You are on page 1of 29

TETANUS

NANA SOFIANI

PENDAHULUAN
Penyakit ini ditemukan pada seluruh dunia. Di

Amerika Serikat, penyakit ini paling umum terjadi karena adanya infeksi dari luka tusuk pada ektremitas oleh kuku atau pecahan pecahan benda yang tajam.(1) Pada negara berkembang, tetanus masih termasuk penyakit umum, khususnya pada bayi baru lahir, yang terpapar oleh kuman ini melalui tali pusar ( tetanus neonatorum)(2).

Tetani adalah sebuah klinikal sindrom yang dikarateristikkan dengan kejang, paresthesia, perpanjangan spasme dari otot rangka, atau laringospasme, biasanya diikuti oleh tanda dari hipereksitabilitas saraf perifer. Tetanus ( lowjack ) menyebabkan spasme otot secara terlokalisir ataupun secara generalisata karena adanya tetanospasmin, sebuah toksin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani.(1)

ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit ini

adalah bakteri Clostridium tetani yang bersifat : anaerobik berbentuk spora kerucut kuman gram positif motile tidak berwarna bentuknya lurus yang diasumsikan seperti bentuk raket tenis atau stik drum.

PATOGENESIS

PATHOLOGI
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer

secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

GEJALA KLINIS
Kharekteristik dari tetanus : Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat . Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

KLASIFIKASI
TETANUS GENERALISATA
Tipe ini adalah termasuk bentuk tetanus yang umum

dijumpai. Awalnya ditandai dengan spasme otot maseter yang menyebabkan trismus dan risus sarkonikus, dan lama kelamaan menyebar dan menyebabkan spasme pada seluruh tubuh dan ekstremitas. (4) Waktu paruh dari onset setelah trauma adalah 7 hari, 15 % dari kasus terjadi dalam 3 hari dan 10 % setelah 14 hari.(3) Spasme dapat dipicu oleh rangsangan suara atau rangsang sentuh. Ketidakseimbangan autonomaritmia atau perubahan tekanan darah dapat terjadi.(4)

Tetanus Neonatorum
Sering terjadi di negara berkembang akibat infeksi melalui sisa plasenta(2,4). Pada awalnya akan terdapat kesulitan untuk makan, trismus, dan spasme; angka kematian tinggi(4). Spasme General dan rigiditas dari otot batang tubuh dan anggota tubuh meningkat pada neonatus pada beberapa hari setelah kelahiran harus selalu dicurigai mengarah ke diagnosis tetanus(2,3). Onset penyakit ini umumnya terjadi selama 2 minggu pertama waktu kehidupan.(3)

Lokal Tetanus
Bentuk ini adalah bentuk yang lebih aman. Gejala

awal adalah kekakuan, rasa kencang, dan nyeri pada otot disekitar luka, diikuti dengan rasa gatal dan spasme singkat dari otot yang terinfeksi. Lokal tetanus terjadi sangat sering pada luka yang berhubungan pada daerah tangan, lengan bawah, sangat jarang pada daerah abdomen atau otot otot paravertebrae.

Cephalic Tetanus
Bentuk tetanus ini diikuti oleh luka pada wajah dan

kepala. Periode inkubasi biasanya pendek sekitar 1 atau 2 hari. Otot yang terinfeksi ( lebih sering otot fasial ) biasanya lemah atau paralisis. Meskipun demikian, selama masa pencapaian spasme tetanik, otot yang lumpuh terlihat kontraksi.

DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa : 1.Gejala klinik Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ). 2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan. 3. Kultur: C. tetani (+). 4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

EMG ( Electromyography )
Rekaman EMG dari otot yang spasme menunjukkan pengeluaran secara berkelanjutan pada normal motor unit layaknya seperti ketika mereka terekam saat sedang dalam keadaan otot yang kontraksi voluntar dengan kuat. Pada kebanyakan karateristik tetanus, seperti disebutkan sebelumnya, adalah hilangnya silent period yang terjadi sekitar 50 sampai 100 ms setelah refleks kontraksi. Keadaan pause ini, normalnya terjadi karena adanya efek dari inhibisi rekuren dari Renshaw sel, yang diblok oleh toksin tetanus. Pada tetanus general, hilangnya silent periode biasanya hampir selalu dapat terlihat pada otot masseter, dan dapat pula ditemukan pada otot yang terinfeksi pada tetanus lokal.

PENATALAKSANAAN
A. UMUM

Tujuan dari terapi adalah untuk mengeliminasi sumber dari toksin, menetralkan toksin yang tidak terikat, dan mencegah terjadinya spasme otot ketika memonitor keadaan pasien dan menyediakan dukungan yang dibutuhkan oleh pasien khususnya dukungan respiratori sampai terjadi kesembuhan.

Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb : 1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10

hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

B.2. Antitoksin Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.

B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang

pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum

adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

PENCEGAHAN
Pencegahan tetanus dilakukan dengan cara imunisasi

dengan toksoid ( toksin yang didenaturasikan ). Anak anak seharusnya diimunisasi secara rutin dan mendapat dosis dukungan setiap 10 tahun sekali. Pemberian dosis penunjang imunisasi secepatnya seharusnya dilakukan pada pasien dengan luka yang berpenetrasi, kecuali dilaporkan adanya imunisasi sebelumnya. Imunitas tidak didapatkan dengan cara terinfeksi penyakit ini, dan pasien harus menerima vaksin toksoid dan Human Tetanus Immuno globulin ( HTIG ), tetapi pada waktu yang berbeda.(1)

PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya,

dimana : 1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm ) 2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum 3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi. Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek. Prognosa tetanus neonatal jelek bila: 1. Umur bayi kurang dari 7 hari 2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang 3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam 4. Dijumpai muscular spasm. (1,6.8,10,12,13) Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%. (1,2)

KESIMPULAN
Tetanus adalah kelainan neurologik, yang ditunjukkan dengan

meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, toksin protein kuat yang dihasilkan oleh kuman Clostridium tetani. Tetanus terjadi dalam beberapa bentuk klinik, termasuk kelainan yang terjadi generalisata, neonatal, dan yang terlokalisasi. Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinik dan riwayat yang mengawali trauma. Tanda yang muncul dapat berupa trismus,risus sardonkus,spasme tonik. Tujuan dari terapi adalah untuk mengeliminasi sumber dari toksin, menetralkan toksin yang tidak terikat, dan mencegah terjadinya spasme otot ketika memonitor keadaan pasien dan menyediakan dukungan yang dibutuhkan oleh pasien khususnya dukungan respiratori sampai terjadi kesembuhan. Prognosis biasanya baik pada tetanus dengan periode inkubasi yang lama atau panjang. Angka mortalitas biasanya dapat diturunkan oleh pemberian serum dan penanganan disfungsi pulmonar dan autonom secara agresif. Pada kasus yang fatal, kematian biasanya terjadi dalam 3 sampai 10 hari. Pada pasien yang mengalami kesembuhan, terdapat penurunan secara bertahap pada frekuensi dan tingkat keparahan spaame(1). Kematian pada 20 % kasus terjadi akibat kesulitan pernapasan atau ketidakstabilan autonom.(4)

KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai:

laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure

KASUS

Seorang laki-laki berumur 52 tahun datang ke IGD RSUD SALATIGA dengan keluhan utama badan dan mulut terasa kaku. Badan dan mulut terasa kaku sejak 6 hari yang lalu, sejak 3 HSMRS mulai timbul kekakuan seluruh tubuh yang timbul mendadak diikuti nyeri punggung yang sangat, namun pasien sadar tetapi tidak dapat bicara. Kekakuan berlangsung selama 5-10 menit tiap kali kumat. Pasien memiliki luka pada jari kedua kaki kanan, luka sobek karena pacul, luka tersebut hanya diobati sendiri oleh pasien dengan povidon iodine dan ditutup oleh kapas. Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung. Tidak ada keluarga yang memiliki gejala penyakit serupa. Pada pemeriksaan fisik, KU sedang,CM dengan TD 160/100mmHg, suhu 36,5 C, RR 20x/menit, N 72x/menit regular, mulut dapat membuka 3cm, rahang bawah terasa kaku, trismus (+), risus sadonicus (-), Thorak tak ada kelainan, perut tegang, keras seperti papan, BU normal, pada ekstremitas nampak VL pada digiti II tarsus dekstra, epistotonus (-). Hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.

DIAGNOSIS TETANUS GENERALISATA PENATALAKSANAAN Pemberian oksigen kanul 3L/menit terutama saat kejang, pasien mendapatkan medikasi berupa Infus RL + diazepam, TAT 40.000 unit (20.000 IV dan 20.000 IM), Ceftriaxone 1x1gram IV, Diphenylhidramin 2 x 200mg. Pasien dirawat dikamar yang kurang cahaya dan tenang untuk menghindari stimulasi yang dapat merangsang kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Rowland, Lewis P. Merritts Neurology. Tenth edition.

Lippincott William and Wilkins. 2007. Maryland. Victor, Maurice ; Ropper, Allan H. Adams and Victors Principles of Neurology. McGraw-Hill Medical Publishing Division. Seventh edition. 2008. United States of America. Fauci and Longo. Harrisons principles of internal medicine. Edisi tujuh belas. The McGraw-Hill Companies, Inc. United State of America. 2008. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga, 2005. Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar.Jakarta : Dian Rakyat,2006.

TERIMA KASIH......

You might also like