You are on page 1of 3

Minyak bumi dan gas alam merupakan senyawa hidrokarbon.

Rantai karbon yang menyusun minyak bumi dan gas alam memiliki jenis yang beragam dan tentunya dengan sifat dan karakteristik masing-masing. Sifat dan karakteristik dasar minyak bumi inilah yang menentukan perlakuan selanjutnya bagi minyak bumi itu sendiri pada pengolahannya. Hal ini juga akan mempengaruhi produk yang dihasilkan dari pengolahan minyak tersebut. Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun. Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian terkosentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap. Walupun minyak bumi dan gas alam terbentuk di dasar lautan, banyak sumber minyak bumi yang terdapat di daratan. Hal ini terjadi karena pergerakan kulit bumi, sehingga sebagian lautan menjadi daratan. Dewasa ini terdapat dua teori utama yang berkembang mengenai asal usul terjadinya minyak bumi, antara lain: 1. TEORI ABIOGENIK Teori-teori awal yang mencoba menjelaskan pembentukan petroleum pada era modern adalah teori-teori anorganik (Berthelot, 1860; Mendeleev, 1877, 1902 dalam Walters, 2006). Jupiter, Saturnus, dan beberapa satelit dari planet terluar diketahui mengandung metana. Juga diketahui bahwa jenis tertentu dari meteorit, kondrit karbonatan (carbonaceous chondrites), mengandung jejak dari bermacam jenis hidrokarbon, termasuk asam amino kompleks dan phytane dan pristane isoprenoid. Penemuan-penemuan hidrokarbon ekstraterestrial tersebut dijadikan argumen oleh para pendukung teori abiogenik bahwa hidrokarbon terbentuk secara abiogenik. Para astronomer yang mendukung teori hidrokarbon kosmis ini pun lebih lanjut berpendapat bahwa jika teori ini benar maka di dalam Bumi seharusnya terdapat hidrokarbon dengan jumlah yang jauh lebih banyak daripada jumlah yang telah ditemukan manusia. Kemudian ketika memasuki awal abad 20 banyak ilmuwan termahsyur yang memercayai bahwa hidrokarbon berasal dari kegiatan magmatik, diantaranya adalah geografer Alexander von Humboldt dan kimiawan Gay-Lussac. Berdasarkan teori anorganik, pembentukan minyak bumi didasarkan pada proses kimia, yaitu : a. Teori alkalisasi panas dengan CO2 (Berthelot) Kepercayaan ini kemudian diadopsi oleh Mendeleev yang mengatakan bahwa mantel Bumi mengandung karbida besi (iron carbide). Karbida besi ini dapat bereaksi dengan air resapan untuk membentuk metana dan hidrokarbon minyak lainnya, yang bisa dibandingkan dengan reaksi terbentuknya asetilena oleh reaksi karbida dan air: 3 CaC2 + 2H2O = C2H2 + Ca(OH)2. Terdapat sedikit bukti akan keberadaan karbida besi didalam mantel. Tapi tetap saja kepercayaan akan hidrokarbon yang berasal dari material anorganik telah secara luas dipegang oleh banyak ilmuwan, kimiawan, dan astronomer, tapi tidak oleh geologist. Sisasisa dari kepercayaan ini masih bertahan di Rusia dan bahkan di Amerika Serikat. Bukti -bukti yang diberikan oleh penganut teori ini diantaranya adalah adanya pengeluaran hidrokarbon dari gunungapi, keberadaan hidrokarbon dalam magma yang membeku, dan asosiasi

hidrokarbon dengan sesar. Namun, bukti-bukti tersebut kemudian dapat dibantah/dijelaskan oleh teori biogenik. Kasus adanya pengeluaran gas hidrokarbon dari gunungapi di penjuru dunia dapat dijelaskan ketika diketahui bahwa gunungapi-gunungapi tersebut bererupsi melewati lapisan batuan sedimen, yang bisa menghasilkan metana ketika material organik dalam lapisan batuan tersebut terpanaskan. Sementara itu keberadaan hidrokarbon dalam batuan beku dapat dijelaskan oleh adanya peristiwa intrusi magma yang melalui batuan sedimen kaya material organik atau adanya migrasi hidrokarbon dari batuan sedimen disekitar batuan beku tersebut. Belum lagi adanya fakta bahwa keberadaan hidrokarbon pada batuan beku amat jarang ditemukan dan jumlah hidrokarbonnya tidak ekonomis untuk dimanfaatkan secara komersial.

TEORI BIOGENIK Saat ini, hampir seluruh ilmuwan dan kalangan industri menggunakan teori biogenik untuk menjelaskan asal-usul terbentuknya minyak dan gas bumi. Mereka sependapat bahwa hidrokarbon (minyak dan gas bumi) berasal dari sisa material organik, biasanya alga, fragmen kecil kayu dan bagian lunak lainnya dari tanaman darat. Selama hidupnya, material organik tersebut mengubah dan mengumpulkan energi matahari melalui proses fotosintesis. Setelah material organik tersebut mati, sisa material organik tersebut kemudian terkumpul dan terendapkan dalam jumlah besar pada lingkungan air yang sangat tenang seperti rawa -rawa, dasar laut, atau danau, bersama dengan material sedimen anorganik seperti lanau, lempung, dan pasir dan terendapkan dalam keadaan miskin oksigen sehingga material organik tersebut terawetkan/tidak teruraikan. Batuan yang mengandung material organik yang cukup banyak untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dikenal sebagai batuan induk. 4 Ketika batuan induk semakin banyak tertimpa oleh sedimen yang lain, maka temperatur dan tekanan dari material organik pada batuan induk yang terkubur akan semakin meningkat. Sebagai respon dari peningkatan temperatur dan tekanan ini, material organik mengalami tahap-tahap evolusi seperti yang dijelaskan oleh Tissot (1977) dalam Selley (1998). Tahap pertama merupakan diagenesis yang terjadi pada kedalaman dangkal dengan temperatur dan tekanan mendekati normal. Prosesnya meliputi penguraian biogenik yang dibantu oleh bakteri dan reaksi abiogenik. Metana, karbon dioksida, dan air dilepaskan oleh material organik, menyisakan hidrokarbon kompleks yang disebut sebagai kerogen. Hasil akhir dari diagenesis material organik ini adalah pengurangan kandungan oksigen, menyisakan rasio hidrogen:karbon tidak berubah. Material organik bertipe alga dan bagian lunak tanaman darat akan membentuk kerogen dengan komposisi yang berbeda dengan kerogen yang terbentuk oleh material organik berupa fragmen kayu tanaman darat. Setelah mengalami proses diagenesis, material organik kemudian mengalamiproses katagenesis. Proses ini terjadi ketika kedalaman material organik semakin dalam dan temperatur dan tekanannya meningkat. Ketika temperatur mencapai 120oC, rantai panjang dari atom hidrogen dan karbon terpecah dari kerogen, kerogen yang dominannya terdiri dari fragmen kayu akan membentuk gas alam. Sementara kerogen yang didominasi oleh alga dan bagian lunak tanaman darat akan membentuk gas alam dan juga minyak berat (heavy oil) yang bersifat waxy dan viskos.

Pada temperatur yang lebih tinggi lagi, rantai hidrokarbon yang lebih pendek terpecah membentuk minyak ringan (light oil) dan kemudian, pada temperatur diatas 160oC, kerogen dominan alga dan bagian lunak tanaman darat pun akan terpecah kembali dan seluruhnya membentuk gas alam. Hidrokarbon yang terbentuk ini nantinya dapat mengalami migrasi dari batuan induknya menuju reservoir. Proses evolusi terakhir adalah metagenesis. Tahap ketiga ini terjadi pada temperatur tinggi dan tekanan yang mendekati tekanan saat metamorfisme. Hidrokarbon terakhir, yang umumnya hanya terdiri dari metana, dikeluarkan. Rasio hidrogen:karbon menurun hingga hanya menyisakan karbon dalam bentuk grafit. Porositas dan permeabilitas batuan menghilang karena kompaksi akibat tekanan. 5 Bukti-bukti kebenaran dari teori biogenik ini diantaranya ditunjukkan oleh fakta bahwa akumulasi minyak dan gas bumi yang berharga secara komersial terbatas hanya pada cekungan sedimen. Kromatografi gas juga digunakan sebagai sarana fingerprinting untuk mencocokkan kesamaan material organik yang terdapat pada sebuah reservoir hidrokarbon dengan material organik pada batuan induk didekatnya.

You might also like