You are on page 1of 64

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA


Pembimbing : Prof. Dr. dr. Adi Hidayat, MS Pembimbing Puskesmas: dr. Amnur R Kayo, MKM Disusun oleh : Acitta Raras Wimala Natalya Angela Izzura binti Abdul Rashid 030.06.003 030.06.175 030.06.305

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PERIODE 12 SEPTEMBER 19 NOVEMBER 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kurnia-Nya, kami dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA. Penyusunan proposal penelitian ini adalah sebagai langkah awal penelitian bagi penyusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 12 September 19 November 2011 yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Pada kesempatan kali ini, penyusun ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Adi Hidayat, MS, selaku dosen pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 2. Dr. Oktavianus Ch. Salim, M.Kes, selaku Kepada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 3. Para dosen bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 4. Dr.Dewi R Anggraini, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan 5. Dr. Amnur R Kayo, MKM selaku pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan 6. Para dokter, paramedik dan seluruh Staf Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan 7. Serta semua pihak yang telah banyak membantu kami selama penyusunan penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Atas segala keterbatasan yang kami miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun akan kami terima dengan lapang hati. Besar harapan kami semoga laporan penelitian yang kami susun ini dapat memberi manfaat yang besar pula bagi teman-teman klinik, pembaca dan kami sendiri. Jakarta, November 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
SAMPUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1.3.2 Tujuan Khusus 1.4 Hipotesis 1.5 Manfaat Penelitian 3 5 5 5 5 6 6 i ii iv 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penurunan Fungsi Kognitif 2.1.1 2.1.2 2.1.3 Definisi Gangguan Kognitif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Gejala dan Tanda Gangguan Kognitif 8 8 9 10 10 11 11 12 14 14 15 15 17 Definisi Lansia Batasan-Batasan lansia Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
4

2.1.3.1 Gejala dan Tanda Umum 2.1.3.2 Etiologi 2.1.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Gejala dan Tanda 2.1.4 Gangguan Fungsi Kognitif Ringan 2.1.5 Evaluasi Penurunan Fungsi Kognitif 2.1.5.1 Mini Mental State Examination 2.1.5.2 Montreal Cognitive Assesment 2.1.5.3 Informant Questionnaire of Cognitive Decline 2.2 Lansia 2.2.1 2.2.2 2.2.3

17 17 17

2.2.3.1 Perubahan Kondisi Fisik 2.2.3.2 Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual 2.2.3.3 Perubahan Aspek Psikososial 2.2.3.4 Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan 2.2.3.5 Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat 2.2.4 2.2.5 Masalah Kesehatan Pada Lansia Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 20 21

2.3 Kadar Gula Darah 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 Definisi Pengaruh Langsung dari Masalah Gula Darah Mekanisme Pengaturan Gula Darah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Glukosa Darah Hubungan antara Kadar Gula Darah dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.4 Tekanan Darah 2.4.1 2.4.2 2.4.3 Definisi Mekanisme Hipertensi pada Usia Lanjut Hubungan antara Tekanan Darah dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.5 Hiperlipidemia 2.5.1 2.5.2 Definisi Hubungan antara Hiperlipidemia dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.6 Indeks Massa Tubuh 2.6.1 2.6.2 2.6.3 Definisi Pengukuran Tinggi badan pada Lanjut Usia Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.7 Karakteristik Individu 2.7.1 2.7.2 Hubungan antara Usia dengan Penurunan Fungsi Kognitif Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Fungsi Kognitif

21 22 22 23

24 24 24

25 25 25 25

26 27 27 27

2.7.3

Hubungan antara Status Perkawinan dengan Penurunan Fungsi Kognitif 28 28 29 30 30

2.7.4 2.7.5 2.7.6

Hubungan antara Pendidikan dengan Penurunan Fungsi Kognitif Hubungan antara Pekerjaan dengan Penurunan Fungsi Kognitif Hubungan antara Pendapatan dengan Penurunan Fungsi Kognitif

2.8 Riwayat Kebiasaan Merokok dan Alkohol 2.8.1 Hubungan kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.9 Riwayat Penyakit 2.9.1 Hubungan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.9.2 Hubungan Riwayat Penyakit Hipertensi dengan Penurunan Fungsi Kognitif 2.10 Kerangka Teori

30 30

30

31 32

BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Tergantung 3.2.2 Variabel Bebas 3.3 Definisi Operasional 33 34 34 34 35

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Terjangkau 4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.3.3 Sampel Penelitian 4.4 Instrumen Penelitian 40 40 40 40 40 41 42

4.5 Pelaksanaan Penelitian dan Pengumpulan Data 4.5.1 Data Primer 4.6 Rencana Manajemen dan Analisis Data 4.7 Analisis Data 4.7.1 Analisis Univariat 4.7.2 Analisis Bivariat 4.7.3 Analisis Multivariat 4.8 Penyajian Data 4.9 Alur Pelaksanaan Penelitian

43 43 43 43 43 43 44 44 44

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Karakteristik, Kebiasaan dan Riwayat Penyakit Responden 5.2 Distribusi beberapa Faktor yang Penting 5.3 Hasil Analisa Regresi Sederhana dengan MoCA dan IQCODE 5.4 Hasil Analisa Uji T 5.5 Hasil Analisa Regresi ganda dengan MoCA dan IQCODE 45 46 47 48 49

BAB VI PEMBAHASAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran 7.2.1 Puskesmas 7.2.2 Peneliti DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN LAMPIRAN 2 PERKIRAAN BIAYA & ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN SPSS

50

55 55 55 55 56 62 63 64 66

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia. Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.1 Jumlah warga usia lanjut Indonesia yang semakin banyak tidak dapat dibendung lagi seiring meningkatnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang lanjut usia di Indonesia antara tahun 1990-2025 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di dunia. Berbagai masalah fisik biologik, psikologik dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang.2 Di Indonesia, menurut data sensus terakhir tahun 2010, terdapat 18.037.009 lansia atau sekitar 7,59% dari populasi keseluruhan Penduduk Indonesia.3 Di DKI Jakarta terdapat 495.024 orang yang berumur di atas 60 tahun, atau sekitar 5,15% dari populasi keseluruhan,3 dan di Kecamatan Tebet pada tahun yang sama terdapat 41.245 orang atau sekitar 18,60% dari Populasi Penduduk di Kecamatan Tebet.4 Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Di lain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan.5 Penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi segmentasi permasalahan tersendiri bagi tiap negara di seluruh dunia. Bersama dengan semakin peliknya permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit menular, kasus penyakit non infeksi menimbulkan adanya

double burden bagi dunia kesehatan. Menurut WHO, diperkirakan banyak negara mengalami beban finansial yang besar akibat penyakit degeneratif ini, oleh karena itu dibutuhkan langkah konkret untuk menanganinya.6 Pada orang lansia terjadi proses menua yang luas ditandai dengan perubahan fungsi tubuh. Perubahan ini terjadi pada semua organ termasuk otak. Penurunan fungsi otak terutama terjadi dalam fungsi kehidupan sehari-hari, yang dikenal sebagai fungsi kognitif (daya pikir) atau fungsi luhur otak.5 Fungsi kognitif adalah cara seseorang berfikir dan bagaimana fungsi intrapsikik seseorang menyiapkan seseorang untuk bereaksi dengan realitas eksternalnya. Fungsi kognitif terdiri dari unsur-unsur: atensi, konsentrasi, bahasa, orientasi, memori, kemampuan konstruksional, kalkulasi, fungsi eksekutif.7,8 Perhatian atau atensi adalah kemampuan memusatkan persepsi akan rangsangan eksternal/internal. Bila atensi dan konsentrasi buruk akan sulit memfokuskan percakapan atau tugas yang diberikan. Orientasi adalah kesadaran seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya (orang/tempat/waktu).

Kemampuan berbahasa merupakan bagian penting dalam berkomunikasi. Daya ingat (memori) merupakan bagian fungsi kognitif yang terpenting dan paling sering dikeluhkan oleh lansia. Kalkulasi merupakan ketrampilan dalam menjumlahkan angka, pengalian dan aspek aritmatik. Kemampuan visuospasial melibatkan unsur perhatian, imajinasi visual, daya ingat dan kemampuan konstruksional. Fungsi eksekutif merujuk pada kemampuan untuk merencanakan dan solusi problem.7,8 Belum didapatkan data mengenai prevalensi penurunan fungsi kognitif di dunia maupun untuk Indonesia. Pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Pada tahun 2005 jumlah kasus demensia baru di kawasan Asia Pasifik adalah 4,3 juta per tahun. Menjelang tahun 2050 jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 19,7 juta kasus baru per tahun.9 Beberapa faktor yang berhubungan dengan fungsi kognitif telah diteliti, diantaranya diabetes mellitus, penyakit vaskular, hipertensi, dan karakteristik individu, serta kebiasaan.8-14 Namun belum ditemukan penelitian yang memberikan

gambaran mengenai hal tersebut terutama di Indonesia khususnya di Wilayah Kerja Kecamatan Tebet.

1.2

RUMUSAN MASALAH 1. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 2. Apakah ada hubungan antara kadar kolesterol total dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 3. Apakah ada hubungan antara tekanan darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 4. Apakah ada hubungan antara indeks massa tubuh dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 5. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 6. Apakah ada hubungan antara riwayat kebiasaan dan penurunan fungsi kognitif pada lansia? 7. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dan penurunan fungsi kognitif pada lansia?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum Meningkatkan kemampuan fungsi kognitif pada lansia.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk menentukan adanya hubungan antara kadar gula darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 2. Untuk menentukan adanya hubungan antara kadar kolesterol total dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 3. Untuk menentukan adanya hubungan antara tekanan darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia.

10

4. Untuk menentukan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 5. Untuk menentukan adanya hubungan antara karakteristik individu dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 6. Untuk menentukan adanya hubungan antara riwayat kebiasaan dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 7. Untuk menentukan adanya hubungan antara riwayat penyakit dan penurunan fungsi kognitif pada lansia.

1.4

HIPOTESIS 1. Terdapat hubungan antara kadar gula darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 2. Terdapat hubungan antara kadar kolesterol total dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 3. Terdapat hubungan antara tekanan darah dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 4. Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 5. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 6. Terdapat hubungan antara riwayat kebiasaan dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 7. Terdapat hubungan antara riwayat penyakit dan penurunan fungsi kognitif pada lansia.

1.5

MANFAAT PENELITIAN Bagi Instalasi/profesi Kesehatan o Institusi yang terkait dapat melakukan upaya promotif dan preventif berkenaan dengan masalah kesehatan lansia.

11

Bagi Pengembangan Penelitian o Untuk meningkatkan wawasan dan pngetahuan tentang hubungan antara fakor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia. Bagi Pelayanan Masyarakat i. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya dokter Puskesmas untuk melakukan usaha peningkatan status kesehatan lansia. ii. Sebagai sumber informasi bagi para keluarga yang mempunyai anggota keluarga lansia agar dapat meningkatkan status kesehatan lansia menjadi lebih baik. iii. Memberikan gambaran mengenai prevalensi status kesehatan pada lansia.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF

2.1.1 Definisi Gangguan Kognitif Fungsi kognitif adalah cara seseorang berfikir dan bagaimana fungsi intrapsikik seseorang menyiapkan seseorang untuk bereaksi dengan realitas eksternalnya. Fungsi kognitif terdiri dari unsur-unsur: Atensi, Konsentrasi, Bahasa, Orientasi, Memori, Kemampuan konstruksional, Kalkulasi, Fungsi eksekutif.7,8 Perhatian atau atensi adalah kemampuan memusatkan persepsi akan rangsangan eksternal/internal. Bila atensi dan konsentrasi buruk akan sulit memfokuskan percakapan atau tugas yang diberikan. Orientasi adalah kesadaran seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya (orang/tempat/waktu).

Kemampuan berbahasa merupakan bagian penting dalam berkomunikasi. Daya ingat (memori) merupakan bagian fungsi kognitif yang terpenting dan paling sering dikeluhkan oleh lansia. Kalkulasi merupakan ketrampilan dalam menjumlahkan angka, pengalian dan aspek aritmatik. Kemampuan visuospasial melibatkan unsur perhatian, imajinasi visual, daya ingat dan kemampuan konstruksional. Fungsi eksekutif merujuk pada kemampuan untuk merencanakan dan solusi problem.7,8 Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Di lain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan. Pada orang lansia (lanjut usia yaitu di atas 60 tahun) terjadi proses menua yang luas ditandai dengan perubahan fungsi tubuh. Perubahan ini terjadi pada semua organ termasuk otak. Penurunan fungsi otak terutama terjadi dalam fungsi kehidupan seharihari, yang dikenal sebagai fungsi kognitif (daya pikir) atau fungsi luhur otak.5 Gejala-gejala klinis akibat gangguan degeneratif bervariasi dengan manifestasi gangguan organ secara umum, khususnya disertai gangguan fungsi otak dengan muncuknya berbagai macam keluhan fungsi intelegensi. Gangguan fungsi intellegensi ini berpengaruh terhadap aktivitas individu maupun kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari, yang nantinya akan menyebabkan penurunan kualitas hidup.6

13

DSM IV mengklasifikasikan 3 kelompok gangguan (delirium, dementia, gangguan amnestik) ke dalam kategori luas yang menyatakan bahwa gejala utama adalah umum untuk semua gangguan, yaitu gangguan dalam kognisi, contohnya daya ingat, bahasa dan perhatian. Walaupun DSM IV menyatakan bahwa gangguan psikiatrik lainnya dapat memiliki suatu gangguan kognitif sebagai suatu gejalanya, gangguan kognitif adalah gejala utama dari delirium, amnesia dan gangguan amnestik.8 Di dalam masing-masing kategori diagnosis tersebut, DSM IV tidak membatasi tipe spesifik. Untuk masing-masing ketiga kategori utama, terdapat sub kategori untuk gangguan yang disebakan oleh kondisi medis umum, penggunaan zat dan penyebab tidak ditentukan.8 Untuk delirium dan dementia, DSM IV memasukkan kategori diagnostik untuk penyebab multipel, yang sering ditemukan di dalam situasi klinik. Untuk dementia, DSM IV memasukkan 7 kondisi medis umum sebagai kemungkinan diagnostik.8

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif lansia. Antaranya adalah jenis kelamin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Exela et al (2001), wanita mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dari laki-laki, walaupun tingkat pendidikan formal wanita rata-rata adalah lebih rendah berbanding laki-laki.10 Faktor pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi kognitif lansia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2003), pendidikan mempunyai hubungan yang paling erat dengan fungsi kognitif lansia dibandingkan dengan faktor sosioekonomi lain. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Waney (2005) yang meneliti lansia di Jakarta Barat menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara faktor pendidikan dan fungsi kognitif pada lansia.7,11 Faktor lain yang turut berperan adalah status mikronutrien, antarannya adalah asam folat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Durga et al (2007), suplementasi asam folat yang diberikan tiap hari selama 3 tahun dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lanjut usia. Dalam penelitian ini, Durga et al memberikan asam

14

folat dengan dosis 800mcg setiap hari kepada 818 orang yang telah berumur 50 tahun, selama 3 tahun. Dengan mengkonsumsi asam folat, ternyata ditemukan bahwa fungsi kognitif seperti daya ingat dan kecepatan memproses informasi yang masuk menunjukkan perbaikan.12 Status vitamin E pada lansia turut berperan dalam menentukan fungsi kognitif seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ortego et al (2002), status vitamin E amat penting dalam menentukan fungsi kognitif lansia. Populasi lansia perlu melambatkan proses penurunan fungsi kognitif karena hal ini dapat mengakibatkan lansia tidak dapat hidup mandiri dan memberi efek kepada kualitas hidup lansia. Penelitian itu dipartisipasi oleh 2832 orang lansia dan terbukti bahwa status vitamin E yang tinggi memberi nilai fungsi kognitif yang tinggi pada lansia.13 Selain itu, faktor kesehatan turut berpengaruh terhadap fungsi kognitif . Antara penyakit yang dapat memberi efek terhadap fungsi kognitif seseorang adalah penyakit kardiovaskular seperti stroke. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rafnsson et al (2007), stroke mempunyai hubungan dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia. Penyakit vascular lain selain stroke turut juga mempunyai risiko untuk terjadinya penurunan fungsi kognitif khususnya fungsi memori verbal pada lansia.14 Faktor psikologi seperti mood depresi turut berperan dalam menentukan fungsi kognitif lansia. Bernes et al (2006) menemukan bahwa gejala depresi yang didapatkan pada lansia mempunyai hubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif ringan.15 Selain itu, aktivitas sosial turut berperan dalam mempertahankan fungsi kognitif pada lansia. Glei et al (2005) mengemukakan bahwa lansia yang aktif bersosialisasi dengan bukan anggota keluarga sendiri lebih memberi kesan terhadap fungsi kognitif berbanding lansia yang bersosialisasi dengan keluarga sahaja. Berpartisipasi dalam aktivitas sosial dapat mempertahankan fungsi kognitif lansia.16

2.1.3 Gejala dan Tanda Gangguan Kognitif 2.1.3.1 Gejala dan tanda umum Pada evaluasi pasien dengan gangguan psikologikal atau kelakukan, gejala dan tanda tertentu mengarahkan gangguan ini adalah gangguan kognitif seperti yang

15

dideskripsikan, seperti hasil yang bervariatif dari uji status mental, gangguan memori, disorientasi, gangguan kognitif (contoh: diskalkulia), halusinasi atau ilusi visual, formisasi(sensasi adanya serangga yang merangkak di bawah kulit),

flokilasi/karpologia, gangguan penilaian dan kontrol impuls yang buruk, gejala autonomik (takikardia, demam, berkeringat, hipertensi), onset yang tiba-tiba tanpa adanya riwayat psikiatri personal sebelumnya atau keluarga pada semua usia, namun khususnya pada pasien diatas 40 tahun, kurangnya respons terhadap pengobatan tradisional, riwayat adanya asupan obat atau medikasi sebelumnya. Walaupun gejala dan tanda tersebut dapat ada pada gangguan jiwa yang lainnya, ketika ada, penting untuk mempertimbangkan terlebih dahulu gangguan kognitif atau sekunder atau gangguan akibat zat pada diagnosis banding.17

2.1.3.2 Etiologi Sindrom psikiatrik tunggal mungkin memiliki banyak penyebab organik, dan penyebab tunggal dapat menyebabkan sindroma yang berbeda. Contoh, neurosifilis dapat menyebabkan delirium, gangguan mood sekunder, atau perubahan kepribadian sekunder. Meskipun pada pasien yang sama, dari satu penyebab dapat mengarah ke sindroma satu ke sindroma yang berbeda. Contoh, neurosifilis awalnya dapat bermanifestasi sebagai gangguan mood sekunder atau perubahan kepribadian sekunder namun dapat berlanjut menjadi demensia. Contoh yang lain, infeksi HIV dapat menyebabkan gangguan secara bervariasi, termasuk delirium, demensia, gangguan psikotik sekunder, dan gangguan mood sekunder. 17

2.1.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Gejala dan Tanda Walaupun penyebab spesifik yang dapat teridentifikasi ada, perjalanan penyakit dari individual tergantung pada faktor fisik, psikologik, dan sosial: 17 1. Faktor fisik yang mempengaruhi tanda dan gejala termasuk: a. Derajat gangguan yang diderita karena susunan saraf pusat. Contoh, tumor otak termanifestasikan secara berbeda tergantung pada ukuran, lokasi tumor, dan tekanan intrakranial yang meningkat. Anemia pernisiosa dimanifestasikan secara berbeda tergantung dari level serum vitamin B12.

16

b. Angka apabila seluruh otak terpengaruh. Contohnya, sekuele dari tumor otak tergantung pertumbuhannya(cepat atau lambat). Pada kasus keracunan logam berat, efeknya tergantung dari apa intoksikasi gradual atau akut. c. Kondisi fisik dari pasien. Contoh, pasien lanjut usia dengan beberapa diagnosis medis lebih rentan untuk terjadinya delirium akibat zat ketika diresepkan obat susunan saraf pusat daripada pasien yang lebih muda, lebih sehat. 2. Faktor psikologikal yang mempengaruhi tanda dan gejala termasuk: a. Kepribadian pasien dan mekanisme pertahanan psikologik. Contohnya, respon terhadap gangguan otak spesifik yang sama, pasien dengan kepribadian paranoid dapat menjadi lebih paranoid, dan pasien dengan kepribadian obsesif menjadi lebih obsesif. b. Intelegensi dan edukasi pasien. Sebagai contoh, tanda dari demensia pada tingkat pendidikan yang cukup, cukup jelas dengan intelegensi di atas ratarata yang dapat mengerjakan uji kognitif dengan sangat baik. c. Tingkat penyesuaian psikologik premorbid pada pasien. Contoh, pasien yang penyesuaiannya relatif baik sebelum demensia mungkin dapat menoleransi dengan lebih baik terhadap defisit ringan daripada pasien yang sebelumnya memiliki kesulitan dalam bidang psikologik. d. Level dari stres psikososial dan konflik pasien. Contoh, pasien yang barubaru ini kehilangan sanak saudara atau telah dipaksa untuk pensiun mungkin memiliki toleransi yang lebih rendah meski pada defisit ringan pada fungsi kognitif daripada pada pasien dengan stres yang terjadi saat ini. 3. Faktor sosial mempengaruhi tanda dan gejala termasuk: a. Derajat dari isolasi sosial dibanding dengan dukungan sosial. Contoh, pasien dengan demensia tipe alzheimer mungkin dapat menjalani kehidupan dengan baik apabila memiliki pasangan yang sehat tetapi mungkin kemudian terjadi deteriorasi apabila pasangannya sakit dan membutuhkan hospitalisasi.

17

b. Derajat dari familiaritas pasien terhadap lingkungannya. Contoh, pasien dengan demensia sering memiliki fungsi sosial yang menurun dan mudah untuk menjadi bingung pada lingkungan rumah sakit yang tidak familiar, walaupun mereka mungkin dapat merawat diri mereka secara baik di rumah mereka masing-masing. c. Level dari input sensoris. Baik input sensori yang kurang ataupun berlebihan (contoh, usaha untuk beristirahat pada Unit Perawatan Intensif dengan dikelilingi oleh cahaya, suara-suara, dan aktivitas yang terusmenerus) dapat mengakibatkan kebingungan pada pasien dengan delirium dan/atau demensia. Tabel 1. Gangguan Kognitif Menurut DSM IV8
Gangguan kognitif DSM-IV Delirium karena kondisi medis umum Delirium akibat zat Delirium yang tidak ditentukan (YTT) (NOS) Demensia tipe alzheimer Demensia Demensia vaskular Demensia karena kondisi medis umum Demensia karena penyakit HIV Demensia karena trauma kepala Demensia karena penyakit Parkinson Demensia karena penyakit Huntington Demensia karena penyakit Pick Demensia karena penyakit CreutzfeldtJakob Demensia menetap akibat zat Demensia karena penyebab multipel Demensia yang tidak ditentukan (YTT) Gangguan amnestik karena kondisi medis umum Gangguan amnestik Gangguan amnestik menetap akibat zat Gangguan amnestik yang tidak ditentukan (YTT) Gangguan kognitif yang tidak ditentukan Delirium

2.1.4 Gangguan Fungsi Kognitif Ringan Gangguan fungsi kognitif ringan atau yang dikenal sebagai mild cognitive impairment (MCI) ialah sebuah kondisi dimana seorang individu memiliki gangguan ingatan yang lebih buruk dari individu normal lainnya di usia yang sama, namun gangguan tersebut tidak mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Data terbaru

18

menunjukkan, di sisi lain, efek pada fungsi kehidupannya dapat menjadi lebih buruk dari yang diperkirakan.18 MCI merupakan kondisi yang sangat penting, yang dapat berkembang lebih lanjut menjadi dementia. Prevalensi terjadinya MCI pada orang dewasa di atas umur 65 tahun adalah 3-19%, dan lebih dari separuh individu dengan MCI, akan berlanjut mnjadi dementia dalam kurun waktu 5 tahun.19 Kesulitan dalam menatalaksana MCI timbul karena beberapa pasien yang menderita MCI akan berlanjut menjadi Alzheimer, sementara yang lain tidak berlanjut bahkan dapat menjadi lebih baik. Walaupun telah diketahui bahwa pemberian terapi dapat membantu (pemberian inhibitor cholinesterase), masih belum ada kejelasan mengenai pasien dengan MCI yang mana yang harus diberikan terapi dan mana yang tidak perlu diberikan. Oleh karena itu, saat ini, kepentingan diagnosis MCI adalah untuk mengidentifikasi dan mengikuti perkembangan penyakitnya secara dini, sehingga ketika masalah tersebut berlanjut menjadi Alzheimer, dapat ditatalaksana sedini mungkin.20

2.1.5 Evaluasi Penurunan Fungsi Kognitif 2.1.5.1 Mini Mental State Examination Mini Mental State Examination (MMSE) atau tes Folstein ialah kuesioner yang memiliki 30 poin singkat yang digunakan untuk uji penyaring pada gangguan fungsi kognitif. Tes ini sering digunakan sebagai uji saring dementia. Tes ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan dari gangguan fungsi kognitif dan untuk mengikuti perubahan fungsi kognitif pada seorang individu dari waktu ke waktu, sehingga menjadikannnya suatu cara yang efektif untuk mendokumentasikan perkembangan suatu individu dalam respon terhadap terapi. Dalam waktu sekitar 10 menit, tes ini dapat menilai berbagai macam fungsi kognitif termasuk aritmatika, memori dan orientasi. Tes ini diperkenalkan oleh Folstein et al pada tahun 1975.21 Skor 25 poin dari poin keseluruhan 30, menunjukkan bahwa individu terebut normal. Dibawah batasan ini, skor dapat mengindikasikan gangguan berat (9 poin), sedang (10-20 poin) atau ringan (21-24 poin).22 Skor baku juga mungkin peru

19

dikoreksi terhadap pencapaian pendidikan dan usia. Skor yang rendah dan sanagat rendah sangat berhubungan dengan dementia, walaupun kondisi gangguan mental lainnya dapat menunjukkan hasi yang abnormal pada MMSE. Adanya gangguan fisik murni juga dapat mengintervensi hasil dari tes ini jika tidak diperhatikan secara seksama, sebagai contoh, seorang pasien yang tidak dapat mendengar atau membaca instruksi secara baik, atau memiliki gangguan motorik sehingga mempengaruhi kemampuan dalam menulis dan menggambar.23

2.1.5.2 Montreal Cognitive Assessment Montreal cognitive assessment, MoCA, dibuat tahun 1996 di Montreal, Kanada. MoCA divalidasi pada setting dari gangguan kognitif ringan, dan kemudian diadopsi di tempat klinis lain. Uji MoCA adalah uji 30 poin dengan waktu pengerjaan 10 menit.24 Baik MMSE dan MoCA adalah uji saring kognitif yang rutin yang dinilai dengan 30 pertanyaan. Keduanya singkat, meskipun MMSE lebih singkat, dan waktu pengerjaan sekitar 10 sampai 12 menit. Keduanya tidak berorientasi secara detail dan keduanya dapat digunakan untuk skrining awal.24 Banyak klinik memori dan neurologis menggunakan kedua tes ini. Akan tetapi untuk menekan waktu, internis atau dokter umum mungkin hanya mengerjakan satu kemungkinan MMSE yang dapat diulang secara periodik untuk menguji penurunan potensial. 24 Menurut bagian neurologi dari John Hopkins University School of Medicine di Baltimore, ntuk gangguan ringan, MoCA merupakan uji yang lebih baik dan lebih sensitif dari MMSE. Jadi apabila pasien dengan keluhan minimal dan menanyakan apakah hal tersebut mempengaruhinya secara fungsional, MoCA lebih banyak dipilih. Apabila pasien datang dan jelas terluhat adanya gangguan fungsional, tidak perlu lagi digunakan uji yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi.24

2.1.5.3 Informant Questionnaire on Cognitive Decline The Informant Questionnaire on Cognitive Decline in the Elderly (IQCODE) adalah kuesioner yang dapat diisi oleh sanak saudara lansia tersebut untuk

20

menentukan apakah ada penurunan fungsi kognitif pada lansia tersebut. IQCODE digunakan untuk uji skrining pada demensia. Apabila didapatkan penurunan penurunan kognitif secara signifikan, diperlukan tindak lanjut dengan pemeriksaan medis untuk menentukan apakah terdapat demensia.25 Kebayakaan uji skrining untuk demensia meliputi daftar singkat untuk menilai fungsi kognitif secara langsung. Uji skrining yang paling banyak dikenal untuk penurunan fungsi kognitif adalah Mini-Mental State Examination. Kerugian dari tes ini adalah tes ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pasien, familiaritas dari bahasa yang digunakan dan budaya dari negaranya, dan tingkat kepandaian sebelum onset demensia.25 Oleh karena itu, uji skrining kognitif dapat megindikasikan demensia secara false negatif pada pasien dengan pendidikan yang rendah, latar belakang yang beragam secara budaya dan bahasa, dan intelegensi yang rendah. Uji skrining kognitif ini juga memiliki masalah yang berseberangan, secara salah mengindikasikan bahwa pasien tidak mengidap demensia, khususnya pada pasien dengan edukasi yang lebih tinggi atau pandai. IQCODE nampaknya dapat menanggulangi masalah ini dengan menilai perubahan dari waktu yang lampau, daripada tingkat fungsional seseorang masa ini. Hal ini dilakukan dengan menggunakan informasi dari pihak ketiga yang mengetahui fungsi kognitif pasien yang lampau dan yang saat ini. 25 IQCODE umumnya dinilai dengan merata-ratakan tingkat melalui 26 situasi. Orang dengan tanpa penurunan kognitif akan memiliki skor rata-rata 3, sedangkan skor yang lebih dari 3 mengindikasikan bahwa penurunan kognitif telah ada. Walaupun begitu, beberapa pengguna dari IQCODE dapat menilai dengan menjumlah skor dengan jangka 26 sampai 130.25 Beberapa skor titik potong telah digunakan untuk membedakan demensia dari normal. Pada sampel komunitas, skor titik potong untuk demensia berkisar dari 3.3 dan lebih dari 3.6 dan diatasnya, sedangkan pada pasien sampel, titik potongnya berkisar dari 3.4 dan lebih dati 4.0 dan diatasnya. Untuk mengembangkan deteksi dari demensia, IQCODE dapat digunakan dengan kombinasi dari Mini-Mental State Examination. Metode grafikal dari penggabungan dua uji ini telah dikembangkan dan diketahui sebagai Demegraph.25

21

2.2.

LANSIA

2.2.1. Definisi lansia Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia. 1

2.2.2 Batasan-batasan lansia Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.1 Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampak keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan risiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal dipanti, menderita penyakit berat atau cacat. Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.26

2.2.3

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.27

2.2.3.1 Perubahan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau

22

bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.27

2.2.3.2 Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.27

2.2.3.3 Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.27

2.2.3.4 Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.27

23

2.2.3.5 Perubahan dalam peran sosial di masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.27

2.2.4 Masalah kesehatan pada lansia Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar), Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang), Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence (impotensi).28

2.2.5 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang

24

menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).28

2.3

KADAR GULA DARAH

2.3.1. Definisi Kadar gula darah adalah tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum diatur ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi unuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari, yaitu sekitar 70 150 mg/dl. Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya pada level terendah pada pagi hari, sebelum makan.29

2.3.2 Pengaruh langsung dari masalah gula darah Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Peningkatan rasio gula darah disebabkan karena terjadi percepatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis yang terjadi pada hati.29

2.3.3 Mekanisme pengaturan gula darah Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level gula darah.29

25

Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut glikogenosis), yang mengurangi level gula darah. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin, sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin yang dilepaskan ("resistensi insulin"). Kedua jenis diabetes ini mengakibatkan terlalu banyaknya glukosa yang terdapat di dalam darah.29

2.3.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Konsentrasi Glukosa Darah Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah dalam tubuh terbagi menjadi dua berdasarkan efek yang dihasilkan. Masing-masing terbagi lagi berdasarkan kaitannya dengan hormon. Faktor yang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah adalah penyerapan glukosa dari saluran pencernaan, pembentukan glukosa oleh hati melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis. Faktor yang pertama disebut tidak dipengaruhi oleh hormon, sedangkan faktor kedua dipengaruhi oleh hormon.30 Faktor-faktor yang menurunkan kadar gula darah dalam tubuh adalah ekskresi glukosa melalui urin sebagai faktor yang tidak dipengaruhi oleh hormon, namun terjadi hanya dalam keadaan abnormal, yaitu dimana kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi, melebihi kemampuan tubulus ginjal mereabsorbsinya selama pembentukan urin. Selain itu, faktor lain yang menurunkan glukosa darah yang berkaitan dengan hormon adalah pemindahan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan untuk disimpan (sebagai glikogen dan trigliserida).30

2.3.5 Hubungan antara Kadar Gula darah dengan Penurunan Fungsi Kognitif Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap penurunan fungsi kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus. Meskipun hasilnya tidak konsisten dan kelainan yang bervariasi telah diidentifikasi, beberapa kesimpulan dapat diambil. Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1, didapatkan defisit dalam kecepatan pengolahan informasi, efisiensi psikomotor, perhatian, fleksibilitas mental dan persepsi visual.31

26

Sedangkan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, peningkatan defisit memori, penurunan kecepatan psikomotor dan berkurangnya fungsi eksekutif telah diidentifikasi. Episode hipoglikemik yang berat dapat berperan pada penurunan fungsi kognitif di usia lebih muda, namun pada pasien usia lanjut nampaknya kerang berpengaruh. Peningkatan kntrol diabetes dan penurunan komplikasi tampaknya berhubungan dengan berkurangnya disfungsi kognitif, hal ini lebih jelas terlihat pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan tipe 1.31 Namun beberapa pertanyaan masih belum terjawab, dan pertanyaan utama yang timbul adalah meskipun data menunjukkan bahwa hiperglikemia mmberikan kontribusi untuk penurunan fungsi kognitif, namun besarnya kontribusi ini dan berapa kadar gula yang dibutuhkan untuk memberikan dampak buruk terhadap penurunan fungsi kognitif masih belum jelas.31 Penelitian lain pada tahun 2010 oleh Euser SM et al. meneliti mengenai hubungan antara kadar gula darah puasa, resistensi insulin dan gangguan fungsi kognitif pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara faktor-faktpr tersebut dengan subjek non-diabetes. Hasil dari penelitian ini menyatakan subjek dengan diabetes memiliki gangguan fungsi kognitif, namun tidak terdapat hubungan yang jelas antara kadar gula darah puasa dengan fungsi eksekutif dan memori pada subjek tanpa riwayat diabetes sebelumnya, dan juga tidak terdapat hubungan yang konsisten antara kenaikan kadar gula darah puasa dan tungkat penurunan fungsi kognitif pada kedua studi kohort yang dilakukan. Resistensi insulin juga tidak memiliki hubungan dengan fungsi kognitif serta penurunannya.32

2.4

TEKANAN DARAH

2.4.1 Definisi Menurut The Seventh Report of The Joint National Comitee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2. JNC 7 menetapkan klasifikasi ini merupakan klasifikasi yang dipakai di segala usia.33

27

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 733


Klasifikasi Tekanan Darah Normal Pra hipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 Tekanan darah sistolik (mmHg) < 120 120-139 140-159 160 Tekanan darah diastolik < 80 80-89 90-99 100

Dan Atau Atau Atau

2.4.2 Mekanisme Hipetensi pada Usia Lanjut Penuaan terkait dengan berkurangnya penyesuaian arteri akibat dari perubahan baik secara struktural maupun fungsional secara primer terhadap tunika intima dan media daripada arteri. Kolagen menjadi bertambah kaku, menyebabkan sklerosis dan fibrosis pada banyak jaringan, termasuk pada pembuluh darah; serat elastis dari tunika media berkurang jumlahnya sedangkan matriks kolagen meningkat, mengurangi elastisitas dari arteri besar. Ada peningkatan dalam rasio ketebalan dinding terhadap lumen pembuluh darah, bersama-sama dengan pengurangan dari area luminal cross sectional. Respon sistem renin-aldosterone-angiotensin (RAA) menurun dengan penuaan, sebagian akibat dari penurunan aktivitas dari sistem saraf simpatis; aktivitas plasma renin, penurunan level angiotensin II dan aldosteron. Meskipun level norepinefrin dalam plasma meningkat dengan usia, reseptor sensitif beta menurun seperti juga pada tingkat responsif dari reseptor; terdapat juga penurunan kadar katekolamin pada miokardial, yang dapat menjelaskan penurunan kontraktilitas miokardial pada usia lanjut.34 Hipertensi pada geriatri biasanya memiliki natur yang sensitif terhadap garam, dengan ketidaksesuaian frekuensi dari ISH. Penambahan usia memperberat sensitivitas terhadap garam, sebagian, dari penurunan kemampuan untuk ekskresi beban garam, yang disebabkan karena penurunan fungsi ginjal dan penurunan substansi natriuretik, seperti prostaglandin E2 dan dopamine. Berkaitan dengan usia, juga terdapat penurunan aktivitas dari membran natrium/kalium-adenosin trifosfatase (Na+-K+-ATPase) dapat juga berkontribusi terhadap hipertensi geriatri karena menyebabkan peningkatan natrium intraselular yang dapat menyebabkan

pengurangan terhadap penukaran natrium-kalsium dan peningkatan kalsium intraselular dan resistensi vaskular. Penurunan kalsium efluks selular terhadap

28

penurunan aktivitas Ca2+-ATPase juga dapat menyebabkan peningkatan kalsium intraselular dan resistensi vaskular.34

2.4.3 Hubungan antara Tekanan darah dengan Penurunan Fungsi Kognitif Hipertensi mempercepat terjadinya perubahan ateosklerotik melalui

pembentukan ateroma dalam pembuluh darah bedimeter besar dan arteriol. Perubahan vaskular menyebabkan hipoperfusi yang menyebabkan infark sereberal diskit dan perubahan iskemik yang diffuse pada peiventikular dan deep white matter (leukoaraiosis) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kognitif vaskular. Telah disarankan bahwa menurunkan tekanan darah mengurangi kontribusi terjadinya peubahan neurodegenerative secara umum, yang dapat menjelaskan perbaikan terhadap gangguan memori. Penelitian postmortem mendeteksi secara substansial perubahan neuropatologik yang lebih sedikit pada pasien dengan obat antihipertensi dibandingkan dengan pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol.35

2.5

HIPERLIPIDEMIA

2.5.1 Definisi Kondisi kenaikan abnormal dari salah satu atau semua lipid dan/atau lipoprotein dalam darah.36

Tabel 3. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 (mg/dL)36
< 200 200-239 240 < 100 100-129 130-159 160-189 190 < 40 60 < 150 Kolesterol Total Optimal Diinginkan Tinggi Kolesterol LDL Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL Rendah Tinggi Trigliserid Optimal

29

150-199 200-499 500

Diinginkan Tinggi Sangat tinggi

2.5.2 Hubungan antara Hiperlipidemia dengan Penurunan Fungsi Kognitif Data patologik dan eksperimental menunjukkan bahwa kolesterol memiliki peran dalam patogenesis gangguan kognitif serta dementia. Hubungan antara hiperkolesterolemia dan deposisi amiloid pada otak manusia terdeteksi dalam kasus otopsi pasien diatas 40 tahun. Sebuah hubungan antara aterosklerosis berat pada sirkulus willisi dan dementia sporadis ditemukan di antara 54 kasus otopsi.35

2.6

INDEX MASSA TUBUH

2.6.1 Definisi Index massa tubuh (IMT) adalah suatu jumlah yang dihitung dari berat badan seseorang dan tinggi. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2).36

Tabel 4. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO36
Klasifikasi Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih Pra-Obes Obesitas Tingkat I Obesitas Tingkat II Obesitas Tingkat III IMT (kg/ m2) < 18,5 18,5-24,9 >25 25,0-29,9 30,0-34,9 35,0-39,9 >40

2.6.2 Pengukuran Tinggi Badan Pada Lanjut Usia Tinggi badan adalah salah satu indikator klinik utama dalam menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam menentukan status gizi individu/populasi. Namun, pengukuran tinggi badan manusia lanjut usia cukup sulit dilakukan dan reliabilitasnya diragukan.37

30

Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan bisa didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang, yang menyebabkan postur tubuh cenderung bungkuk sehungga menjadikannya sukar untuk mendapatkan data tinggi badan yang akurat.38 Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia >59 tahun (Formula Gibson RS; 1993) yaitu sebagai berikut: 38 Pria Wanita : (2.02 x tinggi lutut(cm)) (0.04 x umur(tahun)) + 64.19 : (1.83 x tinggi lutut(cm)) (0.24 x umur(tahun)) + 84.88 Suatu penelitian cross sectional untuk mengembangkan persamaan tinggi badan manula berdasarkan pengukuran dua parameter yaitu tinggi lutut dan panjang depa (knee height dan arm span) telah dilakukan pada bulan Desember 2005 lalu. Total 217 manula (usia 60 - 92 tahun) dari 3 kelompok etnik yaitu: Jawa (56,7%), Cina (31,3%), dan lain-lain (12,0%) berpartisipasi dalam studi ini. Pengukuran antropometri termasuk berat badan, tinggi badan, panjang depa, dan tinggi lutut dilakukan oleh ahli gizi terlatih.37 Temuan utama studi adalah rata-rata usia manula asal Cina adalah tertinggi di antara suku lainnya; kebanyakan manula mengalami gizi kurang (43%); distribusi rata-rata tinggi lutut dan panjang depa hampir sama di tiap kelompok etnis; ada perbedaan signifikan antara tinggi lutut dengan tinggi badan sebenarnya pada wanita lanjut usia (lansia), dan korelasi tertinggi ditunjukkan oleh parameter tinggi lutut pada wanita lansia dan panjang depa pada pria lansia. Persamaan Chumlea menunjukkan kecenderungan under-estimate pada pria lansia dan over-estimate pada tinggi badan wanita lansia. Pada studi ini, panjang depa menggambarkan korelasi tertinggi dengan tinggi badan sebenarnya pada pria lansia, dan tinggi lutut pada wanita lansia.37

2.6.3 Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Penurunan Fungsi Kognitif Penyakit vaskular tampaknya menjadi dasar kaitan antara obesitas dan kognitif sebagai faktor risiko untuk penyakit vaskular, yang, pada akhirnya, terkait dengan risiko yang lebih tinggi terhadap penurunan fungsi kognitif. Hipotesis lain dari mekanisme lain yang mendasari terkait dengan sekresi dari jaringan adiposa, seperti

31

hormon, sitokin-sitokin, dan faktor pertumbuhan yang dapat melewati sawar darah otak dan mempengaruhi kesehatan otak.39 Index masa tubuh yang rendah terkait dengan kognisi yang lebih buruk, dan risiko demensia yang lebih tinggi. Pada lanjut usia, kaitan antara berat badan di bawah normal dan fungsi kognitif mungkin merupakan akibat dari demensia preklinis, walaupun begitu, terdapat efek kumulatif yang ditunjukkan antara berat badan yang di bawah normal dalam jangka lama dengan kognisi, yang mungkin menunjukkan eksistensi dari mekanisme yang lain. Berat badan di bawah normal dapat menjadi akibat dari kesehatan yang buruk; kemungkinan yang lebih jauh bahwa orang dengan berat badan di bawah normal mengalami disregulasi sekresi hormon yang yang berhubungan dengan anoreksia, yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif. Investigasi lebih jauh dari mekanisme yang mendasari efek kumulatif berat badan di bawah normal pada kognisi di masa depan merupakan topik penting untuk penelitian di masa depan.39

2.7

KARAKTERISTIK INDIVIDU

2.7.1 Hubungan Antara Usia Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok umur 65-69, 21% pada 7074, 30% pada 75-79, dan 44% pada 80+. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif.40

2.7.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer.41

32

Namun, suatu penelitian yang dilakukan oleh Li S et al di Beijing pada tahun 2007 untuk mengukur fungsi kognitif pada lansia menyatakan bahwa prevalensi gangguan kognitif pada laki-laki dan perempuan adalah sama.42

2.7.3 Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh Yao YH di Shanghai pada tahun 2010 yang mengukur fungsi kognitif pada lansia menunjukkan prevalensi gangguan kognitif lebih tinggi pada lansia yang berstatus janda atau bercerai. Hasil analisis univariat regresi logistic menunjukkan bahwa subjek dengan status perkawinan janda atau bercerai memiliki risiko relative signifikan lebih tinggi untuk terjadinya penurunan fungsi kognitif.43

2.7.4 Hubungan Pendidikan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Pendidikan memodulasi cerebral white matter intensities (WMH) pada kognisi. Partisipan dengan tingkat edukasi yang tinggi terlindung dari deteriorasi kognitif terkait pada kelainan pembuluh darah otak.44 Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang dapat terjadi lebih cepat dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Diduga ada beberapa mekanisme yang mendasari proses ini yaitu:45,46 a) Hipotesis brain reverse, teori ini mengatakan bahwasannya tingkat pendidikan dan penurunan fungsi kognitif karena usia saling berhubungan karena keduanya didasarkan pada potensi kognitif yang didapat sejak lahir. b) Teori use it or lose it, teori mengatakan stimulus mental selama dewasa merupakan proteksi dalam melawan penurunan fungsi kognitif yang prematur. Pendidikan pada awal kehidupan mempunyai pengaruh pada kehidupan selanjutnya jika seseorang tersebut terus melanjutkan pendidikan untuk menstimulasi mental yang diduga bermanfaat untuk neurokimia dan pengaruh struktur otak. Satu teori menjelaskan tentang synaptic reserve hypothesis, dimana orang yang berpendidikan tinggi mempunyai lebih banyak synaps di otak dibanding orang yang berpendidikan rendah. Ketika synap tersebut rusak karena ada proses penyakit

33

Alzheimer maka synap yang lain akan menggantikan tempat yang rusak tadi. Teori ini berhubungan dengan cognitive reserve hypothesis dimana orang yang beredukasi memiliki lebih banyak sinaps pada otak dan mampu melakukan mengkompensasi dengan baik terhadap hilangnya suatu kemampuan dengan menggunakan strategi alternative pada tes yang didapati selama pelatihan selama pendidikan, dengan demikian dapat diasumsikan orang yang berpendidikan tinggi menurun fleksibilitas ini dalam test-taking strategy.47 Suatu studi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pada otak dan mampu melakukan mengkompensasi dengan baik terhadap hilangnya suatu kemampuan dengan menggunakan strategi alternative pada tes yang didapati selama pelatihan selama pendidikan, dengan demikian dapat diasumsikan orang yang berpendidikan tinggi menurun fleksibilitas ini dalam test-taking strategy edukasi formal dan patologi AD. Ternyata dijumpai adanya bukti yang kuat antara senile plaque dan level fungsi kognitif yang berbeda berdasarkan tingkat edukasi formal.47,48 Suatu studi yang dilakukan menyimpulkan bahwasannya semakin tinggi pendidikan penderita Alzheimer maka semakin cepat penurunan fungsi kognitif. Hipotesis cognitive reserve (CR) dapat menjelaskan hal ini. Hipotesis ini menjelaskan bahwa ada perbedaan individu dalam kemampuan mengatasi patologis penyakit Alzheimer. Substrat neural dari CR dapat mengambil bentuk dari jumlah yang besar dari sinaps atau neuron yang sehat saat yang lainnya dipengaruhi proses patologis Alzheimer. Sehingga penyakit Alzheimer pada tingkat pendidikan tinggi baru bermanifestasi secara klinis setelah kelainan patologi otak cukup parah (patologis di otak yang berpendidikan tinggi lebih berat dari yang berpendidikan rendah saat penyakit Alzheimer terdeteksi). Dan pada saat patologis otak sudah berat dan meluas, substrat neural yang mengkompensasi tersebut tidak lagi tersedia dan penurunan fungsi kognitif yang cepat terjadi.46

2.7.5 Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Suatu penelitian di Milan yang dilakukan oleh Garibotto et al pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pendidikan dan pekerjaan mungkin mempengaruhi cadangan fungsional otak, mengurangi tingkat keparahan serta menunda ekspresi klinis patologi

34

penyakit alzheimer. Hail dalam aMCI konverter menunjukkan bahwa cadangan fungsional otak telah berperan dalam fase predemensia penyakit alzheimer.49

2.7.6 Hubungan Antara Pendapatan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Dihipotesiskan bahwa kelompok ekonomi yang rendah memiliki hubungan dengan penurunan fungsi kognitif diakibatkan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, ketersediaan sumber daya komunitas, dinamik dan jaringan sosial, perilaku dan kepercayaan tentang praktik kesehatan dan stress.50

2.8

RIWAYAT KEBIASAAN MEROKOK DAN ALKOHOL

2.8.1 Hubungan Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Seperti yang diiungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Huadong Z et al, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berhubungan dekat dengan penyakit pembuluh darah kardioserebral, penyakit saluran pencernaan, hipertensi, diabetes mellitus.51 Namun penjelasan lebih jauh belum didapatkan. Namun penelitian Cooper C et al yang dilakukan di Shanghai tahun 2009 untuk mengukur fungsi kognitif pada lansia menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi alkohol dengan gangguan kognitif, meskipun hasil dari penelitian sebelumnya mengindikasikan mengkonsumsi alkohol secara moderat adalah baik untuk fungsi kognitif, temuan dari sebuah penelitian terbaru menunjukkan tidak ada efek perlindungan terhadap penurunan fungsi kognitif pada lansia.52

2.9

RIWAYAT PENYAKIT

2.9.1 Hubungan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Penelitian terkini oleh Umegaki H menunjukkan bahwa diabetes mellitus tipe 2 adalah salah satu faktor resiko terjadinya disfungsi kognitif bahkan dementia terutama yang berhubungan dengan penyakit alzheimer. Penelitian dasar

menunjukkan bahwa insulin mengakselerasi proses patologi yang terkait dengan Alzheimer melalui efeknya terhadap amyloid beta. Beberapa studi patologi

35

melaporkan subjek dengan dementia dan diabetes memiliki lebih sedikit kelainan neuropatologi yang terkait penyakit Alzheimer dibandingkan dengan subjek tanpa penyakit diabetes, beberapa penelitian menemukan penyakit pembuluh darah kecil mempengaruhi fungsi kognitif pada penderita diabetes usia lanjut. Lesi iskemik asimptomatis pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat menurunkan ambang terjadinya dementia dan hal ini menjelaskan inkonsistensi antara penelitian dasar serta studi patologi klinik.53 Penelitian lain oleh Euser SM et al.pada tahun 2010 meneliti mengenai hubungan antara kadar gula darah puasa, resistensi insulin dan gangguan fungsi kognitif pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara faktor-faktpr tersebut dengan subjek non-diabetes. Hasil dari penelitian ini menyatakan subjek dengan diabetes memiliki gangguan fungsi kognitif, namun tidak terdapat hubungan yang jelas antara kadar gula darah puasa dengan fungsi eksekutif dan memori pada subjek tanpa riwayat diabetes sebelumnya, dan juga tidak terdapat hubungan yang konsisten antara kenaikan kadar gula darah puasa dan tungkat penurunan fungsi kognitif pada kedua studi kohort yang dilakukan. Resistensi insulin juga tidak memiliki hubungan dengan fungsi kognitif serta penurunannya.32

2.9.2 Hubungan Riwayat Penyakit Hipertensi Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Hipertensi mempercepat terjadinya perubahan aterosklerotik melalui

pembentukan ateroma dalam pembuluh darah bedimeter besar dan arteriol. Perubahan vaskular menyebabkan hipoperfusi yang menyebabkan infark sereberal diskit dan perubahan iskemik yang diffuse pada peiventikular dan deep white matter (leukoaraiosis) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kognitif vaskular. Telah disarankan bahwa menurunkan tekanan darah mengurangi kontribusi terjadinya peubahan neurodegenerative secara umum, yang dapat menjelaskan perbaikan terhadap gangguan memori. Penelitian postmortem mendeteksi secara substansial perubahan neuropatologik yang lebih sedikit pada pasien dengan obat antihipertensi dibandingkan dengan pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol.35

36

2.10 KERANGKA TEORI

Gambar 1. Kerangka Teori

37

BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

Kadar Gula Darah Sewaktu Kadar Kolesterol Total Darah Tekanan Darah - Sistole - Diastole Karakteristik Individu - Usia - Jenis kelamin - Jumlah Anak - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan

Fungsi Kognitif

Riwayat Kebiasaan - Merokok - Alkohol Riwayat Penyakit - Diabetes mellitus - Hipertensi


Gambar 2. Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia

38

3.2

VARIABEL PENELITIAN

3.2.1 Variabel Tergantung Fungsi Kognitif

3.2.2 Variabel Bebas 1. 2. 3. 4. 5. Kadar Gula Darah Tekanan Darah Kadar kolesterol total darah Indeks Massa Tubuh Karakteristik Individu - Usia - Jenis kelamin - Jumlah Anak - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan 6. Riwayat Kebiasaan - Merokok - Minum alkohol 7. Riwayat Penyakit - Diabetes mellitus - Hipertensi

39

3. 3.

DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian akan disajikan dalam tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Definisi operasional

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala Pengukur an

Variabel Tergantung Kuesioner MOCA Mengevaluasi memori jangka pendek (5 poin), kemampuan visuospasial (4 poin), fungsi eksekutif (4 poin), atensi, memori serta konsentrasi (6 poin), kemampuan berbahasa (5 poin) dan orientasi (6 poin). Kuesioner IQCODE Terdiri dari 16 situasi sehari-hari dimana seseorang harus menggunakan memori dan intelegensi. Setiap situasi dinilai oleh keluarga terdekat responden terhadap perubahan selama 10 tahun terakhir, menggunakan skala jauh lebih baik, bertambah baik sedikit, tidak banyak berubah, sedikit lebih buruk dan jauh lebih buruk. Wawancara menggunakan kuesioner MoCA dan IQCODE MoCA : Skor 1 30 IQCODE : Skor 1.0 - 5.0

Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif adalah cara seseorang berfikir dan bagaimana fungsi intrapsikik seseorang menyiapkan seseorang untuk bereaksi dengan realitas eksternalnya yang diukur melalui kuesioner Montreal Cognitive Assesment (MOCA) dan Informant Quessioner on Cognitive Decline in Elderly (IQCODE)

Rasio

40

Variabel Bebas Kadar Gula Kadar Gula Darah Sewaktu darah adalah kadar gula darah yang diukur pada saat melakukan penelitian. Alat pengukur gula darah dan strip glukosa (Nesco) Subjek duduk menghadap peneliti kemudian diambil darah tepi menggunakan lanset pada jari ke3 tangan kiri dan dimasukkan ke dalam alat ukur (Nesco) sebanyak 1 tetes. Subjek duduk menghadap peneliti kemudian diambil darah tepi menggunakan lanset pada jari ke3 tangan kiri dan dimasukkan ke dalam alat ukur (Nesco) sebanyak 1 tetes. Subjek duduk menghadap peneliti kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfignomanometer dan mendengarkan bunyi korotkoff I Kadar gula darah dalam mg/dL Rasio

Kadar Kolesterol

Kadar kolesterol total adalah kadar kolesterol yang diukur pada saat penelitian berlangsung.

Alat pengukur kolesterol total darah dan strip kolesterol(Nesco)

Kadar kolesterol total dalam mg/dL

Rasio

Tekanan darah sistole

Tekanan darah sistolik yang diukur pada saat melakukan penelitian dengan mendengarkan korokoff I pada stetoskop.

Sfignomanometer (ABN) dan Stetoskop (Littmann)

Tekanan darah sistole dalam mmHg

Rasio

41

pada stetoskop yang ditempelkan pada regio cubiti. Tekanan darah diastole Tekanan darah diastolik yang diukur pada saat melakukan penelitian dengan mendengarkan korotkoff IV pada stetoskop. Sfignomanometer (ABN) dan Stetoskop (Littmann) Subjek duduk Tekanan darah diastole dalam menghadap peneliti mmHg kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfignomanometer dan mendengarkan bunyi korotkoff IV pada stetoskop yang ditempelkan pada regio cubiti. Subjek diukur berat IMT dalam kg/m badan tanpa alas kaki dengan mengenakan pakaian, tinggi lutut diambil saat posisi duduk pada kaki kiri tanpa menggunakan alas kaki dengan menggunakan alat ukur tinggi lutut. Hasil ukur tinggi lutut dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut untuk mendapatkan tinggi badan:

Rasio

Indeks massa tubuh

Merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat badan dengan tinggi badan yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter).

Timbangan berat badan (Tanita), Alat ukur tinggi lutut

Rasio

42

Usia

Usia responden 60 tahun yang diperoleh dengan melihat KTP.

KTP, Kuesioner

Pria : (2.02xtinggi lutut(cm)) (0.04xumur(tahun)) + 64.19 Wanita : (1.83xtinggi lutut(cm)) (0.24xumur(tahun)) +84.88 Wawancara Usia dalam tahun Rasio

Jenis Kelamin Status Perkawi Nan Jumlah anak

Pendidikan

Ciri atau karakteristik yang menunjukkan bahwa responden adalah laki-laki atau perempuan Status pernikahan adalah statuspernikahan responden pada saat melakukan penelitian. Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dimiliki responden pada saat dilakukannya penelitian. Pendidikan adalah lamanya pendidikan yang telah dilalui dalam tahun.

Kuesioner

Wawancara

1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Menikah 2. Duda/Janda Jumlah anak dalam satuan perorangan

Nominal Nominal

Kuesioner

Wawancara

Kuesioner

Wawancara

Rasio

Kuesioner

Wawancara

Lama pendidikan dalam tahun

Rasio

43

Pekerjaan

Pekerjaan adalah status pekerjaan responden pada saat penelitian berlangsung

Kuesioner

Wawancara

1. Bekerja 2. Tidak bekerja

Nominal

Penghasila n

Kebiasaan merokok Kebiasaan minum alcohol Riwayat penyakit diabetes mellitus Riwayat penyakit hipertensi

Penghasilan adalah sesuatu yang Kuesioner didapatkan oleh kepala keluarga responden dalam bentuk uang yang diukur menggunakan UMR (Upah Minimum Regional) DKI Jakarta yaitu sebanyak Rp 1.290.000 pada tahun 2011. Kebiasaan merokok responden Kuesioner sehari-hari. Kebiasaan responden minum minuman beralkohol. Riwayat penyakit diabetes adalah diagnosis terdahulu yang dilakukan oleh dokter terhadap responden . Riwayat penyakit hipertensi adalah diagnosis terdahulu yang dilakukan oleh dokter terhadap responden. Kuesioner

Wawancara

1. < UMR 2. UMR

Ordinal

Wawancara Wawancara

1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak

Nominal Nominal

Kuesioner

Wawancara

Nominal

Kuesioner

Wawancara

1. Ya 2. Tidak

Nominal

44

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah ini rancangan penelitian observasional jenis analitik dengan mengunakan pendekatan rancangan potong silang (cross sectional).

4.2

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tebet, Jakarta Barat. Penelitian ini dilakukan sejak September 2011 Oktober 2011.

4.3

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah lansia yang mengikuti kegiatan posbindu dan posyandu Puskesmas kecamatan Tebet 10 Oktober 21 Oktober 2011 sebanyak 109 orang dengan subjek penelitian adalah semua lansia yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian.

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.3.2.1 Kriteria Inklusi a) Orang dewasa berusia 60 tahun dan b) Lansia yang kooperatif c) Lansia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi a) Mempunyai penyakit kronis yang berat atau hendaya berat yang dapat menghalang partisipasi.

4.3.2 Sampel Penelitian Besar sampel Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus.

Rumus populasi infinit: No Z P = Z2 x P x Q d2 = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96 = Prevalensi kelompok lansia dengan gangguan fungsi kognitif tahun 200754 = 0,29 Q = Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti = 1 0,29 = 0,71 d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0,05 No = (1,96)2 x 0,29 x 0,71 = 316,39418 Pembulatan 316 (0,05)2 Rumus populasi finit: n = n0 (1 + n0/N) n n0 N = Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit. = Besar sampel dari populasi yang infinit = Besar sampel populasi finit Karena jumlah lansia yang mengikuti kegiatan posbindu dan posyandu Puskesmas Kecamatan Tebet 10 Oktober 21 Oktober 2011 sebanyak 109 orang lansia maka: n = 316 1 + (316/109) Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive non-random sampling. = 81 lansia

4.4

INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam tabel 6 berikut. Tabel 6. Instrumen Penelitian
INSTRUMEN MOCA FUNGSI INSTRUMEN Untuk menilai fungsi kognitif dengan mengevaluasi memori jangka pendek (5 poin), kemampuan visuospasial (4 poin), fungsi eksekutif (4 poin), atensi, memori serta konsentrasi (6 poin), kemampuan berbahasa (5 poin) dan orientasi (6 poin). Untuk menilai fungsi kognitif yang terdiri dari 16 situasi sehari-hari dimana seseorang harus menggunakan memori dan intelegensi.

IQCODE

Alat pengukur gula darah dan strip glukosa (Nesco) Alat pengukur kolesterol dan strip kolesterol (Nesco) Sphygmomanometer (ABN) dan Stetoskop (Littman) Timbangan injak Alat ukur tinggi lutut

Untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu dalam mg/dL Untuk mengetahui kadar kolesterol total darah dalam mg/dL Untuk mengukur tekanan darah dengan mendengarkan bunyi korotkoff I (sistole) dan korotkoff IV (diastole) Untuk mengukur berat badan. Untuk mengetahui tinggi lutut. Hasil ukur tinggi lutut dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut untuk mendapatkan tinggi badan: Pria : (2.02xtinggi lutut(cm))(0.04xumur(tahun)) + 64.19 Wanita : (1.83xtinggi lutut(cm)) (0.24xumur(tahun)) +84.88 Yang meliputi: Usia Jenis kelamin Status perkawinan Jumlah anak Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Riwayat kebiasaan merokok Riwayat kebiasaan minum alkohol Riwayat penyakit diabetes mellitus Riwayat penyakit hipertensi

Kuesioner

4.5

PELAKSANAAN PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA Peneliti terdiri dari 3 orang yang semuanya terjun ke lapangan untuk melakukan tes fungsi kognitif dan intervensi pada setiap subjek penelitian. Data yang diperlukan dikumpulkan secara primer. Atas izin dari Kepala Puskesmas Tebet, kami turun ke lapangan untuk mencari data dan dengan berbekal kuesioner yang sudah baku dan telah di ujicoba, kami mencari data sampai memenuhi jumlah sampel pada penelitian ini. Setelah data semua terkumpul, dilakukan editing dari data tersebut.

4.5.1 Data Primer Data yang diperoleh dengan cara langsung yaitu dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang telah diujicoba dan intervensi kepada lanjut usia di poli

umum. Daftar pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan yang berkaitan dengan variabel yang diteliti.

4.6

RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang terkumpul dari hasil kuesioner diolah, dianalisis, dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0.

4.7

ANALISIS DATA

4.7.1 Analisis Univariat Dilakukan secara deskriptif masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.

4.7.2 Analisis Bivariat Untuk menganalisa tentang pengaruh kadar gula darah terhadap fungsi kognitif pada lansia digunakan uji regresi linier dengan tingkat kemaknaan sebesar p=0,05. Dinilai juga hubungan antara kadar kolesterol darah, kadar tekanan darah, Indeks Massa Tubuh, usia, jumlah anak, pendidikan, terhadap fungsi kognitif pada lansia menggunakan metode uji regresi linier sederhana. Penilaian hubungan antara jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, penghasilan, riwayat kebiasaan merokok, riwayat minum alkohol, riwayat penyakit diabetes mellitus dan riwayat hipertensi terhadap funngsi kognitif pada lansia menggunakan uji t independen. Semua analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0.

4.7.3 Analisis Multivariat Untuk menganalisa faktor mana yang paling berperan terhadap fungsi kognitif pada lansia digunakan uji regresi linier ganda dengan tingkat kemaknaan sebesar p=0,05. Semua analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0.

4.8

PENYAJIAN DATA Data yang telah terkumpul dan diolah akan disajikan dalam bentuk: Tabular Tekstular : penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan tabel : penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan kalimat

Grafik

: penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan diagram batang yang menggambarkan sifat-sifat yang dimiliki.

4.9 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN Subjek lansia POSYANDU dan POSBINDU Kecamatan Tebet
- Pengukuran Berat Badan - Pengukuran Tinggi Lutut - Pengukuran Tekanan Darah - Wawancara - Pengukuran Gula Darah sewaktu dan Kolesterol Total

ANALISIS DATA Gambar 3. Alur pelaksanaan penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Active Ageing A Policy Framework. Madrid, Spain;April 2002. Diunduh dari http://www.who.int/ageing/publications/active/en.html. Accesed on: October 3, 2011. 2. Soejono CH, Setiati S, Nasrun MWS, Silaswati S. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. Edisi Pertama. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2004. 3. Badan Pusat Statistik. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2010. Tersedia di: http://www.bps.go.id/aboutus.php?sp=1. Accesed on: October 1, 2011. 4. Indrarini CH. Profil Peskesmas Kecamatan Tebet Tahun 2010. Puskesmas Kecamatan Tebet 2010. 5. Waney AT. Latihan stimulasi kognitif : senam otak pada kelompok lansia di KamalKalideres, Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah LEMDIMAS 2007; 7 (suppl 1): 6-13 6. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia Akibat Gangguan Degeneratif. Kemenkes. 2010. 7. Waney AT. Latihan stimulasi kognitif pada kelompok usia lanjut. Jurnal Ilmiah LEMDIMAS 2005; 4 (suppl 2): 77-82 8. Sadock BJ, Sadock VA. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 8th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2005. P. 150-180 9. Rees G, Chye AP, Lee SH. Demensia di Kawasan Asia Pasifk: Sudah Ada Wabah. September 2006. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/50868846/Demensia-DiKawasan-Asia-Pasifik. Diunduh pada 3 Oktober 2011. 10. Exela E, Gusseklooa J, Craenb AJM, Wiela AB, Houxc P, Knooka DL, et al. Cognitive function in the oldest old : women perform better than men. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001;71:29-32. 11. Lee S, Kawachi I, Berkman LF, Grodstein F. Education, Other Socioeconomic Indicators, and Cognitive Function. Am. J. Epidemiol 2003; 157 (8): 712-720. 12. Durga J, van Boxtel MP, Schouten EG. Effect of 3-year folic acid supplementation on cognitive function in older adults in the FACIT trial: a randomised, double blind, controlled trial. Lancet 2007; 369:20816.

13. Ortega RM, Requejo AM, Lpez AM, Andrs P, Navia B, Perea JMand, et al. Cognitive function in Elderly People Is Influenced by Vitamin E status. The American Society for Nutritional Sciences J. Nutr 2002; 132: 2065-2068. 14. Rafnsson SB, Deary IJ, Smith FB, Whiteman MC, Fowkes FGR. Cardiovascular Diseases and Decline in Cognitive Function in an Elderly Community Population: The Edinburgh Artery Study. American Psychosomatic Society 2007; 69:425-434. 15. Barnes DE, Alexopoulos GS, Lopez OL. Depressive symptoms, vascular disease, and mild cognitive impairmentfindings from the cardiovascular health study. Arch Gen Psychiatry 2006;63:27380. Naing MM, Suthan N, Chockchai M.. Asia Journal Public Health. 2010; 1: 4-10. 16. Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang Y, Rodrguez G, Weinstein M. Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, population-based study of the elderly. International Journal

Epidemiology 2005;34(4):864-71 17. Haller E, Binder RL, Goldman HH. Review of General Psychiatry 4th edition: Delirium, Dementia and Amnestic Disorder. Connecticut: Appleton & Lange; 1995. P. 176-89. 18. Farias ST, Mungas D, Reed BR. MCI is associated with deficits in everyday functioning. Alzheimer Dis Assoc Disord 2006;20:21723. 19. Gauthier S, Reisberg B, Zaudig M. Mild cognitive impairment. Lancet 2006;367:126270. 20. Howe E. Initial Screening of Patients for Alzheimers Disease and Minimal Cognitive Impairment. 2007. Tersedia di: http://www.innovationscns.com/initial-screening-ofpatients-for-alzheimer%E2%80%99s-disease-and-minimal-cognitive-impairment/. Diunduh pada 3 Oktober 2011. 21. Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. ""Mini-mental state". A practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician". Journal of psychiatric research .1975. 12 (3): 18998. 22. Mungas D. "In-office mental status testing: a practical guide". Geriatrics. 1991. 46 (7): 548, 63, 66. 23. Crum RM, Anthony JC, Bassett SS, Folstein MF. "Population-based norms for the Mini-Mental State Examination by age and educational level". JAMA. 1993. 269 (18): 238691.

24. Getz

L.

MMSE

vs

MOCA:

What

You

Should

Know.

Tersedia

di:

http://www.agingwellmag.com/news/ex_012511_01.shtml. Diunduh pada 3 Oktober 2011. 25. Jorm, A.F. The Informant Questionnaire on Cognitive Decline in the Elderly (IQCODE): A review. International Psychogeriatrics. 2004. 16, 1-19. 26. Departemen Sosial RI. Penduduk lanjut kesejahteraannya. Diposkan tanggal 23 usia di Oktober Indonesia dan masalah 2007. Tersedia di:

http://www.depsos.go.id. Accesed on: October 1, 2011. 27. Bengtson VL, Silverstein M, Putney M, M Norella, Gans Daphna. Handbook of Theories of Aging. 2nd ed. New York : Springer Publishing Company; 2009. P.3 707. 28. Kane RL, Ouslander JG, Abrass I. Essentials of Clinical Geriatrics. 6th ed. New York : McGraw Hill; 2008. P.1 548. 29. John W. Kimball Biology Page. Tersedia di: http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/. Accesed on: October 1, 2011. 30. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001. P. 668. 31. Kodl C, Seaquist ER. Cognitive Dysfunction and Diabetes Mellitus. 2008. Endocrine Reviews 29(4):494511. 32. Euser SM, Sattar N, Witteman JCM, Bollen ELEM, Sijbrands EJG, Hofman A, et al. A Prospective Analysis of Elevated Fasting Glucose Levels and Cognitive Function in Older People: Results from PROSPER and the Rotterdam Study. Diabetes. 2010; 59:1601-7. 33. Sugondo S. Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiari S. Jakarta; Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 34. Sander GE. High Blood Pressure in Geriatric Population: Mechanism of Hypertension. Tersedia di: http://www.medscape.com/viewarticle/438766_3. Accessed on: October 4, 2011. 35. Etgen T, Sander D, Bickel B, Sander K, Frstl H. Cognitive decline: the relevance of diabetes, hyperlipidaemia and hypertension. British Journal of Diabetes & Vascular Disease 2010; 10:115.

36. Sugondo S. Obesitas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiari S. Jakarta; Pusat penerbitan Ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia; 2006. P.1921. 37. Fatmah. Persamaan Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut Berdasarkan Usia dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang tahun 2005. Makara Kesehatan 2010; 10:1. 38. Susilowati. Pengukuran Status gizi dan Antropometri. 2008 39. Sabia S, Kivimaki M, Shipley MJ, Marmot MG, Manoux AS. Body Mass Index Over the Adult Life Course and Cognition in Late Midlife: The Whitehall II Cohort Study. American Journal of Clinical Nutrition 2009; 89:601-7. 40. Scanlan, J.M., Binkin, N., Michieletto, F., Lessig, M., Zuhr, E., and Borson, S., 2007. Cognitive Impairmen, Chronic Disease Burden, and Functional Disability: A Population Study of Older Italians. The American Journal of Geriatric Psychiatry, 2007; 15, 8; 716. 41. Myers, J.S. Factors Associated with Changing Cognitive Function in Older Adults : Implications for Nursing Rehabilitation. Rehabilitation Nursing; 2008; 33( 3): 117. 42. L i G, Shofer JB, Kukull WA. Serum cholesterol and risk ofheimer disease: a community-based cohort study. Neurology 2005;65:1045-50. 43. Yao Y. H. Cognitive Impairment and Associated Factors among the Elderly in the Shanghai Suburb:Finding from a Low-Education Population. Neuroepidemiology 2010;34:245-252. 44. Dufouil C, Alperovitch A, Tzourio C. Influence of Education on the Relationship Between White Matter Lessions and Cognition. Neurology 2003; 60: 831-6. 45. Bosma H, van Boxtel M. P. J, Pomds R. W. H, Houx P. J. H, Jolles J. Education and Age- Related Cognitive Decline The Contribution of Mental Workload. Educational Gerontology 2003; 29:165-173 46. Seeman T. E, Huang M. H, Bretsky P , Crimmins E, Launer L, Guralnik J. M. Education and APOE-e4 in Longitudinal Cognitive Decline: MacArthur Studies of Successful Aging. Psychological Sciences 2005; 60B:(2):74-83 47. Dash P, Villemarette-Pittman N. Alzheimers Disease. American Academy of Neurology 2005 48. Bennett D. A, Wilson R. S, Schneider J. A, Evans D.A, de Leon Mendes, Arnold S.E, Barnes L.L, Bienias J.L. Education Modifies the Relation of AD Pathology to Level of Cognitive function in Older Persons. Neurology. 2003; 60:1909-1915

49. Garibotto V et al. Education and Occupation as Proxies for Reserve in aMCI Converters and AD: FDG-PET Evidence. Neurology. 2008; 71: 17 50. Basta NE, Matthews FE, Chatfield MD, Brayne C. Community-level Socio-economic Status and Cognitive and Functional Impairment in the Older Population. Eur J Public Health 2008; 18(1):48-54. 51. Huadong Z, Juan D, Jingcheng L, Yanjiang W, Meng Z, Hongbo H. Study of the relationship between cigarette smoking, alcohol drinking and cognitive impairment among elderly people in China. Age and Ageing 2003; 32: 205210. 52. Cooper C, Bebbington P, Meltzer H, Jenkins R, Brugha T, Lindesay J, Livingston G. Alcohol in Moderation, Premorbid Intelligence and Cognition in Older Adults: Results From The Psychiatric Morbidity Survey. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2009;80:1236-1239. 53. Umegaki H. Pathophysiology of Cognitive Dysfunction in Older People with Type 2 Diabetes: Vascular Changes or Neurodegeneration?. Age and Ageing 2010; 39: 8-10. 54. Bruce DG, Davis WA, Casey GP, Starkstein SE, Clarnette RM, Foster JK. Predictors of Cognitive Impairment and Dementia in Older People with Diabetes. Diabetologia 2007; 51:241-8.

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN Waktu Dalam Minggu Tahapan Kegiatan A Perencanaan 1 Orientasi dan Identifikasi Masalah 2 Pemilihan Topik 3 Penelurusan kepustakaan 4 Pembuatan Proposal 5 Konsultasi dengan pembimbing 6 Pembuatan questionnaire 7 Presentasi Proposal B Pelaksanaan 1 Ujicoba questionnaire 2 Pengumpulan data dan Survey 3 Pengolahan data 4 Analisis data 5 Konsultasi dengan Pembimbing C Pelaporan Hasil 1 Penulisan laporan sementara 2 Diskusi 3 Presentasi hasil laporan sementara 4 Revisi Presentasi Hasil akhir 5 (puskesmas dan trisakti) 6 Penulisan laporan akhir Jadwal kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

LAMPIRAN 2 PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN Penggandaan Kuesioner Transportasi CD Kertas A4 Perlengkapan Strip glukosa Strip kolesterol Lancet Alcohol swab Cenderamata Biaya tak terduga: Rp 325.000,Rp. 250.000,Rp. 250.000,Rp. Rp 15.000,35,000,-

Rp 1.265.000,Rp Rp Rp 23.000,9.000,100,000,-

Rp. 200.000,Rp. 2.472.000,-

ORGANISASI PENELITIAN 1. Pembimbing dari Kedokteran Universitas Trisakti Prof.DR.dr.Adi Hidayat, MS 2. Pembimbing Puskesmas Kecamatan Tebet dr. Amnur R Kayo, MKM 3. Penyusun dan Pelaksana Penelitian Acitta Raras Wimala Natalya Angela Izzura binti Abdul Rashid

LAMPIRAN 3 KUESIONER Kuesioner ini ditujukan bagi semua lansia (dewasa 60 tahun) di Puskesmas Tebet. Mohon dijawab dengan sejujur-jujurnya, dengan melingkari jawaban yang dianggap paling mewakili kondisi anda dan mengisi jawaban dengan sebaik-baiknya. Terima kasih.

Nama Jenis kelamin Usia Status perkawinan Jumlah anak Alamat No. Telepon Pendidikan terakhir

: :L/P : : 1. Menikah (pasangan masih ada ) 2. Duda/janda 3. Belum menikah : : : : 1. Tidak bersekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. Tidak tamat SMP 5. Tamat SMP 6. Tidak tamat SMA 7. Tamat SMA 8. Tamat Kuliah (D3/S1/lebih) 3. Mandiri/usaha 4. Tidak bekerja

Pekerjaan

1. Pegawai Negeri 2. Pegawai Swasta

Pendapatan sebulan 1. 2. 3. 4. 5.

< Rp 500,000 Rp 500,000 - Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 - Rp 1,500,000 Rp 1,500,000 - Rp 2,000,000 > Rp 2,000,000

Saya mengerti dan memahami penjelasan tentang tujuan penelitian ini dan secara suka rela bersedia ikut serta dalam program ini.

()

BAGIAN I

1. Apakah anda merokok? Ya. ( bungkus) Tidak

2. Apakah anda minum alkohol? Ya (..gelas) Tidak

3. Apakah Ibu/Bapak mempunyai riwayat diabetes (kencing manis)? Ya Tidak

4. Apakah Ibu/Bapak mempunyai riwayat hipertensi (darah tinggi)? Ya Tidak

Kartu penilaian kognitif


Informan kuesioner untuk penurunan kognitif pada lansia (IQCODE; versi singkat)1
Tes ini didesain untuk penggunaan profesional dan pasien yang dapat fasih berbicara bahasa Indonesia.

Instruksi Penilaian ini ditujukan untuk sanak, anggota keluarga atau teman pasien untuk melengkapinya. Secara umum, tes ini diselesaikan tanpa adanya keterlibatan dari dokter atau perawat, tetapi dapat dibicarakan melalui mereka apabila mereka membutuhkan klarifikasi. Lengkapilah halaman 2 dan 3, dan ikutilah petunjuk untuk melengkapi tabel tersebut.

Nama Pasien :

Tanggal lahir :

Nama subjek yang membantu menyelesaikan tes ini :

Pekerjaan

Hubungan dengan pasien Tanggal pengerjaan

: suami//istri/anak, adik/kakak, lainnya ...... : / /

Penilaian Ingatlah akan teman atau saudara Anda sekitar 10 tahun yang lalu dan bandingkan dengan sekarang. 10 tahun yang lalu adalah 2001. Pada halaman berikutnya adalah keadaan kemampuan berpikir atau mengingat orang tersebut dan tunjukkanlah apakah kemampuan berpikir dan mengingatnya meningkat, sama, atau menurun selama 10 tahun terakhir. Dengan catatan bahwa penting untuk membandingkan keadaan sekarang dengan 10 tahun yang lalu. Jadi apabila 10 tahun yang lalu orang tersebut selalu melupakan tempat dimana dia meninggalkan barang dan dia masih melakukan hal yang sama, hal tersebut dianggap tidak banyak berubah. Mohon tunjukkanlah perubahan yang Anda telah perhatikan dengan melingkari jawaban yang sesuai.

1 1 Mengingat hal-hal tentang keluarga, teman, contoh: pekerjaan, tanggal ulang tahun, alamat Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik

2 Bertambah baik sedikit

3 Tidak banyak berubah

4 Sedikit lebih buruk

5 Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk

Mengingat hal-hal yang terjadi belakangan ini

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengingat pembicaraan yang dilakukan beberapa hari yang lalu

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengingat alamat dan nomor teleponnya

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengingat hari dan bulan apa sekarang

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengingat dimana barang-barang biasa disimpan

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengingat dimana untuk menemukan barang yang ditempatkan pada tempat yang berbeda dari biasanya

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mengetahui bagaimana mengoperasikan alat-alat/mesin-mesin yang familiar disekitar rumah

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Mempelajari penggunaan mesin atau alat/perangkat baru disekitar rumah

Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik Jauh lebih baik

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk Jauh lebih buruk

10

Mempelajari hal-hal baru secara umum

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

11

Mengikuti cerita baik di buku atau TV

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

12

Membuat keputusan dalam hal sehari-hari

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

13

Mengelola uang untuk berbelanja

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

14

Menangani hal-hal keuangan, contoh hal yang berhubungan dengan bank

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

15

Menangani masalah aritmatika/matematika lain setiap hari, contoh: berapa banyak makanan untuk dibeli,sudah berapa lama sejak kunjungan terakhir teman atau keluarga Menggunakan kepandaiannya untuk mengerti apa yang terjadi saat ini dan alasan kenapa hal tersebut terjadi

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

16

Bertambah baik sedikit

Tidak banyak berubah

Sedikit lebih buruk

Nama Pasien:

Tanggal lahir :

[Jangan tinggalkan bagian ini pada sanak saudara, keluarga atau teman pasien]
Nama Pasien:

Tanggal lahir:

Penilaian tes
1 = Jauh lebih baik 2 = Bertambah baik sedikit 3 = Tidak banyak berubah 4 = Sedikit lebih buruk 5 = Jauh lebih buruk
Skor untuk pertanyaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

15 16

Skor total

Untuk menilai tes, jumlahkan hasil dari tiap pertanyaam (contoh apabila jauh lebih baik memberi nilai 1 untuk pertanyaan tersebut), lalu bagilah jumlah angka tersebut dengan jumlah pertanyaan yang ada. Catat skor akhir dari tes ini ke dalah kotak dibawah ini dan tambahkan juga skor ini ke dalam rekam formulir penilaian kognitif.
Jumlah total hasil pertanyaan Jumlah total pertanyaan

=
16

Reference 1. Jorm AF. A short form of the Informant Questionnaire on Cognitive Decline in the Elderly (IQCODE): development and cross-validation. Psychol Med 1994; 24: 145153.

Reproduced with the kind permission of Anthony Jorm.

You might also like