You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernapasan

yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang (hipoksia) yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea). 1,2 Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan mati lemas. Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti absence of pulse ( tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.1,2 Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.3 2.2 Etiologi Asfiksia Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.1,2 b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya. 1,2 Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan hanging, drowning, strangulation dan sufocation. Obstruksi mekanik pada saluran pernapasan oleh: Tekanan dari luar tubuh misalnya pencekikan atau penjeratan Benda asing Tekanan dari bagian dalam tubuh pada saluran pernapasan, misalnya karena tumor paru yang menekan saluran bronkus utama Edema pada glottis Asfiksia mekanik juga bisa karena trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya. Kerusakan akibat asfiksia (asphyxial injuries) dapat disebabkan oleh kegagalan sel-sel untuk menerima atau menggunakan oksigen. Kehilangan oksigen dapat terjadi parsial (hipoksia) atau total (anoksia).

c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan. 1,2 Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan.

2.3

Asfiksia Mekanik Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik) :1 Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas : Pembekapan (smothering) Penyumbatan (gagging dan choking) Penekanan dinding saluran pernapasan : Penjeratan (strangulation) Pencekikan (manual strangulation, throttling) Gantung (hanging) Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik) Saluran pernapasan terisi air (tenggelam, drowning)

2.4

Fisiologi Asfiksia

Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai berikut:3 a. Gangguan pertukaran udara pernapasan. b. Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia). c. Peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah (hiperkapnea). d. Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh. Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi. Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20 detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam laktat.3

Tanda

dan

gejala

hipoksemia

dibagi

menjadi

kategori

yaitu

akibat

ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.3 Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma. Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari tekanan darah.3 Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi, perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan kegagalan mekanisme kompensasi.3 Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia). Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah: 2,3 Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia yaitu: 1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia) Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena: Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.2,4 Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.2,4 2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia) Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.2,4

3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia) Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.2,4 4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia) Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:2,4 Ekstraseluler Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan. Intraselular Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya. Metabolik Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia. Substrat Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada keadaan hipoglikemia.

2.5

Stadium Pada Asfiksia Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala klinis, yaitu: 1. Fase Dispnea Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke fase kejang. 1

2. Fase Kejang Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan penderita akan mengalami kejang.1 3. Fase Apnea Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara mendadak.1 4. Fase Akhir Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.1 Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.1

2.6

Patologi Asfiksia Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu: 1. Primer (akibat langsung dari asfiksia) Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada selsel serebrum, serebellum, dan basal ganglia.

Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.4

Asfiksia Oksigenasi darah di Paru-paru berkurang Aliran darah arteri Pulmoner berkurang Aliran balik darah vena ke jantung berkurang Stasis darah pada organ tubuh Tekanan oksigen menurun Dilatasi kapiler

Stasis kapiler

Pelebaran kapiler

Gambar 1. Lingkaran setan pada asfiksia.3 2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.4 Keadaan ini didapati pada:4 Penutupan mulut dan hidung (pembekapan). Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia). Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

Darah menjadi encer

Fibrinolisis

ASFIKSIA

Relaksasi sfingter

Urin, feses dan cairan sperma keluar

Tidak sadar Tenaga otot berkurang Dilatasi kapiler Tekanan oksigen dan darah menurun Kerusakan pada dinding kapiler dan lapisan diantara sel endotel

Stasis kapiler Sianosis Bendungan kapiler Kongesti visceral Tekanan intrakapiler meningkat Peningkatan permeabilitas kapiler

darah berwarna ungu Bercak Tardieu dan transudasi cairan (edema) Lebam mayat berwarna ungu Ruptur pembuluh kapiler

Gambar 2. Patologi Asfiksia.3

2.7

Tanda Kardinal Asfiksia

Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik yaitu: a. Tardieus spot (Petechial hemorrages) Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.4,5 b. Kongesti dan Oedema Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung)

menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).4,5 c. Sianosis Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.4,5 d. Tetap cairnya darah Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis asfiksia.4,5

2.8

Tanda Khusus Asfiksia Didapati sesuai dengan jenis asfiksia yaitu:

a.

Pada pembekapan, kelainan terdapat disekitar lobang hidung dan mulut. Dapat berupa luka memar atau lecet. Perhatikan bagian di belakang bibir luka akibat penekanan pada gigi, begitu pula di belakang kepala atau tengkuk akibat penekanan. Biasanya korban anak-anak atau orang yang tidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus, kadang-kadang sulit mendapatkan tanda-tanda kekerasan.4

b.

Mati tergantung. Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan sendiri. Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis ludah di pinggir salah satu sudut mulut.4 Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat didapati di kedua kaki dan

tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan didapati pada bagian

terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa kematian berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses pembendungan. Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan, demikian juga di pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tanda-tanda pembendungan seperti pada keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas disini adalah adanya perdarahan berupa garis yang letaknya melintang pada tunika intima dari arteri karotis interna, setentang dengan tekanan tali pada leher.Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali bila dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk yang baik.4 2.9 a. Pemeriksaan Jenazah Kasus Asfiksia Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:1,2,5 1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. 2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. 3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. 4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. 5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah. 6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot.

b. Pemeriksaan Dalam Pada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:1,2,5 1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian. 2. Busa halus di dalam saluran pernapasan. 3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis. 5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. 6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

1.

GANTUNG (HANGING)

A. Definisi Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan (strangulasi) dengan tali ikat dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh. Seluruh atau sebagian tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.1,2

B. Klasifikasi Gantung 1. Berdasarkan Titik Gantung: a. Penggantungan tipikal Terjadi bila titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada arteri karotis paling besar.1 b. Penggantungan atipikal Bila titik penggantungan terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan.1

2. Berdasarkan Posisi Tubuh a. Penggantungan Lengkap Istilah penggantungan lengkap digunakan jika beban aktif adalah seluruh berat badan tubuh, yaitu terjadi pada orang yang menggantungkan diri dengan kaki mengambang dari lantai.1 b. Penggantungan Parsial Istilah penggantungan parsial digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi berlutut atau berbaring. Pada kasus tersebut, berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial.1 C. Cara Kematian Pada Kasus Gantung: Cara kematian pada kasus gantung diantaranya adalah:5 1. Bunuh diri 2. Pembunuhan 3. Kecelakaan

D. Mekanisme Kematian Mekanisme kematian yang disebabkan oleh gantung akibat penumpuan beban sebagian atau seluruh beban tubuh di leher diantaranya adalah.1,5 1. Asfiksia Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang paling sering. 2. Apopleksia Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darahotak dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi 3. Iskemia Serebral Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung. 4. Syok Vasovagal Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.

5. Fraktur atau Dislokasi vertebra servikalis. Fraktur vertebra servikalis sering terjadi pada hukuman gantung. Fraktur atau dislokasi terjadi pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter maka akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla oblongata dan mengakibatkan tehentinya pernafasan. Yang biasa terkena fraktur adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.

E. Pemeriksaan Jenazah Kasus Gantung 1. Pemeriksaan Luar Pada Jenazah a. Tanda Penjeratan Pada Leher.1,5 Tanda penjeratan jelas dan dalam. Semakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin jelas dan dalam Bentuk jeratan berjalan miring. Bentuk jeratan pada kasus gantung diri cenderung berjalan kiring (oblique) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas antara kartilago tiroid dengandagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Ciri-ciri jejas sebagai berikut : Alur jeratan pucat. Tepi alur jerat coklat kemerahan. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.

Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan mengkilat Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda

penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali b. Kedalaman Bekas Jeratan Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung.1,5 c. Tanda-tanda Asfiksia Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus

penggantungan tanda-tanda asfiksia berupa mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia pada bagian wajah dan subkonjungtiva. Jika didapatkan lidah terjulur maka menunjukan adanya penekanan pada bagian bawah leher yaitu bagian bawah kartilago thyroida.1,5

Gambar 3 : Tardieus spot d. Lebam Mayat Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal.1,5

Kasus Gantung Diri Lebam pada gantung diri terkonsentrasi pada daerah ekstemitas

e. Sekresi Urin dan Feses Sekresi urin dan feses terjadi pada fase apneu pada kejadian asfiksia. Pada stadium apneu pusat pernapasan mengalami depresi sehingga gerak napas menjadi sangat lemah dan berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan karena kontrol spingter fungsieksresi hilang akibat kerusakan otak maka terjadi pengeluaran urin dan feses.1,5

2. Pemeriksaan Dalam Pada Jenazah a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. b. Tanda-tanda Asfiksia Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah Kongesti pada bagian atas yaitu daerah kepala, leher dan otak Ditemukan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi. c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus pengantungan yang disertai dengan tindak kekerasan. e. Pada pemeriksaan paru-paru serig ditemui edema paru. f. Mungkin terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid. g. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas Fraktur ini seringkali terjadi pada korban hukum gantung dimana korban tergantung secara penuh dan tertitis jauh dari lantai.1,5 F. Perbedaan Penggantungan Antemortem dengan Postmortem.5 No 1. Penggantungan Antemortem Penggantungan Postmortem

Tanda jejas jerat berupa lingkaran Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh terputus (non continous) dan letaknya (continous), agak sirkuler dan letaknya pada pada leher bagian atas bagian leher tidak begitu tinggi

2.

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih pada sisi leher dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakan pada bagian depan leher

3.

Ekimosis tampak jelas pada salah satu Ekimosis sisi dari jejas penjeratan.

pada

salah

satu

sisi

jejas

penjeratan tidak ada atau tidak jelas.

4.

Lebam mayat tampak diatas jejas jerat Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh

dan pada tungkai bawah

yang menggantung sesuai dengan posisi mayat setelah meninggal

5.

Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak teraba seperti kertas perkamen yaitu jelas tanda parchmentisasi

6.

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga, sangat jelas terlihat terutama jika dll, tergantung dari penyebab kematian

kematian karena asfiksia 7. Wajah membengkak dan mata Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,

mengalami kongesti dan agak menonjol, dll, tergantung dari penyebab kematian disertai dengan gambaran pembuluh darah vena yang jelas pada bagian kening dan dahi 8. Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus sekali 9. pencekikan

Ereksi penis disertai dengan keluarnya Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada. cairan korban sperma pria. sering Sering terjadi pada Pengeluaran feses juga tidak ada

ditemukan

keluarnya feses 10. Air liur ditemukan menetes dari sudut Air liur tidak ditemukan yang menetes pada mulut, dengan arah yang vertikal kasus selain kasus penggantungan

menuju dada.

2. PENJERATAN (STRANGULATION) A. Definisi Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan.1,2 Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir

selalu melewati membran yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.1,2

B. Mekanisme kematian Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu :1 1. Asfiksia Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang paling sering. 2. Iskemia Serebral Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung. 3. Syok Vasovagal Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.

C. Cara kematian pada kasus jerat Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:1 1. Pembunuhan (paling sering). Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadianinfanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati(zaman dahulu). 2. Kecelakaan Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yangterjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau 3. Bunuh diri. Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut

D. Pemeriksaan Jenazah Kasus Penjeratan 1. Pemeriksaan Luar Jenazah Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:1,5 a. Tanda Penjeratan Pada Leher - Tanda penjeratan jelas dan dalamSemakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin jelas dan dalam - Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur jerat biasa disertai luka lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha membuka jeratan tersebut. - Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan mengkilat - Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda

penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali b. Tanda-tanda Asfiksia Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. c. Lebam Mayat Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :1,5 a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. b. Tanda-tanda Asfiksia Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah, Terdapat buih halus di mulut Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi. c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot a. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan.

d. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru. e. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid. E. Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat.1 Pembunuhan Alat Penjerat : Simpul Jumlah lilitan Arah Jarak titik tump simpul Biasanya simpul mati Hanya satu Mendatar Dekat Simpul hidup Satu atau lebih Serong ke atas Jauh Bunuh Diri

Korban : Jejas jerat Luka perlawanan Luka-luka lain Berjalan mendatar + Ada, sering di daerah leher Meninggi ke arah simpul Biasanya tidak ada, mungkin terdapat luka percobaan lain Jarak dari lantai Jauh Dekat, dapat tidak tergantung

TKP : Lokasi Kondisi Pakaian Bervariasi Tidak teratur Tak teratur, robek Tersembunyi Teratur Rapi dan baik

Alat :

Dari si pembunuh

Berasal dari yang ada di TKP

Surat peninggalan :

Ruangan :

Tak teratur, terkunci dari luar

Terkunci dari dalam

3.

PENCEKIKAN

A. Definisi Pencekikan adalah penekanan pada leher dengan tangan atau lengan bawah, yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.1,2

B. Mekanisme Kematian 1. Asfiksia Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal.1,5 2. Refleks vagal Reflek vagal menyebabkan kematian segera (immediate death), hal ini dikaitkan dengan terminologi sudden cardiac arrest. Reflek vagal dimungkinkan bila leher terkena trauma.Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan bradikardi dan hipotensi. Refleks vagal ini jarang terjadi. Jika mekanisme kematian adalah asfiksia, maka ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi jika mekanisme kematian adalah refleks vagal, tidak didapatkan tanda-tanda asfiksia.1,5 3. Cara Kematian Terdapat 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu pembunuhan dan kecelakaan yang biasanya mati karena vagal reflex. Selain itu, terdapat 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :1,5 a. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban. b. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. c. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut mugging.

C. Pemeriksaan Jenazah Kasus Pencekikan 1. Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang superficial, sedangkan arteri vertebralis tidak terganggu. Pemeriksaan luar dari otopsi kasus pencekikan (manual strangulasi), terdapat 3 hal penting yang harus diperhatikan, antara lain :1,5

a. Tanda asfiksia Sianosis Lebam merah kebiruan gelap Lebam terbentuk lebih cepat Distribusi lebam lebih luas Darah sukar membeku. b. Tanda kekerasan pada leher :1,5 Luka memar pada kulit di leher Bekas tekanan jari Bekas kuku Sidik jari Tangan yang digunakan Arah pencekikan c. Tanda kekerasan pada tempat lain yang dapat menunjukkan bahwa korban melakukan perlawanan.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah a. Perdarahan atau resapan darah pada otot-otot di leher tiroid, kelenjar ludah, serta mukosa dan submukosa faring atau laring. b. Fraktur, yang paling sering ditemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea c. Memar atau robekan membrane hipotiroidea d. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kitatemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.1,5 e. Tanda Asfiksia :1,5 Darah lebih gelap & lebih encer Busa dalam saluran pernafasan Organ tubuh lebih berat, lebih gelap, pada pengirisan banyak keluar darah d. Petekie pada :1,5 mukosa usus halus epikardium daerah aurikuloventrikular

subpleura viseralis paru terutama pars diafragmatika dan fisura interlobaris kulit kepala sebelah dalam terutama daerah temporal e. Edema paru

4.

PEMBEKAPAN

A. Definisi Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan ke dalam mulut dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan menutup mulut dan hidung dengan menggunakan kantong plastik. Pembekapan dapat terjadi secara sebagian atau seluruhnya, dimana yang terjadi secara sebagian mengindikasikan bahwa orang tersebut yang dibekap masih mampu untuk menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya. Normalnya, pembekapan membutuhkan paling tidak sebagian obstruksi baik dari rongga hidung maupun mulut untuk menjadi asfiksia. Pembekapan merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana pada pembekapan baik mulut maupun lubang hidung tertutup sehingga proses pernafasan tidak dapat berlangsung.1,2 Korban pembekapan umumnya wanita yang gemuk, orang tua yang lemah, orang dewasa yang berada di bawah pengaruh obat atau anak-anak. Kelainan yang terjadi karena Pembekapan adalah berbentuk luka lecet dan atau luka memar terdapat di mulut, hidung, dan daerah sekitarnya. Sering juga didapatkan memar dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi.1,2

B. Cara Kematian Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu : 1. Bunuh diri (suicide) Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu Dengan membenamkan wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut. 1,5 2. Kecelakaan (accidental smothering) Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu juga dapat terjadi kecelakaan dimana seorang anak yang tidur

berdampingan dengan orangtuanya dan secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat bernafas. Keadaan ini disebut overlying. Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi kecelakaan terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya. 1,5 3. Pembunuhan (homicidal smothering) Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras. Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan dengan cara hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang dibekapkan pada hidung dan mulut. Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga dilakukan bersamaan dengan menindih atau menduduki dada korban. Keadaan ini dinamakan burking. 1,5

C. Pemeriksaan Jenazah Kasus Pembekapan 1. Pemeriksaan Luar Jenazah. 1,5 a. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan. b. Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan. c. Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah juga dapat mengalami memar atau cedera. d. Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan. Memar

atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick), maka pada bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri. Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak terlalu besar, kelainan biasanya

minimal; yaitu luka lecet tekan dan atau memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang. e. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut. Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban. f. Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku. 2. Pemeriksaan Dalam Jenazah 1,5 a. Tetap cairnya darah Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Pendapat lain dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstravaskuler, dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian b. Kongesti (pembendungan yang sistemik) Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah. c. Edema pulmonum Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. d. Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages) Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 16 e. Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan.

5.

TERSEDAK ( CHOKING DAN GAGGING )

A. Definisi Sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring.1,2

B. Mekanisme Kematian Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.1

C. Cara Kematian Kematian dapat terjadi sebagai akibat:1,5 1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan benda asing ke dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan. 2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya. 3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan.

D. Pemeriksaan Jenazah Kasus Tersedak Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut ( orofaring atau laringofaring ) ditemukan sumbatan yang biasanya bisa berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang, batu dan lain-lainnya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemungkinan adanya tanda kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing.1,5

6.

TENGGELAM (Drowning)

A. Definisi Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah tenggelam harus pula

mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa. 1 Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air. (buku UNDIP) Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk bayi. 1,5

B. Jenis-Jenis Tenggelam Jenis-jenis tenggelam antara lain: 1 1. Wet drowning Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam. 2. Dry drowning Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme laring. 3. Secondary drowning Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi. 4. Immersion syndrome Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

C. Sebab Kematian Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh: 1. Vagal Reflex Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning). 1,5 2. Spasme Laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I. 1,5 3. Pengaruh air yang masuk paru-paru a. Tenggelam di air tawar Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan elektrolit. Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. 1,5 Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paruparu. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. 1,5

b. Tenggelam di air asin Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. 1,5 Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan ditemukan buih serta bendabenda air. 1,5

Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan dengan tenggelam tipe IIA). 1,5

D. Cara Kematian Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena: 1,5 1. Kecelakaan Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain karena mabuk atau mendapat serangan epilepsi. 2. Bunuh diri Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam. Bukan pekerjaan yang mudah untuk membedakan tenggelam karena bunih diri dengan pembunuhan. 3. Pembunuhan Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik saja sulit dapat membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat pembunuhan atau bunuh diri. Pemeriksaan di tempat kejadian dapat membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.

E. Pemeriksaan Jenazah Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam keadaan membusuk. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah: 1,5 1. Menentukan identitas korban Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: o Pakaian dan benda-benda milik korban o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut

o Sidik jari o Pemeriksaan gigi o Teknik identifikasi lain 2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan : 1,5 a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan. c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus. d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai nilai bermakna. e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air. 3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain. 1,5 4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obatobatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.1,5 5. Tempat korban pertama kali tenggelam Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain. 1,5 6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian. 1,5 Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal

ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol. Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan. 1,5 Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode). Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.1,5

F. Pemeriksaan Jenazah Kasus Tenggelam Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:1,5 a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air. b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah. c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan. Cutis anserina d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air. Gambaran kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut. e. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama. f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain dalam air. Washer womans hand

g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada bendabenda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air. Pemeriksaan Dalam Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1,5 a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran pernafasan. b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada kasus tenggelam di laut. c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar. Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi. e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat dalam usus halus.

G. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Diatom. Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.1

Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan satu.1 2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru dan pemeriksaan getah paru.1 3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.1 4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan 5. Pemeriksaan keracunan

H. Diagnosis Tenggelam Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari: 1,5 - Pemeriksaan luar, - Pemeriksaan dalam, - Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis serta kadar elektrolit darah. Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi makin pasti.1,5

7.

CRUSH ASPHYXIA (TRAUMATIK ASFIKSIA) Crush Asphyxia disebabkan oleh karena dada dan perut mendapat tekanan secara

bersamaan oleh suatu kekuatan yang menyebabkan dada terfiksasi sehingga diafragma tidak dapat bergerak. Hal tersebut kemudian menimbulkan gangguan gerak pernapasan sehingga udara yang masuk ke dalam atau keluar paru terhambat, misalnya tertimbun pasir, tanah longsor, runtuhan tembok, pohon yang tumbang atau tebing yang runtuh. 1,5 Crush Asphyxia juga dapat terjadi karena berdesak-desakan keluar dari suatu ruangan melalui pintu yang sempit. Akibat tekanan tersebut maka akan terjadi kompresi pada dada dan perut sehingga diafragma dalam keadaan terfiksir. Akibatnya gerakan pernapasan tidak

mungkin terjadi sehingga tubuh mengalami asfiksia. Asfiksia traumatik tidak pernah terjadi pada kasus bunuh diri, dan paling sering terjadi pada kecelakaan. Asfiksia traumatik dapat juga terjadi pada kasus pembunuhan, sebagai contoh adalah kasus burking yang merupakan kombinasi pembekapan dan tekanan dari luar pada dada. Pada burking korban dibuat tidak berdaya, kemudian dilentangkan, diduduki atai berlutut di dada korban dengan satu tangan menutup lubang hidung dan mulut korban, tangan lain menekan rahang bawah korban ke arah atas. Korban cepat mati dengan cara ini dan meninggalkan tanda kekerasan yang minimal atau kadang tidak ada. 1,5 Pada pemeriksaan post mortem akan terlihat adanya tanda-tanda umum asfiksia; seperti misalnya cyanosis, bintik-bintik perdarahan pada bagian atas dari tubuh, edema serta pembengkakan pada bola mata dan kongesti pada tubuh sebelah atas akibat darah terdorong ke atas oleh kompresi pada abdomen. Jika benda yang menekan itu sangat berat maka besar kemunginan kematiannya bukan karena asfiksia, tetapi karena sebab lain; seperti misalnya perdarahan karena hancurnya organ dalam. 1,5

BAB III KESIMPULAN Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning). Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan, merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi. Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat dan berwarna lebih gelap, ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium, subpleura viseralis, kulit kepala bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru terurtama yang berhubungan dengan hipoksia, adanya fraktur laring langsung dan tidak langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan dengan kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik, Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997. 2. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. 3. Anonim. Available at http://www.scribd.com/doc/120269762/Refarat-Forensik-

Asfiksia. Accesed on : July, 2013 4. Anonim. Available at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23475/3/Chapter%20II.pdf. Accesed on : July, 2013 5. Adelin Litan, Febriani Valentina, Ignatius Billy, dkk. Availabele at

http://www.scribd.com/doc/80092064/Referat-Asfiksia-Edited . Accesed on : July, 2013

You might also like