You are on page 1of 76

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Laba merupakan salah satu parameter kinerja perusahaan yang mendapatkan perhatian utama dari investor dan kreditur karena mereka menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen. Kualitas laba didasarkan pada Konsep Kualitatif Kerangka Konseptual (FASB, 1978). Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Selain itu, laba berkualitas
adalah laba yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan return saham (Bernard dan Stober, 1998 dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006). Kualitas laba yang rendah dapat mengakibatkan para pemakai laporan keuangan melakukan kesalahan dalam pembuatan keputusan sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006).

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan terutama pengaruhnya terhadap tingkat laba adalah manajemen laba (earnings management) yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu. Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tersebut timbul karena adanya masalah keagenan yaitu konflik kepentingan antara pemilik/pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen (agent) akibat tidak bertemunya utilitas maksimal di antara mereka karena manajemen memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang

memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya tindakan oportunistik manajemen sehingga laba yang dilaporkan bersifat semu, akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang di masa yang akan datang. Gunny (2005) mengelompokkan manajemen laba dalam tiga kategori yaitu akuntansi yang curang, manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil (real earnings management). Penelitian Gunny (2005), Roychowdhury (2006), Zang (2006), Cohen et al. (2008), Graham et al. (2005), serta Cohen dan Zarowin (2008) menemukan bahwa manajer sudah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil setelah periode Sarbanes-Oxley Act (SOX). Menurut Gunny et al. (2005), pergeseran dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Kedua, hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang berisiko karena perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas yang terbatas untuk mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual diskresioner (Graham et al., 2005). Graham et al. (2005) juga memberikan bukti empiris bahwa para manajer cenderung melakukan aktivitas manajemen laba riil dibandingkan dengan manajemen laba akrual. Hal ini disebabkan karena aktivitas manajemen laba riil sulit dibedakan dengan keputusan bisnis optimal dan lebih sulit dideteksi,

meskipun kos-kos yang digunakan dalam aktivitas tersebut secara ekonomik signifikan bagi perusahaan. Menurut Roychowdhury (2006), meskipun terdapat biaya yang terkait dengan manipulasi aktivitas nyata, manajemen tidak hanya mengandalkan tindakan manipulasi melalui akrual dalam memanipulasi laba karena manipulasi aktivitas riil digunakan apabila manipulasi akrual tidak mencapai target. Selain itu, manipulasi akrual hanya dapat dilakukan pada akhir periode untuk mencapai target, apabila tidak terpenuhi maka manajemen dapat menggunakan manipulasi melalui aktivitas riil yang dilakukan sepanjang tahun dan sulit dideteksi. Oleh karena itu, metode manipulasi aktivitas riil menjadi alternatif lain bagi manajer yang dapat dilakukan untuk mengatur laba selain manajemen laba akrual yang mudah dideteksi. Dalam mendeteksi tindakan manipulasi aktivitas riil yang dilakukan oleh perusahaan, Roychowdhury (2006) menggunakan model Dechow et al. (1998) dengan tiga metode manipulasi yaitu manipulasi penjualan, melakukan produksi berlebihan, dan mengurangi biaya diskresioner. Manajemen laba riil yang dilakukan oleh manajemen memperlihatkan kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial akan menurunkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena tindakan yang diambil manajer untuk meningkatkan laba tahun sekarang akan mempunyai dampak negatif terhadap kinerja (laba) perusahaan periode berikutnya (Roychowdhury, 2006). Kinerja yang turun pada periode berikutnya akan mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan sehingga nilai perusahaan akan turun.

Teori keagenan memberikan pandangan bahwa masalah manajemen laba dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui corporate governance yaitu suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang dapat menyelaraskan kepentingan berbagai pihak antara lain dengan; (1) memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (Jensen Meckling, 1976); (2) kepemilikan saham oleh institusional yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba (Pratana dan Masud, 2003); (3) peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen (Barnhart & Rosenstein, 1998); dan (4) kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang memiliki kompetensi yang memadai dan bersikap independen sehingga menjadi pihak yang dapat memberikan kepastian terhadap integritas angka-angka akuntansi yang dilaporkan manajemen (Mayangsari, 2003). Penerapan corporate governance yang baik diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas manajemen laba sehingga laporan keuangan dapat menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menguji kembali penelitian Ferdawati (2008) mengenai pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan yang dimoderasi dengan penerapan corporate governance pada perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang melakukan initial public offering (IPO) dan penawaran saham tambahan melalui mekanisme right issue periode 2005-2009. Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menawarkan sahamnya kepada publik yaitu unseasoned securities dan seasoned securities (Megginson, 1997). Unseasoned securities adalah penawaran surat berharga kepada publik melalui mekanisme

IPO yaitu penawaran saham perdana yang dilakukan oleh perusahaan sebagai salah satu syarat bagi perusahaan yang ingin menjadi perusahaan go public melalui pasar modal (Gumanti, 2000). Seasoned securities adalah surat berharga tambahan diluar surat berharga yang telah beredar di masyarakat yang ditawarkan kepada publik pada saat seasoned equity offering (SEO) yaitu peristiwa saat perusahaan yang sudah go public melakukan penawaran ulang saham. Penawaran surat berharga tambahan ini dilakukan perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana yang nantinya dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan ataupun membayar utang yang jatuh tempo (Megginson, 1997). Beberapa peneliti terdahulu (Assih et al., 2005; Amin, 2007; dan Aharony et al., 1993) berhasil membuktikan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba pada periode menjelang IPO dengan menggunakan komponen akrual diskresioner. Penelitian sebelumnya juga memberikan bukti yang mendukung adanya praktik manajemen laba yang bertujuan menaikkan laba disekitar penawaran umum saham tambahan seperti Rangan (1998), Teoh et al. (1998), Shivakumar (2000), dan DuCharme et al. (2000) yang menjelaskan bahwa perusahaan menggunakan manajemen laba melalui akrual (accruals) disekitar penawaran saham tambahan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan?

2) Apakah manajemen laba riil berpengaruh pada nilai perusahaan ketika penerapan corporate governance rendah?

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan. 2) Untuk mengetahui pengaruh corporate governance pada hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori mengenai pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan yang dimoderasi dengan penerapan corporate governance. 2) Manfaat Praktis
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi investor dalam memutuskan untuk melakukan investasi. b. Bagi Kreditor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi kreditor dalam pengambilan keputusan pemberian pinjaman. c. Bagi Manajemen Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih memahami pengaruh peranan praktik corporate governance pada hubungan tindakan manajemen laba yang dilakukan manajemen dan nilai perusahaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Perspektif teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu corporate governance dan manajemen laba. Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan merupakan nexus of contract yaitu tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Konflik tersebut tercermin dari kebijakan dividen, pendanaan, dan investasi (Jensen dan Meckling, 1976). Jensen dan Meckling (1976), Watts & Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang

berkepentingan. Melalui laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauhmana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agent. Menurut Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam perspektif teori keagenan, agen yang risk adverse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan keagenan ini akan mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku

manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking (kelalaian). Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan, yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara principal

(pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Masalah keagenan ini dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan. Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Menurut Sheifer dan Vishny (1997), corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer.

2.1.2 Manajemen laba Gunny (2005) mengelompokkan manajemen laba dalam tiga kategori yaitu akuntansi yang curang, manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil (real earnings management). Akuntansi yang curang meliputi pemilihan akuntansi yang melanggar prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Manajemen laba

10

akrual meliputi pilihan akuntansi yang diperbolehkan dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum yang mencoba untuk menutupi atau mengaburkan kinerja perusahaan yang sebenarnya (Dechow dan Skinner, 2000). Manajemen laba riil terjadi ketika manajer melakukan tindakan yang menyimpang dari praktik operasi normal perusahaan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.
Manajemen laba dapat terjadi ketika manajemen lebih menggunakan judgement dalam menyusun laporan keuangan serta dalam memilih transaksitransaksi yang dapat merubah laporan keuangan (Healy & Wahlen, 1998). Menurut Scott (2000), manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus. Schipper (1998) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi dalam proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi bagi stockholder dan manajer. Scott (1997) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan manajemen laba, antara lain; rencana bonus (bonus scheme), kontrak hutang (debt covenant), motivasi politik (political motivation), motivasi pajak (taxation motivation), perubahan Chief Executive Officer (CEO), dan penawaran saham perdana (IPO). Lebih lanjut Scott (1997) mengemukakan bahwa manajemen laba dapat berupa : - Taking a bath Manajemen melakukan metode taking a bath dengan mengakui biaya-biaya dan kerugian periode yang akan datang pada periode berjalan ketika pada periode berjalan terjadi keadaan buruk yang tidak menguntungkan. - Income minimization

11

Manajer melakukan praktik manajemen laba berupa income minimization dengan mengakui secara lebih cepat biaya-biaya, seperti biaya pemasaran, riset dan pengembangan, ketika perusahaan memperoleh profit yang cukup besar dengan tujuan untuk mengurangi perhatian politis. - Income maximization Income maximation merupakan upaya manajemen untuk memaksimalkan laba yang dilaporkan. Biasanya manajemen laba dalam bentuk income maximization cenderung dilakukan ketika CEO akan mendekati akhir masa jabatannya untuk meningkatkan bonus mereka dan pada saat melakukan IPO. - Income smoothing Income smoothing merupakan praktik manajemen laba yang dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan laba, dengan tujuan untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan, sehingga perusahaan tampak lebih stabil dan tidak beresiko.

2.1.3 Manajemen laba riil Schiper (1989) dalam Ferdawati (2008) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi yang sengaja dilakukan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi pihak tertentu. Ada beberapa cara yang dilakukan manajemen dalam melakukan manajemen laba, antara lain melalui manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Manajemen laba riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi. Motivasi utama atas manipulasi aktivitas riil adalah waktu (timing) manajemen laba. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik, yaitu memenuhi target laba

12

tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target ramalan analis. Selain itu, manajemen laba riil sulit untuk dideteksi oleh auditor. Perkembangan penelitian empiris mengenai manajemen laba telah

menunjukkan bahwa manajer telah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil. Gunny (2005), Roychowdhury (2006), Zang (2006), Cohen et al. (2008), Graham et al. (2005), serta Cohen dan Zarowin (2008) menemukan bahwa manajer sudah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil setelah periode Sarbanes-Oxley Act (SOX). Menurut Graham et al. (2005), pergeseran dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada perusahaan mempunyai risiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila terbukti melakukan penyimpangan standar akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan untuk memanipulasi laba. Kedua, hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang berisiko. Teknik manajemen laba akrual dan manajemen laba riil tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing sehingga mendorong manajer untuk dapat mengkombinasikan kedua teknik manajemen laba tersebut untuk mencapai target laba. Dalam mendeteksi tindakan manipulasi aktivitas riil yang dilakukan

13

oleh perusahaan, Roychowdhury (2006) menggunakan model Dechow et al. (1998) dan fokus pada tiga metode manipulasi berikut. 1) Manipulasi penjualan, didefinisikan sebagai usaha manajemen untuk meningkatkan penjualan secara temporer dengan menawarkan diskon harga dan memperlunak kredit yang diberikan. Jika manajer melakukan aktivitas ini secara lebih ekstensif daripada aktivitas normal berdasarkan situasi ekonominya, dengan tujuan untuk mencapai target laba, maka tindakan seperti ini masuk dalam kategori manajemen laba riil. 2) Menaikkan laba atau menghindari melaporkan laba negatif atau rugi juga dapat dilakukan dengan mengurangi biaya diskresioner. Biaya diskresioner yang dapat dikurangi adalah biaya iklan, biaya penelitian dan

pengembangan, biaya penjualan, dan biaya umum dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan. Dechow dan Sloan (1991) menemukan bukti bahwa para CEO di akhir tahun fiskal mengurangi pengeluaran atas biaya riset dan pengembangan untuk menaikkan laba pada jangka pendek. Apabila mengurangi biaya tersebut tanpa memperhatikan kondisi ekonomi normal di periode sekarang akan memungkinkan perusahaan kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba yang lebih baik di masa yang akan datang karena kemampuan dalam menghadapi persaingan akan berkurang. Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada value chain untuk memahami karakteristik industri dan saingan yang ada. Salah satu alat analisis manajemen biaya yang dapat digunakan untuk memberikan informasi guna membuat keputusan strategis

14

dalam mengahadapi persaingan bisnis adalah analisis value chain. Poster dalam John K. Shank dan Vijay Govindarajan (2000) mengungkapkan bahwa keputusan untuk menentukan strategi kompetitif yang dapat diaplikasikan adalah salah satu dari dua strategi, yaitu (1) strategi biaya rendah (a low-cost strategy) atau (2) strategi diferensiasi (a differentiation strategy). Penekanan strategi biaya rendah atau strategi diferensiasi adalah berbeda. Strategi biaya rendah penekanannya pada harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan kompetitor untuk menarik konsumen atau memberikan nilai yang sama atau lebih baik kepada pelanggan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan pesaing. 3) Melakukan produksi berlebihan, yaitu memproduksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan mencapai permintaan yang diharapkan sehingga laba dapat meningkat. Konsisten dengan definisi Roychowdhury (2006), Graham et al. (2005) menemukan bahwa (a) Eksekutif keuangan memberikan perhatian yang besar terhadap target laba seperti zero earnings, laba periode sebelumnya, dan ramalan analis, dan (b) mereka akan memanipulasi aktivitas riil untuk mencapai target ini, meskipun tindakan manipulasi ini secara potensial mengurangi nilai perusahaan. Tindakan yang dilakukan dalam periode sekarang yang bertujuan untuk meningkatkan laba ini, akan memiliki efek negatif terhadap arus kas pada periode mendatang. Produksi yang melebihi produksi normal menghasilkan kelebihan persediaan yang seharusnya dijual pada periode berikutnya dan mendorong tingginya biaya penyimpanan persediaan perusahaan.

15

2.1.4 Nilai Perusahaan Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006), nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal perusahaan terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap sebagai cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Menurut Modigliani dan Miller dalam Ulupui (2007), nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari asset perusahaan. Hasil positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power maka semakin efisien perputaran asset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobins Q. Rasio ini dikembangkan oleh Prof. James Tobin (1967). Tobins Q merupakan harga pengganti (replacement cost) dari biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan asset yang sama persis dengan asset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Jika rasio-q di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi

16

baru. Sebaliknya, jika rasio-q di bawah satu, maka investasi dalam aktiva tidaklah menarik. Penelitian yang dilakukan oleh Copeland (2002), Lindenberg dan Ross (1981) yang dikutip oleh Herawaty (2008), menunjukkan bagaimana rasio-q dapat diterapkan pada masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio-q yang lebih besar dari satu. Teori ekonomi menyatakan bahwa rasio-q yang lebih besar dari satu akan menarik arus sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio-q mendekati satu.

2.1.5 Corporate governance (CG) Forum for Corporate Governance in Indonesia dalam Boediono (2005) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Centre for European Policy Studies dalam Djalil (2000) mendefinisikan corporate governance sebagai seluruh sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang dibentuk di dalam dan di luar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk melindungi kepentingan stakeholder. Corporate governance merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk melindungi para investor dari asimetri informasi dan dampak negatifnya (Khomsiyah, 2005). Berdasarkan sudut pandang teori stakeholders, Solomon dan

17

Solomon (2004) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem checks find balance baik internal maupun eksternal yang menjamin bahwa perusahaan melaksanakan akuntabilitas kepada seluruh stakeholdersnya dan bertanggung jawab secara sosial dalam aktivitas bisnisnya. Definisi tersebut diperkuat dan diperjelas oleh Oman (2001) yang menyatakan bahwa corporate governance berkaitan dengan institusi publik atau privat termasuk hukum, regulasi, dan praktik-praktik bisnis yang bersama-sama mengatur hubungan antara manajer perusahaan di satu pihak dengan pihak lainnya yang melakukan investasi sumber (pemilik dana, kreditur, karyawan, dan pemilik sumber kekayaan lainnya yang berwujud maupun tidak). Menurut Suprayitno, dkk. (2009), penerapan CG bermanfaat untuk mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang saham akibat pendelegasian wewenangnya kepada manajemen; menurunkan cost of capital sebagai dampak dikelolanya perusahaan secara sehat dan bertanggung jawab, dan meningkatkan nilai saham perusahaan; serta menciptakan dukungan stakeholders terhadap perusahaan (license to operate). Praktik corporate governance dapat diproksikan dengan beberapa indikator diantaranya komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan kualitas audit. 1) Komisaris Independen Komposisi komisaris independen merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak

18

manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 menetapkan bahwa anggota dewan komisaris independen sekurang-kurangnya adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Adanya komisaris independen ini akan mengurangi konflik keagenan yang terjadi di perusahaan yang dapat menurunkan manajemen laba. Klein (2002a) dalam penelitiannya membuktikan bahwa besarnya

discretionary accrual lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen dibandingkan perusahaan yang memiliki komite audit yang terdiri dari banyak komisaris independen. Hal ini mendukung penelitian Dechow et al. (1996) bahwa perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive Officer (CEO) yang merangkap menjadi Chairman of Board. 2) Kepemilikan Manajerial Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme yang mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham oleh pihak

19

manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Boediono, 2005). Ross et al. (1999) juga menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya karena ia juga merupakan pemilik dari perusahaan tersebut. Kepemilikan saham yang rendah oleh manajer akan meningkatkan insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunis manajer (Shleifer dan Vishny, 1986). Beberapa penelitian menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan earnings management seperti yang dilakukan oleh Watfield et al. (1995), Midiastuty dan Machfoedz (2003), serta Wedari (2004). 3) Kepemilikan Institusional Boediono (2005) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional merupakan jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total saham yang beredar. Investor institusional sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan dengan investor individual, dimana investor institusional tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Bagi manajemen, pengawasan oleh pihak luar mendorong mereka untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik dan melakukan pengelolaan secara transparan. Balsam et al. (2002) menemukan hubungan yang negatif antar discretionary accrual yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil di sekitar tanggal

20

pengumuman karena investor institusional memiliki akses atas sumber informasi yang lebih tepat waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan pengelolaan laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual. Hasil penelitian Jiambavo et al. (1996) dalam Herawaty (2008) menemukan bahwa nilai absolut diskresioner berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional. Hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada feedback dari kepemilikan institusional yang dapat mengurangi pengelolaan laba yang dilakukan oleh perusahaan. Jika pengelolaan laba tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba, tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi earnings management. 4) Kualitas Audit Laporan keuangan yang berkualitas merupakan salah satu elemen penting dari corporate governance untuk mewujudkan transparansi. Behn et al. (2008) dan Kwon et al. (2007) telah menunjukkan bahwa salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi praktik earnings management melalui auditor eksternal yang berkualitas. Auditor eksternal berkepentingan terhadap earnings management karena meskipun tanggung jawab laporan keuangan ada pada pihak manajemen, namun auditor berperan untuk memberikan perlindungan dan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, dengan cara

mengidentifikasi eror atau iregularitas yang terdapat dalam laporan keuangan klien. Eror atau iregularitas dalam laporan keuangan klien merupakan salah satu

21

penyebabnya adalah dilakukannya earnings management. Auditor yang berkualitas mampu menangkap adanya eror atau iregularitas yang terdapat dalam laporan keuangan karena mempunyai sumber daya dan pengalaman yang lebih baik. Teoh dan Wong (1993) dalam Herawaty (2008) menemukan bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings yang diukur dengan Earnings Response Coefficient (ERC) karena pada saat penelitian ini Big 6 telah berubah menjadi Big 4, juga diduga bahwa klien dari auditor non Big 4 cenderung lebih tinggi dalam melakukan earnings management. Hal ini berarti kualitas audit berhubungan negatif dengan earnings management. Walaupun demikian, untuk kasus di Indonesia sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Utama (2006) tidak menemukan pengaruh yang signifikan dengan earnings management yang dilakukan perusahaan. Dikutip dalam Wikipedia, terdapat empat KAP besar di Indonesia yang berafiliasi dengan KAP Big 4, di antaranya: (1) KAP Purwantono, Suherman & Surja bekerjasama dengan Ernst & Young (2) KAP Osman Bing Satrio bekerjasama dengan Deloitte Touche Tohmatsu (DTT) (3) KAP Siddharta dan Widjaja bekerjasama dengan KPMG (4) KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan bekerjasama dengan Price Waterhouse Coopers.

22

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Roychowdhury (2006) menemukan bukti empiris bahwa perusahaan menggunakan berbagai macam cara manajemen laba riil sebagai acuan pelaporan keuangan untuk menghindari pelaporan kerugian tahunan. Hasil penelitiannya menemukan tiga cara yaitu dengan melakukan diskon-diskon harga untuk menaikkan penjualan sementara, produksi secara besar-besaran untuk menurunkan kos barang terjual dan mengurangi pengeluaran diskresioner untuk memperbaiki margin yang dilaporkan. Perbedaan Roychowdhury dengan penelitian ini adalah terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian Roychowdhury adalah perusahaan nonkeuangan dalam COMPUSTAT periode antara 1987 dan 2001 sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel manajemen laba riil. Kelebihan penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian Roychowdhury terletak pada variabel yang lebih kompleks yaitu manajemen laba riil, nilai perusahaan, dan corporate governance sebagai variabel pemoderasi serta tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menyediakan bukti empiris mengenai pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan dan dimoderasi dengan penerapan corporate governance. Sahabu (2006) meneliti manajemen laba dengan metoda manipulasi aktivitas nyata dan bertujuan membuktikan secara empiris adanya dampak manajemen laba yang dilakukan pada saat right issue terhadap kinerja saham jangka panjang. Dari hasil penelitiannya ditemukan adanya motivasi manajemen laba pada saat

23

perusahaan melakukan right issue dengan menggunakan ukuran manajemen laba yang klasik, yaitu proksi akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang serta manipulasi aktivitas nyata melalui arus kas kegiatan operasi. Namun tidak dapat dibuktikan perusahaan melakukan manipulasi aktivitas nyata melalui biaya produksi dan biaya diskresioner. Perbedaan penelitian Sahabu dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel dependen yang digunakan. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian Sahabu adalah kinerja jangka panjang perusahaan yang diproksikan dengan ukuran kinerja saham yaitu cummulative abnormal return (CAR) sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang menggunakan rasio Tobins Q. Persamaan kedua penelitian ini terletak pada objek perusahaan yang diteliti adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang melakukan right issue. Kelebihan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Sahabu adalah objek penelitian yang digunakan selain perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang melakukan right issue, tetapi juga perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang melakukan IPO. Herawaty (2007) meneliti pengaruh manajemen laba pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI periode 2004-2006 dan menemukan bahwa manajemen laba akrual berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Herawaty dengan penelitian ini adalah terletak pada jenis manajemen laba yang diteliti. Penelitian Herawaty memfokuskan pada manajemen laba akrual dan pengaruhnya pada nilai perusahaan sedangkan penelitian ini memfokuskan pada manajemen laba riil dan pengaruhnya pada

24

nilai perusahaan terutama ketika dimoderasi dengan penerapan CG. Persamaan penelitian Herawaty dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti perusahaan-perusahaan nonkeuangan. Kelebihan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Herawaty adalah menggunakan proksi corporate governance yang lebih lengkap yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan kualitas audit. Ferdawati (2008) menemukan bahwa manajemen laba riil mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan corporate governance tidak terbukti sebagai pemoderasi hubungan manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Ferdawati dengan penelitian ini adalah terletak pada sampel penelitian yang digunakan. Sampel perusahaan pada penelitian Ferdawati adalah perusahaan yang melakukan income increasing dengan tahun pengamatan selama empat tahun sedangkan sampel dalam penelitian ini menggunakan seluruh perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI dengan tahun pengamatan selama lima tahun. Persamaan kedua penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama yaitu sama-sama menggunakan manajemen laba riil, nilai perusahaan, dan corporate governance. Kelebihan penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian Ferdawati adalah penelitian ini akan menguji manajemen laba riil pada perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang

diindikasikan akan melakukan manajemen laba pada saat IPO dan right issue. Praditia (2010) menguji pengaruh mekanisme corporate governance yang diproksi dengan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan kualitas auditor terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan.

25

Hasil penemuannya tidak menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Praditia dengan penelitian ini adalah terletak pada sampel penelitian dan jenis manajemen laba yang diteliti. Sampel dalam penelitian Praditia adalah perusahaan manufaktur dan meneliti manajemen laba akrual sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan nonkeuangan dan meneliti manajemen laba riil. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama menggunakan empat proksi corporate governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan kualitas audit. Kelebihan penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian Praditia adalah menggunakan karakteristik jumlah kepemilikan manajerial dalam variabel kepemilikan manajerial.

26

BAB III RERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Rerangka Berpikir Secara umum, tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran para investor atau pemegang saham. Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan atau para penanam modal (Fama, 1978; Wright dan Ferris, 1997; Walker, 2000 dalam Haruman, 2007). Menurut Jensen (2001) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim keuangan seperti hutang, waran maupun saham preferen. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Dalam proses pencapaian memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham yang dalam hal ini sebagai pemilik perusahaan (agency problem). Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang

27

memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Tidak tercapainya target laba dianggap manajer tidak memiliki kinerja yang baik sehingga kesempatan mendapatkan kompensasi akan hilang. Oleh karena itu, melakukan manipulasi melalui aktivitas riil merupakan salah satu cara untuk mencapai target laba karena bisa dilakukan sepanjang periode operasi perusahaan sehingga kemungkinan laba kurang dari target bisa ditiadakan. Jika target dapat dicapai kinerja perusahaan akan tampak baik walaupun tidak menggambarkan keadaan ekonomik yang sebenarnya. Dalam hal ini manajer diuntungkan sedangkan investor dirugikan karena bisa salah mengambil keputusan yang akan mempengaruhi nilai perusahaan. Terdapat pergeseran manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, yaitu dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil. Menurut Roychowdhury (2006), pergeseran ini disebabkan karena 1) manipulasi akrual kemungkinan besar akan menarik perhatian auditor dan regulator serta 2) manajer yang mengandalkan manipulasi akrual saja akan beresiko jika realisasi akhir tahun defisit antara laba yang tidak dimanipulasi dengan target laba yang diinginkan melebihi jumlah yang dimungkinkan untuk memanipulasi akrual setelah akhir periode fiskal. Menurut Roychowdhury (2006), teknik manajemen laba riil dapat dilakukan dengan cara memanipulasi penjualan, produksi secara berlebihan, dan mengurangi pengeluaran diskresioner. Manajemen laba riil yang dilakukan oleh manajemen memperlihatkan kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial akan menurunkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena

28

tindakan yang diambil manajer untuk meningkatkan laba tahun sekarang akan mempunyai dampak negatif terhadap kinerja (laba) perusahaan periode berikutnya (Roychowdhury, 2006). Kinerja yang turun pada periode berikutnya akan mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan sehingga nilai perusahaan akan turun. Sebagai contoh, dengan melakukan pemberian diskon besar-besaran tahun ini untuk meningkatkan jumlah penjualan dan mencapai target jangka pendek akan membuat pelanggan berharap akan memperoleh diskon-diskon yang sama di masa yang akan datang. Hal ini menyiratkan margin yang rendah untuk penjualan masa datang. Begitu pula untuk produksi secara besar-besaran akan mengakibatkan kelebihan persediaan yang akan

menimbulkan penambahan biaya penyimpanan. Hal yang sama juga bisa terjadi untuk pengurangan biaya diskresioner berupa biaya riset dan pengembangan serta biaya iklan secara ekstensif, mengurangi biaya tersebut tanpa memperhatikan kondisi ekonomi normal di periode sekarang akan

memungkinkan perusahaan kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba yang lebih baik di masa yang akan datang karena kemampuan dalam menghadapi persaingan akan berkurang. Tindakan manajemen laba menurut pandangan agency theory dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang baik sehingga dapat menyelaraskan kepentingan berbagai pihak. Corporate governance merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing (Arifin, 2005). Corporate

29

governance merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan oleh pemegang saham dan kreditur perusahaan untuk mengontrol tindakan manajer. Penerapan corporate governance diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas manajemen laba sehingga laporan keuangan dapat menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Mekanisme corporate governance dapat dilakukan dengan (1) memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajer, atau (2) memperbesar kepemilikan saham oleh institusional, atau (3) memperbesar porsi dewan komisaris independen, dan (4) meningkatkan kualitas audit. Praktik corporate governance memiliki hubungan yang signifikan dengan manajemen laba seperti penelitian yang dilakukan oleh Watfield et al. (1995); Gabrielsen et al. (1997); dan Wedari (2004). Penelitian yang menghubungkan corporate governance dengan nilai perusahaan juga dilakukan oleh beberapa peneliti. Kusumawati dan Riyanto (2005) menemukan bahwa pengungkapan CG berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Silveira dan Barros (2006) meneliti pengaruh kualitas CG terhadap nilai pasar atas 154 perusahaan Brazil yang terdaftar di bursa efek pada tahun 2002. Mereka membuat suatu governance index sebagai ukuran atas kualitas CG. Ukuran untuk market value perusahaan adalah dengan menggunakan dua variabel yaitu Tobins Q dan PBV. Hasil penelitiannnya menunjukkan adanya pengaruh kualitas CG yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ferdawati (2008) menemukan bahwa manajemen laba riil mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebanyakan penelitian baru memfokuskan pada manajemen laba

30

akrual, padahal manajemen laba akrual mempunyai dampak yang berbeda dengan manajemen laba riil. Manajemen laba akrual tidak mempunyai pengaruh dalam jangka panjang sedangkan manajemen laba riil akan mempunyai dampak terhadap penurunan nilai perusahaan dalam jangka panjang dan mempunyai konsekuensi terhadap aliran kas perusahaan. Rerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1 sebagai berikut. Agency Theory

Agen

Principal

Konflik

Corporate Governance

Real Earnings Management

Nilai Perusahaan

Manipulasi penjualan

Produksi berlebihan

Pengurangan pengeluaran diskresioner

Gambar 3.1 Rerangka Berpikir Penelitian

31

3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan rerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian disusun konsep yang menjelaskan hubungan antarvariabel dalam penelitian ini. Konsep penelitian ini merupakan hubungan logis dari landasan teori dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep tersebut dapat disajikan dalam Gambar 3.2 berikut. Kajian Teoritis Agency theory Kajian Empiris Roychowdhury (2006) Sahabu (2006) Herawaty (2007) Ferdawati (2008) Praditia (2010)

H1 Real Earnings Management Nilai Perusahaan H2

Corporate governance Gambar 3.2 Konsep Penelitian

32

Gambar 3.2 menunjukkan landasan teori dan kajian empiris yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis penelitian. Teori keagenan menjelaskan hubungan antara manajemen (agen) dan pemilik (prinsipal). Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan, yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Permasalahan kagenan tersebut memicu manajemen untuk melakukan manajemen laba. Konflik keagenan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang. Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis harga saham yang diterbitkan oleh emiten (Boediono, 2005). Harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan bagi perusahaan yang menerbitkan sahamnya di pasar modal. Untuk menghasilkan laba yang bagus, manajer bisa melakukan manajemen laba riil. Manajemen laba riil bertujuan untuk mencapai target laba yang diinginkan agar kinerja manajer tampak baik sehingga nilai perusahaan juga baik. Penerapan corporate governance dipercaya dapat meminimumkan perilaku oportunis manajer. Dengan penerapan CG akan memberikan perlindungan bagi investor dan kreditur sehingga mereka akan memperoleh informasi yang benar tentang kinerja perusahaan dan nilai perusahaan akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

33

3.3 Hipotesis Penelitian 3.3.1 Pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan Secara umum, manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Schiper (1989) dalam Ferdawati (2008) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi yang sengaja dilakukan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi pihak tertentu. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh manajemen dalam melakukan manajemen laba, antara lain melalui manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Manajemen laba riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi. Manajemen laba riil ini dapat dilakukan kapanpun sepanjang periode akuntansi sehingga manajer akan mudah mencapai target laba yang diinginkan. Perkembangan penelitian empiris mengenai manajemen laba telah

menunjukkan bahwa manajer telah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil. Gunny (2005), Roychowdhury (2006), Zang (2006), Cohen et al. (2008), Graham et al. (2005), serta Cohen dan Zarowin (2008) menemukan bahwa manajer sudah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil setelah periode Sarbanes-Oxley Act (SOX). Menurut Graham et al. (2005), pergeseran dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Kedua, hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang berisiko.

34

Menurut Roychowdhury (2006), teknik manajemen laba riil dapat dilakukan dengan cara memanipulasi penjualan, produksi secara berlebihan, dan mengurangi pengeluaran diskresioner. Manajemen laba riil yang dilakukan oleh manajemen memperlihatkan kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial akan menurunkan nilai perusahaan. Investor dan kreditur menggunakan informasi laba sebagai salah satu informasi untuk menentukan nilai perusahaan. Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006), nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal perusahaan terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap sebagai cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Secara potensial manajemen laba riil dimotivasi dengan adanya tekanan atau dorongan manajer untuk menghasilkan laba jangka pendek serta rendahnya fokus manajemen terhadap rencana jangka panjang perusahaan. Oleh karena itu, jika manajer melakukan manajemen laba riil tahun sekarang maka laba perusahaan akan meningkat yang akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan, jika kinerja perusahaan meningkat harga pasar saham akan meningkat sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Namun, pada periode berikutnya laba perusahaan akan berkurang sehingga menyebabkan nilai

35

perusahaan

akan

mengalami

penurunan

dalam

jangka

panjang

dan

mempengaruhi aliran kas perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Manajemen laba riil berpengaruh negatif pada nilai perusahaan

3.3.2 Pengaruh corporate governance pada hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan Harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan bagi perusahaan yang menerbitkan sahamnya di pasar modal. Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis harga saham yang diterbitkan (Boediono, 2005). Manajemen laba riil yang dilakukan manajer tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang laba dan kinerja manajemen perusahaan sehingga dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Pasar akan memberikan penilaian yang tinggi terhadap perusahaan yang melaporkan laba yang terlihat dari harga sahamnya yang naik, hal ini disebabkan pasar tidak mengetahui adanya manipulasi yang dilakukan oleh manajemen sehingga dikatakan bahwa manajemen laba riil ini sulit untuk dideteksi oleh pasar. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme untuk membatasi perilaku oportunis manajemen ini agar laba yang disajikan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol perilaku oportunis manajemen adalah dengan menerapkan corporate governance.

36

Corporate

governance

merupakan yang

suatu

sistem

yang

mengatur

dan dan

mengendalikan

perusahaan

diharapkan

dapat

memberikan

meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan demikian, penerapan perusahaan. Silveira dan Barros (2006) meneliti pengaruh kualitas corporate governance terhadap nilai pasar atas 154 perusahaan Brazil yang terdaftar di bursa efek pada tahun 2002. Hasil penemuannya menunjukkan adanya pengaruh kualitas CG yang positif terhadap nilai pasar perusahaan. Black, Jang, dan Kim (2005) membuktikan bahwa corporate governance index secara keseluruhan merupakan hal penting dan menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi perusahaan-perusahaan independen di Korea. Johnson et al. (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan pada masa krisis di Asia. Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on assets (ROA) dan Tobins Q. Walaupun penerapan CG sudah merupakan keharusan namun penerapannya di tiap perusahaan relatif berbeda sesuai dengan kompleksitas lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berargumen bahwa corporate governance merupakan pemoderasi antara hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nilai

37

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Manajemen laba riil berpengaruh pada nilai perusahaan ketika penerapan corporate governance rendah

38

BAB IV METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan proses dan hasil riset sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien dan efektif (Jogiyanto, 2007). Rancangan penelitian memberikan alur penelitian dari mempersiapkan data penelitian, menguji hipotesis yang pada akhirnya memberikan kesimpulan yang sesuai dengan hasil yang diperoleh, masalah, dan hipotesis penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan dan kemampuan CG mempengaruhi hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu manajemen laba riil, nilai perusahaan, dan CG. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2009. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Setelah sampel ditetapkan, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui observasi non partisipan yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian bukubuku, jurnal-jurnal akuntansi, Indonesian Capital Market Directory (ICMD) serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana untuk menguji pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan dan uji interaksi untuk

39

menguji pengaruh CG terhadap hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan dan dilanjutkan dengan menyimpulkan dan memberikan saran. Untuk lebih jelasnya, rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut.

Masalah Penelitian

Hipotesis H1: Manajemen laba riil berpengaruh negatif pada nilai perusahaan H2: Manajemen laba riil berpengaruh pada nilai perusahaan ketika penerapan corporate governance rendah

Manajemen laba riil

CG

Nilai Perusahaan

Instrumen dan Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Pembahasan Hasil Analisis Kesimpulan dan Saran

Metode Penelitian

Gambar 4.1 Rancangan penelitian

40

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia, data diperoleh dengan mengakses melalui website www.idx.co.id. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI selama tahun 2005-2009. Pemilihan tahun pengamatan didasarkan pada perubahan regulasi tata kelola perusahaan yaitu komisaris independen merupakan hal yang bersifat wajib dengan dikeluarkannya Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 yang menetapkan bahwa anggota dewan komisaris independen sekurang-kurangnya adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

4.3 Jenis dan Sumber Data 4.3.1 Jenis Data Berdasarkan jenisnya, data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2003). Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan dan data harga saham perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009.

4.3.2 Sumber Data Berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder eksternal, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara (Sugiyono, 2005). Data sekunder eksternal dalam

41

penelitian ini dapat diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory dan mengakses situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut. 1) Perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009. 2) Perusahaan yang melakukan IPO dan right issue pada tahun 2005-2009. 3) Perusahaan yang laporan keuangannya dinyatakan dalam mata uang Rupiah. 4) Perusahan yang memiliki data lengkap mengenai kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan kualitas audit.

42

4.1 Tabel Penentuan Sampel Jumlah Perusahaan / Tahun Keterangan Perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2009 Perusahaan yang tidak melakukan IPO dan right issue pada tahun 2005-2009 Perusahaan yang laporan keuangannya tidak dinyatakan dalam mata uang Rupiah Perusahaan yang tidak memiliki data lengkap mengenai kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan kualitas audit Total Sampel Total Pengamatan Sumber : BEI (Data Diolah) 8 16 29 90 27 10 (0) (0) (2) (2) (2) (0) (0) (2) (0) (2) (268) (267) (291) (306) (309) 2005 276 2006 283 2007 324 2008 335 2009 323

4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba riil. Proksi yang digunakan untuk manajemen laba riil diambil dari penelitian Roychowdhury (2006) yang menggunakan tiga proksi yaitu aliran kas operasi abnormal (AKOABN), kos produksi abnormal (KPABN), dan

43

pengeluaran diskresioner abnormal (PDABN). Nilai abnormal dari ketiga proksi tersebut didapatkan dengan cara mengurangi nilai aktual dengan nilai normalnya. Nilai normal ditentukan dengan menggunakan nilai rata-rata masing-masing proksi untuk setiap perusahaan selama periode penelitian. (1) Aliran kas operasi abnormal (AKOABN) merupakan selisih antara aliran kas operasi aktual (AKOA) dengan aliran kas operasi normal. Jika AKOABN bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba riil melalui manipulasi penjualan.

AKOABN =

AKOAit Aseti ,t 1

Aset
i =1

AKOAit
i , t 1

........................................................(1)

(2) Kos produksi abnormal (KPABN) merupakan selisih antara kos produksi aktual (KPA) dengan kos produksi normal. Perusahaan diduga melakukan manajemen laba riil melalui produksi secara berlebihan jika KPABN bernilai positif.

KPABN =

KPAit Aset i ,t 1

Aset
i =1

KPAit
i , t 1

.........................................................(2)

(3) Pengeluaran diskresioner abnormal (PDABN) merupakan selisih antara pengeluaran diskresioner aktual (PDA) dengan pengeluaran diskresioner normal. Jika PDABN bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba riil melalui pengurangan pengeluran diskresioner.

44

PDABN =

PDAit Aset i ,t 1

Aset
i =1

PDAit
i , t 1

.........................................................(3)

Sebagai proksi keseluruhan dari manajemen laba riil maka aliran kas operasi abnormal, kos produksi abnormal, dan pengeluaran diskresioner dijumlahkan untuk dapat menangkap efek keseluruhan dari manajemen laba riil. Untuk menyamakan arahnya maka kos produksi abnormal dikalikan dengan minus satu (-1) sebelum dijumlahkan. Variabel hasil penambahan proksi manajemen laba riil tersebut diberi nama MLR. MLR = AKOABN + (KPABN x -1) + PDABN ..........................................(4) 2) Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah nilai perusahaan. Berikut ini rumus Tobins Q yang dikembangkan oleh Chung dan Pruitt (1994) dan disesuaikan dengan kondisi transaksi keuangan perusahaan di Indonesia: Q=
MVE + DEBT .......................................................................................(5) TA : : : : Nilai perusahaan Nilai total kewajiban perusahaan Nilai buku dari total aktiva perusahaan Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value), merupakan hasil perkalian dari harga saham penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.

Notasi : Q DEBT TA MVE

3) Variabel moderasi adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

45

(Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel moderasi adalah variabel CG yang dapat diproksikan dan pemberian skor masingmasing proksi sebagai berikut. (1) Komisaris independen (KOM) Jika porsi komisaris independen sesuai aturan yaitu sekurang-kurangnya 30% maka diberi skor 1, sedangkan untuk perusahaan yang porsi komisaris independennya tidak sesuai aturan diberi skor 0. (2) Kepemilikan Institusional (KI) Skor 1 adalah untuk kepemilikan institusional besar dan sama dengan 50% dan 0 untuk kepemilikan institusional yang kurang dari 50%. (3) Kepemilikan Manajerial (KM) Skor 1 adalah untuk perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial dan 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan manajerial. (4) Kualitas Audit (KA) Skor 1 adalah untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 4 dan 0 adalah untuk perusahaan yang tidak diaudit oleh KAP Big 4. CG = KOM + KI + KM + KA .............................................................(6)

4.6 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat, serta mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi, ICMD serta mengunduh data dan informasi dari situs-situs internet yang relevan.

46

4.7 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1) Menentukan sampel dalam penelitian ini dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria yang telah digunakan. 2) Mengumpulkan data dengan metode observasi non partisipan. 3) Pengujian hipotesis menggunakan model uji regresi sederhana dan uji interaksi. 4) Membuat kesimpulan mengenai ada atau tidaknya pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan dan pengaruh CG pada hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan.

4.8 Teknik Analisis Data 4.8.1 Pengujian hipotesis penelitian


Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda. 1) Analisis regresi linier sederhana Untuk menguji hipotesis 1 mengenai pengaruh manajemen laba riil dengan nilai perusahaan akan dianalisis dengan menggunakan alat analisis regresi linier sederhana. Persamaan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut. Qit = 0 + 1MLRit + it t .........................................................................(7)

2) Uji interaksi / Analisis regresi linier berganda Uji interaksi atau sering disebut dengan moderated regression analysis (MRA) merupakan aplikasi khusus regresi linier berganda untuk menentukan

47

hubungan antara dua variabel yang dipengaruhi oleh variabel ketiga atau variabel moderasi dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (Ghozali, 2006). Persamaan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut. Qit = 0 + 1MLRit + 2CGit + 3MLR*CGit +it t ..................................(8) Notasi : Qit 0 1, 2, 3 MLR CG : Nilai perusahaan i pada saat t : Konstanta : Koefisien regresi : Manajemen laba riil : Corporate governance : Error

Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, tentunya model tersebut harus bebas dari gejala asumsi klasik karena model yang baik harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Adapun uji asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut. (1) Uji normalitas Uji normalitas yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006:110). Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan statistik KolmogorovSmirnov. Data populasi dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari = 0,05.

(2) Uji multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali,

48

2006:91). Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau


Variance Inflation Factor (VIF). Jika ada tolerance lebih dari 10 persen

atau

VIF

kurang

dari

10

maka

dikatakan

tidak

ada

gejala

multikolinearitas. (3) Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2006:95). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, digunakan metoda Durbin-Watson (Dw Test). 1) Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi autokorelasi. 2) Bila dw < dl, maka terjadi autokorelasi positif. 3) Bila dw > (4-dl), maka terjadi autokorelasi negatif. 4) Bila dl < dw < dU atau (4-dU) < dw < (4-dl), maka tidak dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya autokorelasi. (4) Uji heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2006:105). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut hoeteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji Glejser. Metoda ini dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual terhadap

49

variabel bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada absolut residual, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

50

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Statistik Deskriptif


Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian. Berdasarkan kriteria sampel dan prosedur penyampelan yang telah dilakukan diperoleh 90 sampel pengamatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan. Hasil tabulasi data untuk variabel dependen dan independen disajikan pada Lampiran 2. Statistik deskriptif masing-masing variabel disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif N 90 MLR 90 Q 90 CG Valid N (listwise) 90 Sumber: Lampiran 2


Keterangan: MLR Q CG = manajemen laba riil = nilai perusahaan = corporate governance

Minimum Maximum Mean Std. Deviation 0,66454 1,24 -0,0233 -1,78 0,63596 1,7386 2,38 0,03 0,75194 2,4556 4,00 1,00

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dijelaskan hasil sebagai berikut ini. (1) Nilai rata-rata manajemen laba riil adalah sebesar -0,0233 dengan nilai minimum sebesar -1,78 dan nilai maksimum sebesar 1,24. Nilai rata-rata yang bertanda negatif menunjukkan bahwa secara rata-rata sampel yang

51

diamati melakukan manajemen laba riil dalam bentuk manipulasi penjualan, produksi berlebihan, dan pengurangan biaya diskresioner. (2) Rasio Tobins Q merupakan perbandingan antara market value perusahaan dengan replacement cost aktiva perusahaan (Chung dan Pruitt, 1994). Rasio
Tobins Q digunakan untuk mengukur nilai perusahaan.Berdasarkan hasil uji

statistik deskriptif pada Tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata rasio Tobins Q 1,7386 dengan nilai minimum sebesar 0,03 dan nilai maksimum sebesar 2,38. Angka rata-rata rasio Tobins Q tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki market value equity ditambah total kewajiban yang lebih besar dibandingkan dengan nilai perolehan aktiva perusahan. Nilai rasio Tobins Q diatas satu menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, sehingga menarik investasi baru dan meningkatkan nilai perusahaan (Herawaty, 2008). Rasio Tobins Q yang terbesar dimiliki oleh LPLI dan rasio Tobins Q terkecil dimiliki oleh LCGP. (3) Nilai rata-rata corporate governance adalah sebesar 2,4556 dengan nilai minimum sebesar 1,00 dan nilai maksimum sebesar 4,00. Dari data tersebut menunjukkan bahwa terjadi variasi penerapan CG pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI. Penerapan CG di Indonesia belum merata walaupun aturannya sudah ada. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perusahaan yang masih memiliki skor 1 (satu) yang berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengindahkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 yang menetapkan bahwa

52

anggota dewan komisaris independen sekurang-kurangnya adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

5.2 Pengujian Asumsi Klasik 5.2.1 Uji normalitas


Uji normalitas merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Data populasi dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari = 0,05. Hasil uji normalitas ditunjukkan dalam Tabel 5.2 menunjukkan nilai residual dengan tingkat signifikansi 0,363. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal atau memenuhi asumsi normalitas.

Tabel 5.2 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual 90 0,0000000 1,16854777 0,097 0,097 -0,053 0,922 0,363

Mean Std.Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) b. Test distribution is Normal. c. Calculated from data. Sumber: Lampiran 3

N Normal Parametera,b

53

5.2.2 Uji multikolinearitas


Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau Variance Inflation Factor (VIF). Jika ada tolerance lebih dari 10 persen atau VIF kurang dari 10 maka dikatakan tidak ada gejala multikolinearitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel-variabel dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance lebih dari 10 persen atau nilai VIF kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolinearitas antarvariabel independen. Berikut ini nilai tolerance dan VIF masing-masing variabel disajikan dalam Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Uji Multikolinearitas Variabel MLR CG MLR*CG a. Dependent Variable: Q Sumber: Lampiran 4 5.2.3 Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, digunakan metoda Durbin-Watson (Dw Test) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5.4 berikut ini.

Tolerance 0,220 0,895 0,231

VIF 4,536 1,117 4,338

54

Tabel 5.4 Uji Autokorelasi Model Summaryb Adjusted R Std. Error of DurbinSquare the Estimate Watson 1 0,467a 0,219 0,191 1,18875 1,794 a. Predictors: (Constant), MLR*CG, CG, MLR Dependent Variable: Q b. Sumber: Lampiran 4
Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson yang diperoleh adalah sebesar 1,794. Nilai tersebut terletak diantara dU dan 4-dU yaitu 1,679. Bila dijabarkan akan menjadi 1,679 < 1,794 < 2,321 sehingga disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi dalam penelitian ini.

Model

R Square

5.2.4 Uji heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji Glejser seperti yang ditunjukkan Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 0,762 0,224 MLR -0,147 0,198 -0,163 CG 0,082 0,084 0,106 MLR*CG -0,028 0,074 -0,080 a. Dependent Variabel: ABRES Sumber: Lampiran 5

t 3,403 -0,743 0,972 -0,373

Sig. 0,001 0,460 0,334 0,710

55

Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh variabel independen tidak berpengaruh pada nilai absolut residual (ABRES). Nilai signifikansi masingmasing variabel independen diatas 0,05 sehingga data bebas dari

heteroskedastisitas.

5.4 Hasil Pengujian Hipotesis


1) Untuk menguji hipotesis pertama, maka dilakukan analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen pada variabel dependennya. Hasil regresi linier sederhana ditunjukkan pada tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Hasil Analisis Regresi Sederhana Koefisien regresi () (Constant) 2,332 MLR -0,708 a. Dependent variable: Q Sumber: Lampiran 6 Model t-statistik
18,048 -4,182

Signifikansi (sig.) 0,000 0,000

Berdasarkan Tabel 5.6, persamaan regresi yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. Q = 2,332 0,708MLR + e Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi (sig) dengan tingkat kesalahan () = 5%. Apabila tingkat signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak atau dengan = 0,05 variabel independen tersebut berhubungan dengan variabel dependennya. Pada tabel 5.6 terlihat bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa terdapat

56

hubungan regresional antara manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. Pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan secara statistik signifikan pada = 0,05 dengan nilai t sebesar -4,182 dan koefisien hubungan manajemen laba riil dengan nilai perusahaan bernilai negatif yaitu sebesar -0,708. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi manajemen laba riil, maka semakin rendah nilai perusahaan. Berdasarkan pengujian hipotesis di atas, maka hipotesis pertama diterima secara statistis signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Herawaty (2007) yang menyatakan bahwa manajemen laba akrual berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Namun, hasil temuan ini bertentangan dengan penelitian Ferdawati (2008) yang menemukan bahwa manajemen laba riil berpengaruh positif signifikan pada nilai perusahaan. 2) Untuk menguji hipotesis kedua, dilakukan analisis regresi moderasian. Hasil analisis regresi berdasarkan ditunjukkan pada tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7 Hasil Analisis Regresi Moderasian Koefisien regresi () (Constant) 1,554 MLR -0,883 CG 0,318 MLR*CG 0,128 a. Dependent variable: Q Sumber: Lampiran 5 Model t-statistik
3,889 -2,502 2,124 0,966

Signifikansi (sig.) 0,000 0,014 0,037 0,337

Berdasarkan Tabel 5.7, persamaan regresi yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. Q = 1,554 0,883MLR + 0,318CG + 0,128MLR*CG + e Persamaan regresi di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

57

(1) Koefisien regresi variabel manajemen laba riil (MLR) bertanda negatif sebesar -0,883. Pengaruh MLR pada nilai perusahaan secara statistik signifikan pada = 0,05 dengan nilai t sebesar -2,502 dan tingkat signifikansi sebesar 0,014. Hal ini berarti tindakan manajemen laba riil tinggi sehingga menurunkan nilai perusahaan. (2) Koefisien regresi variabel corporate governance (CG) bertanda positif sebesar 0,318. Perusahaan yang memiliki corporate governance yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0,318 lebih besar daripada perusahaan yang tidak memiliki corporate governance yang baik. Pengaruh CG pada nilai perusahaan secara statistik signifikan pada = 0,05 dengan nilai t sebesar 2,124 dan tingkat signifikansi sebesar 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penerapan CG maka semakin tinggi nilai perusahaan. (3) Koefisien regresi pada interaksi antara MLR dan CG bertanda positif sebesar 0,128 dengan nilai signifikansi sebesar 0,337 yang lebih besar dari = 0,05 maka CG tidak mampu mempengaruhi hubungan antara manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. Arah pengaruh CG terhadap hubungan manajemen laba riil pada nilai perusahaan yang tertuang dalam hipotesis kedua adalah negatif. Oleh karena koefisien regresi CG terhadap nilai perusahaan bertanda positif, hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini bertentangan dengan hipotesis yang diajukan. Ini berarti hipotesis kedua tidak terdukung. Hasil

58

penelitian ini menemukan bahwa manajemen laba riil yang tinggi tidak dapat menurunkan nilai perusahaan pada saat CG rendah.

59

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Manajemen Laba Riil pada Nilai Perusahaan


Manajemen laba riil merupakan variabel independen dalam penelitian ini. Manajemen laba riil dalam penelitian ini diukur melalui aliran kas operasi abnormal, kos produksi abnormal, dan pengeluaran diskresioner abnormal. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa manajemen laba riil berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Hasil tersebut mendukung hipotesis pertama penelitian ini. Semakin tinggi manajemen laba riil maka semakin rendah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Herawaty (2007) yang menemukan pengaruh negatif manajemen laba akrual pada nilai perusahaan. Manajemen laba riil yang dilakukan oleh manajemen memperlihatkan kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial menurunkan nilai perusahaan. Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa investor tidak naive. Investor memiliki alternatif lain dalam pengambilan keputusannya. Selain menggunakan laporan laba sebagai alat analisisnya, investor mencoba untuk menganalisis melalui laporan lain misalnya laporan arus kas. Investor dan kreditur biasanya menggunakan laporan laba sebagai salah satu informasi untuk menentukan nilai perusahaan. Manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan akan mengakibatkan laba yang disajikan tidak menggambarkan keadaan ekonomik yang sebenarnya.

60

6.2 Pengaruh Corporate governance pada Hubungan Manajemen Laba Riil dengan Nilai Perusahaan.
Corporate governance dalam penelitian ini diproksi dengan empat variabel

yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris, dan kualitas audit. Konsep CG diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Namun, apabila konsep CG ini tidak diterapkan dengan baik atau tingkat penerapannya rendah maka perusahaan kurang mampu memberikan perlindungan bagi investor dan kreditur sehingga mereka akan memperoleh informasi yang bias tentang kinerja perusahaan yang pada akhirnya mereka mengambil keputusan yang menyesatkan. Arah hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba berpengaruh pada nilai perusahaan ketika penerapan CG rendah. Namun, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa manajemen laba riil yang tinggi tidak dapat menurunkan nilai perusahaan pada saat CG rendah. Hasil temuan empiris ini konsisten dengan penelitian Ferdawati (2008) yang menemukan bahwa manajemen laba riil berpengaruh negatif pada nilai perusahaan ketika penerapan CG tinggi.

61

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori, hipotesis dan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Terdapat pengaruh negatif manajemen laba riil pada nilai perusahaan. Semakin tinggi manajemen laba riil yang dilakukan maka nilai perusahaan akan semakin rendah. Berdasarkan penelitian Roychowdhury (2006), manajemen laba riil yang dilakukan oleh manajemen perusahaan akan memperlihatkan kinerja yang baik dalam jangka pendek atau meningkatkan nilai perusahaan. Namun, periode berikutnya laba akan mengalami penurunan sehingga mengakibatkan nilai perusahaan menjadi turun dalam jangka panjang. 2) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa manajemen laba riil berpengaruh pada nilai perusahaan ketika penerapan corporate governance rendah tidak terdukung. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hipotesis dan menemukan bahwa manajemen laba riil yang tinggi tidak dapat menurunkan nilai perusahaan pada saat CG rendah. Oleh sebab itu, hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan CG yang tinggi memperlemah hubungan antara manajemen laba riil dengan nilai perusahaan. Hasil yang bertentangan kemungkinan disebabkan karena terdapat perbedaan dalam

62

desain, waktu/periode, dan sampel penelitian yang diteliti. Selain itu, dengan adanya kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan kualitas audit yang semakin membaik dari tahun ke tahun menjadi mekanisme yang berperan mengurangi tindakan manajemen laba riil sehingga diharapkan nilai perusahaan akan meningkat.

7.2 Saran
Beberapa keterbatasan memengaruhi hasil penelitian dan perlu menjadi bahan pengembangan pada penelitian berikutnya. Saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Penelitian selanjutnya diharapkan menambah jumlah tahun pengamatan serta objek penelitian yang berbeda selain perusahaan nonkeuangan yang melakukan IPO dan right issue. 2) Sampel dalam penelitian ini tidak dibagi berdasarkan kelompok yang memiliki CG yang baik dan kelompok yang tidak memiliki CG yang baik, penelitian selanjutnya diharapkan membagi sampel berdasarkan kelompok tersebut sehingga dapat memperoleh hasil CG yang lebih baik. 3) Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan proksi CG yang lain, misalnya sistem insentif bagi manajemen, dewan direksi, dan pertemuan RUPS.

63

DAFTAR PUSTAKA

Balsam, Steven., Bartov, Eli., and Marquardt, Carol. 2002. Accrual Management, Investor Sophisticated, and Equity Valuation: Evidence from 10-Q Fillings. Journal of Accounting Research Vol. 40 No. 4, p: 987-1012. Barhart, Scott dan Rosentein, Stuart. 1998. Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance: An Empirical Analysis. The Financial Review, November 1998, p: 33-34. Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Makalah Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September 2005. Cohen, Daniel A., Dey, Aiyesha., dan Lys, Thomas Z.. 2008. Real and Accrualbased Earnings Management in the Pre-and Post-Sarbanes Oxley Periods. The Accounting Review Vol. 83 No 3, p: 757-787. Cohen, Daniel A., dan Zarowin, Paul. 2008. Accrual-Real Earnings Management Around Seasoned Equity Offerings. http://ssrn.com 14-08-2008. Darmawati, Deni., Khomsiyah dan Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali, 2-3 Desember 2004. Dechow, Patricia M., Sloan, R.G., and Sweeney, A.P. 1996. Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms Subject to Enforcement Actions by SEC. Contemporary Accounting Research Vol. 13 No. 1, p: 1-36. Dechow, Patricia M., dan Skinner, Douglas J. 2000. Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators. Accounting Horizons. 14, p: 235-250. Dechow, Patricia M., Kothari, S.P., dan Watts, Ross L. 1998. The Relation Between Earnings and Cash Flows. Journal of Accounting and Economics, 25, p: 133-168. Djalil, Sofyan. 2000. Good Corporate Governance. Disampaikan pada Seminar Corporate Governance. Universitas Sumatera.

64

DuCharme, L.L., Malatesta, P.H., dan Sefcik, S.E. 2004. Earnings management, stock issues, and shareholder lawsuits. Journal of Financial Economics. 71: 27-49. Ferdawati. 2008. Pengaruh Manajemen Laba Real terhadap Nilai Perusahaan dengan Tata Kelola Perusahaan sebagai Variabel Pemoderasi. http://ssrn.com. Gabrielsen, Garm., Jeffrey, D. Gramlich., dan Thomas Plenborg. 1997. Managerial Ownership, Information Content of Earnings, and Discretionary Accruals in a Non US Setting. Journal of Business Finance and Accounting Vol 29 No. 7 & 8, p: 967-988. Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Graham, J.R., Harvey, C.R., dan Rajgopal, S. 2005. The Economic Implications of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics, 40, p: 3-73. Gunny, K. 2005. What are the Consequences of Real Earnings Management?. Working Paper. University of Colorado. Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating Variabel dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI. Http://en.wikipedia.org/wiki/Big_Four_%28audit_firms%29 Http://www.fasb.org/home Jensen, Michael C., dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, p: 305-360. John, K. Shank dan Govindarajan, Vijay. 2000. Strategic Cost Management and the Value Chain. Second Edition. Thomson Learning: South-Western College Publishing. Juniarta, Sentosa., dan Andriyani, Agnes. 2009. Pengaruh Good Corporate Governance, Voluntary Disclosure Terhadap Biaya Hutang (Cost of Debt). Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 11, No. 2, November: 88-100.

65

Khomsiyah. 2005. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance dengan Kualitas Pengungkapan. Disertasi doktor tidak publikasi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Klein, A. 2002a. Audit Committee, Board of Directors Characteristic and Earnings Management. Journal of Accounting and Economics 33, p: 375400. Kusumawati, Dwi Novi,. dan Riyanto, Bambang LS. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Compliance Reporting dan Struktur Dewan Terhadap Kinerja. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September 2005. Marck, R., Shleifer, A., dan Vishny, R.W. 1998. Management Ownership and Maket Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics 2, p: 293-315. Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI, p: 1255-1267. Midiastuty, Pratana Puspa., dan Machfoedz, Masud. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen. Makalah Simposium Nasional Akuntansi VI. Oktorina, Megawati., dan Hutagaoul. 2008. Analisis Arus Kas Kegiatan Operasi dalam Mendeteksi Manipulasi Aktivitas Riil dan Dampaknya terhadap Kinerja Pasar. Makalah Simposium Nasional Akuntansi XI. Oman, C., P. 2001. Corporate Governance and National Development. Technical Paper No. 180, OECD Development Centre. Praditia, Okto Rezika. 2010. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Rachmawati, A., dan Triatmoko, Hanung. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Rangan, S. 1998. Earnings before Seasoned Equity Offerings: Are They Overstated? Journal of Financial Economics. 50: 101-122.

66

Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management through Real Activities Manipulation. Journal of Accounting and Economics, 42, p: 335-370. Sloan School of Management. Sahabu, Supardi. 2009. Manajemen Laba melalui Akrual dan Manipulasi Aktivitas Nyata dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Jangka Panjang Perusahaan Yang Melakukan Penawaran Right Issue. Tesis S2 Program Pasca Sarjana STIE YKPN, Yogyakarta. Shivakumar, L. 2000. Do Firms Mislead Investors by Overstating Earnings Before Seasoned Equity Offerings? Journal of Accounting and Economics. 29: 339-371. Shleifer, A., dan Vishny, R.W. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. Vol 52 No 2 Juni, p: 737-783. Siallagan, H., dan Machfoedz, Masud. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Silveira., dan Barros. 2006. Corporate Governance Quality and Firm Value in Brazil. http://papers.ssrn.com. Siregar, Slyvia., Veronica, N.P., dan Utama, Sidharta. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Journal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 9 No. 3, hal. 307-326. Siregar, Sylvia., Veronica, N.P., dan Bactiar, Yanivi S. 2004. Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management. Simposioum Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali, hal. 57-69. Solomon, J., dan Solomon, A. 2004. Corporate Governance and Accountability. England: John Wiley & Sons, LTd. Teoh, S.H., Welch, I., dan Wong, T.J. 1998. Earnings management and The Underperformance of Seasoned Equity Offerings. Journal of Financial Economics. Ulupui, I. G. K. A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas terhadap Return saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No. 1, Januari: 88 102.

67

Wahyudi, Untung., dan Pawestri, Hartini P. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Disampaikan dalam Makalah Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI. Padang, 23-26 Agustus 2006. Watfield, Terry D., Wild, J.J., dan Wild, K.L. 1995. Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earning. Journal of Accounting and Economics 20, hal. 61-91. Watts, R dan Zimmerman, J.L. 1986. Positive Accounting Theory. New York. Prentice Hall. Wedari, L.K. 2004. Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Makalah Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, hal. 963-974. Zang, A.Z. 2006. Evidence on the Trade-off Between Real Manipulation and Accrual Manipulation. Working Paper. Duke University.

68

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel NO KODE


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 MASA APOL EXCL MICE IIKP MLPL APEX ELTY BTEL MAIN RAJA RUIS TOTL IATA TRUB CPRO FREN ENRG IIKP TCID SULI

NAMA PERUSAHAAN
Multistrada Arah Sarana Tbk Arpeni Pratama Ocean Line Tbk Excelcomindo Pratama Tbk Multi Indocitra Tbk Inti Kapuas Arowana Tbk Multipolar Tbk Apexindo Pratama Duta Tbk Bakrieland Development Tbk Bakrie Telecom Tbk Malindo Feedmill Tbk Rukun Raharja Tbk Radiant Utama Interinsco Tbk Total Bangun Persada Tbk Indonesia Air Transport Tbk Truba Alam Manunggal Engineering Tbk Central Proteinaprima Tbk Mobile-8 Telecom Tbk Energi Mega Persada Tbk Inti Kapuas Arowana Tbk Mandom Indonesia Tbk Sumalindo Lestari Jaya Tbk

PUBLIKASI
9-Jun-05 22-Jun-05 29-Sep-05 21-Dec-05

MLR
0.288 0.436 0.921 0.339

Q
1.294 1.513 2.166 1.979 0.154 1.907 1.490 2.274 2.030 2.250 0.576 2.134 2.328 1.881 2.356 2.148 2.289 2.352 0.070 2.363 2.146

CG
2 3 2 3 3 2 3 1 2 2 1 3 3 3 2 2 2 2 3 4 3

1-Apr-05 (0.316) 10-May-05 14-Sep-05 6-Dec-05 3-Feb-06 10-Feb-06 19-Apr-06 12-Jul-06 0.708 0.386 0.238 0.684 0.376 0.310 0.445

25-Jul-06 (0.879) 13-Sep-06 16-Oct-06 0.443 0.100

28-Nov-06 (1.038) 29-Nov-06 2-Jan-06 3-Jan-06 0.526 0.120 0.283

6-Feb-06 (0.213) 4-Jul-06 (0.033)

69

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

TBLA CTRA MLPL BISI WEHA BKDP SGRO MNCN LCGP ACES CTRP PTSN JSMR JKON CSAP DGIK MPPA ELTY CITA MASA SMRA DSFI BUDI CPIN

Tunas Baru Lampung Tbk Ciputra Development Tbk Multipolar Tbk Bisi International Tbk Panorama Transportasi Tbk Bukit Darmo Property Tbk Sampoerna Agro Tbk Media Nusantara Citra Tbk Laguna Cipta Griya Tbk Ace Hardware Indonesia Tbk Ciputra Property Tbk Sat Nusapersada Tbk Jasa Marga (Persero) Tbk Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk Catur Sentosa Adiprana Tbk Duta Graha Indah Tbk Matahari Putra Prima Tbk Bakrieland Development Tbk Cita Mineral Investindo Tbk Multistrada Arah Sarana Tbk Summarecon Agung Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Budi Acid Jaya Tbk Charoen Pokphand Indonesia Tbk

7-Jul-06 27-Nov-06 4-Dec-06

0.059 0.303 0.708

2.351 2.162 2.216 1.912 0.547 0.294 0.747 2.316 0.030 2.178 0.416 0.744 0.846 2.372 2.189 1.397 2.042 2.168 1.105 1.493 1.175 1.576 1.032 2.229

3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 1 2 3 3 3 3 3

28-May-07 (0.303) 31-May-07 15-Jun-07 0.540 0.402

18-Jun-07 (0.767) 22-Jun-07 0.824

13-Jul-07 (0.083) 6-Nov-07 7-Nov-07 1.237 0.388

8-Nov-07 (1.561) 12-Nov-07 4-Dec-07 12-Dec-07 0.424 0.399 0.486

19-Dec-07 (1.780) 5-Jan-07 0.821

25-Apr-07 (0.384) 10-May-07 (0.063) 29-May-07 (0.276) 18-Jun-07 0.370

20-Jun-07 (0.181) 5-Jul-07 (1.081) 5-Jul-07 (1.774)

70

46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69

ATPK UNSP MIRA BRPT GJTL ADES KPIG FPNI TRIL ELSA YPAS GZCO TPIA PDES KBRI ADRO HOME BYAN TRAM SIAP RODA BTEL TMPI AISA

ATPK Resources Tbk Bakrie Sumatera Plantation Tbk Mitra Rajasa Tbk Barito Pacific Tbk Gajah Tunggal Tbk Ades Waters Indonesia Tbk Global Land Development Tbk Titan Kimia Nusantara Tbk Triwira Insanlestari Tbk Elnusa Tbk Yanaprima Hastapersada Tbk Gozco Plantations Tbk Tri Polyta Indonesia Tbk Destinasi Tirta Nusantara Tbk Kertas Basuki Rachmat Ind. Tbk Adaro Energy Tbk Hotel Mandarine Regency Tbk Bayan Resources Tbk Trada Maritime Tbk Sekawan Intipratama Tbk Royal Oak Development Asia Tbk Bakrie Telecom Tbk AGIS Tbk Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

9-Jul-07 (0.604) 6-Sep-07 (0.332) 8-Nov-07 26-Nov-07 0.042 0.180

0.649 2.308 1.319 1.260 2.331 0.782 2.298 2.285 0.923 2.093 2.257 1.998 2.152 1.478 1.792 2.327 1.242 2.164 1.073 2.334 2.324 0.927 2.008 1.953

2 1 2 4 4 3 3 2 2 4 3 2 4 2 2 3 3 3 2 2 2 1 2 2

30-Nov-07 (0.355) 3-Dec-07 (1.117) 11-Dec-07 0.538

26-Dec-07 (0.485) 28-Jan-08 (0.903) 6-Feb-08 0.342

5-Mar-08 (1.633) 15-May-08 0.255

26-May-08 (1.568) 8-Jul-08 (0.555) 11-Jul-08 0.251

16-Jul-08 (0.210) 17-Jul-08 0.376

12-Aug-08 (1.156) 10-Sep-08 0.328

17-Oct-08 (0.999) 9-Jan-08 (0.696) 25-Feb-08 0.782

6-Mar-08 (0.553) 8-May-08 (0.216)

71

70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90

DUTI TCID SSIA CKRA ABBA ARTI UNTR MIRA CPRO IATA LPLI AMRT INVS MKPI RINA BWPT BCIP GDST OKAS LPPF EXCL

Duta Pertiwi Tbk Mandom Indonesia Tbk Surya Semesta Internusa Tbk Citra Kebun Raya Agri Tbk Abdi Bangsa Tbk Ratu Prabu Energi Tbk United Tractors Tbk Mitra Rajasa Tbk Central Proteinaprima Tbk Indonesia Air Transport Tbk Star Pacific Tbk Sumber Alfaria Trijaya Tbk Inovisi Infracom Tbk Metropolitan Kentjana Tbk Katarina Utama Tbk BW Plantation Tbk Bumi Citra Permai Tbk Gunawan Dianjaya Steel Tbk Ancora Indonesia Resources Tbk. Pacific Utama Tbk. Excelcomindo Pratama Tbk.

13-Jun-08

0.333

2.128 2.101 2.238 2.206 1.301 1.885 2.065 1.437 1.711 1.356 2.379 2.301 2.009 1.689 2.225 2.091 2.313 1.944 1.843 2.229 1.510

2 4 3 1 2 3 3 2 2 2 1 3 2 3 2 3 2 2 1 2 2

18-Jun-08 (0.341) 7-Jul-08 0.334

8-Jul-08 (0.018) 8-Jul-08 0.570

8-Jul-08 (1.214) 27-Aug-08 21-Nov-08 0.365 0.413

9-Dec-08 (0.406) 16-Dec-08 5-Dec-08 0.503 0.282

15-Jan-09 (0.100) 3-Jul-09 10-Jul-09 14-Jul-09 27-Oct-09 11-Dec-09 0.158 0.458 0.017 0.457 0.031

23-Dec-09 (0.589) 25-Sep-09 9-Nov-09 24-Nov-09 0.583 0.597 0.922

72

LAMPIRAN 2 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics N MLR Q CG Valid N (listwise) 90 90 90 90 Minimum -1,78 ,03 1,00 Maximum 1,24 2,38 4,00 Mean -,0233 1.7386 2,4556 Std. Deviation ,66454 .63596 ,75194

73

LAMPIRAN 3 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual 90 ,0000000 1,16854777 ,097 ,097 -,053 ,922 ,363

N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

74

LAMPIRAN 4 Uji Autokorelasi, Multikolinearitas, dan Uji Hipotesis

b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered MLR*CG, a CG, MLR

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Q

Model Summaryb Adjusted R Square ,191 Std. Error of the Estimate 1,18875 DurbinWatson 1,794

Model 1

R ,467 a

R Square ,219

a. Predictors: (Constant), MLR*CG, CG, MLR b. Dependent Variable: Q

b ANOVA

Model 1

Regression Residual Total

Sum of Squares 33,979 121,530 155,509

df 3 86 89

Mean Square 11,326 1,413

F 8,015

Sig. ,000 a

a. Predictors: (Constant), MLR*CG, CG, MLR b. Dependent Variable: Q

a Coefficients

Model 1

(Constant) MLR CG MLR*CG

Unstandardized Coefficients B Std. Error 1,554 ,400 -,883 ,353 ,318 ,150 ,128 ,133

Standardized Coefficients Beta -,508 ,214 ,192

t 3,889 -2,502 2,124 ,966

Sig. ,000 ,014 ,037 ,337

Collinearity Statistics Tolerance VIF ,220 ,895 ,231 4,536 1,117 4,338

a. Dependent Variable: Q

75

LAMPIRAN 5 Uji Heteroskedastisitas


b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered MLR*CG, a CG, MLR

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: ABRES

Model Summary Adjusted R Square ,050 Std. Error of the Estimate ,66622

Model 1

R ,287 a

R Square ,082

a. Predictors: (Constant), MLR*CG, CG, MLR

b ANOVA

Model 1

Regression Residual Total

Sum of Squares 3,431 38,171 41,602

df 3 86 89

Mean Square 1,144 ,444

F 2,577

Sig. ,059 a

a. Predictors: (Constant), MLR*CG, CG, MLR b. Dependent Variable: ABRES

Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error ,762 ,224 -,147 ,198 ,082 ,084 -,028 ,074 Standardized Coefficients Beta -,163 ,106 -,080

Model 1

(Constant) MLR CG MLR*CG

t 3,403 -,743 ,972 -,373

Sig. ,001 ,460 ,334 ,710

a. Dependent Variable: ABRES

76

LAMPIRAN 6 Analisis Regresi Sederhana


b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered MLRa

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Q

Model Summary Model 1 R R Square ,407a ,166 Adjusted R Square ,156 Std. Error of the Estimate 1,21413

a. Predictors: (Constant), MLR

ANOVAb Model 1 Sum of Squares 25,787 129,722 155,509 df 1 88 89 Mean Square 25,787 1,474 F 17,493 Sig. ,000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), MLR b. Dependent Variable: Q

Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error 2,332 ,129 -,708 ,169 Standardized Coefficients Beta -,407

Model 1

(Constant) MLR

t 18,048 -4,182

Sig. ,000 ,000

a. Dependent Variable: Q

You might also like