You are on page 1of 44

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit akibat protozoa yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separuh penduduk dunia hidup di tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3 juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya.1

Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisitensi parasit terhadap obat anti malaria dan resistensi nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga mengancam daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria, mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat.1

Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam,

penyemprotan rumah, penyelidikan vektor penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik. Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah malaria Falsiparum.2

Malaria Falsiparum disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria ini sangat berat dan membahayakan bagi penderitanya. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi falsiparum ini adalah komplikasi ke system syaraf pusat atau yang disebut juga dengan malaria serebral. Angka kematian malaria serebral tanpa komplikasi lain cukup rendah, yaitu sekitar di bawah 0,1%. Tetapi bila ada komplikasi gangguan organ vital dan eritrosit yang terinfeksi > 3%, maka mortalitas akan menjadi sangat tinggi. Meskipun diobati, pada malaria serebral terdapat angka kematian sebesar 20% pada orang dewasa dan sebanyak 15% pada anak-anak.1

Salah satu pencegahan malaria falsiparum ini selain dengan obat-obatan profilaksis adalah dengan menggunakan vaksin, namun usaha pencarian vaksin malaria belum menunjukkan hasil yang optimal. Keanekaragaman antigen P. falciparum ini, respon imun host yang tidak adekuat dan tidak bersifat protektif, serta timbulnya strain yang resisten terhadap obat seperti telah dijelaskan di atas telah menyulitkan upaya penemuan vaksin yang efektif. Oleh karena itu pemahaman mengenai pathogenesis molekuler malaria, terutama dalam kaitannya antara parasit dan host menjadi sangat penting dalam penciptaan vaksin malaria.2

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pathogenesis dari malaria ? 2. Bagaimana cara menegakan diagnose malaria ? 3. Bagaimana penatalaksanaan komprehensif malaria ? 4. Bagaimana pemilihan obat yang sesuai untuk kasus malaria ?

1.3

Tujuan

Mengetahui tentang infeksi malaria, patofisiologi, cara menegakkan diagnosa, serta penatalaksanaannya.

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.(4) 2.2 Epidemiologi Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan lakilaki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah (5,6): 1. Ras atau suku bangsa Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita. 3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

2.3 Etiologi Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.(6,7) Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.(3,7)

2.4 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.(7)

2.4.1 Silkus Pada Manusia Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang

menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(3,7) Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi

sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(3,7) 2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(3,7) Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit

masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(3,7) 2.5 Patogenesis Malaria Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa

sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6) Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6) Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8). Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (4). Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8) Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal(9).

2. Mediator endotoksin-makrofag Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa(9). 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).

2.6 Patologi Malaria

10

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10).

2.7 Manifestasi Klinis Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11). Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)(4,12). 2. Keluhan-keluhan prodromal

11

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12). 3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria ( malaria proxym) secara berurutan: Periode dingin Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur(4,11,`2). Periode panas Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan

berkeringat(4,11,12).

Periode berkeringat

12

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa(4,12). Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis(4,12). Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:(4,12) 1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l. 3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. 4. Edema paru. 5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

13

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). 10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat

Dehidrogenase. 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

Grafik 1. Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

14

Grafik 2. Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3. Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.

2.8 Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat. 1. Anamnesis Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

15

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Riwayat mendapat transfusi darah. Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,

dapat ditemukan keadaan di bawah ini: Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat. Keadaan umum yang lemah. Kejang-kejang. Panas sangat tinggi. Mata dan tubuh kuning. Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna. Nafas cepat (sesak napas). Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum. Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman. Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada. Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik Demam (37,5oC) Kunjunctiva atau telapak tangan pucat

16

Pembesaran limpa Pembesaran hati Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis

sebagai berikut: Temperature rectal 40oC. Nadi capat dan lemah. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-anak. Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun. Penurunan kesadaran. Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom. Tanda-tanda dehidrasi. Tanda-tanda anemia berat. Sklera mata kuning. Pembesaran limpa dan atau hepar. Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria. Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

17

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan: Ada/tidaknya parasit malaria. Spesies dan stadium Plasmodium Kepadatan parasit

- Semi kuantitatif: (-) (+) (++) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB (++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB - Kuantitatif Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. c. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah

18

beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

d.

Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat: 1) Darah rutin 2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis gas darah. 3) EKG 4) Foto toraks 5) Analisis cairan serebrospinalis 6) Biakan darah dan uji serologi 7) Urinalisis.

Gambar. Apus darah tebal

19

Gambar.

Stadium

darah

parasit, apus darah tipis Gbr. 1: sel darah merah normal; Gbr. 2-18: Tropozoit (Gbr. tropozoit 2-10 merupakan cincin);

stadium

Gbr. 19-26: Skizon (Gbr. 26 skizon ruptur); Gbr. 27,28: makrogametosid matur (); Gbr. 29, 30: mikrogametosid matur ().

20

GAMBAR. Stadium-stadium dalam siklus hidup P. falciparum. A: Bentuk cincin (tropozoid awal). B: Schizont matur, jarang terlihat di sediaan apus darah perifer karen sekuestrasi mikrovaskular. C: Gametosid, bentuk pisang. Sumber: Division of Parasitic Diseases, US Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta.

2.9 Pengobatan Malaria Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.(14). Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan

siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina(14).

21

a. Pengobatan malaria falciparum

Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masingmasing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur(3). Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat Artesunat Amodiakuin Primakuin Artesunat Amodiakuin Artesunat Amodiakuin 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

I II

1 1 1 1 1 1

2 2 1 2 2 2 2

3 3 2 3 3 3 3

4 4 2-3 4 4 4 4

III Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh

22

parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan gametosit yang berada di dalam darah(3).

untuk membunuh

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak efektif. Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th * Kina 3x 3x1 3x Doksisiklin 2x1** Primakuin 1 2 * Kina 3x 3x1 3x Doksisiklin 2x1** : dosis diberikan per kgBB : 2x50 mg doksisiklin : 2x100 mg doksisiklin 15 th 3x2-3 2x1*** 2-2 3x2-3 2x1***

I II-VII
* **

***

b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale Lini pertama: Klorokuin+Primakuin Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium

23

aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit(3). Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel. Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal) 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th Klorokuin 1 2 3 Primakui n Klorokuin Primakui II n Klorokuin 1/8 Primakui III n IV-XIV Primakui n Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh (3). Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:(3) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali setelah hari ke-14. 1 1 1 2 1 1 2 3 15 th 3-4 1 3-4 1

24

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin Lini kedua: Kina+Primakuin Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari). Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur sebagai berikut: Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th Hari Jenis obat
* * 1-7 Kina 1-14 Primakuin * : dosis diberikan per kgBB

15 th

3x

3x1

3x2

3x3 1

Pengobatan malaria vivax yang relaps Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang

ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur(3).

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


0-1 bln Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

Hari

Jenis obat

Klorokuin Primakui

2 1

3 1

3-4 2

25

n Klorokuin Primakui n Klorokuin Primakui n Primakui n

1/8 -

2 1 1 1 1

3 1 1 1 1

3-4 2 2 2 2

3 14-14

c. Pengobatan malaria malariae Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita(3). Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur 0-1 bln 2-11 1-4 th 5-9 th 10-14 bln 1 1 2 2 1 th 3 3 1 15 th 3-4 3-4 2

Hari I II III

Jenis obat

Klorokuin Klorokuin Klorokuin 1/8

d. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka

26

waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3). Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.(3).

Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin Golongan umur (thn) <1 1-4 5-9 10-14 >14 2.10 Prognosis 1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan(3). 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. 3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ(3). Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu) 1 1 2

27

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

BAB III. Laporan Kasus

28

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 13 April 2013 pukul 07.00 WIB di ruang Nuri RSAM.

Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan terakhir Status Kawin Suku Agama : Tn.. S Y : 43 tahun : Pria : Dusun V Bajerejo Gedong Tataan : Petani : SMP : Menikah : Lampung : Islam

Masuk Rumah Sakit : Tanggal 13 Mei 2019 pukul 02.30 WIB

Anamnesis:

Keluhan Utama

: Demam

Keluham Tambahan : Lemas

29

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os lemas sejak 5 hari SMRS kemudian di rawat di klinik. Badan terasa lemah tiba-tiba saat sedang beristirahat. Lumpuh sebagian anggota tubuh (-), mulut mencong (-). Setelah 3 hari dirawat, os demam tinggi. Demam dirasakan tiba-tiba langsung tinggi, mendadak. Demam sangat tinggi dirasakan terutama saat pagi menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien merasakan demamnya turun dan merasa dingin sekitar pada sore hari. Saat menjelang malam pasien mengalami keringat yang banyak dan membasahi hampir seluruh tubuhnya. Keesokan harinya pasien kembali demam lagi seperti sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama 2 hari berturut-turut. Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing pada kepalanya. Pusing ini dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual-mual namun hingga muntah 3 kali banyaknya setengah gelas belimbing, cairan berwarna kuning dan makanan. Mual-mual ini disertai nyeri ulu hati yang kadang timbul kadang juga hilang. Riwayat bintik-bintik merah pada kulit (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bab hitam (-) Pasien memiliki riwayat kencing manis yang tidak terkontrol dan tidak pernah berobat. Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak penyakit lain selain penyakit yang dialami pasien sekarang

30

Riwayat Penyakit Keluarga: Di keluarga pasien tidak mengalami penyakit serupa.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Sakit sedang. : Composmentis, E4V4M6 : TD: 110/70 mmHg N: 84 x/i T: 37,80 C RR: 20x/i

Kepala/leher

: Anemis -/-, sianosis -/-, sub ikterik -/-, pupil isokor dekstra et sinistra, hidung dan mulut dalam batas normal, pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal

Thorax

: Pulmo.

Inspeksisimetris, retraksi Intercosta (-), Palpasi fremitus vocal dekstra=sinistra, pergerakan nafas simetris Perkusi sonor pada lapangan paru, redup pada lapangan jantung dan hati. Auskultasi vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

Inspeksiiktus cordis tidak terlihat

31

Palpasiiktus cordis teraba pada apex jantung, thrill (-) Perkusibatas kanan: ICS 3 PSL dextra Batas kiri: ICS 5 MCL sinistra AuskultasiS1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksiflat, sikatriks (-), striae (-) Palpasisoefl, hepar tidak teraba, limpa tak teraba, ballottement ginjal tidak teraba Perkusitimpani pada seluruh lapangan paru AuskultasiBising hiperperistaltik (-), Ekstremitas Ekstremitas atasoedem (-), akral hangat, clubbing finger (-) Ekstremitas bawahoedem (-), akral usus normal,

hangat, luka-luka (-). Rumple Leed (-)

Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap : Hb : 12,4 gr/dl Ht : 39 % WBC : 6.400.000/mm3

32

PLT : 137.000 Kimia Darah Lengkap : GDS : 139 gr/dl Ureum : 180 mg/dl Creatinin : 1,3 mg/dl SGOT/SGPT : 10/9 u/c Dengue IgG/M: -/Widal Typhi H 1/40 Typhy O 1/80 Typhy AO 1/80 Typhy BO 1/80 Malaria (+) tak disebutkan jenisnya

RESUME Tn S, 43 th, datang dengan keluhan demam hari ke II demam sepanjang hari, disertai menggigil,tanda perdarahan (-), Rumple Leed (-). Sebelumnya lemas 3 hari, riw DM tak terkontrol. TD 110/70mmHg, N 80x/I, T: 37,8C, RR 24x/i. Pf: anemis (-/-), ikterik (-/-), thorak t.a.k, abdomen : organomegali (-), NTE (+) Lab. Hb 12,4 gr% Leu 15.800/mm3 Dengue IgG/M: -/GDS : 139 gr/dl Ureum : 180 mg/dl

33

Creatinin : 1,3 mg/dl Widal Typhi H 1/40 Typhy O 1/80 Malaria (+) tak disebutkan jenisnya

Diagnosa Kerja Sementara : Febris et causa malaria falsiparum + Susp Diabetes Melitus tipe II

Dasar diagnosis: Demam sepanjang hari, menggigil Lab: leukosistosis, ditemukan parasit malaria Lemas, riwayat DM tak terkontrol

Febris ec Demam Dengue + Diabetes Melitus tipe II Dasar: Demam hari ke II sepanjang hari Lemas, riwayat DM tak terkontrol

Febris ec malaria cerebral Dasar: Demam sepanjang hari, menggigil Lab: leukosistosis, ditemukan parasit malaria GDS normal

34

Pemeriksaan anjuran Apus darah tebal dan tipis (identifikasi jenis malaria) GDS, GDPP, GDP, HbA1C

Rencana Penatalaksanaan :

IVFD RL xxx gtt/i Ceftriaxon 2gr/12 jam Klorokuin 4-4-2 Primakuin 1x1 Paracetamol tab 3x500mg Dexametason amp/8jam Ranitidin amp/12 jam Glimepirid 1 x 3 mg

Prognosa: Quo ad vitam: dubia ad bonam Quo ad functionam: dubia ad bonam Quo ad sanationam: dubia ad bonam

BAB IV. ANALISIS KASUS

35

4.1. Analisis Keluhan Pasien

Os lemas sejak 5 hari SMRS Badan terasa lemah tiba-tiba saat sedang beristirahat. Setelah 3 hari dirawat, os demam tinggi. Demam dirasakan tiba-tiba langsung tinggi, mendadak. Demam sangat tinggi dirasakan terutama saat pagi menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien merasakan demamnya turun dan merasa dingin sekitar pada sore hari. Saat menjelang malam pasien mengalami keringat yang banyak dan membasahi hampir seluruh tubuhnya. Keesokan harinya pasien kembali demam lagi seperti sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama 2 hari berturut-turut. Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing pada kepalanya. Pusing ini dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual-mual namun hingga muntah 3 kali banyaknya setengah gelas belimbing, cairan berwarna kuning dan makanan. Mual-mual ini disertai nyeri ulu hati yang kadang timbul kadang juga hilang. Pasien memiliki riwayat kencing manis yang tidak terkontrol dan tidak pernah berobat.

Pada kasus malaria, Keluhan-keluhan pasien yang dapat kita temukan pada anamnesis, yaitu : 1. Mengigil 2. Demam 3. Keringat banyak

36

4. Nyeri Kepala 5. Nyeri otot (terutama punggung) 6. Nafsu makan menurun dan cepat lelah 7. Gejala khas : serangan berulang, paroxysmal dengan urutan 1,2,3

4.2. Analisis Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien adalah ; Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Sakit sedang. : Composmentis : TD: 110/70 mmHg N: 84 x/i T: 37,80 C RR: 20x/i

Kepala/leher

: Anemis -/-, sianosis -/-, sub ikterik -/-, pupil isokor dekstra et sinistra, hidung dan mulut dalam batas normal, pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal

Thorax

: Pulmo.

Inspeksisimetris, retraksi Intercosta (-), Palpasi fremitus vocal dekstra=sinistra, pergerakan nafas simetris Perkusi sonor pada lapangan paru, redup pada lapangan jantung dan hati. Auskultasi vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

Inspeksiiktus cordis tidak terlihat

37

Palpasiiktus cordis teraba pada apex jantung, thrill (-) Perkusibatas kanan: ICS 3 PSL dextra Batas kiri: ICS 5 MCL sinistra AuskultasiS1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksiflat, sikatriks (-), striae (-) Palpasisoefl, hepar tidak teraba, limpa takvteraba, ballottement ginjal tidak teraba Perkusitimpani pada seluruh lapangan paru AuskultasiBising hiperperistaltik (-), Ekstremitas Rumple Leed (-) Ekstremitas oedem (-), akral hangat usus normal,

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemui pada pasien malaria adalah ; 1. Anamnesis , sianosis, disebabkan karena terjadi penghancuran eritrosit dan eritrosit normal tidak dapat hidup lama 2. Mengigil, Febris (suhu tubuh >37,5C) , berkeringat banyak. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu mengigil (15 menit-1jam), puncak demam (2-6jam), dan berkeringat (2-4jam).

38

3. Splenomegali. Merupakan gejala khas malaria kronik lien mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. 4. Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar oleh parasit pada stadium eksoeritrosit

4.3.

Analisis Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien adalah : -Darah lengkap ; Hb : 12,4 gr/dl Ht : 39 % WBC : 6.400.000/mm3 PLT : 137.000 Kimia Darah Lengkap : GDS : 139 gr/dl Ureum : 180 mg/dl Creatinin : 1,3 mg/dl SGOT/SGPT : 10/9 u/c Dengue IgG/M: -/Widal Typhi H 1/40 Typhy O 1/80 Typhy AO 1/80 Typhy BO 1/80 Malaria (+) tak disebutkan jenisnya

39

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis pasien malaria yaitu dengan pemeriksaan tetes darah ; -tetes darah tebal : untuk menemukan parasit malarianya -tetes darah tipis :digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium

4.4.

Analisis Penatalaksanaan Pasien

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah : IVFD RL xxx gtt/i Ceftriaxon 2gr/12 jam Klorokuin 4-4-2 Primakuin 1x1 Paracetamol tab 3x500mg Dexametason amp/8jam Ranitidin amp/12 jam

Penatalaksanaan pada pasien malaria Non medikamentosa : Tirah Baring dan pemberian asupan cairan yang adekuat, dan asupan makanan yang cukup kalori dan protein. Penatalaksanaan medikamentosa : Simptomatis : -IVFD RL gtt xx-xxx untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat fase berkeringat banyak dan menambah intake pasien karena pasien tidak nafsu makan. -Paracetamol 500 mg untuk menurunkan demam dan mengurangi nyeri-nyeri pada badan pasien (analgetik dan antipiretik)

40

-Vitamin B komplek : untuk menambah nafsu makan pasien dan untuk menambah mikronutrien pada pasien Kausatif : -Klorokuin hari I 600 mg, hari II 600 mg, hari III 300mg -Kuinin sulfat 3x500 mg selama 7 hari -Pemberian antibiotik jika ada infeksi sekunder

KLOROKUIN Cara kerja : menghambat enzim heme polymerase yang berfungsi untk mengubah toxic heme menjadi non-toxic hemazoin, menghambat biosintesis asam nukleat parasit, Mengikat pada ferri protoporphyrin IX merusak membrane parasit.

Farmakokinetik : 90 % di absorbsi dari GIT, distribusi yang luas : liver, spleen, ginjal, paru, dll, dapat melewati plasenta , diekskresi di ginjal tidak berubah , dimetabolism di hati Aktifitas anti malaria : Efektif untuk bentuk eritrosit P. vivax, P. ovale dan P. malariae, sensitive strains P. falciparum dan gametocytes P. vivax

Tatalaksana Diabetes Melitus Pada pasien terdapat riwayat diabetes mellitus TIPE 2 yang tidak terkontrol, sebaiknya GDS pasien di cek ulang dan pasien diberi terapi DM tipe II.

41

Non medikamentosa ; 1. Terapi gizi medis ; untuk menurunkan BB, menurunkan tekanan darah sistol diastole, menurunkan kadar gula darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, memperbaiki system koagulasi darah. Kebutuhan karbohidrat tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy/hari. Protein sekitar 10-15% dari total kebutuhan kalori/hari. Asupan lemak jenuh maksimal 10% dari total kebutuhan kalori/hari. Lemak tak jenuh maksimal 10% dari total kebutuhan kalori/hari. 2. Latihan jasmani Frekuensi : 3-5 kali per minggu secara teratur Intensitas : ringan dan sedang Durasi : 30-60 menit, terdiri dari pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Jenis : aerobic untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, bersepeda.

Medikamentosa : a).Golongan insulin sensitizing, yaitu Biguanid contohnya metformin Glitazone atau thiazolidinediones

b). Golongan Sekretagok insulin Sulfonilurea Glinid

c). Penghambat Alfa Glukosidase

42

Acarbose Miglitol

d).Preparat Insulin

Pada pasien ini kami menganjurkan Pemberian Glimepirid 1x30mg atau Glikuidon 1x30mg.

DAFTAR PUSTAKA

43

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873. 2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615. 3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68. 4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60. 5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15. 6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60. 7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52. 8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26. 9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97.

44

10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7. 11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16. 12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 151-55. 13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 185-92. 14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 194-204.

You might also like