seperti

maka

gejala-gejala

terapinya

endometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat secara patologanatomis. 2.2.3 Salpingitis Akut Salpingitis menjalar ke ovarium hingga juga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis. Etiologi : Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh stapylococcus, streptococcus dan bacteri tbc. Infeksi dapat terjadi sebagai berikut : a) Naik dari cavum uteri.

b) Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendix yang meradang. c) Haematogen terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis

biasanya bilateral. Gejala-gejala : - Demam tinggi dengan menggigil, pasien sakit keras. - Nyeri kiri dan kanan diperut bagian bawah terutama kalau ditekan. - Defense kiri dan kanan di atas lig Puopart. - Mual dan muntah ; jadi ada gejala abdomen akut karena terjadi prangsangan peritoneum. - Kadang-kadang ada tenesmi ad anum karena proses dekat pada sacrum atau sigmoid. - Toucher : nyeri kalau portio digoyangkan. nyeri kiri dan kanan dari uterus. kadang-kadang ada penebalan dari tuba tuba yang sehat tidak dapat ditekan. Harus diketahui bahwa tekanan pada ovarium selalu

menimbulkan nyeri walaupun tidak meradang. Menorrhagi dan dysmenorrhoe Sekunder biasanya terjadi oophoritis. Salpingoophoritis lebih sering disebut adnexitis. Karena adnexitis, terjadi perlekatan dengan usus yang dapat diraba sebagai tumor. Jadi tumor ini merupakan tumor radang dan disebut adnex tumor. Tumor dari ovarium sendiri disebut tumor ovarium. Kadang-kadang terjadi pyosalpinx dan pyovarium dan setelah pus diabsorpsi terjadi hydrosalpinx. Kalau tekanan dalam hydrosalpinx cukup besar, maka cairan dapat mencari jalan ke

dalam cavum uteri, maka sekonyong-konyong keluar cairan dari genitalia penderita (hydros tubae profluens). Kejadian ini dapat berulang. Kalau nanah masuk kedalam rongga perut melalui ostium tubae abdominale maka terjadilah pelveoperitonitis atau Douglas abses. Douglas abses dan peritonitis kadang-kadang terjadi karena pyosalpinx pecah walaupun ini jarang terjadi. Peritonitis gonorrhoe mempunyai lendens untuk tetap terlokalisasi tidak menjadi peritonitis umum. Pada salpingitis gonorrhoica tubae yang menjadi berat jatuh dalam cavum Douglasi dan menimbulkan retloflexiouetri fixata. Kalau ini terjadi maka pada toucher cavum Douglasi nyeri tekan dan juga pada coitus penderita mengalami perasaan nyeri (dyspareunia). DD : 1. Kehamilan ektopik : biasanya tidak ada demam. LED tidak meninggi dan lekositose tidak seberapa. Kalau test kehamilan positif (Galli Mainini) maka adnexitis dapat dikesampingkan tapi kalau negatif keduanya mungkin. 2. Appendicitis : tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc. Burney). Terapi : Istirahat, broad spectrum antibiotica dan corticosteroid. Usus harus kosong.

A. ADNEXITIS KRONISA Adnexitis kronis terjadi :

a) sebagai lanjutan dari adnexitis akut. b) dari permulaan sifatnya kronis seperti adnexitis tuberculosa.

10

Gejala-gejala Anamestis telah menderita adnexitis akut. Nyeri di perut bagian bawah ; nyeri ini bertambah sebelum dan sewaktu haid. Kadang-kadang nyeri di pinggang atau waktu buang air besar. Dysmenorrhe. Menorrhagi. Infertilitas. Diagnosa Dengan toucher dapat teraba adnex tumor. Adnex tumor ini dapat berupa pyosalpinx atau hydrosalpinx. Karena perisalpingitis dapat terjadi perlekatan dengan alat-alat sekitarnya. LED meninggi dan biasanya ada leko dan lymphocylosis. Salah satu bentuk yang khas ialah yang disebut salpingitis isthmica nodosa dimana proses radang hanya nampak pada pars isthmica berupa tonjolan kecil yang dapat menyerupa myoma. Adnexitis pada seorang virgo harus menimbulkan kecurigaan pada adnexitis tuberculosa. DD Kalau adnex tumor bilateral maka diagnosa boleh dikatakan pasti. Adnex tumor yang unilateral harus dibedakan dari : 1. 2. Appendicitis chronica. Kehamilan ektopik yang terganggu (abortus tubair).

Terapi 1. 2. 3. Antibiotika dan istirahat. UKG. Kalau tidak ada pembaikan dipertimbangkan terapi operatif.

11

2.2.4

Parametritis (Cellulit Pelvica) Parametritis ialah radang dari jaringan rongga didalam lig latum. Keadaan ini biasanya unilateral. Etiologi : Parametritis dapat terjadi : 1. dari endometritis dengan 3 cara : a. b. c. 2. 3. per continuitatum : endometritis metrilis parametritis . lymphogen haematogen : phlebitis periphlebitis parametritis.

dari robekan cervix perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD)

Gejala-gejala : 1. 2. Suhu tinggi dengan demam menggigil Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah dan defense. Diagnosa : 1. setelah beberapa lama dengan toucher dapat diraba infiltrat yang keras yang sampai ke dinding panggul. Infiltrat ini lebih jelas teraba dengan toucher rectal. 2. uterus terdesak ke pihak yang sehat. Penyulit : 1. parametritis akut dapat menjadi kronis dengan eksaserbasi yang akut. 2. dapat terjadi thrombophlebitis. Thrombophlebitis pelvica ini dapat menimbulkan emboli. 3. dapat timbul abses dalam parametrium. Maka timbullah demam intermittens dan infiltrat menjadi lunak dan ada

12

fluktasi (pada toucher). Abses ini harus dipunksi melalui cavum Douglasi atau di atas lig inguinale. DD : 1. Adnexitis : Infiltrat lebih tinggi dan tidak sampai ke dinding panggul : biasanya bilateral. Terapi : Antibiotika- resoptif 2.2.5 Pelveoperitonitis (Perimetritiss) Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang-kadang terjadi dari endometritis atau parametritis. Etiologi : 1. 2. 3. Go. sepsis (portpartum dan potsabortum). dari appendicitis.

Pelveoperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-alat dalam romgga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus. Dapat dibedakan 2 bentuk 1. Bentuk yang menimbulkan : perlekatan-perlekatan tanpa

pembentukan nanah. 2. Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan Douglas abses.

A. Pelveoperitonitis akut Gejala 1.

Nyeri di perut bagian bawah.

13

Diagnosa 1. Pada toucher teraba infiltrat dalam cav. Douglasi, tapi kadangkadang hanya ada penebalan lipatan cav. Douglasi, yang teraba sebagai pinggir yang keras. Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi Douglas abses. Douglas abses ini dapat pecah ke dalam rectum atau kedalam fornix poterior vaginae. Douglas abses dapat terjadi karena : 1. Nanah ang keluar dari salpangitis purulenta. 2. Pyosapinx retrouterina yang pecah 3. Haematocele retrouterina yang berinfeksi 4. Abses ovarium yang pecah. 5. Dari abses appendiculer. 6. Pelveoperitonitis purulenta. 7. Perforasi usus pada typhus abdominalis. Terutama di negara yang sedang berkembang. Gejala 1. Demam intermilitens : pasien menggigil. 2. Tenesmi ad anum. Diagnosa 1. Pada toucher teraba tahanan yang kenyal yang berfulktuasi dalam cv. Douglasi dan yng nyeri tekan. 2. LED tinggi, gambaran darah toksis. DD 1. : Haematochele retrouterina : terjadi lambat laun dan setalah beberapa lama menjadi keras. 2. Tumor-tumor retrouterin : biasanya batas-batasnya jelas

kadang-kadang dapat digerakan.

14

3.

Abses dalam parantrium : terletak diluar lig sacrouterinum, Douglas abses terletak antara lig sacro uterinum.

Terapi : 1. Broad spectrum antibiotica 2. Istirahat dalam letak fowler 3. Opiat untuk mengurangi rasa nyeri 4. Infus untuk mempertahankan balans elektrolin 5. Dekompresi dengan Abott Miller tube 6. Pada Douglas abses dilakukan dengan dilakukan kolpotomia apasterior. Kalau setelah kolpotomi tidak ada perbaikan harus di cari sebabsebab extraginital. Misal : perforasi usus karena thypes abdominalis. 2.3 Upaya Kuratif (Pengobatan) terhadap Pelvic Inflammatory Disease (PID) Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulaan Pemilihan antibiotika harus ditujukan pada organisme etiologik utama (N.gonorrhoeae atau C.trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID. Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang, terapi oral dan terapi parenteral mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.

15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Pelvic inflammatory disease atau yang dikenal dengan penyakit radang panggul (PRP) adalah infeksi pada alat genital atas. PID juga dikenal sebagai suatu kelainan yang manifestasinya dapat merusak sistem kesehatan reproduksi wanita dikarenakan naiknya mikroorganisme dari vagina dan endoserviks ke endometrium, tuba fallopii, ovarium, dan organ sekitarnya. Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Infertilitas terjadi sampai 20%. Perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6 sampai 10 kali lebih tinggi risiko kehamilan ektopik Selain itu, telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul kronik, dispareunia dan juga sindrom Fitz-Hugh-Curtis.

3.2 Saran 1. Pemerintah sebaiknya ikut berperan aktif dalam mengurangi tingginya angka untuk kasus PID melalui upaya penyediaan fasilitas pengobatan yang bermutu bagi masyarakat. 2. Tenaga medis khususnya bidan harus dapat memberikan pelayanan yang berkualitas seperti penyuluhan (sebagai usaha preventif) kepada masyarakat dan pengobatan bagi masyarakat yang terkena PID.

16

DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, H. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sastrawinata, Sulaiman. 1981. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset. http://medicalera.com/

17

You might also like